Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT

STROKE HEMORAGIK

Oleh :
Anindia Dwi Jayanti 21360120
Dela Sartika Ananda 21360006
Fasial Maulana Arifis 21360044
Gentha Prama Zieri 21360144
Muslim Daud Tarmizi 21360174
Shelfi Aprilia Ningsih 21360105
Siti Aulia Nur Rahmah 21360212

Preceptor :
dr. Halomoan Simon Tambunan, M.Si.Med.,Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JENDRAL AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan case report yang berjudul
“Stroke Hemorrhagic” yang disusun untuk melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Penyakit Syaraf pada RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.

Penyelesaian case report ini banyak mendapat bantuan serta motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terimakasih kepada dr. Halomoan Simon Tambunan, M.Si. Med., Sp.S selaku
pembimbing yang telah memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan referat ini. Dan juga kepada segenap staff ruang penyakit
syaraf RSUD Ahmad Yani yang senantiasa memberikan bekal ilmu pengetahuan dan
pengalaman berharga selama proses kepaniteraan klinik di RSUD Ahmad Yani Metro.

Penulis menyadari bahwa case report ini tentu tidak terlepas dari kekurangan
karena keterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan dari penulis. Maka sangat
diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat
memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Metro, Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
DAFAR GAMBAR............................................................................................ iv

BAB I. LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien................................................................................ 1


1.2 Riwayat Penyakit............................................................................. 1
1.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................ 3
1.4 Pemeriksaan Penunjang................................................................... 9
1.5 Diagnosa Kerja................................................................................ 11
1.6 Penatalaksanaan............................................................................... 11
1.7 Prognosis......................................................................................... 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak................................................................................... 14


2.2 Stroke Hemoragik............................................................................ 16

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1......................................................................................................... 14
Gambar 2.2......................................................................................................... 15

iv
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. K
Usia : 69 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Sukadana
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 4 Oktober 2021
Pukul : 09:13 wib
Tanggal Periksa : 5 Oktober2021
Pukul : 11.10 wib
No. MR : 413990

1.2 Riwayat Penyakit

Didapatkan secara alloanamnesa (dengan anak kandung pasien)


1.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan Utama : Lemah anggota gerak sebelah kanan

Onset : ±2 jam SMRS kejadian tiba – tiba saat sedang


memasak

Lokasi : Anggota gerak sebelah kanan

Kualitas : Anggota gerak sama sekali tidak dapat

1
2

A : digerakkan

Kuantitas : Aktivitas pasien dibantu sepenuhnya oleh

A : keluarga

Faktor yang Memperberat :-

Faktor yang Memperingan :-

Keluhan Tambahan : Sulit berbicara


Kesimpulan :
Ny. K 69 tahun datang ke IGD diantar oleh keluarganya dengan keluhan utama
lemah anggota gerak sebelah kanan sejak ±2 jam SMRS, kejadian tiba–tiba saat
sedang memasak. Sehingga aktivitas fisik pasien dibantu sepenuhnya oleh
keluarga. Keluhan disertai dengan sulit berbicara.

1.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan yang sama : (-)
Riwayat Kolestrol : (+)
Riwayat hipertensi : (+)
Riwayat DM : (-)
Riwayat penyakit jantung : (-)
Riwayat penyakit paru : (-)
Riwayat penyakit ginjal : (-)
Resume :
Keluarga mengatakan pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan kolestrol, tidak ada riwayat
DM, penyakit jantung, penyakit paru, dan penyakit ginjal.

1.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : (-)
Riwayat hipertensi : (+)
Riwayat DM : (-)
3

Resume :
Keluarga mengatakan tidak ada keluhan yang serupa dalam keluarga. Akan
tetapi, keluarga terdapat riwayat hipertensi. Riwayat keluarga dengan DM
disangkal.

1.2.4 Riwayat Sosio-Ekonomi

Pendidikan terakhir : SD

Pekerjaan : IRT
Merokok : (-)
Resume :
Pendidikan terakhir SD, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan riwayat
merokok disangkal.

1.2.5 BMI ( Body Mass Index )


Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 1,55 m
BB 60
BMI : 2 = = 24,9
(TB) (1,55)2
Resume : Hasil BMI 24,9 (Overweight)

1.3 Pemeriksaan Fisik


1.3.1 Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Apatis
GCS : E3,M5,V4
Tanda Vital
 TD : 159/94 mmHg
 HR : 86x/menit
 RR : 20x/menit
4

 Suhu : 36,7oC
 SpO2 : 93%
Kesimpulan : Hipertensi Grade 1

1.3.2 Status Generalis


1. Kepala
Kepala : Normochepali
Rambut : Warna hitam dan beruban, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor (+/+),
Hidung : Simetris, sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
Mulut : Asimetris, deviasi ke kiri
Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)

2. Thorax
a. Pulmo
Inspeksi : Simetris, lesi (-), venektasi (-)
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
b. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis
sinistra
Perkusi : DBN
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II regular, gallop (-), murmur (-)

3. Abdomen
Inspeksi : Simetris, jejas/kemerahan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), spleen tidak teraba, hepar tidak
5

P : teraba
Perkusi : Timpani (+)

4. Ekstremitas
Superior : jejas/kemerahan (-), edema (-/-), motorik (1/5),
CRT <2 detik
Inferior : jejas/kemerahan (-), edema (-/-), motorik (1/5),
CRT <2 detik

1.3.3 Pemeriksaan Neurologis


Kesadaran : Apatis
GCS : E3, M5, V4

1. Pemeriksaan Nervus Cranialis


a. Nervus I
Penciuman : Normosmia
b. Nervus II
Tajam Penglihatan : Normal
Lapang Penglihatan : Normal
Tes Warna : Normal
Funduskopi : tidak dilakukan
c. Nervus III, IV, VI
Ptosis : (-/-) / tidak ditemukan kelainan
Strabismus : (-/-) / tidak ditemukan kelainan
Nistagmus : (-/-) / tidak ditemukan kelainan
Eksoftalmus : (-/-) / tidak ditemukan kelainan
Gerak Bola Mata : Kanan : normal
Kiri : normal
Pupil : Diameter : 2,5 mm/2,5 mm
Bentuk : bulat/bulat
Isokor : (+/+)
Posisi : central
6

Refleks Cahaya Langsung : (+/+)


Refleks Cahaya Tidak Langsung : (+/+)
d. Nervus V
Sensibilitas : N. Ophtalmicus : Normal
N. Maxillaris : Normal
N. Mandibularis : Normal
Motorik : M. masseter : (+/+)
M. temporalis : (+/+)
M. pterygoideus : (+/+)
e. Nervus VII
Inspeksi secara Pasif
Kerutan dahi : Asimetris
Alis : Simetris
Kedipan mata : Simetris
Sulcus nasolabialis : Asimetris (sisi kanan terlihat lebih
datar)
Sudut bibir : Asimetris (sisi kanan terlihat turun
kebawah)
Inspeksi secara Aktif
Mengangkat alis : Asimetris
Menutup mata : Simetris
Meringis : Asimetris (deviasi ke kiri)
Menggembungkan pipi : Asimetris (kanan tidak menggembung)
Mencucu : Asimetris (deviasi ke kiri)
Pengecapan 2/3 anterior lidah : Normal
f. Nervus VIII
Suara gesekan jari tangan : Terdengar
Mendengarkan detik arloji : Terdengar
Tes Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Swabach : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Nervus IX dan X
7

Suara nasal : Tidak ditemukan


Posisi uvula : Ditengah
Palatum Mole : Normal
Refleks Muntah : Ada
Menelan : Normal
Pengecapan 1/3 posterior lidah: Normal
h. Nervus XI
M. sternocleidomastoideus : (+/+)
M. trapezius : (+/+)
i. Nervus XII
Menjulurkan lidah : Deviasi ke kiri
Atrofi lidah : (-)
Artikulasi : tidak ditemukan
Kesimpulan :
Parese N. VII dan XII dextra tipe central

2. Pemeriksaan Fungsi Motorik


Motorik Superior Inferior
Gerak -/+ -/+
Kekuatan Otot 1/5 1/5
Tonus -/+ -/+
Atropi -/- -/-
Refleks Fisiologis
 Bicep +/+
 Tricep +/+
 Patella +/+
 Achiles +/+
Refleks Patologis
 Hoffman Traumner -/-
 Babinski -/+
 Chadoks -/-
 Schaeffer -/-
 Gordon -/-
 Oppenheim -/-
Klonus -/- -/-
Kesimpulan : Hemiparese dextra spastika
8

3. Pemeriksaan Fungsi Sensorik


Ekteroseptif Superior Inferior
Rasa raba (+) (+)
Rasa nyeri (+) (+)
Rasa suhu panas (+) (+)
Rasa suhu dingin (+) (+)

Propioseptif Superior Inferior


Posisi (+) (+)
Vibrasi (+) (+)
Tekanan Dalam (+) (+)

4. Pemeriksaan Fungsi Saraf Autonom


PEMERIKSAAN HASIL
BAK DBN
BAB DBN

5. Pemeriksaan Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Kernig : (-)
6. Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
Tes Romberg : tidak dilakukan
Tes Tandem Gait : tidak dilakukan
Past Pointing Test : tidak dilakukan
7. Siriraj Score
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x
diastole) – (3 x penanda ateroma) – 12
= (2,5x0) + (2x0) + (2x0) + (0,1x94) – (3x1) – 12
= -5,6
9

Kesimpulan : jika hasil sisiraj score < -1 terdapat stroke non hemoragik atau stroke iskemik.

Sedangkan pada nilai anatara -1 s/d +1 itu perlu dilakukan Scanning atau pemeriksaan

penunjang lanjutan untuk mempastikan diagnosa topis pada pasien.

1.4 Pemeriksaan Penunjang


EKG

Kesan : EKG tidak ditemukan kelainan

CT Scan
10

Kesan : - ICH di putamen sinistra sampai corona radiata sinistra (estimasi


volume ICH : 10,83 ml)
- Lacunar infarct di putamen sinistra

Laboratorium
11

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN


KIMIA KLINIK
GDS 168.0 <140
UREUM 43.0 15-40
KOLESTREOL TOTAL 258.0 <200
KOLESTEROL LDL 172.2 <135
Kesimpulan : Hasil Laboratorium Dalam Batas Normal, yang mengalami peningkatan
GDS.Ureum, Kolesterol total, dan Kolesterol LDL.

1.5 Diagnosa Kerja


Diagnosis Klinis : - Parese N. VII dan XII dextra tipe central
- Hemiparese dextra spastica
Diagnosis Topis : - ICH di putamen sinistra sampai corona radiata
sinistra (estimasi volume ICH : 10,83 ml).
- Lacunar infarct di putamen sinistra
Diagnosis Etiologis : Stroke Hemoragic
Assasment 2 : Hipertensi Grade I

1.6 Penatalaksanaan
Tx
Nonmedikamentosa :
 Posisi 30º
 Diet Rendah Garam
 Konsul Rehabillitasi Medik
Medikamentosa :
 Infus RL
Mx
 Keadaan Umum
 Kesadaran
 TTV
 Defisit neurologis
Ex
 Menjelaskan mengenai penyakit yang diderita pasien, prognosis dan
terapi yang akan diberikan selama perawatan
12

 Menjelaskan mengenai pentingnya mengontrol tekanan darah

1.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak

Otak adalah jaringan yang sangat kompleks yang memiliki miliaran neuron

yang berfungsi sebagai pusat kontrol tubuh manusia. Otak terletak dalam rongga

kepala yang dilindungi membran pelapis otak yang disebut meninges. Otak manusia

memiliki berat kurang lebih 1.300-1.400 (2% dari keseluruhan berat tubuh). Bagian

utama otak dibedakan menjadi 3 yaitu otak besar (telencephalon), otak kecil

(cerebellum), dan batang otak (brainstem).

Gambar 2.1. Encephalon

2.1.1 Otak Besar ( Telencephalon )

Otak besar (telencephalon) berfungsi dalam mengotrol persepsi sadar, pikiran,

dan aktivitas motorik sadar serta mengontrol aktivitas otot dan postur dan mampu

menghambat gerakan yang tidak disengaja saat istirahat (Chalik, 2016). Otak besar

terbagi atas dua belahan. Belahan otak kiri mengatur tubuh sebelah kanan dan belahan
15

otak kanan mengatur tubuh sebelah kiri. Otak besar berfungsi sebagai pusat kegiatan -

kegiatan yang disadari seperti berpikir, mengingat, berbicara, melihat, mendengar, dan

bergerak. Otak besar terdiri atas dua badan sel syaraf dan lapisan dalam berwarna

putih berisi serabut-serabut syaraf. Kedua belahan otak besar (telencephalon) terdiri

dari empat lobus (gambar 2.2) yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda yaitu lobus

frontal berperan dalam kemampuan berbicara, kemampuan intelektual dan

kepribadian serta gerakan sadar (volunteer) otot rangka, lobus parietal berperan dalam

memahami bahasa lisan dan tertulis serta pemrosesan dan integrasi informasi

somatosensori, lobus oksipital sebagai pusat penglihatan dan lobus temporal sebagai

pusat pendengaran (Chalik, 2016).

Gambar 2.2. Telenchepalon


16

2.1.2 Otak Kecil ( Cerebellum )

Otak kecil juga terdiri dari dua belahan yaitu kanan dan kiri yang dihubungkan

oleh jembatan varol. Jembatan varol adalah serabut saraf yang menghubungkan otak

kecil bagian kiri dan kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsun tulang

belakang. Otak kecil berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan mengkoordinasi

kerja otot (Chalik, 2016).

2.1.3 Batang Otak

Batang otak merupakan lokasi inti saraf kranial yang berfungsi menerima input

sensorik dan mengawali output motorik, mengontrol proses kelangsungan hidup

seperti respirasi, sirkulasi dan pencernaan. Batang otak menghubungkan sumsun

tulang belakang ke otak besar yang terdiri dari medulla oblongata, pons, dan otak

tengah, dengan formasi reticular tersebar di seluruh batang otak. Formasi reticular

mengontrol banyak aktivitas batang otak, termasuk kontrol motoric, persepsi nyeri,

kontraksi ritme, dan siklus tidur-bangun.

2.2 STROKE HEMORAGIK

2.2.1 Definisi

Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak

secara akut dan dapat menimbulkan kematian (WHO), 2014). Stroke adalah gangguan

fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.Gangguan

fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat

(dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai daerah fokal otak yang

terganggu. Oleh karena itu manifestasi klinis stroke dapat berupa hemiparesis,
17

hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu mata, afasia atau gejala lain sesuai daerah otak

yang terganggu.

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% - 20% dari semua stroke, dapat

terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi

perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum hipertensif;

perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura

malformasi arteriovena 11 (MAV), trauma, penyalahgunaan kokain, amfetamin,

perdarahan akibat tumor otak, infark hemoragik, penyakit perdarahan sistemik termasuk

terapi antikoagulan (Price & Wilson, 2012).

2.2.2 Epidemologi

Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner

dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian

disebabkan oleh stroke (American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015).

Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal

dan sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Stroke merupakan

penyebab utama kecacatan yang dapat dicegah (Ralph et all, 2013).

Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperlihatkan bahwa

stroke merupakan penyebab kematian nomor satu pada pasien yang dirawat di rumah

sakit. Menurut Yayasan Stroke Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500.000

penduduk mengalami serangan stroke dan 25% di antaranya (125.000 penduduk)

meninggal, sisanya mengalami cacat ringan maupun berat. Di Indonesia,

kecenderungan prevalensi stroke per 1000 orang mencapai 12,1 dan setiap 7 orang

yang meninggal, 1 diantaranya terkena stroke (Depkes, 2013).


18

Pada suatu survei di RS Vermont, stroke pada usia muda merupakan 8,5% dari

seluruh pasien rawat; stroke perdarahan intraserebral didapatkan pada 41% pasien,

dengan penyebab tersering adalah aneurisma, AVM (arteriovenous malformation),

hipertensi, dan tumor. Perdarahan subaraknoid didapatkan pada 17% pasien, dan

stroke iskemik terjadi pada 42% pasien. Angka kejadian stroke iskemik pada usia di

bawah 45 tahun hanya sekitar 5% dari seluruh kejadian dari stroke iskemik (Primara

& Amalia, 2015).

2.2.3 Etiologi

Stroke hemoragik 6 hingga 7 persen terjadi akibat adanya perdarahan

subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan masuk ke ruang

subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma otak atau AVM

(malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor

resiko dari penyakit ini. Perdarahan subaraknoid bisa berakibat pada koma atau

kematian.Pada aneurisma otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi

kongenital atau akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek lapisan tengah

dinding arteri (Terry & Weaver, 2013).

2.2.4 Klasifikasi

Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak

terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak,

sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan (stroke hemoragik),

disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid.

a. perdarahan intracranial

pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm akibat

hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak atau


19

pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada

pembuluh darah otak tersebut.

b. Perdarahan subarakhnoid

Pecahnya aneurysma kongenital pembuluh arteri otak di ruang

subarakhnoidal (Misbach, 2007).

2.2.5 Patofisiologi

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen.

Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan embolus, maka

mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat

mengarah pada gejalan yang dapat menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-

neuron. Area nekrotik kemudian disebur infark. Kekurangan oksigen pada awalnya

mungkin akibat iskemia mum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia

karena akibat proses anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena embolus

dapat mengakibatkan akibat dari bekuan darah, udara, palque, ateroma fragmen

lemak. Jika etiologi stroke adalah hemorrhagi maka faktor pencetus adalah hipertensi.

Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi ruptur dan dapat menyebabkan

hemorrhagi (Wijaya & Putri, 2013)

Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia dan infark

sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah serangan pertama

sehingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan

kematian pada area yang luas.Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena

dan luasnya saat terkena (Wijaya & Putri, 2013).

Bila terjadi kerusakan pada otak kiri, maka akan terjadi gangguan dalam hal

fungsi berbicara, berbahasa, dan matematika (Farida & Amalia, 2009).


20

Akibat penurunan CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari jangkauan

aliran darah, yang mengangkut O2 dan glukose yang sangat diperlukan untuk

metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu tidak berfungsi lagi dan

karena itu timbullah manifestasi defisit neurologik yang biasanya berupa

hemiparalisis, hemihipestesia, hemiparestesia yang bisa juga disertai defisit fungsi

luhur seperti afasia (Mardjono & Sidharta, 2014).

Apabila arteri serebri media tersumbat didekat percabangan kortikal utamanya

(pada cabang arteri) dapat menimbulkan afasia berat bila yang terkena hemisfer

serebri dominan bahasa (Mutaqin, 2011).

Lesi (infark, perdarahan, dan tumor) pada bagian posterior dari girus

temporalis superior (area wernicke) menyebabkan afasia reseptif, yaitu klien tidak

dapat memahami bahasa lisan dan tertulis, kelainan ini dicurigai bila klien tidak bisa

memahami setiap perintah dan pertanyaan yang diajukan. Lesi pada area fasikulus

arkuatus yang menghubungkan area wernicke dengan area broca mengakibatkan

afasia konduktif, yaitu klien tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan sulit

menyebutkan nama-nama benda tetapi dapat mengikuti perintah. Lesi pada bagian

posterior girus frontalis inferoior (broca) disebut dengan afasia eksprektif yaitu klien

mampu mengerti terhadap apa yang dia dengar tetapi tidak dapat menjawab dengan

tepat, bicaranya tidak lancar (Mutaqin, 2011).

2.2.6 Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang

terkena.

1) Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran

menempatkan posisi.
21

2) Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan memori.

3) Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan.

4) Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi, fungsi fisik,

intelektual.

2.2.7 Faktor resiko

Ada dua jenis faktor risiko stroke berdasarkan kejadiannya yaitu factor risiko

yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) dan factor risiko yang dapat

dimodifikasi (modifiable risk factors). Faktor risiko yang tidak dimodifikasi seperti

usia, ras, gender, genetik atau riwayat keluarga yang menderita stroke. Sedangkan

faktor risiko yang dapat dimodifikasi berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung,

diabetes mellitus, obesitas, alcohol, dan dislipidemia.

1. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi

a. Hipertensi

Hipertensi adalah faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi.

Hipertensi sering kali disebut the silent killer karena dapat

meningkatkan risiko stroke 7 kali lipat, dan hipertensi borderline

meningkatkan risiko 1,5 kali lipat. Studi observasi yang melibatkan

lebih dari 1 juta sebjek yang memperlihatkan bahwa kematian karena

penyakit jantung dan stroke meningkat secara linear dari tingkat

serendah 115 mmHg tekanan darah sistolik dan 75 mmHg tekanan

darah diastolik. Peningkatan tekanan darah yang terjadi secara cepat

dapat mengakibatkan kerusakan organ semakin parah dan

memperburuk kondisi klinis neurologic pasien.Pasien hipertensi


22

mempunyai peluang besar 4.117 kali menderita stroke dibandingkan

pasien non hipertensi.

b. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko kuat terjadinya infark miokard

dan kematian mendadak.Kandungan nikotin dan zat senyawa kimia

berbahaya yang terdapat pada rokok juga memberikan peluang besar

bagi seseorang untuk menderita hipertensi, terutama bagi perokok aktif.

Zat rokok yang terhirup dan masuk ke dalam tubuh akan meningkatkan

risiko penyakit diabetes mellitus, serangan jantung dan stroke. Merokok

juga dapat menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah,

memninggikan level fibrinogen, mendorong agregasi platelet,

meninggikan tekanan darah, menaikkan hematokrit dan menurunkan

HDL (PERDOSSI, 2011).

c. Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang disebabkan

adanya plak yang menumpuk di dalam arteri coroner yang mensuplai

oksigen ke jantung dan terjadinya peningkatan kadar trigliserida dan

kolesterol akan memicu munculnya thrombosis plak pada pembuluh

darah. Penyakit ini termasuk bagian dari penyakit kardiovaskuler yang

paling umum terjadi.Penyakit kardiovaskuler merupakan gangguan dari

jantung dan pembuluh darah termasuk stroke.Risiko stroke emboli dari

jantung meningkat dengan bertambahnya umur, karena meningkatnya

prevalensi fibrilasi atrial pada lansia. Semakin tua usia maka semakin
23

besar timbulnya plak yang menempel di dinding dan menyebabkan

gangguan aliran darah yang melewatinya (WHO, 2019).

d. Diabetes Melitus

Menurut Riskerdas (2018) diabetes mellitus merupakan factor

risiko stroke yang dominan.Diabetes mellitus dapat meningkatkan

risiko penyakit jantung, termasuk jantung coroner.Orang dewasa yang

menderita diabetes mellitus berisiko 2 sampai 4 kali lebih besar terkena

penyakit jantung daripada orang yang tidak menderita diabetes

mellitus.orang yang menderita diabetes mellitus cenderung lebih cepat

mengalami degradasi dari endotel sehingga timbul proses penebalan

membrane basalis dari kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria

sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung. Dengan adanya

resistensi glukosa, maka glukosa dalam darah akan meningkat. Hal ini

akan meningkatkan kekentalan darah sehingga kecenderungan untuk

terjadinya aterosklerosis akan meningkat (AHA, 2019).

e. Obesitas

Obesitas dapat mengakibatkan stroke, namun tidak terjadi secara

langsung. Obesitas merupakan factor risiko yang dapat meningkatkan

tekanan darah, kadar trigliserida, kolesterol, resistensi glukosa,

penggumpalan darah. Hal tersebut jika terjadi pada arteri coroner akan

menimbulkan penyakit jantung coroner (AHA,2019). Obesitas dapat

terjadi pada anak maupun dewasa yang dapat meningkatkan risiko

kardiovaskular.Overweight atau obesitas merupakan salah satu factor

risiko yang dapat 19 meningkatkan tekanan darah, sindroma nefrotik,


24

abnormalitas ketebalan dinding pembuluh darah, disfungsi endotel dan

hipertrofi ventrikel kiri. Pada penelitian ini dijumpai, peningkatan

massa ventrikel kiri pada kelompok everweight atau obesitas dapat

mempengaruhi peningkatan tekanan ventrikel kanan dan menyebabkan

abnormalitas ventrikel kanan, namun disamping itu juga dijumpai

peningkatan signifikan stroke volume pada remaja obesitas yang

mengindikasikan beban kerja jantung.

f. Alkohol

Konsumsi alkohol dalam dosis berlebihan da jangka panjang

(abuse alcohol) akan memudahkan terjadinya stroke, karena lakohol

memiliki efek pada metabolisme kolesterol lipoprotein densitas tinggi

(HDL-C), kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL-C) dan

trigliserida serta tekanan darah.

g. Dislipidemia

Dislipidemia merupakan kondisi dimana kadar lemak dalam

darah terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar HDL kolestetol rendah

sama bahanya dengan kadar LDL kolesterol terlalu tinggi yang dapat

meningkatkan risiko terjadinya pembekuan darah dalam arteri karotis

yang dapat menyebabkan risiko stroke. Kadar HDL kolesterol yang

terlalu rendah diiringi kadar LDL kolesterol yang tinggi dapat memicu

pembentukan plak dalam pembuluh arteri, dan berpotensi menghambat

aliran darah ke semua organ dan otak.


25

2. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi

a. Usia

Usia merupakan factor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Usia

sebagai salah satu sifat karakteristik tentang orang, yang merupakan

variable yang cukup penting karena cukup banyak penyakit yang

ditemukan dengan berbagai variasi frekuensi yang disebabkan karena

usia. Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan usia

yang berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ tubuh

mengalami penurunan fungsi tubuh termasuk pembuluh darah otak.

Pembuluh darah otak menjadi tidak elastis terutama bagian endotek

yang mengalami penebalan pada bagian intima, 20 sehingga

mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin sempit dan berdampak

pada penerunan aliran darah ke otak.

b. Jenis Kelamin

Stroke lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria,

karena wanita hidup lebih lama daripada pria dan stroke lebih sering

terjadi pada usia yang lebih tua. Setiap tahun, sekitar 55.000 stroke

lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, tetapi 21 insiden

stroke lebih tinggi pada pria daripada wanita pada usia yang lebih

muda. Selain itu, wanita dua kali lebih mungkin meninggal karena

stroke daripada kanker payudara setiap tahunnya. Pada tahun 2006,

terdapat suatu penelitian yang mengatakan bahwa wanita dengan usia

45 tahun dan lebih tua menunjukkan penurunan signifikan terhadap

stroke iskemik, ketika wanita dapat mempertahankan gaya hidup yang


26

sehat seperti tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman yang

beralkohol, menjaga berat badan rata-rata mereka sesuai dengan tinggi

badan mereka, serta olahraga teratur dan diet sehat.

c. Riwayat Keluarga

Jika anggota keluarga pernah mengalami stroke, maka risiko

terkena stroke juga semakin tinggi.Sehingga riwayat keluarga juga

merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit kronis pada seseorang.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan stroke,

letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan, serta luas

jaringan otak yang mengalami kerusakan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).

1) CT-Scan

Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark

(Wijaya & Putri, 2013)

2) Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)

Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau

hemoragik (Oktavianus, 2014). MRI mempunyai banyak keunggulan

dibanding CT dalam mengevaluasi stroke, MRI lebih sensitif dalam

mendeteksi infark, terutama yang berlokasi dibatang otak dan serebelum

(Farida & Amalia, 2009).

3) Pemeriksaan magnetic resonance angiography (MRA)

Merupakan metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis dan

sirkulasi serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi (Hartono, 2010).


27

4) Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial

Mengukur aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah

stenosis di dalam arter karotis dan arteri 23 vetebrobasilaris selain

menunjukan luasnya sirkulasi kolateral.Kedua pemeriksaan ini dapat

digunakan untuk mengkaji perburukkan penyakit vaskular dan

mengevaluasi efek terapi yang ditimbulkan pada vasospasme, seperti yang

terjadi pada perdarahan subaraknoid.Angiografi serebral merupakan

prosedur invasif yang menggunakan media kontras untuk menunjukan

pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis, oklusi atau

aneurisma.Pemeriksaan aliran darah serebral membantu menentukan

derajat vasopasme (Hartono, 2010).

5) Pemeriksaan lumbal pungsi

Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan (Oktavianus,

2014). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA,

sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah

menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial (Wijaya

& Putri, 2013).

6) Pemeriksaan EKG

Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli

dicurigai terjadi (Hartono, 2010).

7) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal, kadar

glukosa, lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk membantu

menegakan diagnose (Hartono, 2010).


28

8) EEG (Electro Enchepalografi)

Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin

memperlihatkan daerah lesi yang spesifik (Wijaya & Putri, 2014).

9) Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

perdarahan, obtruksi arteri, oklusi/ruptur (Wijaya & Putri, 2013).

10) Sinar X tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang

berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada

trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan

sub arachnoid (Wijaya & Putri, 2013).

11) Pemeriksaan foto thorax

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran

ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada

penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daer

ah berlawanan dari masa yang meluas (Doengoes, 2000) (Wijaya & Putri,

2013).

2.2.9 Penatalaksanaan

Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat berupa terapi farmasi,

radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Upaya ini ditujukan untuk menurunkan

kecacatan dan kematian akibat stroke, dan upaya ini harus dilakukan pada fase akut,

yang biasa disebut “time is brain”. Serangan stroke akut merupakan keadaan darurat

yang harus segera ditangani. Terapi stroke harus dimulai sedini mungkin, agar tidak

terjadi kecacatan dan kematian. Strategi pengobatan tertuju pada tatalaksana modifikasi
29

faktor risiko melalui perubahan gaya hidup (diet, olahraga), berhenti merokok, operasi

karotis pada risiko tinggi, dan terapi antihipertensi, antihiperlipidemia, antikoagulan

atau antiplatelet.

Pada stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah kerusakan sekunder

dengan mengendalikan tekanan intrakranial dan vasospasme, serta mencegah

perdarahan lebih lanjut (Hartono, 2010).

a. Farmakologis

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,

tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan

2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin

intraarterial.

3. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan peran

sangat penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi. Antiagresi

trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan

agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

4. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau

memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem

kardiovaskuler (Mutaqin, 2011)

Anda mungkin juga menyukai