Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Autisme pada dasarnya adalah suatu kelainan biologis pada penyandangnya. Pada

saat ini autisme dikategorikan sebagai “biological disorder”, dalam arti bahwa autisme

bukan merupakan gangguan psikologis. Lebih spesifik dapat dikatakan bahwa autisme

adalah suatu gangguan perkembangan karena adanya kelainan pada sistem saraf

penyandangnya (neurological or brain based development disorder). Autisme dapat

terjadi pada siapa pun, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun

pendidikan seseorang. Sampai saat ini, penyebab GSA belum dapat ditetapkan. Negara-

negara maju yang sanggup melakukan penelitian menyatakan bahwa penyebab autisme

adalah interaksi antara faktor genetik dan mungkin berbagai paparan negatif yang

didapat dari lingkungan. Kelainan ini menimbulkan gangguan, antara lain gangguan

komunikasi, interaksi sosial, serta keterbatasan aktivitas dan minat. Autisme pada saat

ini sudah dikategorikan sebagai suatu epidemik di beberapa negara. Penanganan yang

sudah tersedia di Indonesia antara lain terapi perilaku, terapi wicara, terapi komunikasi,

terapi okupasi, terapi sensori integrasi, dan pendidikan khusus. Beberapa dokter

melakukan penatalaksanaan penanganan biomedis dan diet khusus. Penanganan lain

seperti integrasi auditori, oxygen hiperbarik, pemberian suplemen tertentu, sampai

terapi dengan lumba-lumba, juga sering ditawarkan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dan Hakekat Autisme ?

2. Apa klarifikasi dan Jenis-jenis Autisme?

3. Bagaimana karakteristik Autisme?

4. Bagaimana cara mengetahui Autisme pada anak?

1
5. Bagaimana Faktor-faktor penyebab Autisme?

6. Bagaimana dampak Psikologis anak Autisme?

7. Bagaimana bentuk dan jenis layanan untuk anak autis?

8. Bagaimana asuhan keperawatan autisme?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui definisi dan hakikat autisme.

2. Untuk mengetahui klarifikasi dan jenis-jenis Autisme.

3. Untuk mengetahui karakteristik Autisme.

4. Untuk mengetahui Austisme pada anak anak.

5. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab Autis.

6. Untuk mengetahui dampak psikologis anak Autis.

7. Untuk mengetahui bentuk layanan untuk anak autisme.

8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Autisme.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Hakekat Autisme

Istilah Autisme berasal dari “autos” yang berarti “diri sendiri” dan “isme” yang

berarti “aliran”. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya

sendiri. Ada pula yang menyebutkan bahwa autisme adalah gangguan perkembagan

yang mencakup bidang komunnikasi, interaksi, dan perilaku. Gejalanya mulai tampak

pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun. Gangguan autistik ditandai dengan tiga

gejala utama yaitu gangguan interakasi sosial, gangguan komunikasi, dan perilaku yang

stereotipik. Di antara ketiga hal tersebut, yang paling penting diperbaiki lebih dahulu

adalah interaksi sosial. Apabila interaksi mebaik, sering kali gangguan komunikasi dan

perilaku akan membaik secara otomatis. Banyak orang tua yan mengharapkan anaknya

segera bicara. Tanpa interaksi yang baik, bicara yang sering kali berupa ekolalia,

mengulang sesuatu yang di dengarnya. Komunikasi juga tidak selalu identik denngan

bicara. Bisa berkomunikasi nonverbal jauh lebih baik dibandingkan dengan bicara yang

tidak dapat dimengerti olehnya. Semantara itu menurut Mudjito, autisme ialah anak

yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami

berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sesori, pola bermain,

dan emosi. Penyebannya karena antar jaringan dan fungsi otak tidak biasa-biasa saja.

Survei menunjukan, anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi menengah

keatas. Ketika di kandung, asupan gizi ke ibunya tak seimbang. Hakikatnya, anak autis

memerlukan perawatan atau intervensi terapi secara dini, terpadu, dan instensif. Dengan

intervensi terapi yang sesuai, penyandang autisme dapat mengalami perbaikan dan

dapat mengatasi perilaku autistiknya sehingga mereka dapat bergaul secara normal,

3
tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat dan dapat hidup mendiri di masyarakat.

Berbagai macam terapi yang dapat menolong.

B. Klasifikasi dan jenis-jenis

1. Autisme persepsi

Autisme persepsi dianggap autisme asli dan disebut juga autisme internal

(endogenous) karena kelainan sudah timbul sebelum lahir, gejala yang diamati,

antara lain:

a. Rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat, akan menimbulkan

kecemasan.

b. Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa ditentukan.

c. Pada kondisi begini, baru orang tua mulai peduli atas kelainan anaknya, sambil

terus menciptakan rangsangan-rangsangan yang memperberat kebingungan

anaknya, mulai berusaha mencari pertolongan.

d. Pada saat ini si bapak malah sering menyalahkan si ibu kurang memiliki

kepekaan naluri keibuan.

2. Autisme reaktif

Pada autisme reaktif, penderita membuat gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang

dan kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala yang dapat diamati, antara lain:

1. Autisme ini biasa mulai terlihat pada anak usia lebih besar (6-7 tahun) sebelum

anak memasuki tahap berpikir logis. Namun demikian, bisa saja terjadi sejak

usia minggu-minggu pertama.

2. Mempunyai sifat rapuh, mudah terkena pengaruh luar yang timbul setelah lahir,

baik karena trauma fisisk atau psikis. Tetapi bukan disebabkan karena

kehilangan ibu.

4
3. Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang berjiwa rapuh ini,

sehingga mempengaruhi perkembangan normal kemudian harinya.

C. Karakteristik Autisme

1. Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal.

a. Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara.

b. Mengeluarkan kata – kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang

sering disebut sebagai bahasa planet.

c. Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata – kata dalam konteks yang sesuai.

d. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi.

e. Meniru atau membeo , beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian ,

nada , maupun kata – katanya tanpa mengerti artinya.

f. Kadang bicara monoton seperti robot.

g. Mimik muka datar.

h. Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi

dengan cepat .

2. Gangguan pada bidang interaksi sosial

a. Menolak atau menghindar untuk bertatap muka.

b. Anak mengalami ketulian.

c. Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk.

d. Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang.

e. Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan

mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya.

f. Bila didekati untuk bermain justru menjauh.

g. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain.

5
h. Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di

pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun.

i. Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan

terhadap orang tuanya.

3. Gangguan pada bidang perilaku dan bermain

a. Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan

gerakan yang sama berulang – ulang sampai berjam – jam.

b. Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara

bermainnya juga aneh.

c. Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus menerus

untuk waktu lama)atau sesuatu yang berputar.

d. Terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu,

kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana.

e. Sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air

yang bergerak.

f. Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari kesana sini,

melompat - lompat, berputar -putar, memukul benda berulang – ulang.

4. Gangguan pada bidang perasaan dan emosi

a. Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak

merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang

menangis akan di datangi dan dipukulnya.

b. Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang nyata.

c. Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila tidak

mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan

dekstruktif.

6
5. Gangguan dalam persepsi sensoris

a. Mencium – cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja.

b. Bila mendengar suara keras langsung menutup mata.

c. Tidak menyukai rabaan dan pelukan . bila digendong cenderung merosot

untuk melepaskan diri dari pelukan.

d. Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu.

D. Cara Mengetahui Autisme pada Anak

Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan:

a. Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal.

b. Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak.

c. Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah, diteka, saat

bermain, pada saat berinteraksi sosial dalam kondisi normal.

Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya.

a. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila

diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan

sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata.

Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan gmainan

untuk bayi, menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak

terlihat tertarik pada kedua tangannya sendiri.

b. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai

kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat, menolak

untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif

cuek menghadapi kedua orang tuanya.

7
c. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat

terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau

berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan orang

lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada

suara yang aneh, (biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata terbatas

(walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga

berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.

E. Faktor-faktor Penyebab Autisme

Para ahli telah melakukan riset dan menghasilakn hipotesa mengenai kemungkinan

pemicu autisme, dan digolongkan menjadi enam faktor, yaitu :

a. Faktor genetis atau keturunan

Gen menjadi faktor kuat yang menyebabkan anak autis. Jika dalam satu keluarga

memiliki riwayat penderita autis, maka keturunan selanjutnya memiliki peluang besar

untuk menderita autis. Hal ini di sebabkan karena terjadi gangguan gen yang

memengaruhi perkembangan, pertumbuhan dan pembentukan selsel otak kondisi

genetis pemicu autis ini bisa di sebabkan karena usia ibu saat mengandung sudah tua

atau usia ayah yang usdah tua. Diketahui bahwa sperma laki - laki berusia tua

cenderung mudah bermutasi dan memicu timbulnya autisme. Selain itu ibu yang

mengidap diabetes juga di tengarai sebagai peicu autisme pada bayi.

b. Faktor Kandungan atau Pranatal

Kondisi kandungan juga dapat menyebabkan gejala autisme. Ini di sebabkan oleh

virus yang menyerang pada trimester pertama, yaitu virus syndroma rubella selain itu

kesehatan lingkungan juga mempengaruhi kesehatan otaka janin dalam kandungan.

Polusi udara bedampak negatif pada perkembangan otak dan pisik janin sehingga

8
meningkatkan kemungkinan bayi lahir dengan resiko autis bahkan bayi lahir prematur

dan berat bayi kurang juga merupakan resiko terjadinya autis.

c. Faktor kelahiran

Bayi yang lahir dengan berat renddah, prematur, dan lama dalam kandungan ( lebih

dari 9 bulan ) beresiko mengidap autisme. Selain itu , bayi yang mengalami gagal

nafas (hipoksa) saat lahir juga beresiko mengalami autis.

d. Faktor Lingkungan

Bayi yang lahir sehat belum tentu tidak mengalami autisme faktor lingkungan

(eksternal) juga dapat menyebabkan bayi menderita autisme , seperti lingkungan yang

penuh tekanan dan tidak bersih. Lingkungan yang tidak bersih dapat menyebabkan

bayi alergi melalui ibu. Karena itu hindari paparan sumber alergi berupa asap rokok,

debu, atau makanan yang menyebabkan alergi.

e. Faktor Obat

Obat untuk mengatasi rasa mual, muntah ataupun menenang yang di konsumsi ibu

hamil beresiko menyebabkan anak autis, karena itu anda harus berkonsultasi terlebih

dahulu dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis apapun saat hamil.

f. Faktor Makanan

Zat kimia yang terkandung dalam makanan sangat berbahaya untuk kandungan.

Salah satunya, perstisida yang terpapar pada sayuran, di ketahui bahwa pestisida

mengganggu fungsi gen pada syaraf pusat, menyebabkan anak autis.

F. Dampak Psikologi Anak Autisme

1. Dampak psikologis bagi orang tua

Tidak mudah bagi orang tua untuk menerima kenyataan bahwa anaknya

mengalami kelainan. Hilangnya impian, harapan, kebingungun-kekhewatiran atas

9
masa depan anak, biaya financial yang harus dikeluarkan, dan kerepotan-kerepotan

lainnya merupakan beban berat yang harus dihadapi orang tua. Semua hal tersebut

sangat berpotensi menjadi stressor dalam kehidupan dan preses interaksi dengan

anak.

2. Dampak psikologis bagi anggota keluarga

Pertama dampak psikologis terhadap sang kakak pada awal kelahirannya hal ini

belum menjadi masalah. Permasalahan muncul setelah sekian lama sang kakak

menyadari bahwa dengan hadir si adik perhatian ayah, ibu dan anggota keluarga

yang lain tercurah kepada si adik. Bahkan kecenburuannya sitambah lagi dengan

perasaan kesal, menyaksikan semua perhatian orang tua tercurah kepada adiknya

yang autisme.

3. Dampak psikologis bagi lingkungan masyarakat

Umumnya anggota masyarakat belum bisa menerima penyandang autisme dalam

kelompok sosialnya. Orang tua anak normal sering melarang anaknya bergaul

dengan anak autistic. Pernah juga kejadian orang tua anak normal memindahkan

anaknya sekolah karena disekolah yang lama terdapat anak autistic.

G. Bentuk dan Jenis Layanan untuk anak Autis

Autis masih menjadi misteri yang belum terpecahkan sepenuhnya oleh kdokteran. Para

pakar belum sepakat soal penyebab penyakit ini. Namun, sebagian pakar setuju bahwa

sindrom autis terjadi karena kelainan pada otak. Hingga kini,bisa tidak nya autis di

sembuhkan (total) juga masih menjadi pertentangan dalam dunia kedokteran dan

psikologi. Namun orang tua hendaknya harus mencoba berbagai terapi. Setidaknya

dengan terapi, keadaan si anak. Penanganan yang di berikan juga harus di sesuaikan

dengan gejala yang di perlihatkan oleh anak tersebut. Anak autis yang memiliki

10
intiligensi rata-rata, mampu berkomunikasi dan tidak emiliki perilaku refitif atau

melukai diri sendiri maupun orang lain. Hal tersebut berbeda fokus menanganan nya

dnegan anak autis yang memiliki mental retardasi, tidak berbicara, serta memiliki

perilaku yang melukai diri sendiri atau orang lain. Saat ini ada berbagai terapi autis,

baik yang di akui oleh dunia medis maupun yang masih berdasarkan disiplin ilmu

tradisional. Diharapkan dengan mencoba terapi ini anak yang mengalami autis bisa

berkembang lebih baik. Macam-macam terapi autis di antaranya sebagai berikut :

1. Metode ABA

Metode ABA (Applied Behavioral Analysis) Kelebihan metode ini dari metode lain

adalah sifatnya yang sangat terstruktur, kurikulumnya jelas dan keberhasilannya

bisa dinilai secara objectif. Dan penatalaksanaannya di lakukan selama 4-8 jam

sehari. Di metode ini, anak di latih berbagai macam keterampilan yang berguna

bagi hidup bermasyarakat, misalnya berkomunikasi, berinteraksi, berbicara dan

berbahasa. Di indonesia metode ini lebih dikenal dengan metode Lovaas (Nama

orang yang mengembangkannya) di Yayasan Autis Indonesia (YAI).

2. Masuk kelompok Khusus

Di kelompok ini mereka mendapatlkan kurikulum yang khusus dirancang secara

individual. Mereka yang belum siap masuk kekelompok bermain, bisa

diikutsertakan kedalam kelompok khusus. Disini anak akan mendapatkan

penanganan terpadu yang melibatkan berbagai tenaga ahli seperti psikeater,

psikologi, terapis wicara, terapis okupasi, dan ortopedagok. Sayangnya tidak semua

penyandang autis bisa mengikuti pendidikan formal meskipun tingkat

kecerdasannya masih bisa masuk kesekolah luar biasa atau SLB dikarenakan jika

perilaku si anak tidak bisa diperbaiki contohnya seperti : semaunya sendiri, agresif,

11
hiperaktif, dan tidak bisa berkonsentrasi. Perilaku anak tersebut harus diperbaiki

dengan bantuan obat, agar dapat mengikuti proses belajar.

3. Pemberian Obat

Banyak orangtua takut memberikan obat pada penderita autis, dikarenakan

penyandang tidak boleh diberikan sembarang obat tetapi obat yang diberikan harus

sesuai gejala dan gejala yang sebaiknya dihilangkan dengan obat adalah : hiperaktif

yang hebat, menyakiti diri sendiri, menyakiti orang lain, dan gangguan tidur. Tidak

ada satupun obat yang dibuat khusus untuk menyembuhkan autisme. Berikut

beberapa produk yang direkomendasikan untuk menanggulangi anak autis adalah

a. CHILDREN NUTRIENT HIGH CALCIUM POWDER ( KALSIUM 1 )

b. ZINC

c. PINE POLLEN POWDER CAPSULES

d. SPIRULINA

e. VITALITY SOFTGEL CAPSULES

f. BENEFICIAL

g. CORDYCEPS MYCELLIUM CAPSULES

4. Penggunaan Alat Bantu

Banyak anak autisme belajar lebih baik dengan menggunakan penglihatannya.

Media gambar dianggap karena berbicara memerlukan waktu yang singkat.

Dengan diperlihatnya gambar anak dapat berkonsentrasi. Alat bantu visual dapat

kita buat dengan menggunakan benda konkret, foto berwarna atau gambar. Alat

bantu visual dapat membantu anak mengerti tentang sesuatu yang akan terjadi yaitu

dengan menggunakan urutan gambar. Contohnya : gambar aktivitas makan dan

komputer

12
5. Terapi-terapi Lainnya

Dibagi menjadi :

a. Terapi akupuntur

Metode tusuk jarum ini di harapkan bisa menstimulasi sitem syaraf pada otak

hingga dapat bekerja kembali.

b. Terapi Musik

Musik di harapkan memberikan getaran gelombang yang akan berpengaruh

terhadap permukaan membran otak.

c. Terapi Balur

Terapi ini bertujuan untuk mengurangi mengurangi kadar merkury dalam

tubuh penyandang autis. Cara nya , menggunakan cuka aren dan campur

bawang yang di lulurkan lewat kulit.

d. Terapi Perilaku

Tujuannya, agar sang anak memfokuskan perhatian , bersosialisai dengan

lingkungan nya unutk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak

terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila

dilakukan secara instensif, teratur, dan konsisten pada usia dini.

e. Terapi Anggota Keluarga

Orang tua yang memiliki anak autis, harus mendampingi dan memberi

perhatian penuh pada sang anak hingga terbentuk ikatan emosional yang kuat.

f. Terapi Lumba-lumba

Telah di ketahui oleh dunia medis bahwa di tubuh lumba-lumba terkandung

potensi yang bisa menyelaraskan kerja syaraf motorik dan sensorik pada

penderita autis. Terapi anak autis dengan lumba-lumba sudah terbukti 4 kali

lebih efektif dan lebih cepat di bandingkan dengan terapi lainnya . gelombang

13
suara yang di pancarkan dengan lumba-lumba ternyata berpengaruh pada

perkembangan otak anak autis.

H. Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR

b. Riwayat Kesehatan

  Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)

Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu.

Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan

dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme

Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan

dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme.

Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism

adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai

APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya

persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500

gram)

  Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)

Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang lain,

tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau

hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan

terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak

membentuk hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan

14
khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung

kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu.

 Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)

Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita autisme.

c. Psikososial

 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua

 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem

 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek

 Perilaku menstimulasi diri

 Pola tidur tidak teratur

 Permainan stereotip

 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain

 Tantrum yang sering

 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan

 Kemampuan bertutur kata menurun

 Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus

d. Neurologis

 Respons yang tidak sesuai dengan stimulus

 Refleks mengisap buruk

 Tidak mampu menangis ketika lapar

e. Gastrointestinal

 Penurunan nafsu makan

 Penurunan berat badan

15
II. Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnosa yang muncul

1. Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus

2. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan

rawat inap di rumah sakit

3. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan

III. Intervensi

Diagnosa I

Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus

Hasil yang diharapkan :

Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-kata atau gerakan

tubuh yang sederhana dan konkret.

Intervensi Rasional

Ketika berkomunikasi dengan 1. Kalimat yang sederhana dan

anak, bicaralah dengan kalimat diulang-ulang mungkin

singkat yang terdiri atas satu merupakan satu-satunya cara

hingga tiga kata, dan ulangi berkomunikasi karena anak yang

perintah sesuai yang autistik mungkin tidak mampu

diperlukan. Minta anak untuk mengembangkan tahap pikiran

melihat kepada anda ketika operasional yang konkret. Kontak

anda berbicara dan pantau mata langsung mendorong anak

bahasa tubuhnya dengan berkonsentrasi pada pembicaraan

cermat. serta menghubungkan

pembicaraan dengan bahasa dan

komunikasi. Karena artikulasi

16
anak yang tidak jelas, bahasa

tubuh dapat menjadi satu-satunya

cara baginya untuk

mengomunikasikan pengenalan

atau pemahamannya terhadap isi

pembicaraan

2. Gunakan irama, musik, dan 2. Gerakan fisik dan suara

gerakan tubuh untuk membantu membantu anak mengenali

perkembangan komunikasi integritas tubuh serta batasan-

sampai anak dapat memahami batasannya sehingga

bahasa mendoronnya terpisah dari objek

dan orang lain

3. Bantu anak mengenali 3. Memahami konsep penyebab

hubungan antara sebab dan dan efek membantu anak

akibat dengan cara membangun kemampuan untuk

menyebutkan perasaannya yang terpisah dari objek serta orang

khusus dan mengidentifikasi lain dan mendorongnya

penyebab stimulus bagi mereka mengekpresikan kebutuhan serta

perasaannya melalui kata-kata

4. Ketika berkomunikasi 4. Biasanya anak austik tidak

dengan anak, bedakan mampu membedakan antara

kenyataan dengan fantasi, realitas dan fantasi, dan gagal

dalam pernyataan yang singkat untuk mengenali nyeri atau

dan jelas sensasi lain serta peristiwa hidup

dengan cara yang bermakna.

17
Menekankan perbedaan antara

realitas dan fantasi membantu

anak mengekpresikan kebutuhan

serta perasaannya.

Diagnosa II

Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat

inap di RS.

Hasil yang diharapkan

Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau perilaku

merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap agresi atau

destruktif bekurang, serta peningkatan kemampuan mengatasi frustasi

Intervensi Rasional

1. Sediakan lingkungan 1. Anak yang austik dapat

kondusif dan sebanyak berkembang melalui lingkungan

mungkin rutinitas sepanjang yang kondusif dan rutinitas, dan

periode perawatan di RS biasanya tidak dapat beradaptasi

terhadap perubahan dalam hidup

mereka. Mempertahankan

program yang teratur dapat

mencegah perasaan frustasi, yang

dapat menuntun pada ledakan

kekerasan

2. Lakukan intervensi 2. Sesi yang singkat dan sering

18
keperawatan dalam sesingkat memungkinkan anak mudah

dan sering. Dekati anak dengan mengenal perawat serta

sikap lembut, bersahabat dan lingkungan rumah sakit.

jelaskan apa yang anda akan Mempertahankan sikap tenang,

lakukan dengan kalimat yang ramah dan mendemontrasikan

jelas, dan sederhana. Apabila prosedur pada orang tua, dapat

dibutuhkan, demontrasikan membantu anak menerima

prosedur kepada orang tua. intervensi sebagai tindakan yang

tidak mengancam, dapat

mencegah perilaku destruktif

3. Gunakan restrain fisik 3. Restrain fisik dapat mencegah

selama prosedur ketika anak dari tindakan mencederai

membutuhkannya, untuk diri sendiri. Biarkan anak terlibat

memastikan keamanan anak dalam perilaku yang tidak terlalu

dan untuk mengalihkan amarah membahayakan, misalnya

dan frustasinya, misalnya untuk membanding bantal, perilaku

mencagah anak dari semacam ini memungkinkan

membenturkan kepalanya ke menyalurkan amarahnya, serta

dinding berulang-ulang, restrain mengekpresikan frustasinya

badan anak pada bagian dengan cara yang aman

atasnya, tetapi memperbolehkan

anak untuk memukul bantal

4. Gunakan teknik modifikasi 4. Pemberian imbalan dan

perilaku yang tepat untuk hukuman dapat membantu

menghargai perilaku positif dan mengubah perilaku anak dan

19
menghukum perilaku yang mencegah episode kekerasan

negatif. Misalnya, hargai

perilaku yang positif dengan

cara memberi anak makanan

atau mainan kesukaannya, beri

hukuman untuk perilaku yang

negatif dengan cara mencabut

hak istimewanya

5. Ketika anak berperilaku 5. Setiap peningkatan perilaku

destruktif, tanyakan apakah ia agresif menunjukkan perasaan

mencoba menyampaikan stres meningkat, kemungkinan

sesuatu, misalnya apakah ia muncul dari kebutuhan untuk

ingin sesuatu untuk dimakan mengomunikasikan sesuatu.

atau diminum atau apakah ia

perlu pergi ke kamar mandi

Diagnosa III

Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan

Hasil yang diharapkan

Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang tepat yang

ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan mencari nasihat

serta bantuan

Intervensi Rasional

1. Anjurkan orang tua untuk 1. Membiarkan orang tua

mengekpresikan perasaan dan mengekpresikan perasaan dan

20
kekhawatiran mereka kekhawatiran mereka tentang

kondisi kronis anak membantu

mereka beradaptasi terhadap

frustasi dengan lebih baik, suatu

kondisi yang tampaknya

cenderung meningkat

2. Rujuk orang tua ke 2. Kelompok pendukung

kelompok pendukung autisme memperbolehkan orang tua

setempat dan kesekolah khusus menemui orang tua dari anak

jika diperlukan yang menderita autisme untuk

berbagi informasi dan

memberikan dukungan emosioanl

3. Anjurkan orang tua untuk 3. Kontak dengan kelompok

mengikuti konseling (bila ada) swabantu membantu orang tua

memperoleh informasi tentang

masa terkini, dan perkembangan

yang berhubungan dengan

autisme

IV. Implementasi

Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata untuk

mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar semua

perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan.

Dalam implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat

mendelegasikan kepada perawat lain yang dipercaya

21
V. Evaluasi

Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang

dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh

mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik

atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam proses

keperawatan

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi, kesimpulannya autisme adalah gangguan perkembagan yang mencakup bidang

komunnikasi, interaksi, dan perilaku. Gejalanya mulai tampak pada anak sebelum

mencapai usia tiga tahun. Gangguan autistik ditandai dengan tiga gejala utama yaitu

gangguan interakasi sosial, gangguan komunikasi, dan perilaku yang stereotipik. Yang

disebabkan oleh 6 faktor yaitu : faktor genetis atau keturunan, faktor kandungan atau

pranatal, faktor kelahiran, faktor lingkungan, faktor obat, dan faktor makanan.

B. Saran

Saat mengandung para ibu harus lebih menjaga kesehatan dengan berada dilingkungan

yang bersih agar tidak mudah terkena virus dan tidak mudah alergi. Selain itu juga para

ibu juga harus menjaga pola makannya dengan memakan makan yang sehat dan bergizi.

23
DAFTAR PUSTAKA

E, Kosasih. ( 2012 ). Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:Yrama Widya.

Wildayani, Rini. ( 2009 ). Penanganan Anak Berkelainan. Jakarta : Universitas Terbuka.

http://firmaneducationsforallplb.blogspot.com

www.ibudanmama.com

http://yusitawidiningtyas.blogspot.com.

http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/balita/psikologi/memahami.anak.autisme

http://inten-cahya.blogspot.co.id/2015/11/makalah-autisme.html

http://rizkyadindabenk.blogspot.co.id/2015/06/makalah-anak-berkebutuhan-khusus-

autisme.html\

24

Anda mungkin juga menyukai