Anda di halaman 1dari 26

PRAKTIK PROFESI

KEPERAWATAN KELUARGA
TAHUN AKADEMIK 2020-2021

Nama Preceptee : Siti Asiyah


NPM : 20200940100183

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Jl. Cempaka Putih Tengah I/1 Jakarta Pusat, Kode Pos 10510
Telp/Faks: 021-42802202
LAPORAN PENDAHULUAN

PERAWATAN KELUARGA HIPERTENSI

A. Konsep Penyakit

1. Pengertian Hipertensi

Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO

mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95 mmhg,

sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896) mengemukakan bahwa hipertensi

merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas

normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmhg dan tekanan diastole diatas 90

mmhg. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42). Pendapat

senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta (1993:199) dan

Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa hipertensi

adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan diastolik

lebih dari 90 mmHg.

Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti diajukan

oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi

bila tekanan darah waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90mmhg,

sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun dikatakan hipertensi bila tekanan darah

diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita tekanan darah diatas sama dengan

160/95 mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM POKJA RS Harapan Kita

(1993:198) pada usia dibawah 40 tahun dikatakan sistolik lebih dari 140 mmhg dan

untuk usia antara 60-70 tahun tekanan darah sistolik 150-155 mmHg masih
dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai tekanan sistolik

lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg

ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda. (JNC

VI, 1997).

Untuk usia kurang dari 18 tahun dikatakan hipertensi bila dua kali

kunjungan yang berbeda waktu didapatkan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau

lebih, atau apabila tekanan darah sistolik pada beberapa pengukuran didapatkan

nilai yang menetap diatas 140mmHg (R. P. Sidabutar dan Waguno P, 1990).

Berdasarkan pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih dari

140 mmhg dan atau diastolik lebih dari 90 mmhg.

2. Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli, diantaranya

WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan

darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem

kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler,

tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain.

Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala – gejala yang jelas dari

kerusakan dan gangguan faal dari target organ. Sedangkan JVC VII, Klasifikasi

hipertensi adalah :

Kategori Tekanan sistolik Tekanan Diastolik

(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi:

Stage I (ringan) 140-159 90-99

Stage II (sedang) 160-179 100-109

Stage III (berat) 180-209 110-120

Klasifikasi lain diutarakan oleh Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007),

mengklasifikasikan tekanan darah tinggi menjadi 4 tingkatan yaitu normal (SBP =

Sistole Blood Pressure < 120 mm Hg dan Distole Blood Pressure = DBP < 80 mm

Hg), pra hipertensi (SBP 120-139 mm Hg dan DBP 80-89 mm Hg), hipertensi tahap

1 (SBP 140-159 mm Hg dan DBP 90-99 mm Hg) dan hipertensi tahap 2 (SBP >= 160

dan DBP >= 100. mm Hg.)

Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi

hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu tekanan darah

diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi ringan, tekanan darah diastolik

90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik 105-114 mmHg.

Hipertensi berat tekanan darah diastolik >115mmHg. Hipertensi maligna/ krisis

yaitu tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi

target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg.

Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui TIM POKJA RS

Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi akut, membahayakan jiwa, hal

ini terjadi karena disfungsi atau kerusakan organ target. Yang kedua adalah

hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat tanpa ada gangguan organ target akan

tetapi tekanan darah perlu diturunkan dengan segera atau secara bertahap dalam
waktu 24-48 jam, sebab penurunan tekanan darah dengan cepat akan menimbulkan

efek ischemik pada organ target.

3. Etiologi

Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai faktor,

diantaranya Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan bahwa Faktor-faktor

resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stress, kegemukan, merokok,

hipernatriumia). Sedang Long (1995:660), TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63)

dan Yayasan jantung Indonesia (2007) menambahkan bahwa Penyebab hipertensi

dapat dibedakan menurut jenis hipertensi yaitu hipertensi primer (essensial)

merupakan tekenan darah tinggi yang disebabkan karena retensi air dan garam

yang tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia,

emosi yang tergannggu /stress dan merokok. Sedangkan hipertensi sekunder

merupakan tekanan darah tinggi yang disebabkan karena penyakit kelenjar adrenal,

penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang

disebabkan tumor otak, dan pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi.

Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab hipertensi

beragam diantaranya adalah: stress, kegemukan, merokok, hipernatriumia, retensi

air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas,

hiperkolesteroemia, penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum,

peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor otak, pengaruh obat

tertentu missal obat kontrasepsi, asupan garam yang tinggi, kurang olah raga,
genetik, Obesitas, Aterosklerosis, kelainan ginjal, tetapi sebagian besar tidak

diketahui penyebabnya.

4. Patofisiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa Mekanisme yang

mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor

pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai saraf simpatik

yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia

simpatis di torax dan abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis . Pada titik

ganglion ini neuron prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut

saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya nere

frineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh darah.

Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi

berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan merangsang

pembentukan angiotensai I yang kemudian diubah menjadi angiotensis II yang

merupakan vasokonstriktoryang kuat yang merangsang sekresi aldosteron oleh

cortex adrenaldimana hormone aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan

air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler

yang menyebabkan hipertensi.


TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) menyebutkan patofisiologis

hipertensi adalah: pada hipertensi primer perubahan patologisnya tidak jela

didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara perlahan yang meluas dan

mengambil tempat pada pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil pada

organ – organ seperti jantung, ginjal dan pembuluh darah otak. Pembuluh seperti

aorta, arteri koroner, arteri basiler yang ke otak dan pembuluh darah perifer di

ekstremitas menjadi sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen menjepit, aliran

darah ke jantung menurun, bergitu juga ke otak dan ekstremitas bawah bisa juga

terjadi kerusakan pembuluh darah besar.

5. Manifestasi Klinik

Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan bahwa

manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien mengeluh sakit

kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, mual, gelisah,

muntah, kelemahan otot,epitaksis bahkan ada yang mengalami perubahan mental.

Sedangkan menurut FKUI (1990:210) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007)

hipertensi esensial kadang tampa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi

komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Namun

terdapat pasien yang mengalami gejala dengan sakit kepala, epitaksis.

6. Penatalaksanaan

Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI (1990: 214-219)

yaitu dengan non farmakologis dan dengan farmakologis. Cara non farmakologis
dengan menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk, diet rendah garam

dan rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup, olah raga secara teratur dan kontrol

tekanan darah secara teraut. Sedangkan dengan cara farmakologis yaitu dengan

cara memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti diuretik seperti HCT, Higroton,

Lasix. Beta bloker seperti propanolol. Alfa bloker seperti phentolamin, prozazine,

nitroprusside captapril. Simphatolitic seperti hidralazine, diazoxine. Antagonis

kalsium seperti nefedipine (adalat).

Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa prinsip menurut FKUI

(1990) yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih mendahulukan

pengobatan kausal, pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan

tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya

komplikasi, upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat

anti hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan

mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunakan standard triple therapy

(STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi.

Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas

sehingga upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang memenuhi harapan

terus dikembangkan.

7. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM

POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah

diantaranya : penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak,


transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina

pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit

mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas

kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laboratorium rutin

yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan

organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa

urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula

darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan EKG. sebagai tambahan

dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH

dan ekordiografi.

Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM)

kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium

serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit

(indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi),

urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor

penyebab hipertensi) EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat

mengidentifikasi hipertensi.
9. Pathways

umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas , arteriosklerosis

hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai O2 Vasokonstriksi sistemik koroner Spasme


pembuluh otak pembuluh darah arteriol
darah otak menurun ginjal
e
vasokonstriksi Iskemi
diplopia
Blood flow miocard
Nyeri Gangguan pola sinkop munurun
kepala tidur(insomnia) Afterload
meningkat Nyeri dada Resti injuri

Respon RAA
Gangguan
perfusi Penurunan Fatique
jaringan Rangsang curah jantung
aldosteron
Intoleransi
aktifitas
Retensi Na

edema
B. Konsep Keluarga

1. Pegertian Keluarga

Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga. Terdapat

pengertian yang berbeda dalam hal mendefinisikan tentang keluarga. UU. No. 10

tahun 1992 mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang

terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,

atau ibu dan anaknya. Pakar konseling dari yogyakarta, Sayekti (1994)

mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan/ persekutuan hidup atas dasar

perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau

seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak,

baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Dep.Kes. RI (1988) mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga beserta beberapa orang

anggotanya yang terkumpul dan tinggal dalam satu tempat karena pertalian

darah, ikatan perkawinan, atau adopsi yang satu sama lainnya saling tergantung

dan beriteraksi. Friedman (1998) mendefinisikan keluarga adalah kumpulan dua

orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional

dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari

keluarga. Bailon dan Maglaya (1989) mendefiniskan keluarga adalah dua atau

lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan

perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,

berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing- masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Effendy (2005),

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga

dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah

suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Pengertian yang disampaikan para ahli terdapat beberapa persamaan

antara lain antara Sayekti (1994), Dep. Kesehatan. RI (1988), Bailon dan

Maglaya (1989) dan Effendi (2005) yaitu keluarga tergabung karena adanya

hubungan perkawinan. namun terdapat perbedaan pandangan yaitu pandangan

dari Friedman (1998) yang tidak menyebutkan secara spesifik adanya hubungan

perkawinan dalam rumah tangga, hanya menyebutkan adanya keterikatan

aturan dan emosional, tetapi pada prinsipnya sama yaitu adanya perkumpulan

dua orang atau lebih yang hidup bersama, adanya aturan didalamnya, dan

adanya interaksi antar anggota keluarga.

Dari beberapa pengertian tentang keluarga tersebut di atas maka dapat

disimpulkan bahwa keluarga adalah :

1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan

darah, perkawinan atau adopsi.

2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah

mereka tetap memperhatikan satu sama lain.

3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-

masing mempunyai peran sosial

a. Tujuan dasar keluarga

Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk keluarga,


mempunyai suatu tujuan. Menurut Friedman (1998) tujuan utama keluarga

adalah sebagai perantara yaitu menanggung semua harapan dan kewajiban-

kewajiban masyarakat serta membentuk dan mengubah sampai taraf tertentu

hingga dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap individu dalam

keluarga.

b. Struktur keluarga

Struktur keluarga menurut Effendy (1998:33) terdiri dari bermacam-

macam, diantaranya: patrilineal, matrilineal, matrilokal, patrilokal dan keluarga

kawinan.

Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur

garis ayah, sedangkan matrilineal adalah sama dengan patrilineal hanya

hubungan disusun berdasarkan garis ibu. Matrilokal merupakan sepasang

suami-istri yang tinggal dengan keluarga sedarah istri berbeda dengan patrilokal

merupakan kebalikan dari matrilokal yang tinggal dengan keluarga sedarah

suami. Sedangkan keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar

bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

c. Ciri – ciri struktur keluarga

Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, menurut Effendy

(1998:33) yang mengutip dari Anderson Carter, ciri-ciri struktur keluarga

adalah: terorganisasi dimana antar anggota keluarga saling ketergantungan

antara anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan yaitu setiap anggota memiliki
kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan

fungsi dan tugasnya masing-masing. Kektiga. Ada perbedaan dan kekhususan

yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-

masing.

d. Type-type keluarga :

Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan keilmuan

serta orang yang mengelompokkannya. Menurut Suprajitno, SKp (2004:2), tipe

keluarga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : 1. kelompok tradisional, 2. Kelompok

non tradisional.

Kelompok tradisional dibagi menjadi 2 yaitu : Keluarga inti (Nuclear

Family) yaitu keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh

dari keturunannya atau diadopsi atau keduanya. dan keluarga besar (Extendeed

Family) yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih

mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).

Sedangkan kelompok kedua (Non Traditional) yaitu kelompok tradisional

dengan perkembangannya ditambah dengan kelompok lain yaitu: keluarga

bentukan kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga baru yang terbentuk dari

pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya, orang tua tunggal

(Single Parent Family) yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua

dengan anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal pasangannya, ibu dengan

anak tanpa perkawinan yang sah (The unmarried teenage mother), orang dewasa

laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (The single

adult living alone), keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (The
non marital heterosecual cohabiting family) dan keluarga yang dibentuk oleh

pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).

Terdapat perbedaan dengan teori lain seperti yang disampaikan oleh

Effendy (1998:33) yang membagi tipe keluarga menjadi 6 tipe/ bentuk keluarga,

yaitu: Keluarga inti (Nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,

dan anak-anak. Keluarga besar (Exstended family) yaitu keluarga inti ditambah

dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu,

paman, bibi dan sebagainya.

Berbeda dengan keluarga berantai (Serial family) yaitu keluarga yang

terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan

satu keluarga inti. Keluarga duda/janda (single family) yaitu keluarga yang

terjadi karena perceraian atau kematian, jika suami meninggal maka yang ada

adalah keluarga janda dan bila istri meninggal maka yang terbentuk adalah

keluarga duda, bila bentuk keluarga yang terjadi kerena perceraian maka akan

terbentuk dua keluarga yaitu keluarga duda dan keluarga janda. Keluarga

berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan

hidup secara bersama, poligami yaitu satu orang pria dengan lebih dari satu istri

dan masih hidup bersama. Keluarga kabitas (Cahabitation) yaitu dua orang

menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

e. Tahap dan tugas perkembangan keluarga

Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas

perkembangan sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang lain.

Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas perkembangan keluarga, yaitu:
menurut Carter dan McGoldrick (1989), tahap perkembangan terdiri dari :

keluarga antara masa bebas (pacaran) dewasa muda, terbentuknya keluarga

baru melalui suatu perkawinan, keluarga yang memiliki anak usia muda (anak

usia bayi sampai sekolah), keluarga yang memiliki anak dewasa, keluarga yang

mulai melepaskan anaknya untuk keluar rumah, keluarga lansia.

Sedangkan menurut Duvall (1989), tahap perkembangan keluarga dibagi

dalam 8 tahap perkembangan yaitu: keluarga baru menikah, keluarga dengan

anak baru lahir (usia anak tertua sampai 30 tahun), keluarga dengan anak

prasekolah (usia anak tertua 2 ½ tahun -5 tahun), keluarga dengan anak usia

sekolah (usia anak tertua 6-12 tahun), keluarga mulai melepaskan anak sebagia

dewasa (anak-anaknya mulai meninggalkan rumah), keluarga yang hanya terdiri

dari orang tua saja/ keluarga usia pertengahan (semua anak meninggalkan

rumah), keluarga lansia.

Tahap perkembangan keluarga baru menikah, tahap ini dimulai dari

pernikahan yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga. Dalam tahap ini

keluarga mempunyai tugas perkembangan yaitu membina hubungan intim yang

memuaskan pasangannya, membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan

keluarga sosial.

Tahap perkembangan yang kedua, keluarga keluarga dengan anak baru

lahir. Yaitu ditandai dengan kelahiran anak pertama sampai dengan 30 bulan.

Tugas perkembangan keluarga ini adalah mempersiapkan menjadi orang tua,

adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi keluarga,

hubungan seksual dan kegiatan, mempertahankan hubungan dalam rangka


memuaskan pasangannya.

Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak usia pra

sekolah. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan memenuhi kebutuhan

anggota keluarga, misal kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman,

membantu anak untuk bersosialisasi, beradaptasi dengan anak yang beru lahir,

sementara kebutuhan anak yang lain yang lebih tua juga harus terpenuhi,

mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar keluarga,

pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak, pembagian tanggung

jawab anggota keluarga, merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi

pertumbuhan dan perkembangan anak.

Tahap perkembangan yang keempat adalah keluarga dengan anak usia

sekolah. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah membantu sosialisasi anak

terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan lingkungan lebih luas ( yang tidak

diperoleh dari sekolah atau masyarakat ), tugas yang lain adalah mempunyai

keintiman pasangan, memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya

kehidupan dan kesehatan anggota keluarga.

Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak remaja.

Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memberikan kebebasan yang

seimbang dan bertanggung jawab mengingat anak remaja adalah sorang dewasa

muda dan mulai memiliki otonomi, mempertahankan hubungan intim dalam

keluarga, mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,

mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga

untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.


Tahap perkembangan yang keenam adalah keluarga mulai melepaskan

anak sebagai dewasa. Tugas dalam tahap ini adalah memperluas jaringan

keluarga dari keluarga inti menjelaskan keluarga besar, mempertahankan

keintiman pasangan, membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di

masyarakat, penataan kembali peran orang tua dan kegiatan dirumah.

Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan usia

pertengahan. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan mempertahankan

kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan, mempertahankan hubungan

yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan sebaya, meningkatkan

keakraban pasangan.

Tahap perkembangan yang terakhir atau yang kedelapan adalah keluarga

usia tua. Tugas pada perkembangan ini adalah mempertahankan suasana

kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan pasangan, adaptasi dengan

perubahan yang akan terjadi, kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan

penghasilan keluarga, mempertahankan keakraban pasangan dan saling

merawat dan melak life review masa lalu.

f. Pemegang kekuasaan dalam keluarga

Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam mengatur

kehidupan dalam keluarga. Effendy (1998:34) membagi pemegang kekuasaan

dalam rumah tangga atau keluarga dengan tiga jenis yaitu keluarga patriakal,

yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ayah.

Sementara pada keluarga matriakal pihak ibu lebih dominan dan sebagai
pemegang kekuasaan. Dan yang ketiga adalah equalitarian yaitu keluarga yang

dalam keluarga ayah dan ibu sama-sama memegang kekuasaan.

g. Peran Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,

sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

tertentu. Effendy (1998: 34) membagi peranan keluarga dalam tiga peranan

yaitu peranan ayah, peranan ibu dan juga peranan anak. Peranan ayah adalah

sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai pencari

nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,

sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari

lingkungan.

Peranan ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya,

ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan

pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari

peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di

samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam

keluarga, Apabila dalam keluarga sudah mempunyai anak, maka selain ada

peranan ayan, peranan ibu, juga ada peranan anak.

Sedangkan Peranan anak adalah melaksanakan peranan psiko-sosial

sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spriritual.

h. Fungsi keluarga
Terbentuknya keluarga mempunyai berbagai fungsi dalam menunjang

kehidupan dalam Keluarganya. Beberapa ahli mempunyai perbedaan dalam

menyebutkan fungsi dalam keluarga.

Friedman ( 1998:13 ) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga,

yaitu: Fungsi afektif. Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal

keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna

untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi

afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota

keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif.

Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif

adalah; saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menrima, saling

mendukung, saling menghargai, dan ikatan antar anggota keluarga

dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek

kehidupan anggota keluarga.

Dari aspek fungsi afektif dapat disimpulkan bahwa fungsi afek

merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan

keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif

yang tidak terpenuhi.

Fungsi sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan

perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social dan belajar

berperan dalam lingkungan social (Friedman, 1998:13). Keberhasilan


perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan

antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.

Fungsi Reproduksi. Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan

keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program

keluarga berencana maka fugsi ini sedikit terkontrol.

Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk

memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan makan,

pakaian, dan tempat untuk berlindung (rumah).

Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk

melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah terjadinya

gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit.

Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhai

status kesehatan keluarga. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan

berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.

Berdasarkan fungsi perawatan keluarga inilah yang kemudian

dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan. Adapun tugas

kesehatan keluarga (Friedman, 1998) adalah; mengenal masalah kesehatan,

membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada

anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah

yang sehat dan mempertahankan hubungan dengan (menggunakan ) fasilitas

kesehatan masyarakat.
Fungsi keluarga menurut ahli yang lain yaitu Effendy (1998:35), membagi

fungsi keluarga menjadi fungsi biologis, fungsi psikologis, fungsi sosialisasi,

fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan. Fungsi biologis keluarga adalah untuk

meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak. Memenuhi

kebutuhan gizi keluarga dan memelihara serta merawat anggota keluarga juga

merupakan fungsi biologis yang dapat dijalankan keluarga (Effendy, 1998:35).

Fungsi psikologis yang dapat dijalankan keluarga adalah memberikan

kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di antara anggota keluarga,

membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga serta memberikan

identitas keluarga. Adapun fungsi sosialisasi keluarga yaitu membina sosial pada

anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan anak dan yang krusial adalah menaruh nilai-nilai budaya

keluarga (Effendy, 1998:35).

Keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi yaitu mencari sumber-sumber

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pengaturan penggunaan

penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga

tidak hanya sesaat, tetapi terus berlanjut sehingga keluarga perlu dapat

mengatur ekonomi keluarga sehingga dapat menunjang kehidupan baik

sekarang maupun yang akan datang. Untuk mempersiapkan kebutuhan yang

akan datang, keluarga dapat menabung yang berguna untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan

anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya (Effendy, 1998:35).


Memasuki taraf anak sekolah dan dewasa, keluarga mempunyai fungsi

pendidikan. Dalam hal ini fungsi keluarga adalah menyekolahkan anak untuk

memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai

dengan bakat dan minat yang dimiliki dan berguna untuk mempersiapkan anak

dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa. Keluarga juga melaksanaan

fungsi pendidikan baik di rumah maupun diluar rumah dengan cara mendidik

anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya (Effendy, 1998:35).

Dari berbagai fungsi di atas, Effendy (1998:36) menyebutkan tiga fungsi

pokok keluarga terhadap anggotanya yaitu asih, asuh dan asah. Asih adalah

memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota

keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia

dan kebutuhannya.

Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak

agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka

anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sedangkan asah

adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia

dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya, misalnya dengan

menyekolahkan anak-anak (Effendy, 1998:36).

Indonesia dalam fungsi keluarga membagi menjadi delapan (UU No. 10.

tahun 1992 jo PP No.21 tahun 1994:14) yaitu: fungsi keagamaan. Keluarga

berfungsi dalam membina, menerjemahkan, memberi contoh konkret dalam

kehidupan sehari-hari, melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar


keagamaan dan membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama.

Hal ini dalam keluarga sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan

sejahtera.

Keluarga sebagai fungsi budaya yaitu membina dalam meneruskan

norma dan budaya masyarakat dan bangs, membina dalam menyaring budaya

asing yang tidak sesuai, membina dalam pemecahan masalah dari pengaruh

negatif globalisasi, membina agar berperilaku positif dan membina budaya yang

sesuai dengan kebutuhan Indonesia yang selaras, sesuai dan seimbang.

Dalam fungsi cinta kasih didalam keluarga, dengan

menumbuhkembangkan potensi kasih sayang, membina tingkahlaku, membina

praktik kecintaan terhadap kehidupan ukhrowi dan mampu memberi dan

menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang ideal.

Fungsi perlindungan, dengan memberi rasa aman keluarga baik fisik

maupun psikis dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga. Fungsi

reproduksi, membina sebagai wahana reproduksi sehat dengan memberikan

contoh kaidah – kaidah pembentukan keluarga baik yang berkaitan dengan

melahirkan, jarak anak, jumlah ideal anak dalam keluarga sebagai modal

kondusif keluarga. Fungsi sosialisasi, membina proses sosialisasi dalam

meningkatkan kematangan dan kedewasaan anak sehingga dapat bermanfaat

positif.

Keluarga berfungsi ekonomi, melakukan kegiatan ekonomi, mengelola,

mengatur hasil kegiatan ekonomi sebagai modal dalam mewujudkan keluarga


kecil bahagia dan sejahtera. Fungsi pelestarian lingkungan, dengan membina

kesadaran, sikap, praktik perilaku pelestarian lingkungan.

Dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga

mempunyai bermacam fungsi yang bertujuan dalam mewujudkan keluarga yang

penuh dengan sifat asah, asih dan asuh sehingga dapat terpenuhi tujuan dalam

pembentukan keluarga yang sejahtera.

i. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Keluarga dalam masalah kesehatan mempunyai tugas pemeliharaan

kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Suprajitno (2004:16)

membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu mengenal

gangguan atau masalah perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga,

setelah mengenal keluarga diharapkan mampu mengambil keputusan untuk

melakukan tindakan yang tepat. keluarga juga bertugas memberi keperawatan

kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya

karena cacat atau usia yang terlalu muda.

Dalam hal lingkungan untuk menjamin kesehatan, keluarga diharapkan

dapat memodifikasi lingkungan sehingga tidak terjadi dampak dari lingkungan

yang tidak sehat baik didalam maupun diluar rumah. Suprajitno (2004:18)

menambahkan keluarga memannfaatkan dengan baik fasilitas-fasilitas

kesehatan dalam menjamin kondisi yang sehata didalam keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patient
Care, Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All. 2000. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.
Jakarta: EGC

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.

Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester. (2001).
Jakarta: EGC

Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa Monica Ester.
Jakarta: EGC

Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih Bahasa:
Debora R. L & Asy. Y, Jakarta: EGC

Effendy. N (1998). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC
Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing, Penerjemah. Karnaen R, Et. All, Edisi
ke 3. 1996. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Mengenal Hipertensi, (Online), (http://


depkes.co.id/stroke.html)

Anda mungkin juga menyukai