Anda di halaman 1dari 74

Visi

Pada tahun 2025 menghasilkan Ners yang unggul dalam


asuhan keperawatan lanjut usia dengan menerapkan
Ilmu dan Teknologi Keperawatan

TUGAS MATA AJAR


KMB

STUDI KASUS INDIVIDU


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY.Y
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN, SISTEM PERNAFASAN, DAN SISTEM
PERSYARAFAN DENGAN DIAGNOSA CA TIROID
METASTASIS OTAK DAN METASTASIS PARU (BRONKOPNEMONIA)
POST OPERASI CRANIOTOMI DI RUANG MELATI RSKD

Dosen Pembimbing :
Dra. Nelly Yardes, S.Kp, M.Kes
Disusun oleh
Kelompok 7
Kelas Alih Jenjang A :
SELVYANA P3.73.20.2.19.102

JURUSAN KEPERAWATAN SARJANA TERAPAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN

CA THIROID

A. KONSEP TEORI
1. Definisi CA TIROID
CA tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler,
anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering
menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat
jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Kanker tiroid umumnya tergolong tumor dengan pertumbuhan dan perjalanan penyakit yang
lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah, terutama pada kanker tiroid tipe papiler.
Mortalitas paling rendah pada individu dengan usia dibawah 50 tahun dan meningkat tajam pada
usia di atasnya, namun sebagian kecil ada pula yang tumbuh cepat dan sangat ganas dengan
prognosis yang fatal. Angka rekurensi tumor umum pada kanker tiroid tipe papiler, berkisar
setinggi 30% jika terapi awal tidak komplit. Angka kematian akibat kanker tiroid 0,4% dari
semua kematian akibat kanker atau berkisar 5 kematian per sejuta penduduk pertahun. Angka
ketahanan hidup lima tahun relatif kanker tiroid adalah 96%.5 Tujuan utama tata laksana kanker
tiroid adalah memperkecil resiko rekurensi dan metastasis jauh, sehingga bisa menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas penderita. Terapi utama dalam tata laksana kanker tiroid adalah
operasi, sedangkan terapi adjuvan adalah ablasi tiroid dengan iodine radioaktif, supresi
thyrotropin dan radiasi eksternal. (Jurnal, Oktahermoniza, 2013)

2. Etiologi CA TIROID
Tiga penyebab yang sudah jelas dapat menimbulkan karsinoma tiroid :
a. Kenaikan sekresi hormon TSH ( Thyroid Stimulating Hormon) dari kelenjar hipofise
anterior disebabkan berkurangnya sekresi hormon T3 dan T4 dari kelenjar tiroid oleh
karena kurangnya intake iodium. Ini menyebabkan tiroid yang abnormal dapat berubah
menjadi kanker.
b. Penyinaran (radiasi ion) pada daerah kepala, leher, dada bagian atas terutama anak-anak
yang pernah mendapat terapi radiasi di leher dan mediastinum.

2
c. Faktor genetik.
Adanya riwayat keturunan dari keluaraga.

3. Faktor Resiko CA TIROID


Faktor resiko yang menyebabkan karsinoma tiroid adalah sebagai berikut:
a. Usia; terdapat resiko malignasi apabila didapat nodul tiroid pada usia <>45 tahun.
b. Sex; wanita mempunyai resiko tiga kali lebih besar dari pada pria.
c. Riwayat penyakit serupa dalam keluarga; adanya keterlibatan genetic pada karsinoma ini.
d. Ras; ras asia dan kulit putih pada umumnya mempunyai resiko tinggi.
e. Pernah menderita penyakit pembesaran kelenjar tiroid. Terdapat 5% struma nodosa
mengalami degenrasi maligna.
f. Geografis tempat tinggal. Yang berasal dari daerah kaya iodium umumnya menderita
karsinoma tiroid papilare sedangkan yang berasal dari daerah endemik goiter umumnya
menderita karsinom tiroid folikulare.
g. Radiasi pada leher dan kepala. Pengaruh radiasi pada kanak-kanak dapat menyebabkan
malignansi tiroid 30-50% dan pada dewasa 20%.

4. Tanda Dan Gejala CA TIROID


Sebuah benjolan, atau bintil di leher depan (mungkin cepat tumbuh atau keras) di dekat
jakun. Nodul tunggal adalah tanda-tanda yang paling umum kanker tiroid. (Jurnal,
Oktahermoniza, 2013)
a. Sakit di tenggorokan atau leher yang dapat memperpanjang ke telinga.
b. Serak atau kesulitan berbicara dengan suara normal.
c. Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher. Mereka dapat ditemukan selama
pemeriksaan fisik.
d. Kesulitan dalam menelan atau bernapas atau sakit di tenggorokan atau leher saat menelan.
Ini terjadi ketika mendorong tumor kerongkongan Anda.
e. Batuk terus-menerus, tanpa dingin atau penyakit lain.
f. Adanya pembengkakan pada leher
g. Kesulitan menelan

3
5. Klasifikasi CA TIROID
Menurut WHO, tumor epitel maligna tiroid dibagi menjadi :
1. Karsinoma Folikuler.
Terdapat kira-kira 25 % dari seluruh karsinoma tiroid yang ada, terutama mengenai
kelompok usia diatas 50 tahun. Menyerang pembuluh darah yang kemudian menyebar
ke tulang dan jaringan paru. Jarang menyebar ke daerah nodes limpa tapi dapat
melekat/menempel di trakea, otot leher, pembuluh darah besar dan kulit, yang
kemudian menyebabkan dispnea serta disfagia. Bila tumor mengenai “The Recurrent
Laringeal Nerves”, suara klien menjadi serak. Prognosisnya baik bila metastasenya
masih sedikit pada saat diagnosa ditetapkan.
2. Karsinoma Papilar.
Merupakan tipe kanker tiroid yang sering ditemukan, banyak pada wanita atau
kelompok usia diatas 40 tahun. Karsinoma Papilar merupakan tumor yang
perkembangannya lambat dan dapat muncul bertahun-tahun sebelum menyebar ke
daerah nodes limpa. Ketika tumor terlokalisir di kelenjar tiroid, prognosisnya baik
apabila dilakukan tindakan Tiroidektomi parsial atau total.
3. Karsinoma Medular.
Timbul di jaringan tiroid parafolikular. Banyaknya 5 – 10 % dari seluruh karsinoma
tiroid dan umumnya mengenai orang yang berusia diatas 50 tahun. Penyebarannya
melewati nodes limpa dan menyerang struktur di sekelilingnya. Tumor ini sering terjadi
dan merupakan bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) Tipe II yang juga
bagian dari penyakit endokrin, dimana terdapat sekresi yang berlebihan dari kalsitonin,
ACTH, prostaglandin dan serotonin.
4. Karsinoma berdiferensiasi buruk (Anaplastik).
5. Merupakan tumor yang berkembang dengan cepat dan luar biasa agresif. Kanker jenis
ini secara langsung menyerang struktur yang berdekatan, yang menimbulkan gejala
seperti:
a. Stridor (suara serak/parau, suara nafas terdengar nyaring).
b. Suara serak.
c. Disfagia

4
Prognosisnya jelek dan hampir sebagian besar klien meninggal kira-kira 1 tahun
setelah diagnosa ditetapkan. Klien dengan diagnosa karsinoma anaplastik dapat
diobati dengan pembedahan paliatif, radiasi dan kemoterapi.

Stadium Cancer Thyroid :


Stadium kanker ini tidak hanya berdasarkan histopatologi, ekstensi lokal, regional dan
metastase jauh, tetapi juga pada umur dan jenis kelamin. Klasifikasi TNM adalah sebagai
berikut:
Tipe dan stadium <45 tahun > 45 tahun
Papiler
Stadium I Setiap T, setiap N, M0 T1, N1, M0
Stadium II Setiap T, setiap N, M1 T2-4, N1, M0
Stadium III Setiap T, N0, M0,
Stadium IV Setiap T, setiap N, M0

Tipe dan stadium <45 tahun >45 tahun


Folikuler
 Stadium I Setiap T, setiap N, M0 T1, N0, M0
 Stadium II Setiap T, setiap N, M1 T2-4, N0, M0
 Stadium III - Setiap T, N1, M0
 Stadium IV - Setiap T, setiap N, M0
Meduler
 Stadium I - T1, N0, M0
 Stadium II setiap T, setiap N, M0 T2-4, N0, M0
 Stadium III - Setiap T, N1, M0
 Stadium IV setiap T, setiap N, M1 Setiap T, setiap N, M1
Tdk dapat
dikalsifikasikn - -
 Stadium I - -
 Stadium II - -
 Stadium III setiap T, setiap N, setiap M setiap T, setiap N, setiap

5
 Stadium IV M

Catatan :
Tx : tumor tidak dapat ditentukan
T0 : Tidak ada tumor
T1 : tumor berdiameter terpanjang < 3 cm
T2 : tumor berdiameter terpanjang >3 cm
T3 : fikus intraglanduler multiple
T4 : tumor primer terfiksasi

5. Patofisiologi CA TIROID
CA tiroid dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu Kenaikan sekresi hormon TSH ( Thyroid
Stimulating Hormon) dari kelenjar hipofise anterior disebabkan berkurangnya sekresi hormon T3
dan T4 dari kelenjar tiroid oleh karena kurangnya intake iodium. Ini menyebabkan tiroid yang
abnormal dapat berubah menjadi kanker, penyinaran (radiasi ion) pada daerah kepala, leher,
dada bagian atas terutama anak-anak yang pernah mendapat terapi radiasi di leher dan
mediastinum, serta karena faktor genetik.
Karsinoma tiroid merupakan neoplasma yang berasal dari kelenjar yang terletak di depan
leher yang secara normal memproduksi hormone tiroid yang penting untuk metabolisme tubuh.
Infiltrasi karsinoma tiroid dapat ditemukan di trachea, laring, faring, esophagus, pembuluh darah
karotis, vena jugularis, struktur lain pada leher dan kulit. Metastase limfogen dapat meliputi
semua region leher sedangkan metastase hematogen biasanya di paru, tulang, otak dan
hati. Kanker ini berdiferensiasi mempertahankan kemampuan untuk menimbun
yodium pembesaran kelenjar getah bening. Lokasi kelenjar getah bening yang bisa membesar
dan bisa teraba pada perabaan yakni di ketiak, lipat paha. Ada juga kelenjar getah bening yang
terdapat di dalam tubuh yang mana tidak dapat diraba yakni didalam rongga perut. Penyebab dari
pembesaran kelenjar getah bening adalah infeksi non spesifik, infeksi spesifik (TBC), keganasan
(lymphoma).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan
terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior
kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses

6
pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Infiltrasi karsinoma tiroid dapat ditemukan di trachea,
laring, faring, esophagus, nervus recurrent, pembuluh darah karotis, vena jugularis, struktur lain
pada leher dan kulit. Metastase limfogen dapat meliputi semua region leher sedangkan metastase
hematogen biasanya di paru, tulang, otak dan hati.
Adenokarsinoma papiler biasanya bersifat multisentrik dan 50% penderita dengan ada
sarang ganas dilobus homolateral dan lobus kontralateral. Metastasis mula-mula ke kelenjar
limfe regional, dan akhirnya terjadi metastasis hematogen. Umumnya adenokarsinoma follikuler
bersifat unifokal, dengan metastasis juga ke kelenjar limfe leher, tetapi kurang sering dan kurang
banyak, namun lebih sering metastasisnya secara hematogen. Adenokarsinoma meduller berasal
dari sel C sehingga kadang mengeluarkan kalsitonin (sel APUD). Pada tahap dini terjadi
metastasis ke kelenjar limfe regional. Adenokarsinoma anaplastik yang jarang ditemukan,
merupakan tumor yang tumbuh agresif, bertumbuh cepat dan mengakibatkan penyusupan
kejaringan sekitarnya terutama trakea sehingga terjadi stenosis yang menyebabkan kesulitan
bernafas. Tahap dini terjadi penyebaran hematogen. Dan penyembuhan jarang tercapai.
Penyusupan karsinoma tiroid dapat ditemukan di trakea, faring, esophagus, N.rekurens,
pembuluh darah karotis, struktur lain dalam darah dan kulit. Sedangkan metastasis hematogen
ditemukan terutama di paru, tulang, otak dan hati (Barbara,1996).

6. Pemeriksaan Penunjang CA TIROID


Menurut ( Brunner & Suddarth. 2001)
1. Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid belum ada
yang khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonon dalam serum.
Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat
terjadi tiroktositosis walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat
dipergunakan sebagai tumor marker dan kanker tiroid diferensiasi baik. Walaupun
pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid, namun peninggian HTG ini setelah
tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif atau tumbuh kembali (barsano).
Kadar kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis karsinoma meduler.
2. Radiologis
a. Foto X-Ray

7
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan untuk
melihat obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat kalsifikasi pada
massa tumor. Pada karsinoma papiler dengan badan-badan psamoma dapat terlihat
kalsifikasi halus yang disertai stippledcalcification, sedangkan pada karsinoma
meduler kalsifikasi lebih jelas di massa tumor. Kadang-kadang kalsifikasi juga
terlihat pada metastasis karsinoma pada kelenjar getah bening. Pemeriksaan X-Ray
juga dipergunnakan untuk survey metastasis pada pary dan tulang. Apabila ada
keluhan disfagia, maka foto barium meal perlu untuk melihat adanya infiltrasi
tumor pada esophagus.
b. Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan tepat, namun
cara ini cenderung terdesak oleh adanya tehnik biopsy aspirasi yaitu tehnik yang
lebih sederhna dan murah.
c. Computerized Tomografi
CT-Scan dipergunakan untuk melihat prluasan tumor, namun tidak dapat
membedakan secara pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus tumor tiroid
d. Scintisgrafi
Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan cold nodule.
Daerah cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini dipergunakan juga sebagai
penuntun bagi biopsy aspirasi untuk memperoleh specimen yang adekuat.
3. Biopsi Aspirasi
Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai prosedur
diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor tiroid. Teknik dan
peralatan sangat sederhana , biaya murah dan akurasi diagnostiknya tinggi. Dengan
mempergunakan jarum tabung 10 ml, dan jarum no.22 – 23 serta alat pemegang,
sediaan aspirator tumor diambil untuk pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur
sitologi dapat diidentifikasi karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma
anaplastik dan karsinoma meduler.

8
7. Penatalaksanaan CA TIROID
Menurut ( Brunner & Suddarth. 2001)
a. Terapi
Terapi pilihan untuk karsinoma titoid adalah pembedahan untuk mengangkat tumor
tersebut.tiroidektomi total atau hampir total di lakukan bila keadaan
memungkinkan.Tindakan dikseksi leher yang lebih luas di lakukan jika metastase telah
menyampai kelenjar lipe.jaringan paratiroid di upayakan untuk tidak terangkat guna
mengurangi resiko hipokalsemia pasca operatif dan tetanus.sesudah
pembedahan ,tindakan ablasi di laksanakan untuk menlenyapkan jaringan tiroid yang
tersisa bila tumor tersebut bersifat radiosensitif.iodium radiatif juga meningkatkan
peluang untuk menemukan metastatis tiroid di kemudian hari bila pemeriksaan
pemindai seluruh tubuh (whole bodi scan) di lakukan.sesudah pembedahan ,hormon
tiroid di berikan dengan dosis supresi untuk menurunkan kadar TSH hingga tercapai
keadaan eutiroid.jika jaringan tiroid yang tertinggal tidak cukup untuk menghasilkan
hormon tiroid dengan jumlah memadai,maka preparat tiroksin di butuhkan secara
permanen.
Radiasi pada kelenjar tiroid atau jaringan leher dapat di lakukan beberapa jalur :
pemberian peroral dan lewat pemberian eksternal terapi radiasi.pasien yang mendapat
sumber sumber eksternal terapi radiasi menghadapi resiko untuk mengalami
mukositis,kekeringan mulut,dispagia,kemerahan kulit,anoreksia,dan kelelahan
kemoterapi jarang di gunakan dalam pengobatan kanger tiroid.
b. Tiroidektomi
Tiroidektomi parsial atau total dapat di laksanakan sebagai terapi primer terhadap
karsinoma tiroid,hipertiroidisme atau hipertiroidisme tipe dan luas operasi bergantung
pada hasil diagnosis,tujuan pembedahan hasil pronogsis. Peran perawat adalah dalam
penatalaksanaan Pre-Operatif, Intra Operatif dan Post Operasi:
1. Penatalaksanaan Pre Operasi yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut:
a.) Inform Concern (Surat persetujuan operasi) yang telah ditandatangani oleh
penderita atau penanggung jawab penderita
b.) Keadaan umum meliputi semua system tubuh terutama system respiratori dan
cardiovasculer

9
c.) Hasil pemeriksaan / data penunjang serta hasil biopsy jaringan jika ada
d.) Persiapan mental dengan suport mental dan pendidikan kesehatan tentang
jalannya operasi oleh perawat dan support mental oleh rohaniawan
e.) Konsul Anestesi untuk kesiapan pembiusan
f.) Sampaikan hal-hal yang mungkin terjadi nanti setelah dilakukan tindakan
pembedahan terutama jika dilakukan tiroidectomi total berhubungan dengan
minum suplemen hormone tiroid seumur hidup.
2. Penatalaksanaan Intra Operasi Peran perawat hanya membantu kelancaran jalannya
operasi karena tanggung jawab sepenuhnya dipegang oleh Dokter Operator dan
Dokter Anesthesi.
3. Penatalaksanaan Post Operasi (di ruang sadar)
a) Observasi tanda-tanda vital pasien (GCS) dan jaga tetap stabil
b) Observasi adanya perdarahan serta komplikasi post operasi
c) Dekatkan peralatan Emergency Kit atau paling tidak mudah dijangkau apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan atau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
d) Sesegera mungkin beritahu penderita jika operasi telah selesai dilakukan setelah
penderita sadar dari pembiusan untuk lebih menenangkan penderita
e) Lakukan perawatan lanjutan setelah pasien pindah ke ruang perawatan umum.
f) Radioterapi
4. Radioterapi adalah penggunaan radiasi ion di bidang kedokteran sebagai satu
bagian pengobatan kanker dengan mengontrol pertumbuhan sel ganas. Radioterapi
digunakan sebagai terapi kuratif maupun bersifat adjuvan. Lapangan radiasi juga
mencakup jaringan limfonodus dan pembuluh darah yang menjadi risiko utama
untuk metastase tumor. Radioterapi adalah penggunaan radiasi untuk
menghancurkan sel kanker atau merusak sel tersebut sehingga tidak dapat
bermultiplikasi lagi. Walaupun radiasi ini akan mengenai seluruh sel, tetapi
umumnya sel normal lebih tahan terhadap radiasi dibandingkan dengan sel kanker.
Kegunaan radioterapi adalah sebagai berikut:
a. Mengobati : banyak kanker yang dapat disembuhkan dengan radioterapi, baik
dengan atau tanpa dikombinasikan dengan pengobatan lain seperti pembedahan
dan kemoterapi.

10
b. Mengontrol : Jika tidak memungkinkan lagi adanya penyembuhan, radioterapi
berguna untuk mengontrol pertumbuhan sel kanker dengan membuat sel kanker
menjadi lebih kecil dan berhenti menyebar.
c. Mengurangi gejala : Selain untuk mengontrol kanker, radioterapi dapat
mengurangi gejala yang biasa timbul pada penderita kanker seperti rasa nyeri
dan juga membuat hidup penderita lebih nyaman.
d. Membantu pengobatan lainnya : terutama post operasi dan kemoterapi yang
sering disebut sebagai “adjuvant therapy” atau terapi tambahan dengan tujuan
agar terapi bedah dan kemoterapi yang diberikan lebih efektif.
Jenis radioterapi :
a. Radioterapi eksternal (radioterapi konvensional).
Pada terapi eksternal, mesin akan mengeluarkan sinar radiasi pada tempat
kanker dan jaringan sekitarnya. Mesin yang digunakan dapat berbeda,
tergantung dari lokasi kanker.
b. Radioterapi internal (Radioisotope Therapy (RIT)).
Radioterapi diberikan melalui cairan infus yang kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah atau dapat juga dengan cara menelannya. Contoh obat
radioterapi melalui infus adalah metaiodobenzylguanidine (MIBG) untuk
mengobati neuroblastoma, sedangkan melalui oral contohnya iodine-131 untuk
mengobati kanker tiroid.
5. Kemoterapi
Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel kanker.
Walaupun obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak merugikan sel
biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat didesain untuk mengakibatkan
kerusakan yang lebih besar pada sel kanker daripada sel biasa, biasanya dengan
menggunakan obat yang mempengaruhi kemampuan sel untuk bertambah besar.
Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat adalah cirri khas sel kanker. Tetapi,
karena sel biasa juga perlu bertambah besar, dan beberapa bertambah besar cukup
cepat (seperti yang di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut dan usus), semua
obat kemoterapi mempengaruhi sel biasa dan menyebabkan efek samping.

11
Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan selera makan,
kehilangan berat badan, kepenatan, dan sel darah hitung rendah yang menyebabkan
anemia dan risiko infeksi bertambah. Dengan kemoterapi, orang sering kehilangan
rambut mereka, tetapi akibat sampingan lain bevariasi tergantung jenis obat.
a. Mual dan Muntah: gejala ini biasanya bisa dicegah atau dikurangi dengan obat
(kontra-obat emesis). Mual juga mungkin dikurangi oleh makanan makan kecil
dan dengan menghindari makanan yang tinggi di serat, gas barang hasil bumi
itu, atau yang sangat panas atau sangat dingin.
b. Sel Darah Hitung rendah: Cytopenia, kekurangan satu atau lebih tipe sel darah,
bisa terjadi karena efek racun obat kemoterapi pada sumsum tulang (di mana sel
darah dibuat). Misalnya, penderita mungkin membuat sel darah merah yang
rendah secara abnormal (anemia), sel darah putih (neutropenia atau leukopenia),
atau platelet (thrombocytopenia). Jika anemia parah, faktor pertumbuhan
spesifik, seperti erythropoietin atau darbepoietin, bisa diberikan untuk
pertambahan pembentukan sel darah merah, atau sel darah merah bisa
ditransfusikan. Jika thrombocytopenia hebat, platelet bisa ditransfusikan untuk
merendahkan risiko pendarahan.
6. Terapi Ablasi Iodium Radioaktif
Pada jaringan tiroid sehat dan ganas yang tertinggal setelah operasi,selanjutnya
diberikan terapi ablasi iodium radioaktif. Mengingat adanya uptake spesifik iodium
ke dalam sel folikuler tiroid termasuk sel ganas tiroid yang berasal dari sel folikuler.
Ada 3 alasan terapi ablasi pada jaringan sisa setelah operasi, yaitu:
a. Merusak atau mematikan sisa fokus mikro karsinoma.
b. Untuk mendeteksi kekambuhan atau metastasis melalui eliminasi uptake oleh
sisa jaringan tiroid normal.
c. Meningkatkan nilai pemeriksaan tiroglobulin sebagai petanda serum yang
dihasilkan hanya oleh sel tiroid.
d. Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif setelah tiroidektomi total,
kadar hormone tiroid diturunkan dengan menghentikan obat L-tiroksin,
sehingga TSH endogen terstimulasi hingga mencapai kadar diatas 25-30 mU/L.
7. Terapi Supresi L-Tiroksin

12
Evaluasi lanjutan perlu dilakukan selama beberapa dekade sebelum dikatakan
sembuh total. Target kadar TSH pada kelompok risiko rendah untuk kesakitan dan
kematian karena keganasan tiroid adalah 0,1-0,5 mU/L, sedang untuk kelompok
risiko tinggi adalah 0,01 mU/L.

8. Komplikasi CA TIROID
Menurut (Jurnal, Oktahermoniza, 2013) Komplikasi yang sering muncul pada kanker tiroid
adalah :
a. Perdarahan
Resiko ini minimum, namun hati-hati dalam mengamankan hemostatis dan penggunaan
drain pada pasien setelah operasi.
b. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan embolisme
udara.
c. Trauma pada nervus laringeus rekurens
Ini dapat menimbulkan paralisis sebagian atau total pada laring.
d. Sepsis yang meluas ke mediastinum
Seharusnya ini tidak boleh terjadi pada operasi bedah sekarang ini, sehingga antibiotik
tidak diperlukan sebagai pofilaksis lagi.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STROKE


1. Pengkajian
a. Pola kegiatan sehari - hari
a) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Aneroksia, gaduh dan gelisah, kesulitan menelan, insomnia,
kelemahan berat, gangguan koordinasi
Tanda : massa pada tiroid
b) Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, Perbesaran jantung, disritmia dan hipotensi, nadi turun,
kelemahan fisik
Tanda : peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat.
Takikardia saat istirahat, syok (krisis tirotoksikosis)

13
c) Eliminasi
Gejala : Urine dalam jumlah banyak, diare.
d) Integritas / Ego
Gejala : cemas, Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas peka rangsang
e) Makanan / Cairan
Gejala : Mual dan muntah, suhu meningkat diatas 37,4ºC.Pembesaran tiroid,
edema non-pitting terutama di daerah pretibial, diare atau sembelit.
Tanda : pembesaran thyroid.
f) Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, kelemahan, gangguan status mental dan perilaku,
seperti : bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, hiperaktif refleks tendon
dalam
Tanda : koma (tahap lanjut),
g) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, Suara parau dan kadang sampai tak
dapat mengeluarkan suara
Tanda : Sesak napas, suara serak.
i) Keamanan
Gejala : Kulit kering , ulkus kulit
Tanda : lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan otot pernapasan.
j) Seksualitas
Gejala : adanya riwayat monopouse dini
Tanda : Hilangnya tanda – tanda seks sekunder

2. Diagnose keperawatan

No. Masalah Keperawatan Paraf

14
1. Intoleransi aktifitas b/d kelelahan, penurunan proses
kognitif
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d lambatnya metabolisme tubuh
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi akibat adanya perdarahan atau edema pada
tempat pembedahan, kerusakan saraf laringeal atau luka
pada kelenjar paratiroid.
4. Nyeri berhubungan dengan edema pascaoperasi.
5. Gangguan komunikasi berhubungan dengan cedera pita
suara.
6. Defisiensi pengetahuan b/d kurang informasi tentang
program untuk pengobatan untuk terapi
7. Ansietas b/d faktor fisiologis: status hipermetabolik.

3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Noc Nic

1 Intoleransi Setelah di lakukan Activity therapy


aktifitas b/d tindakan keperawatan a. Kolaborasikan dengan
kelelahan, selama..24 jam klien tenaga rehabilitasi medik
penurunan menunjukan aktivitas dalam merencanakan
proses kognitif sehari-haari dengan program terapi yang tepat
baik b. Bantu klien untuk
Kriteria Hasil: mengidentivikasi
1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang mampu di
aktivitas fisik tanpa lakukan
di sertai peningkatan c. Bantu untuk memilih
TD,ND, dan RR aktivitas konsisten
2. Mampu melakukan yyyang sesuai dengan

15
aktivitas sehari-hari kemampuan fisik,
(ADLS) Secara psikologi dan sosial
mandiri d. Bantu untuk
3. TTV normal mengidentifikasi dan
4. Energi psikomotor mendapatkan sumber
5. Level kelemahan yang di perlukan untuk
6. Mampu berpindah: aktivitas yang di inginkan
dengan atau tanpa e. Bantu untuk
bantuan alat mendapatkan alat
7. Status bantuan aktivitas seperti
kardiopulmunari kursi roda dan krek
adekuat f. Bantu untuk
8. Sirkulasi status baik mengidentivikasi
9. Status respirasi : aktivitas yang di sukai
pertukaran gas dan g. Bantu pasien atau
ventilasi adekuat keluarga untuk
mengidentivikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
h. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktifitas
i. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
j. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spritual
2 Ketidak Setelah di lakukan Nutrition Management
seimbangan tindakan keperawatan a. Kaji adanya alergi
nutrisi kurang selama..24 jam klien makanan

16
dari kebutuhan menunjukan b. Kolaborasi dengan ahli
tubuh b/d peningkatan berat gizi untuk menetukan
lambatnya badan jumlah kalori dan nutrisi
metabolisme Criteria Hasil : yang di butuhkan pasien
tubuh 1. Adanya c. Anjurkan pasien untuk
peningkatan berat meningkatkan protein
badan sesuai vitamin C
dengan tujuan d. Berikan substansi gula
2. Berat badan ideal e. Yakinkan diet yang di
sesuai dengan tinggi makan mengandung
badan tinggi serat untuk
3. Mampu mencegah konstipasi
mengidentifikasikan f. Berikan makanan yang
kebutuhan nutrisi terpilih ( sudah di
4. Tidak adatanda- konsultasikan dengan ahli
tanda malnutrisi gizi )
5. Menunjukan g. Ajarkan pasien
peningkatan fungsi bagaimana membuat
pengecapan dan catatan makanan harian
menelan h. Monitor jumlah nutrisi
6. Tidak terjadi dan kandungan kalori
penurunan berat i. Berikan informasi
badan yang berarti tentang kebutuhan nutrisi
j. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang di butuhkan
Nutrition Monitoring
k. BB pasien dalam batas
normal
l. Monitor adanya
penurunan berat badan

17
m.Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa di
lakukan
n. Monitor interaksi anak
atau orang tua selama
makan
o. Monitor lingkungan
selam makan
p. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
q. Monitor turgor kulit
monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
r. Monitor mual dan
muntah
s. monitor pertumbuhan dan
perkembangan
t. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
u. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
3 Bersihan jalan Setelah dilakukan Airway Suction
nafas tidak tindakan keperawatan a. Monitor tanda-tanda
efektif selama ... x 24 jam, respiratori distres,
berhubungan klien mempertahankan sianosis, takipnea dan
dengan kepatenan jalan nafas nafas yang berbunyi.
obstruksi akibat dengan b. Periksa balutan leher
adanya Kriteria hasil setiap jam pada periode

18
perdarahan atau 1. Mengeluarkan/ awal post op, kemudian
edema pada membersihkan tiap 4 jam.
tempat sekret dan bebas c. Monitor frekuensi dan
pembedahan, aspirasi. jumlah drainase serta
kerusakan saraf 2. Menunjukkan kekuatan balutan.
laringeal atau perilaku untuk d. Periksa sensasi klien
luka pada memperbaiki/memt karena keketatan
kelenjar ertahankan jalan disekeliling tempat insisi.
paratiroid. nafas bersih dalam e. Pertahankan klien dalam
tingkat posisi semi fowler
kemampuan/situasi dengan diberi kantung es
(ice bag) untuk
mengurangi bengkak.
f. Anjurkan klien untuk
berbicara setiap 2 jam
tanpa merubah nada atau
keparauan suara.
4 Nyeri setelah dilakukan Pain Management
berhubungan tindakan keperawatan a. Lakukan penkajian nyeri
dengan edema selama ... x 24 jam secara konprehensif
pascaoperasi. klien menunjukkan termasuk lokasi,
Nyeri berkurang/hilang karakteristik, durasi,
dengan frekuensi, kualitas dan
Kriteria Hasil: faktor presipitasi.
1. Tidak ada rintihan, b. Observasi reaksi
ekspresi wajah nonverbal dari
rileks, ketidaknyamanan.
2. melaporkan nyeri c. Kaji kultur yang
dapat mempengaruhi respon
berkurang/hilang. nyeri
Dari skala 7 d. Evaluasi pengalaman

19
berkurang menjadi 2. nyeri masa lampau.
Analgesic Administration
a. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu.
b. Tentukan
pilihananalgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri.
5 Hambatan Setelah dilakukan Communication
komunikasi tindakan keperawatan Enhancement
berhubungan …..24 jam klien a. Antisipasi kebutuhan
dengan cedera menunjukkan sebaik mungkin, kunjungi
pita suara. berkomunikasi dengan pasien secara teratur.
baik dengan b. Gunakan penerjemah jika
Kriteria hasil : diperlukan
1. Mampu c. Dorong pasien untuk
menciptakan berbicara secara perlahan
metode komunikasi d. Pertahankan lingkungan
dimana kebutuhan yang tenang
dapat dipahami. e. Anjurkan untuk tidak
2. Gerakan berbicara terus menerus.
terkoordinasi : f. Kolaborasikan dengan
mampu dokter obat obat yang
menkoordinasi diperlukan untuk
gerakan dalam meringankan rasa nyeri
menggunakan
isyarat.

20
6 Defisiensi Setelah di lakukan Teaching : disease proses
pengetahuan b/d tindakan keperawatan a. Berikan penilaian tentang
kurang selama..24 jam klien tingkat pengetahuan
informasi menunjukan pasien tentang proses
tentang program peningkatan penyakit yang spesifik
untuk pengetahuan b. Jelaskan patofisiologi
pengobatan Kriteria Hasil : dari penyakit dan
untuk terapi 1. Pasien dan keluarga bagaimana hal ini
menyatakan berhubungan dengan
pemahaman tentang anatomi dan fisiologi ,
penyakit, kondisi, dengan cara yang tepat
prognosis dan c. Gambarkan tanda dan
program pengobatan gejala yang biasa muncul
2. Pasien dan keluarga pada penyakit, dengan
mampu cara yang tepat
melaksanakan d. Gambarkan proses
prosedur yang di penyakit , dengan cara
jelaskan secara benar yang tepat
3. Pasien dan keluarga e. Identivikasi kemungkinan
mampu menjelaskan penyebab, dengan cara
kembali apa yang di yang tepat
jelaskan perawat / f. Sediakan informasi pada
tim kesehatan pasien tentang kondisi,
lainnya dengan cara yang tepat
g. Hindaro jaminan yang
kosong
h. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
i. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second

21
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
7 Ansietas b/d Setelah di lakukan Anxiety Reducation
faktor tindakan keperawatan ( penurunan kecemasan )
fisiologis: status selama..24 jam klien a. Gunakan pendekatan
hipermetabolik menunjukan sikap yang menenangkan
kontrol emosi b. Nyatanya dengan jelas
Kriteria Hasil : harapan terhadap pelaku
1. Klien mampu pasien
mengidentifikasi c. Jelaskan semua prosedur
dan dan apa yang di rasakan
mengungkapkan selama prosedur
gejala cemas d. Pahami prespektif pasien
2. Mengidentifikasi, terhadap situasi stress
mengungkapkan dan e. Temani pasien untuk
menunjukan teknik memberikan keamanan
untuk mengontrol dan mengurangi takut
cemas f. Dorong keluarga untuk
3. Vital sign dalam menemani anak
batas normal g. Lakukan back / neck rub
4. Postur tubuh, h. Dengarkan dengan penuh
ekspresi wajah, perhatian
bahasa tubuh dan i. Identifikasi tingkat
tingkat aktivitas kecemasan
menunjukan j. Bantu pasien mengenal
berkurangnya situasi yang
kecemasan menimbulkan kecemasan
k. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi

22
l. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
m. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan

4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,2012. Konsep dan penulisan asuhan keperawatan,
Yogyakarta:Graha ilmu)

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk
menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien (Potter,
Perry,2009. Fundamental of nursing 7 th edition).
Tahapan – tahapan evaluasi terdiri dari:
a. Mengidentifikasi kriteria dan standar evaluasi
b. Mengumpulkan data untuk menentukan apakah kriteria dan standar telah terpenuhi.
c. Menginterpretasi dan meringkas data.
d. Mendokumentasikan temuan dan setiap pertimbangan klinis
e. Mengehentikan, meneruskan, atau merevisi rencana perawatan.(Potter & Perry,2009)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

23
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Kozier, B., Erb, G., Berman, A.and Shirlee J. Snyde, alih bahasa Pamilih Eko Karyuni, dkk.
2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik edisi VII Volume 1.
Jakarta : EGC.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EG

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN BRONKHOPNEUMONIA

24
A. PENGERTIAN
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.

Bronkopneumonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan


diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi.

Menurut Whaley & Wong, Bronkopneumonia adalah bronkiolus terminal yang


tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk
gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.

Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di


bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang
membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering
bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik
dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.

Kesimpulannya Bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh


agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

B. ETIOLOGI
Secara umun individu yang terserang Bronkopneumonia diakibatkan oleh adanya
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang
yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia
yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.

Timbulnya Bronkopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,


mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain:

1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.


2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien
yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam
mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma.

C. PATOFISIOLOGI

25
Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi
makanan dan minuman.

Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran


pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut,
sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan
ganbaran sebagai berikut:

1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran
pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal
dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian
terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan

PATHWAY

26
Bakteri Stafilokokus aureus

Bakteri Haemofilus influezae

Penderita sakit berat yang dirawat di RS

 Penderita yang mengalami supresi


sistem pertahanan tubuh

 Kontaminasi peralatan RS
Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan Edema antara


pencernaan pembuluh darah suhu kaplier dan
alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora
Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus
masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan Peningkatan Edema paru
dalam plasma
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi Evaporasi Pengerasan
pertukaran gas
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru

Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
Hipoksia
kebutuhan
Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam
Retraksi dada / laktat
nafas cuping
hidung
Fatigue
27
Gangguan pola
nafas
Intoleransi
D. MANIFESTASI KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan
bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita Bronkopneumonia
mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis,
batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa
timbul sianosis. Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika
terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:

1. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah
Pada kasus Bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil).

 Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas
untuk mendeteksi agen infeksius.

 Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.
 Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
 Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba.
2. Pemeriksaan Radiologi
 Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus.

28
 Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh
benda padat.
F. PENATALAKSANAAN
1) Klien diposisikan semifowler 450 untuk inspirasi maksimal.
2) Pemberian oksigen 1-2 Liter/mnt.
3) Infus D10% : NaCl 0,9% = 3:1, KCl 10mEq/500ml cairan. Jumlah cairan sesuai berat
badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
4) Pemberian Aminofillin yaitu bronkodilator untuk melebarkan bronkus
5) Pemberian Antibiotik Penisillin secara intramuskular 2x600.000 unit sehari.
6) Penisillin diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu sampai klien tidak
mengalami sesak napas lagi selama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain.
7) Pemberian antipiretik untuk menurunkan demam
8) Pengobatan simtomatis, Nebulezier, Fisioterapi dada.
9) Pemberian nutrisi yang adekuat.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas
Anak yang berumur kurang dari 4 tahun lebih rentan terkena bronkopnemonia dari
pada orang yang lebih tua. Sosial ekonomi yang rendah akan berpengaruh
pemenuhuan nutrisi yang baik dan kebersihan lingkungan tempat tinggal. Infeksi
oleh mycoplasma pneumonia merupakan penyebab terjadi pada anak-anak yang
berusia 5-12 tahun.
b) Keluhan utama
Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan cuping
hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang disertai muntah dan diare.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas,
suhu tubuh dapat naik sangat mendadak.
d) Riwayat Penyakit Dahulu

29
Anak pernah terserang infeksi saluran nafas bagian atas. Anak yang menderita
pnemonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mempunyai penyakit/riwayat ISPA dapat menularkan kepada anggota
keluarga yang lain.
f) Lingkungan
Anak sering terpapar rokok, lingkungan rumah dengan sanitasi buruk (kurang
cahaya matahari, daerah pemukiman kumuh). Lokasi rumah sekitar pabrik, atau
pinggir jalan raya.Selain itu pnemonia sering terjadi pada musim hujan dan awal
musim semi.
g) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Pengkonsumsi rokok, kasus yang tidak pernah dijemur, kasur terbuat dari bahan
kapuk.
h) Kebutuhan nutrisi dan cairan: pemenuhan nutrisi terganggu karena adanya mual
yang disebabkan adanya penumpukan sekret pada saluran nafas, mual, muntah,
penurunan berat badan, nafsu makan menurun dimana anak malas minum, diare.
i) Hygiene perseorangan: penurunan hygiene perseorangan karena anak demam
sehingga tidak tidak dimandikan atau diseka karena ibu takut anaknya kedinginan.
j) Aktivitas, istirahat dan bermain: Istirahat anak terganggu karena adanya sesak
nafas, batuk dan demam.
k) Eliminasi miksi dan defekasi: tidak ada permasalahan namun bila sampai terjadi
dehidrasi dan demam maka produksi urine akan menurun.
l) Pemeriksaan fisik
TTV: nadi teraba cepat, RR meningkat, suhu meningkat 39 0C-400C, tensi
meningkat.
1) Kepala dan leher: bila sampai terjadi dehidrasi maka dapat muncul ubun ubun
cekung, mata cowong, sclera:putih, konjungtiva:merah muda, ada pernafasan
cuping hidung, sedikit serumen di hidung, mukosa bibir kering dan sianosis
disekitar mulut, kebersihan gigi, lidah biasanya terdapat bekas susu,
palatumnya sudah terbentuk, apabila radang biasanya tonsil membesar, pada
leher biasanya terdapat lipatan kulit, ada/tidak pembesaran kelenjar tiroid.

30
2) Dada: penggunaan otot bantu nafas (sternum cledomastoideus), dispneu,
pernafasan cepat dan dangkal, Bila sarang broncopneumoni menjadi satu
(konfluens) mungkin Perkusi terdengar keredupan dan suara nafas pada
auskultasi terdengar mengeras, retraksi dada sedang, batuk dengan atau tanpa
sputum dan terdengar ronki basah nyaring halus/ sedang/wheezing.
3) Perut: bising usus(+), pasien diare ada distensi abdomen dan turgor kulit
4) Genetalia: bersih atau tidak pada daerah sekitar genetalia.
5) Ektremitas/Integumen: fisik lemah karena tonus otot menurun, kulit lembab
karena sesak, turgor kulit mungkin menurun, akral hangat, CRT dapat > 2
detik, dan pergerakkan dari pasien.

J) Riwayat Tumbuh Kembang


1) Perkembangan biologis pada anak usia 3 tahun (toddler)
a) Perubahan proporsional (Pertumbuhan melambat selama masa toddler)
 Berat badan adalah 1,8 sampai 2,7 kg per tahun. Berat rata-rata pada
usia 2 tahun adalah 12 kg. berat badan menjadi 4x berat lahir pada
usia 2 ½ tahun.
 Kecepatan penambahan tinggi badan juga melambat. Penambahan
tinggi yang biasa adalah 7,5 cm per tahun dan terutama pada
perpanjangan tungkai dan bukan batang tubuh. Rata-rata anak usia 2
tahun adalah 86,6 cm.
 Kecepatan pertambahan lingkar kepala melambat pada akhir masa
bayi, dan lingkar kepala biasanya sama dengan lingkar dada pada usia
1 dan 2 tahun. Total pertambahan lingkar kepala umumnya selama
tahun kedua adalah 2,5 cm. Fontanela anterior menutup antara usia 12
hingga 18 bulan.
 Lingkar dada terus meningkat ukurannya dan melebihi lingkar kepala
pada masa toddler. Bentuknya juga berubah karena diameter
transversal, atau lateral melebihi diameter antero-posterior.
b) Perubahan sensoris

31
 Ketajaman penglihatan 20/40 dianggap bisa diterima selama masa
toddler. Persepsi yang dalam terus-menerus berkembang, tetapi karena
anak belum memiliki koordinasi motorik, bahaya yang masih terus
adalah jatuh.
 Indra pendengaran, penciuman, pengecapan dan perabaan menjadi
semakin berkembang, saling terkoordinasi satu sama lain, dan
berhubungan dengan pengalaman lain.

c) Maturasi system
Sebagian besar system fisiologis relative matur pada akhir masa toddler.
Volume saluran pernafasan dan pertumbuhan struktur yang bersangkutan
terus bertambah selama masa kanak-kanak awal, mengurangi beberapa
factor yang membuat anak rentan mengalami infeksi secara sering dan
serius pada masa bayi. Struktur internal telinga dan tenggorokan terus
memendek dan lurus, dan jaringan limfoid tonsil dan adenoid terus
bertambah besar. Akibatnya, sering terjadi otitis media, tonsillitis, dan
infeksi saluran nafas atas.
d) Perkembangan motorik kasar dan halus
 Motorik kasar
Pada usia 12 dan 13 bulan toddler sudah apat berjalan sendiri
dengan jarak kedua kaki melebar untuk keseimbangan ekstra dan pada
18 bulan mereka mencoba untuk berlari tetapi mudah jatuh.
Pada usia 2 tahun toddler dapat berjalan menaiki dan menuruni
tangga, dan pada usia 2½ tahun mereka dapat melompat, menggunakan
kedua kaki, berdiri pada satu kaki selama satu atau dua detik, dan
melakukan beberapa langkah dengan berjinjit. Pada akhir tahun kedua
mereka dapat berdiri dengan satu kaki, berjalan jinjit, dan menaiki
tangga dengan berganti-ganti kaki.
 Motorik halus
Pada usia 12 bulan toddler mampu menggenggam sebuah benda
kecil tetapi tidak mampu melepaskan sesuai keinginanya. Menangkap

32
atau melempar benda dan menangkapnya kembali menjadi aktivitas
yang obsesif pada usia sekitar 15 bulan. Pada usia 18 bulan toddler
dapat melempar bola dari tangan tanpa kehilangan keseimbangan.

2) Perkembangan psikososial
Menurut Erikson, tugas perkembangan pada masa toddler adalah menguasai
sensasi autonomi sementara mengatasi sensasi ragu dan malu.
3) Perkembangan kognitif
Tahap pra operasional

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler,
gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih, penurunan masukan oral.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang
berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-
hari.

I. FOKUS INTERVENSI
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :

33
- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :

- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas


- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan
ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan
adanya bunyi nafas adventisius

b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi


Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan
dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding
inspirasi.

c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas

d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir


Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dipsnea dan menurunkan jebakan udara

e. Observasi karakteristik batuk, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan


upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada
posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.

f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.


Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.

34
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler,
gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.

Tujuan :

- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal
dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :

- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan


- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :

a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan


Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru
dan status kesehatan umum

b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.

c. Kaji status mental


Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.

d. Awsi frekuensi jantung/ irama


Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.

e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan
menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.

f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk
efektif

35
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.

g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi


Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli


Tujuan:

- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan
paru jelas/ bersih
Intervensi :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.


Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja
nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.

b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.


Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.

c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.


Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.

d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.


Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya
kelainan.

e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.


Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.

f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.


Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

g. Berikan humidifikasi tambahan

36
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.

h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage


Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari
segmen paru ke dalam bronkus.

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan


berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit

Intervensi :

a. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.


Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik

b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).


Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan

c. Catat lapporan mual/ muntah.


Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral

d. Pantau masukan dan haluaran urine.


Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.


Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi,
anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :

- Menunjukkan peningkatan nafsu makan


- Mempertahankan/ meningkatkan berat badan

37
Intervensi :

a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.


Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah

b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu
kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual

c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.


Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini

d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.


Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi
abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan
pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal

e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan
yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali

f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.


Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup


sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.

Intervensi :

a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.


Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi

38
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat

c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya


keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik

d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.


Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC

Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC

Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan

Soeparma, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta :Balai Penerbit
FKUI

Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta :EGC

Whaley dan Wong, (2000). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta : EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR OTAK

39
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam tulang
tengkorak. Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di
sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal
dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ
lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut
tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002)

2. Klasifikasi tumor otak


 Berdasarkan jenis tumor
a. Jinak
1. Acoustic neuroma
2. Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi
jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien
usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki.
Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu
menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
3. Pituitary adenoma
4. Astrocytoma (grade I)
b. Malignant
1. Astrocytoma (grade 2,3,4)
2. Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat
muncul hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan
simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan
merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.

40
3. Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada
ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi
tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Tumor ini lebih sering
terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang
adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin
buruk progmosisnya.
 Berdasarkan lokasi
1. Tumor supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi :
1. Glioma :
i) Glioblastoma multiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak
dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum.
ii) Astroscytoma
iii) Oligodendroglioma
Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari
sel-sel oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami
klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.
2. Meningioma
Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater
yang lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari
membran araknoid. Pada kompartemen supratentorium tumbuh sekitar 90%,
terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa
hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut
sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%),
Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%),
Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-
Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga
berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor

41
atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regio
frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis
kranii sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial
sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan
gangguan visus yang progresif.
2. Tumor infratentorial
1. Schwanoma akustikus
2. Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh tumor
otak dan dapat berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling
sering berasal dari paru-paru dan payudara. Namun neoplasma dari saluran
kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke
otak.
a. Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-
sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.
b. Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling
sering dijumpai dalam serebelum.
3. Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah
banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

42
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan
merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu
glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi
virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-
ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
f. Trauma Kepala

4. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan.
Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya
sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor
gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi
apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak
dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada
tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya

43
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai
darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim
otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena
tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami,
namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena
dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan
kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel
laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara
cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan
oelh karena ity tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme
kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume cairan
serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan
tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul
bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh
massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya
kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser
ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula
oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat adalah bradicardi
progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).

5. Tanda dan gejala


Menurut lokasi tumor :
- Lobus frontalis

44
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah laku
aneh, sulit memberi argumenatasi/menilai benar atau tidak, hemiparesis, ataksia, dan
gangguan bicara.
- Kortek presentalis posterior
Kelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari
- Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah
- Lobus Oksipitalis
Kejang, gangguan penglihatan
- Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah
- Lobus Parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan
penglihatan
- Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas esndi
Tanda dan Gejala Umum :

- Nyeri kepala berat pada pagi hari, main bertambah bila batuk, membungkuk
- Kejang
- Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial : Pandangan kabur, mual, muntah,
penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.
- Perubahan kepribadian
- Gangguan memori
- Gangguan alam perasaan
Trias Klasik ;

- Nyeri kepala
- Papil oedema
- Muntah
6. Pemeriksaan diagnostic
1. Rontgent tengkorak anterior-posterior

45
2. EEG
3. CT Scan
4. MRI
5. Angioserebral

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian :

1. Data klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, dll
2. Riwayat kesehatan :
- keluhan utama
- Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat Kesehatan lalu
- Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Pemeriksaan fisik :
 Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/kehilangan memori,
afek tidak sesuai, berdesis
 Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur
 Pendnegaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
 Jantung : bradikardi, hipertensi
 Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas,
disfungsi neuromuskuler
 Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus
 Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi

Diagnosa Keperawatan :

1. Gangguan pertukaran gas b.d disfungsi neuromuskuler (hilangnya kontrol terhadap otot
pernafasan ), ditandai dengan : perubahan kedalamam nafasn, dispnea, obstruksi jalan
nafas, aspirasi.

46
Tujuan : Gangguan pertukaran gas dapat teratasi

Tindakan :

- Bebaskan jalan nafas


- Pantau vital sign
- Monitor pola nafas, bunyi nafas
- Pantau AGD
- Monitor penururnan gas darah
- Kolaborasi O2
2. Gangguan rasa nyaman, nyer kepla b.d peningkatan TIK, ditndai dengan : nyeri kepala
terutama pagi hari, klien merintih kesakitan, nyeri bertambah bila klien batuk, mengejan,
membungkuk
Tujuan : rasa nyeri berkurang

Tindakan :

- pantau skala nyeri


- Berikan kompres dimana pada area yang sakit
- Monitor tanda vital
- Beri posisi yang nyaman
- Lakukan Massage
- Observasi tanda nyeri non verbal
- Kaji faktor defisid, emosi dari keadaan seseorang
- Catat adanya pengaruh nyeri
- Kompres dingin pada daerah kepala
- Gunakan teknik sentuham yang terapeutik
- Observasi mual, muntah
- Kolaborasi pemberian obat : analgetik, relaksan, prednison, antiemetik
3. Resiko tinggi cidera b.d disfungsi otot sekunder terhadap depresi SSP, ditandai dengan :
kejang, disorientasi, gangguan penglihatan, pendengaran
Tujuan : tidak terjadi cidera

Tindakan :

47
- Identifikasi bahaya potensial pada lingkungan klien
- Pantau tingkat kesadaran
- Orientasikan klien pada tempat, orang, waktu, kejadian
- Observasi saat kejang, lama kejang, antikonvulsi,
- Anjurkan klien untuk tidak beraktifitas
4. Perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologi, ditandai dengan disorientasi, penurunan
kesadaran, sulit konsentrasi
Tujuan : mempertahankan orientasi mental dan realitas budaya

Tindakan :

- kaji rentang perhatian


- Pastikan keluarga untuk membandingkan kepribadian sebelum mengalami trauma
dengan respon klien sekarang
- Pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf, keberadaan staf sebanyak mungkin
- Jelaskan pentingnya pemeriksaan neurologis
- Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif
- Dengarkan klieen dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan
klien/keluarga
- Instruksikan untuk melakukan rileksasi
- Hindari meninggalkan klien sendiri
5. Gangguan perfusi serebral b.d hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK,
nekrosis jaringan, pembengkakakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang

Tindakan :

- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat


menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau tekanan darah

48
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake, output, turgor
- Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk, untah
- Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-45 derajat
6. Cemas b.d kurang informasi tentang prosedur
Tujuan : rasa cemas berkuang

Tindakan :

- kaji status mental dan tingkat cemas


- Beri penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala
- Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian
- Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan piiran dan perasaan takut
- Libatkan keluarga dalam perawatan

DAFTAR PUSTAKA

Reeves C, J, (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, Salemba Medika

49
Suddart, Brunner (2000), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC

FORMAT PENGUMPULAN DATA UMUM KEPERAWATAN

Tgl. Pengkajian : 1 Oktober 2020 No. Register : 262583


Jam Pengkajian : 15.00 Tgl. MRS : 22 September 2020
Ruang/Kelas : Melati

50
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. Y Nama : Tn. E
Umur : 62 thn Umur : 65 thn
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Katolik Agama : Katolik
Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pekerjaan : IRT Alamat : Jln. Bougenvile
Gol. Darah : O+ Hubungan dengan Pasien : Suami
Alamat : Jln. Bougenvile 1

B. KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama Saat MRS
Pasien mengatakan ada benjolan di leher sebesar bola kasti

2. Keluhan Utama Saat Pengkajian


Saat pengkajian pasien mengatakan nyeri pada area luka operasi skala 4, terasa senut
senut dan terus menerus. Nyeri bertambah setiap kali pasien bergerak. Pasien tampak
meringis kesakitan.

C. DIAGNOSIS MEDIS
Ca Tyroid

D. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada Maret 2020 terdapat benjolan dileher sebesar bola kasti, dan tidak terasa nyeri.
Pasien berobat ke RSPAD lalu dirujuk ke RSKD dan dilakukan operasi tiroidektomi.
Setelah post operasi tirodektomi 2 bulan kemudian timbul benjolan dikepala sebesar telur
ayam. Saat ini pasien post op craniotomi d7

2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Pasien tidak memiliki penyakit DM, Hipertensi, TBC dan penyakit lainnya. Pasien tidak
merokok dan tidak mengkonsumsi kopi

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien mengatakan bapak pasien hipertensi dan ibu pasien DM

Genogram :

51
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Meninggal
Orang yang tinggal serumah

Pasien

E. RIWAYAT KEPERAWATAN PASIEN


1. Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)

ADL Di Rumah Di RumahSakit


Pola pemenuhan Makan 3x/hari Makan: Makan Biasa 1800 kalori
kebutuhan nutrisi dan Minum 6 gelas /hari Infus : Asering 1500/24 jam
cairan (Makan dan Jenis: Tidak ada kesulitan makan dan minum
Minum) - Nasi 1 piring Os terpasang NGT diet cair 6x200 cc
- Lauk : ikan telur daging
- Sayur : kangkung, sawi, dll
Tidak ada pantangan makan
Tidak ada kesulitan makan
minum

52
BB : 50 kg
TB : 147 cm BB : 50 kg
IMT : 23 (status gizi normal) TB : 147 cm
IMT : 23 (status gizi normal)
Pola Eliminasi
BAK : Bak 10-12x/hari, warna Bak 10-12x/hari, warna kuning, bau khas
kuning, bau khas Tidak ada keluhan saat BAK
Tidak ada keluhan saat BAK

BAB :
BAB 1x/hr, warna kuning, bau BAB 1x/hr, warna kuning, bau khas,
khas, konsistensi lunak konsistensi lunak
Tidak ada keluhan saat BAB Tidak ada keluhan saat BAB

Pola IstirahatTidur Tidur 8 jam/ hari Tidur 8 jam / hari sering terbangun
karena nyeri pada luka post operasi
Tidak pernah tidur siang
Siang hari tidur 3-4 jam

Pola KebersihanDiri Mandi 2x/hari, cuci rambut 2hr Mandi 1x/hari dilap saja , cuci rambut 2
(Personal Hygiene) sekali, gosok gigi 2x/hr, setiap hari sekali dilap, gosok gigi 2x/hr, ganti
hari ganti baju dan kuku bersih baju setiap hari dan kuku bersih

Aktivitas Lain Pasien aktif di posyandu Pasien senang menonton tv dirumah sakit

Dan senang berolahraga

2. Riwayat Psikologi
Pasien menerima penyakitnya sudah takdir dari Allah SWT, dan harus semangat dan
berdoa agar diberikan kesembuhan dan cepat pulang kerumah. Pasien tampak bahagia
jika dijenguk oleh anak- anaknya. Pasien dapat berkomunikasi dengan jelas dibantu
suami os dan tidak menolak jika diajak berbicara

3. Riwayat Sosial

53
Pasien paling dekat dengan suaminya, dan suami adalah orang yg paling pasien percaya
dan tempat pasien menceritakan perasaan.
Pasien aktif dalam kegiatan posyandu dirumah dan akrab dengan tetangga

4. Riwayat Spiritual
Pasien masih bisa beribadah diatas tempat tidur

F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, kesadaran alert, akral hangat
2. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
SAAT SEBELUM SAKIT SAAT PENGKAJIAN
TD: 120/80 mmhg TD: 110/70 mmhg

HR: 90 x/menit HR: 100 x/menit

RR: 20 x/menit RR: 20 x/menit

SUHU: 360C SUHU: 360C

,
3. Pemeriksaan Wajah
Mata simetris, kelopak mata tdk ada oedem, tidak ada ptosis, tidak ada radang, tidak ada
luka, tidak ada benjolan, konjungtiva anemis, miosis, pupil isokor
Hidung tdk ada pembengkakan, tdk ada perdarahan, bersih.
Mulut bersih tdk ada lesi, membrane mukosa lembab, caries negative, gigi palsu tdk ada,
lidah bersih dan tidak ada perdarahan
Telinga bersih, tdk ada nyeri tekan, tidak ada peradangan, tidak ada penumpukan
serumen.

4. Pemeriksaan Kepala Dan Leher


Bentuk kepala bulat, simetris, terdapat balutan luka post operasi craniotomy d7
Leher terpasang trakeostomi dan close suction, leher simetris, tidak ada radang, tidak ada
jaringan parut, tidak ada massa. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis.

5. Pemeriksaan Thoraks/dada
Bentuk thorak normal chest, bentuk dada simetris, ruas tulang belakang kyphosis. Tidak
ada retraksi otot bantu pernafasan, tidak ada sianosis, ada batuk berdahak. Terpasang
CVC pada subklavikula kanan

54
Pemeriksaan taktil/ Vocal fremitus sama, perkusi paru sonor.
Suara nafas vesikuler, ronkhi positif, wheezing negative, pasien terpasang trakeostomi
dan close suction
Tidak ada pembesaran pada jantung, palpasi pada dinding torak kuat, BJ 1 dan BJ II
terdengar regular, tidak ada keluhan pada jantung

6. Pemeriksaan Abdomen
Bentuk abdomen cekung, tdk ada masaa, simetris, peristaltic usus 8-10x/menit, tdk ada
pembesaran hepar, perut keras,

7. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal


Rambut pubis bersih, tdk ada lesi, tdk ada nyeri tekan. Tidak ada hemoroid

8. Pemeriksaan Punggung Dan Tulang Belakang


Tidak ada lesi pada kulit punggung, tdk ada kelainan bentuk tulang belakang, tidak ada
deformitas dan fraktur pada tulang belakang

9. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, tdk ada deformitas, tdk ada fraktur, tdk ada oedem.

10. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan


Ketajaman penglihatan baik, lapang pandang normal

11. Pemeriksaan Fungsi Neurologis


Kesadaran alert, GCS 15, tdk ada mual muntah, tdk ada kaku kuduk, tdk ada nyeri
kepala, tdk ada kejang
Nervus I : Pasien dapat membedakan bau kopi, dan teh
Nervus II : Ketajaman penglihatan baik, dan lapang pandang normal
NervusIII dan IV : Dapat mengangkat kelopak mata keatas, reflek pupil ada
Nervus V Dapat menggerakkan rahang kedua sisi dan merasakan sensasi
kapas dipipi
Nervus VI : Dapat menggerakkan bola mata kekanan dan kiri
Nervus VII : Dapat membedakan rasa gula dan garam
Nervus VIII : Dapat mendengar suara perawat dengan jelas
Nervus IX : Dapat membedakan rasa manis dan asam
Nervus X : Reflek menelan baik
Nervus XI : Dapat menggerakkan bahu
Nervus XII : Dapat menjulurkan lidah dan menggerakkannya keberbagai sisi

55
12. Pemeriksaan Kulit/Integument
Warna kulit putih, turgor kulit normal

13. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik

a. Darah lengkap : 10/9/20


Leukosit : 11,37 ( N : 3.500 – 10.000 / µL )
Eritrosit : 3,73 ( N : 1.2 juta – 1.5 juta µL )
Trombosit : 187 (N : 150.000 – 350.000 / µL)
Haemoglobin : 11,0 ( N : 11.0 – 16.3 gr/dl )
Haematokrit : 31,3 (N : 35.0 – 50 gr / dl)

b. Kimia darah : 10/9/20


Ureum : 22 (N : 10 – 50 mg / dl)
Creatinin : 0,61 (N : 0,7 – 1.5 mg / dl)
SGOT : 11 (N : 2 – 17 u/l)
SGPT : 13 (N : 3 – 19 u/l)
GD sewaktu : 85 (N : <180 mg/dl)
Protein total : 6,2 (N : 6,6 – 8,7 g/dl)
Albumin : 3,4 (N : 3,2 - 5,2 g/dl)
Globulin : 2,8 (N : 1,5 – 3.0 g/dl)

c. Analisa Elektrolit10/9/20
Natrium : 140 ( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium : 4,1 ( N ; 3,5 – 5,0 mmol / l )
Clorida : 108 ( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium : 8,6 ( N : 7.6 – 11.0 mg / dl )

d. Pemeriksaan Radiologi
MRI brain 13 /7/20 : Lesi metastasis os frontoparietal kiri, os frontal kanan, os
parietal kanan, yang menginfiltrasi durameter didekatnya.
Lesi metastasis os parietal kanan kiri parenkim intrakranial
tdk tampak kelainan.
Thoraks PA 10/9/20 : Progresifitas bronkopneumonia

e. Pemeriksaan lainnya
Swab pcr 10/9/20 : Hasil negatif
Kultur sputum 10/9 : Klebsiella pneumonia
PCT 28/9/20 0,37 rujukan < 0,046
CRP 28/9/20 40,48 rujukan <6

56
G. TINDAKAN DAN TERAPI

Terapi oral :

Azitromicin 500mg/24 j
Vit B complex /12 jam
Vit c 500 mg/24 jam

Terapi injeksi :

Omeprazole 40 mg/ 12 jam


Manitol 125/12 jam
Dexametason 5 mg/12 jam
Kutoin 100 mg/8 jam
Pct 1gr/8jam
Meropenem 1gr/8 jam

Nebulizer combivent+ pulmicort 4x/hari

Preceptee

TTD

( SELVYANA )

FORMAT PROSES KEPERAWATAN

1. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
Data Subyektif : Adanya jalan Bersihan jalan nafas inefektif
Data obyektif: nafas buatan
- TD: 110/70 N 100x/menit

57
P 20x/menit S 36 C
- Terpasang trakeostomi
- Suara nafas ronkhi (+)
- Sputum (+)
Data Subyektif: Agen Nyeri akut
- Pasien mengatakan nyeri pada area pencedera
luka operasi skala 4, nyeri fisik
bertambah jika pasien bergerak
- Pasien mengatakan nyeri terasa
senut-senut pada area post operasi

Data Obyektif:
- TD 110/70 mmhg N 100x/menit
P 20x/menit S 36 C
- Pasien post operasi craniotomy d7
- Terdapat luka post operasi
craniotomi
- Pasien tampak meringis kesakitan
Data Subyektif : Efek prosedur R infeksi
Data Obyektif : invasive
- TD 110/70 mmhg N 100x/menit
P 20x/menit S 36 C
- Pasien post operasi craniotomy d7
- Terdapat luka post operasi
craniotomy d7
- Terpasang infus perifer ditangan
kiri
- Terpasang infus via CVC
- Terpasang trakeostomi
- Terpasang NGT
- Leukosit : 11,37 g/dl

58
- CRP 40,48

2. PRIORITAS MASALAH
1) Bersihan jalan nafas inefektif
2) Nyeri akut
3) Resiko infeksi

59
3.PERENCANAAN

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF

Tanggal: 1/10/20 Ruangan: Melati


Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Jalan napas bersih ditandai dengan : □ Latihan Batuk Efektif
(0001) □ Batuk efektif □ Identifikasi kemampuan batuk
Definisi: ketidakmampuan □ Suara napas normal (tidak □ Monitor adanya retensi sputum
membersihkan sekret/ obstruksi jalan terdengar mengi, wheezing) □ Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
napas untuk mempertahankan jalan □ RR 12-20 kali/menit □ Edukasi batuk efektif
napas tetap paten. □ Tidak menunjukkan sianosis □ Manajemen Jalan Napas
Kriteria: □ Tidak gelisah □ Memberikan posisi semi fowler atau fowler
□ Batuk tidak efektif
□ Melakukan pengaturan posisi untuk meningkatkan
□ Tidak mampu batuk
drainage
□ Sputum berlebih □ Memberikan minum hangat
□ Mengi, Wheezing, dan/ atau □ Melakukan fisioterapi dada
rokhi kering □ Melakukan penghisapan lendir
□ Takipnea (RR >20 kali per
□ Melakukan edukasi pencegahan aspirasi
menit)
□ Pemantauan Respirasi
□ Monitor tanda vital (Tekanan Darah, Frekuensi
Napas, Denyut Nadi, Suhu, Saturasi Oksigen).
□ Monitor kedalaman, irama dan upaya napas
□ Monitor kemampuan batuk efektif
□ Monitor adanya produksi sputum
□ Melakukan auskultasi
□ Kolaborasi
□ Memberikan terapi oksigen
□ Memberikan mukolitik atau ekspektoran
□ Memberikan inhalasi
□ Melakukan penghisapan jalan napas (suction)

60
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NYERI AKUT

Tanggal: 1/10/20 Ruangan: Melati


Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut (0077) Setelah dilakukan intervensi □ Manajemen Nyeri
Definisi: selama ..................... maka Tingkat Nyeri
Pengalaman sensorik atau emosional yang (L08066) menurun, dengan kriteria hasil: Identifikasi karakteristik Nyeri
berhubungan dengan kerusakan jaringan □ Kemampuan menuntaskan aktivitas (PQRST)
aktual atau fungsional, dengan onset meningkat □ Identifikasi skala nyeri sesuai
mendadak atau lambat dan berintensitas □ Keluhan nyeri menurun waktu pemantauan
ringan hingga berat yang berlangsung kurang □ Meringis menurun □ Monitor keberhasilan terapi
dari 3 bulan. □ Sikap protektif menurun komplementer yang sudah
Kriteria: □ Gelisah menurun diberikan
□ Mengeluh nyeri □ Kesulitas tidur menurun □ Monitor efek samping penggunaan
□ Tampak meringis □ Perasaan depresi (tertekan) menurun analgetik
□ Gelisah □ Ketegangan otot menurun □ Identifikasi pengaruh nyeri pada
□ Frekuensi nadi meningkat □ Muntah mual menurun kualitas hidup
□ Sulit tidur □ Frekuensi nadi membaik □ Berikan teknik non-farmakologi
□ Tekanan darah meningkat □ Pola napas membaik untuk mengurangi nyeri (mis. teens
□ Pola napas berubah □ Tekanan darah membaik hipnosis,akupresur, teraapi musik,
□ Nafsu makan berubah terapi pijat, aromaterapi,tekni
□ Proses berpikir membaik
□ Diaforesis imajinasi terbimbing, kompres
□ Perilaku membaik
hangat atau dingin, terapi bermain)
□ Nafsu makan membaik □ Kontrol lingkungan yang
□ Pola tidur membaik memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan,penvahayaan, kebisingan)
□ Fasilitasi istirahat dan tidur
□ Jelaskan penyebab periode dan
pemicu nyeri
□ Jelaskan strategi meredakan nyeri
□ Anjurkan menggunakan analgetik

61
Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi
secara tepat
□ Kolaborasi pemberian analgetik

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


RESIKO INFEKSI
Tanggal: 1/10/20 Ruangan: Melati
Batasan Karakteristik Kriteria Hasil Intervensi
RISIKO INFEKSI (0141) Setelah dilakukan intervensi □ Pencegahan infeksi
selama ..................... maka Tingkat Infeksi □ Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Definisi:
dan sistemik
Berisiko mengalami peningkatan terserang (L014137) menurun, dengan kriteria hasil:
□ Batasi jumlah pengunjung
organisme patogenik.
□ Kebersihan tangan membaik □ Cuci tangan sebelum dan sesudah
Faktor Risiko:
□ Penyakit kronis (mis. Diabetes □ Kebersihan badan membaik kontak dengan pasien dan lingkungan
□ Nafsu makan membaik pasien
melitus)
□ Pertahankan teknik aseptik pada pasien
□ Efek prosedur invasif □ Demam menurun
berisiko tinggi
□ Malnutrisi □ Kemerahan menurun □ Jelaskan tanda dan gejala infeksi
□ Ketidakadekuatan pertahanan tubuh □ Nyeri menurun □ Ajarkan cara mencuci tangan dengan
primer, seperti kerusakan integritas
□ Bengkak menurun benar
kulit, merokok
□ Kadar sel darah putih membaik □ Ajarkan etika batuk
□ Ketidakadekuatan pertahanan tubuh
□ Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
sekunder, seperti penurunan
hemoglobin, imunosupresi, dan cairan
leukopenia, supresi respon inflamasi,

62
4.IMPLEMENTASI

Tanggal Jam No Implementasi Nama


Dx Perawat
1/10/20 14.00 1 1. Memonitor tanda-tanda vital
S : Pasien tidak ada keluhan
O:
TD : 110/70 mmhg
Nadi : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36 C Selvyana
15.00 1 2. Melakukan batuk efektif (mengidentifikasi
kemampuan batuk, memonitor adanya retensi
sputum, memonitor tanda dan gejala infeksi
saluran nafas)
S: Pasien mengatakan dapat melakukan batuk
efektif
O:
- Pasien dapat melakukan batuk efektif
- Sputum (+)
- Ronkhi (+)
- Bronkopneumoni (+) Selvyana
16.00 1 3. Manajemen Jalan Napas
(Memberikan posisi semi fowler atau fowler,
melakukan pengaturan posisi untuk
meningkatkan drainage,memberikan minum
hangat, melakukan fisioterapi dada, melakukan
penghisapan lendir)
S: Pasien mengatakan nafas terasa lega

63
O:
- Sputum berkurang
- Jalan nafas adekuat Selvyana
16.30 2 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
S:
- Pasien mengatakan nyeri pada luka post
operasi skala 4, dan nyeri bertambah jika
pasien bergerak.
- Pasien mengatakannyeri terasa senut-
senut dan terasa terus menerus
O: - klien kooperatif menceritakan keluhanya
- Pasien tampak meringis kesakitan. Selvyana
17.00 2 2. Mengkaji dampak nyeri pada kualitas hidup
S : klien mengatakan nyeri nya membuat
terbangun di malam hari
O : pasien kooperatif Selvyana
17.30 2 3. Melakukan kolaborasi :
Memberikan therapi paracetamol 1000 mg
S : pasien mengatakan nyeri berkurang
O : Pasien tampak tenang
18.00 3 1. Memonitor tanda-tanda infeksi
S : - Pasien mengatakan tidak ada demam
- Pasien mengatakan tidak ada nyeri di area
pemasangan infus
O:
- Terpasang infuse via cvc di sub
klavikula kanan
- Tetesan lancar, tidak ada kemerahan
disekitar cvc

64
- Terdapat balutan luka post operasi
craniotomy d7
- Terpasang trakeostomi, NGT
- S = 36 C
- L11,37 Selvyana
18.10 3 2. Memberikan edukasi hand hygiene kepada
klien dan keluarga
S : Pasien dan suaminya mengatakan sudah
bisa melakukan hand hygien
O : Pasien dan suami mampu mempraktekkan
cara mencuci tangan dengan langkah yang
sesuai Selvyana
18.40 3 3. Memonitor hasil laboratorium
S : tidak ada keluhan
O : Leukosit : 11,37
19.00 3 4. Melakukan kolaborasi : Memberikan injeksi Selvyana
antibiotic
S : tidak ada keluhan
O : memberikan injeksi meropenem 1g
intravena
Selvyana
2/10/20 14.00 1 1. Memonitor tanda-tanda vital
S : tidak ada keluhan
O:
TD : 120/70 mmhg
Nadi : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36 C Selvyana
15.00 1 2. Melakukan batuk efektif (mengidentifikasi
kemampuan batuk, memonitor adanya retensi
sputum, memonitor tanda dan gejala infeksi

65
saluran nafas)
S: Pasien mengatakan dapat melakukan batuk
efektif
O:
- Pasien dapat melakukan batuk efektif
- Sputum (+)
- Ronkhi (+)
- Bronkopneumoni (+) Selvyana
16.00 1 3. Manajemen Jalan Napas
(Memberikan posisi semi fowler atau fowler,
melakukan pengaturan posisi untuk
meningkatkan drainage,memberikan minum
hangat, melakukan fisioterapi dada, melakukan
penghisapan lendir)
S: Pasien mengatakan nafas terasa lega
O:
- Sputum berkurang
- Jalan nafas adekuat Selvyana
16.30 2 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
S : Klien mengatakan nyeri pada luka operasi
skala 3, nyeri terasa senut-senut dan bertambah
jika bergerak
O:
Pasien kooperatif menceritakan keluhannya Selvyana

17.00 2 2. Mengidentifikasi kesediaan, kemampuan, dan


penggunaan teknik relaksasi
S : klien mengatakan bisa melakukan teknik
tarik nafas dalam

66
O : klien kooperatif saat perawat
mendemonstrasikan teknik relaksasi tarik nafas
panjang Selvyana
17.30 2 3. Melakukan kolaborasi : pemberian analgetik
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
O : Memberikan obat PCT 1000 mg Selvyana

18.00 3 1. Memonitor tanda-tanda infeksi dan tetesan


cairan infus
S : Pasien mengatakan tidak ada nyeri di tempat
pemasangan infus/cvc
O:
- Suhu = 36 C
- Terpasang cvc di subklavikula kanan
- Tetesan lancar, tidak ada kemerahan
disekitar pemasangan cvc
- Terdapat balutan luka post operasi
craniotomi, luka tidak ada kemerahan
dan tidak ada oedem
- Terpasang trakeostomi tidak ada
tanda-tanda infeksi Selvyana

18.30 3 2. Mengevaluasi edukasi hand hygiene


kepada pasien dan keluarga
S : Pasien dan suaminya mengatakan selalu
melakukan cuci tangan
O : Pasien dan suaminya mampu
mempraktekkan cara mencuci tangan dengan
langkah yang sesuai Selvyana
19.00 3 3. Melakukan kolaborasi : pemberian

67
antibiotic
S : tidak ada keluhan
O : memberikan injeksi meropenem 1 g Selvyana
intravena
3/10/20 14.00 1 1. Memonitor tanda-tanda vital
S : tidak keluhan
O:
TD : 120/80 mmhg
Nadi : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36 C Selvyana
15.00 1 2. Melakukan batuk efektif (mengidentifikasi
kemampuan batuk, memonitor adanya retensi
sputum, memonitor tanda dan gejala infeksi
saluran nafas)
S: Pasien mengatakan dapat melakukan batuk
efektif
O:
- Pasien dapat melakukan batuk efektif
- Sputum (+)
- Ronkhi (+)
- Jalan nafas adekuat Selvyana
16.00 1 3. Manajemen Jalan Napas
(Memberikan posisi semi fowler atau fowler,
melakukan pengaturan posisi untuk
meningkatkan drainage,memberikan minum
hangat, melakukan fisioterapi dada, melakukan
penghisapan lendir)
S: Pasien mengatakan nafas terasa lega
O:
- Sputum berkurang

68
- Jalan nafas adekuat Selvyana
17.00 2 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
S : Klien mengatakan nyeri pada luka operasi
berkurang, nyeri skala 2, sudah tidak terasa
senut-senut dan hilang timbul jika pasien
bergerak Selvyana
O : Klien kooperatif menceritakan keluhanya
17.30 2 2. Melakukan kolaborasi : Memberikan obat PCT
1000 mg
S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
O : Pasien tampak tenang Selvyana

18.00 3 1. Memonitor tanda-tanda infeksi


S : - Pasien mengatakan tidak ada demam
- Pasien mengatakan tidak ada nyeri di area
pemasangan cvc
O:
- Ganti balutan CVC, tidak ada
kemerahan di area pemasangan cvc
- Ganti balutan trakeostomi, tidak ada
kemerahan disekitar pemasangan
trakeostomi
- Luka post op tampak bersih tidak ada
kemerahan dan tidak ada perdarahan Selvyana
19.00 3 2. Mengevaluasi edukasi hand hygiene kepada
Pasien dan keluarga untuk dilanjutkan di
rumah
S : Pasien mengatakan selalu melakukan cuci
tangan dengan langkah yang benar

69
O : Pasien dan suami mampu mempraktekkan
cara mencuci tangan dengan langkah yang
benar Selvyana
19.30 3 Melakukan kolaborasi pemberian antibiotik
S:
O : memberikan injeksi meropenem 1 g
intravena Selvyana

5. EVALUASI

TGL/ No DP EVALUASI/ CATATAN PERKEMBANGAN NAMA


JAM PERAWAT
1/10/20 1 S: - Pasien mengatakan sudah bisa batuk
O: - TD: 110/70 N: 90 P 20 S 36
- Pasien dapat melakukan batuk efektif
- Sputum (+)
- Ronkhi (+)
- Bronkopneumoni (+)
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan Selvyana
2 S : - Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi skala 4,
nyeri bertambah jika pasien bergerak
-Pasien mengatakan nyeri terasa senut-senut pada
luka post operasi craniotomy secara terus menerus
O : - Pasien tampak meringis kesakitan
-TD 110/70 mmhg N 100x/menit
P 20x/menit S 36 C
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan Selvyana

70
3 S : Pasien mengatakan tidak ada demam dan tidak ada
nyeri di daerah pemasangan cvc
O: - Terpasang infus via CVC di subklavikula kanan
- Tetesan lancar, tidak ada kemerahan disekitar
pemasangan CVC
- Terdapat balutan luka post operasi craniotomy d7
- Terpasang trakeostomi
- Leukosit 11,37
- Suhu 36 C
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan Selvyana
2/10/20 1 S: - Pasien mengatakan nafas terasa lega
O: - TD: 120/70 N: 100 P 20 S 36
- Pasien dapat melakukan batuk efektif
- Sputum berkurang
- Jalan nafas adekuat
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
2 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi skala 3,
nyeri terasa senut - senut dan bertambah jika bergerak
O : - Pasien kooperatif menceritakan keluhannya
- Pasien sudah dapat melakukan tekhnik relaksasi saat
nyeri
- Nadi 100x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan Selvyana
3 S : Pasien mengatakan tidak ada demam dan tidak ada
nyeri pada pemasangan infus
O - Terpasang infus via CVC di subklavikula kanan
- Tetesan lancar, tidak ada kemerahan disekitar
pemasangan CVC

71
- Terdapat balutan luka post operasi Craniotomi d7
- Terpasang trakeostomi
- Suhu 36 C
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan Selvyana
3/10/20 1 S: - Pasien mengatakan sudah bisa batuk
O: - TD: 120/80 N: 100 P 20 S 36
- Pasien dapat melakukan batuk efektif
- Sputum (+)
- Ronkhi (+)
- Jalan nafas adekuat
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan Selvyana
2 S : - Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
berkurang
- Pasien mengatakan skala nyeri 2, sudah tidak
terasa senut-senut dan hilang timbul jika pasien
bergerak
O: - Klien kooperatif menceritakan keluhanya
- Pasien dapat melakukan tekhnik relaksasi dengan
baik saat nyeri
- Nadi 100x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan Selvyana
3 S : -Pasien mengatakan tidak ada demam dan tidak ada
nyeri pada cvc
-Pasien mengatakan selalu cuci tangan dgn langkah yg
benar
O : - CVC bersih tidak ada tanda-tanda infeksi
- Luka post op tampak bersih tidak ada kemerahan dan
tidak ada perdarahan

72
- Trakeostomi bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi
- Pasien dan suami mampu mempraktekkan cara
mencuci tangan dengan langkah yang sesuai
- Suhu 36 C
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan dirumah Selvyana

73
74

Anda mungkin juga menyukai