LUKA BAKAR
2. Manifestasi klinis
Menurut Purwanto (2016) manifestasi klinis luka bakar :
Kedalaman dan
Bagian kulit Perjalanan
penyebab luka Gejala Penampilan
yang terkena kesembuhan
bakar luka
Derajat Satu Epidermis Kesemutan, Memerah Kesembuhan
(Superfisial): hiperestesia , menjadi lengkap dalam
tersengat (supersensiv putih waktu satu
matahari, terkena itas), rasa ketika minggu, terjadi
api dengan nyeri ditekan pengelupasan
intensitas rendah mereda jika minimal kuit
didinginkan atau
tanpa
edema
Derajat Dua Epidermis Nyeri, Melepuh, Kesembuhan
(Partial- dan bagian hiperestesia, dasar luka dalam waktu
Thickness): dermis sensitif berbintik- 2-3 minggu,
tersiram air terhadap bintik pembentukan
mendidih, udara yang merah, parut dan
terbakar oleh dingin epidermis depigmentasi,
nyala api retak, infeksi dapat
permukaan mengubahnya
luka basah, menjadi
terdapat derajat-
edema tiga
Derajat Tiga (Full- Epidermis, Tidak terasa Kering, luka Pembentukan
Thickness): keseluruhan nyeri, syok, bakar eskar,
terbakar nyala api, dermis dan hematuria(adan berwarna diperlukan
terkena cairan kadang- ya darah dalam putih seperti pencangkokan,
mendidih dalam kadang urin) dan bahan kulit pembentukan
waktu yang lama, jaringan kemungkinan atau gosong, parut dan
tersengat arus listrik subkutan pula kulit retak hilangnya
hemolisis(destr dengan kontur serta
uksi sel darah bagian lemak fungsi kulit,
merah), yang tampak, hilangnya jari
kemungkinan terdapat tangan atau
terdapat luka edema ekstrenitas
masuk dan dapat terjadi
keluar (pada
luka bakar
listrik)
3. Etiologi
Menurut Purwanto (2016) luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh
paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air
panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu
tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.
Penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
a. Paparan api
1) Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau
menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
2) Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder
besi atau peralatan masak.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu
sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.
c. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api
dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
f. Zat kimia (asam atau basa)
g. Radiasi
h. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh
darah . (Purwanto, 2016)
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi. (Purwanto, 2016)
c. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. (Purwanto,
2016)
d. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis. (Purwanto, 2016)
e. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan. (Purwanto, 2016)
f. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium. (Purwanto, 2016)
g. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
(Purwanto, 2016)
h. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan. (Purwanto, 2016)
i. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan. (Purwanto,
2016)
j. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera. (Purwanto, 2016)
k. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
(Purwanto, 2016)
l. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
(Purwanto, 2016)
5. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi
a. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
1. Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
2. Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi
Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas.
2) Sirkulasi: gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
b. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
c. Resusitasi cairan, formula Baxter.
Hari pertama :
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
Hari kedua:
(3−x) x 80 x BB gr /hr
100
f. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu
6) Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
7) Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
8) Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun
bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat
(syok neurogenik).
9) Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut
kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut :
Bagian tubuh 1 tahun 2 tahun Dewasa
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) 27% 31% 30%
Genetalia 1% 1% 1%
MK :
Luka bakar
- Gangguan Citra tubuh
Biologis Patofisiologis - Defisiensi pengetahuan
- Anxietas
Pada wajah Diruang tertutup Kerusakan kulit
MK :
Kerusakan mukosa Keracunan gas
Penguapan - Resiko infeksi
- Gangguan rasa nyaman
Co mengikat Hb
Odema laring Peningkatan - Gangguan integritas
pembuluh darah kulit/jaringan
Hb tidak mampu
Obstruksi jalan nafas mengikat O2 Ekstravasasi cairan
(H2O2, elektrolit)
Gagal nafas Hipoxia otak
Tekanan onokotik tmenurun
MK :
- Pola napas tidak efektif Cairan intravaskuler menurun Hemokonsentrasi
MK :
- Hipovolemia
- Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
3. Diagnosa Keperawatan
(Minimal 4 diagnosa keperawatan yang sering muncul, penjelasan berdasarkan buku
saku diagnosa keperawatan)
a. Pola napas tidak efektif : inspirasi dan/atau ekrpirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat.
Penyebab :
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuscular
6) Gangguan neurologis
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma
13) Cedera pada medulla spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) kecemasan
b. Hipovolemia : penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan/atau
intraselular.
Penyebab :
1) Kehilangan cairan aktif
2) Kegagalan mekanisme regulasi
3) Peningkatan permeabilitas kapiler
4) Kekurangan intake cairan
5) Evaporasi
c. Gangguan integritas kulit/jaringan : kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis)
atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan/atau ligamen).
Penyebab :
1) Perubahan sirkulasi
2) Perubahan status nutrisi
3) Kekurangan/ kelebihan volume cairan
4) Penurunan mobilitas
5) Bahan kimia iritatif
6) Suhu lingkungan yang ekstrem
7) Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor
elektis (elektrodiatermi, energy listrik bertegangan tingi)
8) Efek samping terapi radiasi
9) Kelembaban
10) Proses penuaan
11) Neuropati perifer
12) Perubahan pigmentasi
13) Perubahan hormonal
14) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan
d. Resiko infeksi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Penyebab :
1) Penyakit kronis
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Ketidak adekuatan pertahanan tubuh primer
Gangguan peristaltik
Kerusakan integritas kulit
Perubahan sekresi pH
Penurunan kerja siliaris
Ketuban pecah lama
Ketuban pecah sebelum waktunya
Merokok
Statis cairan tubuh
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
Penurunan hemoglobin
Imununosupresi
Leukopenia
Supresi respon inflamasi
Vaksinasi tidak adekuat
b. Perencanaan
(Berdasarkan diagnose point 2)
a. Pola napas tidak efektif
Observasi
Monitor pola napas
Monitor bunyi napas
Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Terapeutik
Pertahankan jalan napas dengan head-tlit dan chin-lift
Posisikan semi fowler atau fowler
b. Hipovolemia
Observasi
Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, tugor kulit menurun,
membrane mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus,
lemah)
Monitor intake dan output cairan
Monitor status kardiopulmonal
Monitor oksigenasi
Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
Periksa seluruh tubuh terhadap adanya DOTS (deformity/deformitas, open
wound/luka terbuka, trandemess/nyeri tekanan, swelling/bengkak)
Terapeutik
Hitung kebutuhan cairan
Berikan asupan cairan oral
Pertahankan jalan napas paten
Persiapkan intubasi dan ventilasi, jika diperlukan
Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Anjurkan menghindari mengubah posisi mendadak
c. Gangguan integritas kulit/jaringan
Observasi
Identifikasi penyebab gangguan intregitas kulit
Identifikasi penyebab luka bakar
Identfikasi durasi terkena luka bakar dan riwayat penanganan luka sebelumnya
Monitor kondisi luka
Terapeutik
Gunankan teknik aseptic selama merawat luka
Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri dan perdarahan
Rendam dengan air steril jika balutan lengket pada luka
Bersihkan luka dengan cairan steril
Lakukan terapi relaksasi untuk mengurangi nyeri
Jadwalkan frekuensi perawatan luka berdasarkan ada atau tidaknya infeksi, jumlah
eksudat dan jenis balutan yang digunakan
Gunakan modern dressing dengan kondisi luka
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
d. Resiko infeksi
Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
Berikan perawatan kulit pada daerah edema
Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi.
Edukasi
Ajarkan cara memriksa kondisi luka
C. Daftar Pustaka
Doenges,Marilynn. 2019. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Asuhan Klien Anak-Dewasa.
Jakarta:EGC.
LeMone,Priscilla. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Nerslicious. 2018. Luka Bakar : Pengertian, Patofisiologi, Klasifikasi dan Cara
Menghitung Luas Luka Bakar. https://www.nerslicious.com/luka-bakar-
pengertian-patofisiologi-klasifikasi-dan-cara-menghitung-luas-luka-bakar/ ( Di
akses pada tanggal 28 November 2020)
Purwanto, Hadi. 2016. Modul buku ajar cetak keperawatan : keperawatan medikal bedah
II. Jakarta Selatan: Pusdik SDM kesehatan.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia .