Anda di halaman 1dari 30

Referat

TERAPI HIPERTENSI DENGAN ARB

Disusun oleh:

Shelfi Aprilia Ningsih (21360105)

Pembimbing:

dr.Slamet Widodo,Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSU MUHAMMADIYAH

METRO FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul
“TERAPI HIPERTENSI DENGAN ARB”

Oleh:

Shelfi Aprilia Ningsih (21360105)

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan

Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSU Muhammadiyah metro periode

20 Desember 2021 – 27 Februari 2022.

Metro, 9 Februari 2022

dr. Slamet Widodo,Sp.PD


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Terapi Hipertensi Dengan ARB”

Referat ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian


Ilmu Penyakit Dalam RSU Muhammadiyah Metro, Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Slamet Widodo,Sp.PD


selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat


ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Metro,9 Februari 2022


DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................I

KATA PENGANTAR ..................................................................................................II

DAFTAR ISI .................................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................IV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................V

2.1 HIPERTENSI ............................................................................................................6

2.1.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI...........................................................................6

2.1.2 PATOFISIOLOGI................................................................................................9

2.2 ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKER ..........................................................11

2.2.1 MACAM-MACAM ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKER.....................14

2.2.2 EFEK SAMPING ..................................................................................................20

2.3 PENGGUNAAN ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKER............................20

BAB III KESIMPULAN................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang ditandai peningkatan tekanan

darah secara kronis. Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian paling

sering di dunia. Hampir satu miliar orang di dunia berisiko terkena kegagalan

jantung, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan kebutaan akibat hipertensi.

Hipertensi terjadi ketika volume darah meningkat dan / atau saluran darah

menyempit, sehingga membuat jantung memompa lebih keras untuk menyuplai

oksigen dan nutrisi kepada setiap sel di dalam tubuh. Tekanan darah diukur

berdasarkan tekanannya terhadap dinding pembuluh darah (yang besarannya

dinyatakan dalam mmHg). Jika tekanan darah melebihi tingkat yang normal,

maka resiko kerusakan bisa terjadi pada organ organ vital di dalam tubuh seperti

jantung, ginjal, otak, dan mata. Hal ini meningkatkan resiko kejadian yang bisa

berakibat fatal seperti serangan jantung dan stroke.Hipertensi dapat disebabkan

oleh berbagai faktor dan sering kali berbeda-beda pada tiap individu. Penanganan

hipertensi sendiri lebih ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas

pasien. Dengan pengobatan atau pengontrolan tekanan darah, maka berbagai

komplikasi yang dapat dipicu oleh hipertensi dapat dicegah. Salah satu macam

obat yang digunakan untuk mengatasi dan mengendalikan hipertensi adalah

angiotensin receptor blocker (ARB).

Angiotensin receptor blocker (ARB) merupakan salah satu obat anti

hipertensi yang bekerja dengan cara menurunkan tekanan darah melalui sistem

renin-angiotensin-aldosteron. ARB mampu menghambat angiotensin II berikatan

dengan reseptornya, sehingga secara langsung akan menyebabkan vasodilatasi,

penurunan produksi vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron. Ketiga efek


ini secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan tekanan darah.

Mengingat pentingnya manfaat ARB terhadap hipertensi, maka pada

makalah ini akan dipaparkan semua hal yang berkenaan dengan hipertensi dan

ARB sebagai salah satu obat untuk menanggulanginya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Pengertian dan Klasifikasi

Definisi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan

diastolik lebih dari 90 mmHg . Level tekanan darah haruslah disetujui untuk

evaluasi dan terapi pasien dengan hipertensi. Mengingat risiko berbagai penyakit

dapat meningkat akibat hipertensi yang berlangsung terus-menerus, maka perlu

adanya sistem klasifikasi yang esensial untuk dijadikan dasar diagnosis dan terapi

hipertensi. Berdasarkan rekomendasi Seventh Report of the Joint National

Commitee of Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure (JNC VII). Klasifikasi tekanan darah pada tabel dimaksudkan setiap

tekanan yang terukur (tekanan rata-rata) pada dua kali atau lebih pengukuran,

dalam posisi duduk. Keadaan prehipertensi tidak dimasukkan ke dalam kategori

penyakit, namun perlu diingat bahwa keadaan tersebut berisiko tinggi untuk

berkembang ketahap hipertensi. Dengan demikian, bila ditemukan pasien dengan

prehipertensi, maka perlu segera dicari faktor risikonya dan sedapat-dapatnya

faktor risiko tersebut dimodifikasi.

Klasifikasi menurut JNC VII, tekanan darah dibagi dalam tiga klasifikasi

yakni normal, pre-hipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2 .

Klasifikasi ini berdasarkan pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran

tekanan darah yang baik, yang pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk

dalam setiap kunjungan berobat.


Menurut JNC VII tidak menggolongkan derajat hipertensi berdasarkan faktor

risiko atau kerusakan organ target, namun JNC VII lebih menekankan bahwa

setiap pasien dengan hipertensi (baik derajat 1 maupun 2) perlu diterapi,

disamping modifikasi gaya hidup. Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan

sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90

mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering

ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap

orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat

sampai usia 80tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60

tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Pada

pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah

menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai

faktor resiko dan sebaiknya diberikan perawatan.


Klasifikasi TDS* TDD Modifika Obat Awal
* si
Tekanan mmH Tanpa Dengan
Darah g mmH Gaya Indikasi
g Hidup Indikasi

Normal < 120 < 80 Anjuran Tidak Perlu Gunakan obat


menggunakan yang spesifik
Pre-Hiperte 120-13 80-89 Ya
obat dengan indikasi
nsi 9
antihipertensi (resiko). ‡
Hipertensi 140-15 90-99 Ya Untuk semua Gunakan obat
9 kasus gunakan yang spesifik
Stage 1
diuretik jenis dengan indikasi
thiazide, (resiko).‡Kemud
pertimbangkan ian tambahkan
ACEi, ARB, BB, obat
CCB, atau antihipertensi
kombinasikan (diretik, ACEi,
ARB, BB,
Hipertensi >160 >100 Ya Gunakan CCB) seperti
kombinasi 2 obat yang dibutuhkan
Stage 2
(biasanya diuretik
jenis thiazide dan
ACEi/ARB/BB/C
CB

Tabel 2.1 Klasifikasi dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi pada

Orang Dewasa

2.1.1 Patofisiologi

Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks

adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting

pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan

mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus

ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, 2008).


Gambar 2.1. Patofisiologi hipertensi.

(Sumber: Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009)

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi

dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan

dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu

tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks.

Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut,

yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan atau ketahanan periferal.

Selengkapnya dapat dilihat pada bagan.

Hipertensi dipengaruhi oleh CO dan tahanan perifer. Sementara, CO

dipengaruhi oleh stroke volume dan heart rate. CO yang meningkat akan

mempengaruhi tahanan perifer. Ketika CO naik, pembuluh darah akan melakukan

autoregulasi dengan vasokonstriksi sehingga mencegah terjadinya hiperperfusi

jaringan. Dalam pengaturan CO terutama stroke volume sangat dipengaruhi oleh


RAA system pada ginjal.

RAA system merupakan system pada ginjal yang berpengaruh terhadap

tekanan darah. RAA bisa aktif dimulai dari pengeluaran renin oleh sel

jukstaglomerulus karena adanya penurunan laju filtrasi yang salah satunya

disebabkan oleh stenosis arteri renalis.

Renin yang keluar akan mengubah angiotensinogen plasma menjadi

angiotensin I, kemudian angiotensin I diubah oleh ACE menjadi angiotensin II.

Angiotensin II inilah yang bermakna, yaitu berikatan dengan reseptor AT1 akan

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang imbasnya meningkatkan

pula tahanan perifer. Selain itu, angiotensin II akan menginduksi peningkatan

aldosteron yang akan diikuti peningkatan mineralokortikoid sehingga

meningkatkan reabsorbsi natrium. Natrium yang terakumulasi dalam pembuluh

darah akan meningkat sehingga akan menarik air pada ruang intertisial melalui

mekanisme osmolaritas, sehingga volume darah meningkat dan menyebabkan

tekanan darah meningkat.

Tahanan perifer meningkat akan menyebabkan tekanan darah meningkat.

Peningkatan tahanan perifer pada arteriol yang sering. Lumen mengecil

setengahnya maka terjadi peningkatan tahanan perifer 16 kali lebih tinggi.

Lumen mengecil salah satu penyebabnya oleh plak yang bakal jadi thrombus.

2.2 Angiotensin-Receptor Blocker

Sejak lebih kurang 100 tahun yang lalu, dengan ditemukannya renin,

Tigerstedt dan Bergman mulai membahas hubungan hipertensi dengan ginjal.

Percobaan Goldblatt (1934) menunjukkan bahwa hipertensi dapat diinduksi

dengan melakukan unilateral clamp arteri renalis. Tahun 1940 ditemukan pressor
agent yang sebenarnya berperan dalam rangkaian renin, yang kemudian diberi

nama Angiotensin. Kemudian berhasil diidentifikasi dua bentuk angiotensin yang

dikenal, yaitu Angiotensin I dan Angiotensin II.

Enzim yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II disebut dengan

Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Rangkaian dari seluruh sistem renin

sampai dengan angiotensin II inilah yang dikenal dengan Renin-Angiotensin-

Aldosteron System (RAS).

Timbulnya iskemia general atau lokal akan mengaktivasi kedua sistem

RAS, baik lokal maupun sistemik. RAS general akan berperan dalam regulasi

sistem kardiovaskuler/hemodinamik dalam jangka waktu singkat dan cepat.

Aktivasi RAS sistemik ini akan menyebabkan pemulihan tekanan darah dan

homeostasis kardiovaskuler. Sedangkan aktivasi RAS lokal akan meregulasi

dalam jangka waktu yang lebih panjang dan homeostasis kardiovaskuler lewat

aktivasi angiotensin jaringan dan degradasi bradikinin.


Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktor. Secara prinsip terjadi

akibat peningkatan cardiac output/curah jantung atau akibat peningkatan

resistensi vaskuler karena efek vasokonstriksi yang melebihi efek vasodilatasi.

Peningkatan vasokonstriksi dapat disebabkan karena efek alpha adrenergik,

aktivasi berlebihan dari sistim RAS atau karena peningkatan sensitivitas arteriole

perifer terhadap mekanisme vasokonstriksi normal.

Pengaturan tonus pembuluh darah (relaksasi & konstriksi) dilakukan melalui

keseimbangan dua kelompok vasoaktif, yaitu vasoconstriction agent dan

vasodilatation agent. Sistem RAS mempunyai hubungan yang erat dengan

patogenesis timbulnya dan perjalanan hipertensi. Angiotensin II yang merupakan

mediator utama dari RAS berikatan dengan resep-tornya di jaringan reseptor ini

dikenal dengan reseptor AT. Ada beberapa tipe reseptor, tetapi yang terpenting

adalah reseptor AT1 dan AT2 .


Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat yang

memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II dengan

reseptornya, yaitu pada reseptor AT1 secara spesifik. Semua kelompok ARB

memiliki afinitas yang kuat ribuan bahkan puluhan ribu kali lebih kuat dibanding

angiotensin II dalam berikatan dengan reseptor AT1. Akibat penghambatan ini,

maka angiotensin II tidak dapat bekerja pada reseptor AT1, yang secara langsung

memberikan efek vasodilatasi, penurunan vasopressin, dan penurunan

aldosteron, selain itu, penghambatan tersebut juga berefek pada penurunan

retensi air dan Na dan penurunan aktivitas seluler yang merugikan (misalnya

hipertrofi). Sedangkan Angiotensin II yang terakumulasi akan bekerja di reseptor

AT2 dengan efek berupa vasodilatasi, antiproliferasi. Sehingga pada akhirnya

rangsangan reseptor AT2 akan bekerja sinergistik dengan efek hambatan pada

reseptor AT1.

2.2.1 Macam-macam Angiotensin-Receptor Blocker

Berbagai obat yang termasuk ke dalam golongan ARB telah banyak

dipublikasikan dan dipasarkan. Beberapa obat ARB yang ada, antara lain:
 Valsartan

Valsartan merupakan prototipe ARB dan keberadaannya cukup mewakili

seluruh ARB. Valsartan bekerja pada reseptor AT1 secara selektif, sehingga

diindikasikan untuk mengatasi hipertensi. Valsartan memiliki rumus kimia

C24H29N5O3 dengan berat molekul 435,519 g/mol. Bioavailabilitas valsartan

adalah sebesar 25% dengan 95% terikat protein. Waktu paruh valsartan adalah 6

jam, dan kemudian diekskresikan 30% melalui ginjal dan 70% melalui bilier.

Valsartan terdapat dalam kemasan tablet 40 mg, 80 mg, 160 mg, dan

320 mg, menyesuaikan rentang dosis harian yang direkomendasikan, yaitu 40 –

320 mg per hari. Nama dagang valsartan, antara lain diovan dan valtan. Pada

tahun 2005, diovan telah digunakan lebih dari 12 juta orang di Amerika Serikat

saja. Studi yang dipublikasikan oleh Journal of Clinical Investigation

menunjukkan adanya efek pencegahan dan pengobatan terhadap alzheimer,

meskipun hal itu masih sebatas penelitian. Obat ini dapat menurun efektivitasnya

hingga 40% bila diberikan bersama makanan.

 Telmisartan

Telmisartan merupakan salah satu ARB yang digunakan sebagai


antihipertensi. Telmisartan dipasarkan dengan nama dagang Micardis (Boehringer

Ingelheim), Pritor or Kinzal (Bayer Schering Pharma), Telma (Glenmark Pharma)

dan Teleact D by (Ranbaxy). Telmisartan memiliki rumus kimia C33H30N4O2

dengan berat molekul 514,617 g/mol. Bioavailabilitas telmisartan adalah sebesar

42% hingga 100% dengan lebih dari 99,5% berikatan dengan protein. Waktu

paruh telmisartan adalah 24 jam, dan kemudian diekskresikan hampir seluruhnya

melalui feses.

Secara farmakologis, kinerja telmisartan tidak jauh berbeda dengan kelompok

ARB lainnya, yaitu dengan mengikat reseptor AT1. Afinitas telmisartan terhadap

reseptor AT1 cukup tinggi dan merupakan yang tertinggi di kelompoknya.

Reduksi tekanan darah terjadi akibat relaksasi otot polos pembuluh darah,

sehingga terjadi vasodilatasi.

 Losartan

Losartan merupakan salah satu ARB yang diindikasikan untuk hipertensi.

Selain itu, losartan juga dapat memperlambat progresivitas nefropati diabetik

dan kelainan ginjal lain pada pasien diabetes melitus tipe II, hipertensi, dan

mikroalbuminuria (>30 mg/hari) atau proteinuria (> 900 mg.hari). Losartan

merupakan ARB pertama yang dipasarkan secara luas dengan nama dagang

Cozaar (Merc & Co). Losartan memiliki rumus kimia C22H23ClN6O dengan

berat molekul 422,91 g/mol. Bioavailabilitas losartan adalah sebesar 25% hingga
35%. Metabolisme losartan terjadi di hepar dengan bantuan enzim sitokrom

p450 CYP2C9 dan CYP3A4. Waktu paruh telmisartan adalah 1,5 hingga 2 jam,

tetapi memiliki metabolit aktif asam 5-karboksilat yang dapat bekerja dalam 6

hingga 8 jam. Metabolit aktif ini juga memiliki efektivitas blocking reseptor

AT1 10 hingga 40 kali lebih kuat dibanding bahan induknya, losartan. Losartan

kemudian diekskresikan 13% - 25% melalui ginjal dan 50% - 60% melalui

bilier.

Meskipun losartan jarang digunakan sebagai terapi first-line untuk hipertensi

akibat harganya yang relatif lebih mahal dibanding diuretik atau beta bloker,

losartan ternyata dapat dijadikan sebagai terapi first-line untuk hipertensi dengan

risiko kardiovaskular event. Wiki osa2 Losartan juga terdapat dalam kombinasi

dengan diuretik tiazid dosis rendah dan dipasarkan dengan nama dagang

Hyzaar (Merck). Losartan akhir-akhir ini diteliti mengenai efektivitasnya dalam

menekan reseptor TGF-β tipe I dan II pada ginjal diabetik, yang diasumsikan

bertanggung jawab dalam efek proteksi ginjal pada pasien diabetes.

 Irbesartan

Irbesartan digunakan terutama untuk menangani hipertensi. Irbesarta

dikembangkan pertama kali melalui riset Sanofi, dan kemudian

dipasarkan oleh sanovi-aventis dan Bristol-Myers Squibb dengan nama

dagang Aprovel, Karvea, dan Avapro. Irbesartan memiliki rumus kimia


C25H28N6O dengan berat molekul 428,53 g/mol. Bioavailabilitas

irbesartan adalah sebesar 60% hingga 80%. Waktu paruh irbesartan

adalah 11-15 jam, dan kemudian diekskresikan 20% melalui ginjal dan

sisanya melalui feses.

Selain sebagai antihipertensi, irbesartan juga mampu menghambat

progresivitas nefropati diabetik, mikroalbuminuria, atau proteinuria pada

penderita diabetes melitus. Irbesartan juga terdapat dalam formula kombinasi

dengan diuretik tiazid dosis rendah, yang ditujukan untuk meningkatkan efek

antihipertensinya. Kombinasi ini tersedia dalam berbagai nama dagang, seperti

CoAprovel, Karvezide, Avalide, dan Avapro HCT.

 Olmesartan

Olmesartan (Benicar, Olmetec) merupakan salah satu ARB untuk hipertensi.

Olmesartan bekerja dengan memblokade ikatan angiotensin II dengan reseptor

AT1 sehingga akan merelaksasi otot polos vaskular. Dengan blokade tersebut,

olmesartan akan menghambat feedback negatif terhadap sekresi renin. Olmisartan

memiliki rumus kimia C29H30N6O6 dengan berat molekul 558,585 g/mol.

Bioavailabilitas Olmisartan adalah sebesar 26% dengan metabolisme terjadi di

hepar dan tidak hilang dengan hemodialisis. Waktu paruh Olmisartan adalah 13

jam, dan kemudian diekskresikan 40% melalui ginjal dan 60% melalui bilier.

Olmesartan tersedia dalam bentuk tablet 5 mg, 20 mg, dan 40 mg. Dosis

normal yang dianjurkan untuk dewasa (termasuk lanjut usia dan kerusakan hepar

dan ginjal ringan) adalah 20 mg/hari dosis tunggal. Selanjutnya dosis dapat

ditingkatkan menjadi 40 mg per hari setelah 2 minggu, bila tekanan darah tetap

tidak mencapai target.


 Candesartan

Candesartan merupakan salah satu ARB yang digunakan sebagai

antihipertensi. Prodrug candesartan dipasarkan dalam bentuk candesartan cileksil,

dengan nama Blopress, Atacand, Amias, dan Ratacand. Candesartan memiliki

rumus kimia C243H20N6O3 dengan berat molekul 440,45 g/mol. Bioavailabilitas

candesartan adalah sebesar 15% hingga 40% dengan metabolisme terjadi di

dinding intestinal untuk candesartan sileksil, dan dihepar untuk candesartan yang

dikatalisasi enzim sitokrom p450 CYP2C9. Waktu paruh candesartan adalah 5,1

sampai 10,5 jam, dan kemudian diekskresikan 33% melalui renal dan 67% melalui

feses.

Selain sebagai obat antihipertensi, candesartan juga diindikasikan untuk

pasien dengan gagal jantung kongestif. Indikasi ini merupakan hasil studi

CHARM pada awal tahun 2000. Disamping itu, candesartan dapat

dikombinasikan dengan ACE inhibitor untuk memperbaiki morbiditas dan

mortalitas penderita gagal jantung. Kombinasi dengan diuretik tiazid dapat

menambah efek antihipertensi.

 Eprosartan

Eprosartan merupakan salah satu ARB yang digunakan sebagai

antihipertensi. Eprosartan dipasarkan dengan nama Teveten HCT dan Teveten

plus. Kerja obat ini pada sistem RAS akan menurunkan resistensi perifer. Obat ini
juga menghambat produksi norepinefrin simpatetik sehingga juga menurunkan

tekanan darah. Eprosartan memiliki rumus kimia C23H24N2O4S dengan berat

molekul 520,625 g/mol. Bioavailabilitas eprosartan adalah sebesar 15% tanpa

dimetabolisme. Waktu paruh eprosartan adalah 5 hingga 9 jam, dan kemudian

diekskresikan 10% melalui ginjal dan 90% melalui bilier.

2.2.2 Efek Samping

Secara umum dan melalui berbagai penelitian, ARB relatif aman dan jarang

sekali menimbulkan komplikasi fatal. Beberapa keluhan yang pernah dilaporkan,

antara lain pusing, sakit kepala, dan hiperkalemia. ARB juga dapat menimbulkan

hipotensi ortostatik, rash, diare, dispepsia, abnormalitas fungsi liver, kram otot,

mialgia, nyeri punggung, insomnia, penurunan level hemoglobin, dan kongesti

nasal.

Meskipun salah satu alasan penggunaan ARB adalah untuk menghindari efek

batuk atau angioedem yang sering terjadi pada penggunaan ACEI, namun efek ini

juga dapat muncul pada ARB, meskipun sangat jarang. Selain itu, terdapat risko

kecil terjadinya reaksi silang pada pasien yang memiliki riwayat angioedem

dengan penggunaan ACEI, namun mekanisme reaksi ini masih belum jelas.

2.3 Penggunaan Angiotensin-Receptor Blocker

Golongan sartan atau ARB digunakan untuk menangani pasien dengan

hipertensi, terutama terhadap pasien yang intoleransi dengan terapi ACE

inhibitor. Keunggulan ARB dibanding ACE inhibitor adalah ARB tidak

menghambat penguraian bradikinin dan kinin lain, sehingga tidakmenimbulkan

batuk atau angioedem yang dipicu bradikinin. Akhir-akhir ini, mulai

dikembangkan penggunaan ARB pada gagal jantung bila terapi menggunakan


ACE inhibitor menemui kegagalan, terutama dengan Candesartan. Irbesartan dan

losartan juga menunjukkan keuntungan pada pasien hipertensi dengan diabetes

tipe II, dan terbukti menghambat secara bermakna progresivitas nefropati

diabetik. Candesartan juga telah diuji coba secara klinis dalam mencegah dan

mengatasi migrain Spesifikasi penggunaan ARB berdasarkan efektivitasnya

dalam menghambat ikatan angiotensin II dan reseptornya dapat dijadikan sebagai

ukuran untuk mempertimbangkan golongan mana yang dapat dipilih. Terdapat 3

parameter penggunaan ARB, yaitu menurut efek inhibisi dalam 24 jam, tingkat

afinitasnya terhadap reseptor AT1 dibanding AT2, dan waktu paruh obat.

a. Efek inhibisi selama 24 jam merupakan ukuran penting terkait dengan jumlah

atau besar angiotensin II yang dihambat selama 24 jam. Berdasarkan FDA USA,

beberapa ARB dan efek penghambatan terhadap angiotensin, yaitu:

• Valsartan 80 mg 30%

• Telmisartan 80 mg 40%

• Losartan 100 mg 25-40%

• Irbesartan 150 mg 40%

• Irbesartan 300 mg 60%

• Olmesartan 20 mg 61 %

• Olmesartan 40 mg 74%

b. Afinitas ARB terhadap reseptor AT1 dibanding AT2 merupakan

pertimbangan penting, karena kedua reseptor ini memiliki kerja yang saling

berlawanan. Semakin kuat afinitas ARB terhadap AT1 dibanding AT2, maka efek

antihipertensi juga akan semakin meningkat. Berdasarkan FDA US, beberapa

ARB dan afinitasnya terhadap reseptor AT1 dibanding AT2, yaitu:


• Losartan 1000 kali

• Telmisartan 3000 kali

• Irbesartan 8500 kali

• Olmesartan 12500 kali

• Valsartan 20000 kali

c. Waktu paruh ARB juga penting dipertimbangkan sebagai dasar terapi. Waktu

paruh merupakan indikator seberapa lama obat memiliki efek yang

signifikan di dalam tubuh. Beberapa ARB dan waktu paruhnya, yaitu:

• Valsartan 6 jam
• Losartan 6-9 jam
• Irbesartan 11-15 jam
• Olmesartan 13 jam
• Telmisartan 24 jam

Sebagai obat antihipertensi terbaru, Angiotensin receptor blocker (ARB) atau

penyekat reseptor angiotensin perlu dianalisis. ARB merupakan antihipertensi

yang banyak digunakan di Asia, terutama Jepang. Losartan Intervention For

Endpoint reduction in hypertension (LIFE) membuktikan bahwa ARB terbukti

lebih superior dibandingkan atenolol dalam mengurangi morbiditas

kardiovaskular atau stroke (tetapi tidak untuk infark miokard). Manfaat ini

didapat di luar efek penurunan tekanan darah. Hasil studi LIFE menujukkan

bahwa ARB menjadi pilihan lebih baik dibandingkan beta bloker bagi pasien

hipertensi sitolik yang terisolasi berusia > 70 tahun.

Untuk kasus gagal jantung, ARB adalah antihipertensi terbaru yang paling

efektif. Hal ini dibuktikan oleh candesartan dan valsartan melalui dua studi

besar, yakni ValHeFT dan CHARM. Hasil kedua studi menunjukkan, angka
perawatan rumah sakit akibat gagal jantung berkurang, adanya

kenaikan kriteria NYHA dan perbaikan kualitas hidup. Studi lanjutan CHARM,

yakni CHARM Alternative dan CHARM-Added menunjukkan candesartan

mampu mengurangi kematian karena berbagai sebab. Untuk pasien yang intoleran

dengan ACE-inhibitor, candesartan bisa menurunkan risiko kematian akibat

kardiovakular atau perawatan rumah sakit akibat gagal jantung, menurunkan

risiko gagal jantung yang membutuhkan perawatan rumah sakit dan

Kenaikan kelas NYHA. Penemuan berkaitan dengan gagal jantung ini

memperkuat studi lain, yakni VALIANT, di mana valasartan sama efektif

dengan ACE inhibitor (captopril) dalam mengurangi kematian dan morbiditas

kardiovakular.

Panduan dari American College of Cardiolody dan American Heart

Association (ACC/AHA) tentang diagnosis dan manajemen gagal jantung kronis

pasien dewasa merekomendasikan ARB sebagai alternatif ACE-inhibitor.

Dalam guideline dinyatakan, ARB reasonableuntuk digunakan

sebagai alternatif ACE-inhibitor sebagai terapi lini pertama pasien dengan gagal

jantung ringan sedang dan mengurangi LVEF, khususnya pada pasien yang

sudah menggunakan ARB untuk indikasi. Terapi kombinasi valsartan

dengan hidroklorotiazid (HCT) menunjukkan penurunan tekanan

darah baik sistolik maupun diastolik lebih baik dengan kombinasi valsartan +

HCT daripada valsartan saja. Studi Mailion menunjukkan, kombinasi valsartan

160 mg + HCT 25 mg mampu menurunkan rata-rata tekanan sistolik sebanyak

21,7 mmHg dan diastolik 14,2 mmHg dibandingkan dengan valsartan 160 mg

saja.
Kombinasi lain adalah ARB + CCB. Dasar pemikiran kombinasi CCB +

ARB adalah untuk mendapatkan efek sinergis dari mekanisme kerja yang

berlawanan. Kekurangan CCB seperti merangsang SRAA dan tidak bermanfaat

pada kasus gagal jantung dapat ditutupi dengan kelebihan ARB, yaitu

menghambat SRAA dan bermanfaat pada gagal jantung. ARB kurang

bermanfaat pada penderita iskemia jantung, sebaliknya CCB justru mengurangi

risiko iskemia jantung. CCB menyebabkan arteriodilatasi tanpa disertai

venodilatasi sehingga memicu kebocoran plasma lalu edema perifer. Dengan

adanya ARB yang menyebabkan venodilatasi maka tekanan vena dan arteri akan

sama sehingga edema perifer tidak terjadi.

Pada penderita hipertensi ringan-sedang yang ditandai dengan tekanan

diastolik 95-110 mmHg, kombinasi valsartan 160 mg + amlodipine 10 mg

menurunkan tekanan darah sistolik lebih besar daripada amlodipine 10 mg saja

(p<0,001) dan valsartan 160 mg saja (p<0,001). Kombinasi tersebut juga

menunjukkan superioritas terhadap lisinopril 10-20 mg + HCT 12,5 mg.

Penderita hipertensi stage 2 dengan rata-rata tekanan darah sebelum intervensi

171/113 mmHg mengalami penurunan menjadi 135/83,6 mmHg pada kelompok

valsartan 160 mg + amlodipine 5-10 mg dibandingkan 138,7/85,2 mmHg pada

kelompok lisinopril 10-20 mg + HCT 12,5 mg. Hasil serupa juga ditemukan

pada penderita hipertensi stage 2 dengan rata-rata tekanan darah 188/113 mmHg

dimana rata-rata tekanan darah pada akhir penelitian sebesar 145,4/86,4 mmHg

pada valsartan + amlodipine daripada 157,4/92,5 mmHg pada lisinopril +

HCT.36 Selain menurunkan tekanan darah, kombinasi ARB dan CCB juga

berhasil mengurangi efek samping. Edema perifer pada pemberian valsartan +

amlodipine lebih rendah 38% daripada amlodipine saja. Selain itu, angka insiden

rekurensi atrial fibrilasi selama observasi 1 tahun hanya ditemukan 13% pada
pasien yang mengkonsumsi valsartan 160 mg + amlodipine 10 mg dibandingkan

33% pada pasien dengan atenolol 100 mg + amlodipine 10 mg (p<0,01).36


BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang ditandai peningkatan tekanan

darah secara kronis. Hampir satu miliar orang di dunia berisiko terkena

kegagalan jantung, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan kebutaan akibat

hipertensi. Hipertensi terjadi ketika volume darah meningkat dan / atau saluran

darah menyempit, sehingga membuat jantung memompa lebih keras untuk

menyuplai oksigen dan nutrisi kepada setiap sel di dalam tubuh.

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat yang

memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II dengan

reseptornya, yaitu pada reseptor AT1 secara spesifik. Golongan sartan atau ARB

digunakan untuk menangani pasien dengan hipertensi, terutama terhadap pasien

yang intoleransi dengan terapi ACE inhibitor. Keunggulan ARB dibanding ACE

inhibitor adalah ARB tidak menghambat penguraian bradikinin dan kinin lain,

sehingga tidak menimbulkan batuk atau angioedem yang dipicu bradikinin.

Losartan Intervention For Endpoint reduction in hypertension (LIFE)

membuktikan bahwa ARB terbukti lebih superior dibandingkan atenolol dalam

mengurangi morbiditas kardiovaskular atau stroke (tetapi tidak untuk infark

miokard). Studi Mailion menunjukkan, kombinasi valsartan 160 mg + HCT 25

mg mampu menurunkan rata-rata tekanan sistolik sebanyak 21,7 mmHg dan

diastolik 14,2 mmHg dibandingkan dengan valsartan 160 mg saja.


DAFTAR PUSTAKA

Buxton, I.L.O. 2006. Pharmacokinetics and Pharmacodynamics: The Dynamics

of Drug Absorption, Distribution, Action, and Elimination. In Laurence L.

Brunton (Eds). Goodman & Gillman’s The Pharmacological Basis Of

Therapeutics. Washington: The McGraw-Hill Companies.

NIH. The Seven report of the joint national committee on prevention, detection,

evaluation, and treatment of high blood pressure/JNC. NIH Publishing; 2003.

Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius; 2001.

Nafrialdi, Setawati A. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen

Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2009.

Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009, Awas! Anda Bisa Mati Cepat Akibat Hipertensi

& Diabetes, Yogyakarta: Power Books (IHDINA).

Wilson, L.M., & Price, A.P., 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Edisi ke-4. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai