1. Adela Sari
2. Nidya Okdwiana
3. Nyimas Maryama
4. Putri Sri Utami
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini agar mahasiswa mampu untuk:
1) Konsep medis autisme anak.
2) Asuhan keperawatan autisme anak.
BAB II
TINJUAN TEORITIS
2.1. Pengertian
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos ( diri ) sedangkan isme
( paham/aliran ). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para
ahli adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo,
2003 )
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan
anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan
perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak
Austistik”. ( American Psychiatic Association 2000 )
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,
komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan
perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak
lahir atau saat masi bayi ( biasanya sebulum usia 3 tahun ). “Sumber dari
Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
2.2. Etiologi
Penyebab Autisme diantaranya :
a) Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot)
terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan
kemampuan bicara).
b) Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
c) Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
d) Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum,
keadaan tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan
perkembangan syaraf, perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus
otak depan.
e) Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan
gangguan sensori serta kejang epilepsi.
f) Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak
Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:
1. Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal.
2. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
3. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak
fleksibel dan tidak imajinatif.
4. Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun.
2.6. Pengobatan
Umunya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan
penerangan kepada keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi anak.
Manajemen yang efektif dapat mempengaruhi outcome. Intervensi farmakologi,
yang saat ini dievaluasi, mencakup obat fenfluramine, lithium, haloperidol dan
naltrexone. Terhadap gejala yang menyertai. Terapi anak dengan autisme
membutuhkan identifikasi diri. Intervensi edukasi yang intensif, lingkungan yang
terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik, peran serta orang tua dapat
meningkat prognosis.
Terapi untuk mengatasi autisme:
1) Terapi perilaku
Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para anak autis
untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja guru
yang harus menerapkan terapi perilaku pada saat belajar, namun setiap
anggota keluarga di rumah harus bersikap sama dan konsisten dalam
menghadapi anak autis.
Terapi peilaku terdiri dari:
a) Terapi wicara
b) Terapi okupasi
c) menghilangkan perilaku yang asosial.
2) Terapi farmakologi
Dinyatakan belum ada obat atau terapi khusus yang
menyembuhkan kelainan ini. Medikasi (terapi obat) berguna terhadap
gejala yang menyertai, misalnya haloperidol, risperidone dan obat anti-
psikotik teradap perilaku agresif, ledakan-ledakan perilaku, instabilitas
mood (suasana hati). Obat antidepresi jenis SSRI dapat digunakan
terhadap ansietas, kecemasan, mengurangi stereotip dan perilaku
perseveratif dan mengurangi ansietas dan fluktuasi mood. Perilaku
mencederai diri sendiri dan mengamuk kadang dapat diatasi dengan obat
naltrexone.
3) Pendekatan terapeutik
Pendekatan terapeutik dapat dilakukan untuk menangani anak
austik tapi keberhasilannya terbatas, pada terapi perilaku dengan
pemanfaatan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran
berbicara. Perilaku destruktif dan agresif dapat diubah dengan
menagement perilaku. Latihan dan pendidikan dengan menggunakan
pendidikan (operant konditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan
hukuman (dukungan negatif). Merupakan metode untuk mengatasi cacat,
mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis. Kesabaran
diperlukan karena kemajuan pada anak autis lambat. Neuroleptik dapat
digunakan untuk menangani perilaku mencelakkan diri sendiri yang
mengarah pada agresif, stereotipik dan menarik diri dari pergaulan sosial.
Antagonis opiat dapat mengatasi perilaku, penarikan diri dan stereotipik,
selain itu terapi kemampuan bicara dan model penanganan harian dengan
menggunakan permainan latihan antar perorangan terstruktur dapt
digunakan. Masalah perilaku yang biasa seperti bising, gelisah atau
melukai diri sendiri dapat diatasi dengan obat klorpromasin atau tioridasin.
Keadaan tidak dapat tidur dapat memberikan responsedatif seperti
kloralhidrat, konvulsi dikendalikan dengan obat anti konvulsan.
Hiperkinesis yang jika menetap dan berat dapat ditanggulangi dengan diit
bebas aditif atau pengawet. Dapat disimpulkan bahwa terapi pada autisme
dengan mendeteksi dini dan tepat waktu serta program terapi yang
menyeluruh dan terpadu.
3.1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain
bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana
saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu
pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend
apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ
dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun
sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan ( riwayat kesehatan
dahulu)
Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
Cidera otak
Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
Anak kurang merespon orang lain.
Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
Terdapat ekolalia.
Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
Peka terhadap bau.
e. Psikososial
Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
Perilaku menstimulasi diri
Pola tidur tidak teratur
Permainan stereotip
Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
Tantrum yang sering
Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
Kemampuan bertutur kata menurun
Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
Refleks mengisap buruk
Tidak mampu menangis ketika lapar
3.2. Diagnosa keperawatan
Pasien mungkin
Perhatikan kesalahan
kehilangan
dalam komunikasi dan
kemampuan untuk
berikan umpan balik
memantau ucapan
yang keluar dan tidak
menyadari bahwa
komunikasi yang
diucapkan tidak nyata
Berikan perawatan
parienal
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/9502794/asuhan_keperawatan_autis_padaanak.