Di Susun Oleh :
Aris Munandar, S.Kep
NPM : 2020 91 030
Dosen Pembimbing :
Ns. Dwi Yunita Rahmadhani, M.Kep
Catatan :
Tx : tumor tidak dapat ditentukan
T0 : Tidak ada tumor
T1 : tumor berdiameter terpanjang < 3 cm
T2 : tumor berdiameter terpanjang >3 cm
T3 : fikus intraglanduler multiple
T4 : tumor primer terfiksasi
G. Komplikasi
Menurut (Jurnal, Oktahermoniza, 2013) Komplikasi yang sering muncul pada kanker
tiroid adalah :
1. Perdarahan
Resiko ini minimum, namun hati-hati dalam mengamankan hemostatis dan
penggunaan drain pada pasien setelah operasi.
2. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan
embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laringeus rekurens
Ini dapat menimbulkan paralisis sebagian atau total pada laring.
4. Sepsis yang meluas ke mediastinum
Seharusnya ini tidak boleh terjadi pada operasi bedah sekarang ini,
sehingga antibiotik tidak diperlukan sebagai pofilaksis lagi.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut ( Brunner & Suddarth. 2001)
1. pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid
belum ada yang khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonon
dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada
karsinoma tiroid dapat terjadi tiroktositosis walaupun jarang. Human Tiroglobulin
(HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker dan kanker tiroid
diferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid,
namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor
residif atau tumbuh kembali (barsano). Kadar kalsitonin dalam serum dapat
ditentukan untuk diagnosis karsinoma meduler.
2. Radiologis
a. Foto X-Ray
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan
untuk melihat obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat
kalsifikasi pada massa tumor. Pada karsinoma papiler dengan badan-badan
psamoma dapat terlihat kalsifikasi halus yang disertai stippledcalcification,
sedangkan pada karsinoma meduler kalsifikasi lebih jelas di massa tumor.
Kadang-kadang kalsifikasi juga terlihat pada metastasis karsinoma pada
kelenjar getah bening. Pemeriksaan X-Ray juga dipergunakan untuk survey
metastasis pada pary dan tulang. Apabila ada keluhan disfagia, maka foto
barium meal perlu untuk melihat adanya infiltrasi tumor pada esophagus.
b. Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan
tepat, namun cara ini cenderung terdesak oleh adanya teknik biopsy aspirasi
yaitu teknik yang lebih sederhna dan murah.
c. Computerized Tomografi
CT-Scan dipergunakan untuk melihat prluasan tumor, namun tidak
dapat membedakan secara pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus
tumor tiroid
d. Scintisgrafi
Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan
cold nodule. Daerah cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini
dipergunakan juga sebagai penuntun bagi biopsy aspirasi untuk memperoleh
specimen yang adekuat.
3. Biopsi Aspirasi
Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai
prosedur diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor tiroid.
Teknik dan peralatan sangat sederhana , biaya murah dan akurasi diagnostiknya
tinggi. Dengan mempergunakan jarum tabung 10 ml, dan jarum no.22 – 23 serta
alat pemegang, sediaan aspirator tumor diambil untuk pemeriksaan sitologi.
Berdasarkan arsitektur sitologi dapat diidentifikasi karsinoma papiler, karsinoma
folikuler, karsinoma anaplastik dan karsinoma meduler.
I. Penatalaksanaan
Menurut ( Brunner & Suddarth. 2001)
1. Terapi
Terapi pilihan untuk karsinoma titoid adalah pembedahan untuk
mengangkat tumor tersebut. Tiroidektomi total atau hampir total di lakukan bila
keadaan memungkinkan. Tindakan dikseksi leher yang lebih luas di lakukan jika
metastase telah menyampai kelenjar lipe. Jaringan paratiroid di upayakan untuk
tidak terangkat guna mengurangi resiko hipokalsemia pasca operatif dan tetanus.
Sesudah pembedahan ,tindakan ablasi di laksanakan untuk melenyapkan jaringan
tiroid yang tersisa bila tumor tersebut bersifat radiosensitif. Iodium radiatif juga
meningkatkan peluang untuk menemukan metastatis tiroid di kemudian hari bila
pemeriksaan pemindai seluruh tubuh (whole bodi scan) di lakukan. Sesudah
pembedahan, hormon tiroid di berikan dengan dosis supresi untuk menurunkan
kadar TSH hingga tercapai keadaan eutiroid. Jika jaringan tiroid yang tertinggal
tidak cukup untuk menghasilkan hormon tiroid dengan jumlah memadai, maka
preparat tiroksin di butuhkan secara permanen.
Radiasi pada kelenjar tiroid atau jaringan leher dapat di lakukan beberapa
jalur : pemberian peroral dan lewat pemberian eksternal terapi radiasi. Pasien yang
mendapat sumber sumber eksternal terapi radiasi menghadapi resiko untuk
mengalami mukositis, kekeringan mulut, dispagia, kemerahan kulit, anoreksia,
dan kelelahan kemoterapi jarang di gunakan dalam pengobatan kanger tiroid.
2. Tiroidektomi
Tiroidektomi parsial atau total dapat di laksanakan sebagai terapi primer
terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme atau hipertiroidisme tipe dan luas
operasi bergantung pada hasil diagnosis, tujuan pembedahan hasil pronogsis.
Peran perawat adalah dalam penatalaksanaan Pre-Operatif, Intra Operatif dan Post
Operasi:
a. Penatalaksanaan Pre Operasi yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut:
1) Inform Concern (Surat persetujuan operasi) yang telah ditandatangani oleh
penderita atau penanggung jawab penderita
2) Keadaan umum meliputi semua system tubuh terutama system respiratori
dan cardiovasculer
3) Hasil pemeriksaan / data penunjang serta hasil biopsy jaringan jika ada
4) Persiapan mental dengan suport mental dan pendidikan kesehatan tentang
jalannya operasi oleh perawat dan support mental oleh rohaniawan
5) Konsul Anestesi untuk kesiapan pembiusan
6) Sampaikan hal-hal yang mungkin terjadi nanti setelah dilakukan tindakan
pembedahan terutama jika dilakukan tiroidectomi total berhubungan
dengan minum suplemen hormone tiroid seumur hidup.
b. Penatalaksanaan Intra Operasi Peran perawat hanya membantu kelancaran
jalannya operasi karena tanggung jawab sepenuhnya dipegang oleh Dokter
Operator dan Dokter Anesthesi.
c. Penatalaksanaan Post Operasi (di ruang sadar)
1) Observasi tanda-tanda vital pasien (GCS) dan jaga tetap stabil
2) Observasi adanya perdarahan serta komplikasi post operasi
3) Dekatkan peralatan Emergency Kit atau paling tidak mudah dijangkau
apabila sewaktu-waktu dibutuhkan atau terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan
4) Sesegera mungkin beritahu penderita jika operasi telah selesai dilakukan
setelah penderita sadar dari pembiusan untuk lebih menenangkan penderita
5) Lakukan perawatan lanjutan setelah pasien pindah ke ruang perawatan
umum.
6) Radioterapi
d. Radioterapi adalah penggunaan radiasi ion di bidang kedokteran sebagai satu
bagian pengobatan kanker dengan mengontrol pertumbuhan sel ganas.
Radioterapi digunakan sebagai terapi kuratif maupun bersifat adjuvan.
Lapangan radiasi juga mencakup jaringan limfonodus dan pembuluh darah
yang menjadi risiko utama untuk metastase tumor. Radioterapi adalah
penggunaan radiasi untuk menghancurkan sel kanker atau merusak sel tersebut
sehingga tidak dapat bermultiplikasi lagi. Walaupun radiasi ini akan mengenai
seluruh sel, tetapi umumnya sel normal lebih tahan terhadap radiasi
dibandingkan dengan sel kanker. Kegunaan radioterapi adalah sebagai berikut:
1) Mengobati :
banyak kanker yang dapat disembuhkan dengan radioterapi, baik
dengan atau tanpa dikombinasikan dengan pengobatan lain seperti
pembedahan dan kemoterapi.
2) Mengontrol :
Jika tidak memungkinkan lagi adanya penyembuhan, radioterapi
berguna untuk mengontrol pertumbuhan sel kanker dengan membuat sel
kanker menjadi lebih kecil dan berhenti menyebar.
3) Mengurangi gejala :
Selain untuk mengontrol kanker, radioterapi dapat mengurangi
gejala yang biasa timbul pada penderita kanker seperti rasa nyeri dan juga
membuat hidup penderita lebih nyaman.
4) Membantu pengobatan lainnya :
terutama post operasi dan kemoterapi yang sering disebut sebagai
“adjuvant therapy” atau terapi tambahan dengan tujuan agar terapi bedah
dan kemoterapi yang diberikan lebih efektif. Jenis radioterapi :
a) Radioterapi eksternal (radioterapi konvensional).
Pada terapi eksternal, mesin akan mengeluarkan sinar radiasi pada
tempat kanker dan jaringan sekitarnya. Mesin yang digunakan dapat
berbeda, tergantung dari lokasi kanker.
b) Radioterapi internal (Radioisotope Therapy (RIT)).
Radioterapi diberikan melalui cairan infus yang kemudian masuk ke
dalam pembuluh darah atau dapat juga dengan cara menelannya.
Contoh obat radioterapi melalui infus adalah metaiodobenzylguanidine
(MIBG) untuk mengobati neuroblastoma, sedangkan melalui oral
contohnya iodine-131 untuk mengobati kanker tiroid.
e. Kemoterapi
Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel
kanker. Walaupun obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak
merugikan sel biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat didesain
untuk mengakibatkan kerusakan yang lebih besar pada sel kanker daripada sel
biasa, biasanya dengan menggunakan obat yang mempengaruhi kemampuan
sel untuk bertambah besar. Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat adalah
ciri khas sel kanker. Tetapi, karena sel biasa juga perlu bertambah besar, dan
beberapa bertambah besar cukup cepat (seperti yang di sumsum tulang dan
garis sepanjang mulut dan usus), semua obat kemoterapi mempengaruhi sel
biasa dan menyebabkan efek samping.
Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan
selera makan, kehilangan berat badan, kepenatan, dan sel darah hitung rendah
yang menyebabkan anemia dan risiko infeksi bertambah. Dengan kemoterapi,
orang sering kehilangan rambut mereka, tetapi akibat sampingan lain
bervariasi tergantung jenis obat.
1) Mual dan Muntah:
Gejala ini biasanya bisa dicegah atau dikurangi dengan obat
(kontra-obat emesis). Mual juga mungkin dikurangi oleh makanan makan
kecil dan dengan menghindari makanan yang tinggi di serat, gas barang
hasil bumi itu, atau yang sangat panas atau sangat dingin.
2) Sel Darah Hitung rendah:
Cytopenia, kekurangan satu atau lebih tipe sel darah, bisa terjadi
karena efek racun obat kemoterapi pada sumsum tulang (di mana sel darah
dibuat). Misalnya, penderita mungkin membuat sel darah merah yang
rendah secara abnormal (anemia), sel darah putih (neutropenia atau
leukopenia), atau platelet (thrombocytopenia). Jika anemia parah, faktor
pertumbuhan spesifik, seperti erythropoietin atau darbepoietin, bisa
diberikan untuk pertambahan pembentukan sel darah merah, atau sel darah
merah bisa ditransfusikan. Jika thrombocytopenia hebat, platelet bisa
ditransfusikan untuk merendahkan risiko pendarahan.
f. Terapi Ablasi Iodium Radioaktif
Pada jaringan tiroid sehat dan ganas yang tertinggal setelah operasi,
selanjutnya diberikan terapi ablasi iodium radioaktif. Mengingat adanya
uptake spesifik iodium ke dalam sel folikuler tiroid termasuk sel ganas tiroid
yang berasal dari sel folikuler. Ada 3 alasan terapi ablasi pada jaringan sisa
setelah operasi, yaitu:
1) Merusak atau mematikan sisa fokus mikro karsinoma.
2) Untuk mendeteksi kekambuhan atau metastasis melalui eliminasi uptake
oleh sisa jaringan tiroid normal.
3) Meningkatkan nilai pemeriksaan tiroglobulin sebagai petanda serum yang
dihasilkan hanya oleh sel tiroid.
4) Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif setelah tiroidektomi total,
kadar hormone tiroid diturunkan dengan menghentikan obat L-tiroksin,
sehingga TSH endogen terstimulasi hingga mencapai kadar diatas 25-30
mU/L.
g. Terapi Supresi L-Tiroksin
Evaluasi lanjutan perlu dilakukan selama beberapa dekade sebelum
dikatakan sembuh total. Target kadar TSH pada kelompok risiko rendah untuk
kesakitan dan kematian karena keganasan tiroid adalah 0,1-0,5 mU/L, sedang
untuk kelompok risiko tinggi adalah 0,01 mU/L.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola kegiatan sehari – hari
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala:
Aneroksia, gaduh dan gelisah, kesulitan menelan, insomnia, kelemahan
berat, gangguan koordinasi
Tanda:
assa pada tiroid
2) Sirkulasi
Gejala:
Palpitasi, Perbesaran jantung, disritmia dan hipotensi, nadi turun,
kelemahan fisik
Tanda:
Peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia
saat istirahat, syok (krisis tirotoksikosis)
3) Eliminasi
Gejala:
Urine dalam jumlah banyak, diare.
4) Integritas / Ego
Gejala:
Cemas, Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda:
Ansietas peka rangsang
5) Makanan / Cairan
Gejala:
Mual dan muntah, suhu meningkat diatas 37,4ºC.Pembesaran tiroid, edema
non-pitting terutama di daerah pretibial, diare atau sembelit.
Tanda:
Pembesaran thyroid.
6) Neurosensori
Gejala:
Pusing atau pening, kelemahan, gangguan status mental dan perilaku,
seperti : bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, hiperaktif refleks
tendon dalam
Tanda:
Koma (tahap lanjut),
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala:
Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8) Pernapasan
Gejala:
Merasa kekurangan oksigen, Suara parau dan kadang sampai tak dapat
mengeluarkan suara.
Tanda:
Sesak napas, suara serak.
9) Keamanan
Gejala:
ulit kering , ulkus kulit
Tanda:
Lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan otot pernapasan.
10) Seksualitas
Gejala:
Adanya riwayat monopouse dini
Tanda:
Hilangnya tanda – tanda seks sekunder
2. Diagnose keperawatan
3. Intervensi keperawatan
4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,2012. Konsep
dan penulisan asuhan keperawatan, Yogyakarta: Graha ilmu).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien (Potter, Perry,2009. Fundamental of Nursin 7 the
Edittio).
Tahapan – tahapan evaluasi terdiri dari:
1. Mengidentifikasi kriteria dan standar evaluasi.
2. Mengumpulkan data untuk menentukan apakah kriteria dan standar telah
terpenuhi.
3. Menginterpretasi dan meringkas data.
4. Mendokumentasikan temuan dan setiap pertimbangan klinis.
5. Menghentikan, meneruskan, atau merevisi rencana perawatan.(Potter &
Perry,2009).