Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DISUSUN OLEH :

DHEA NISA BERLIANTI (20170320129)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS : HAMBATAN MOBILITAS FISIK

A. Definisi Hambatan Mobilitas fisik

Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi


seseorang (Tarwoto & Wartona, 2010). Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat
melakukan kegiatan dengan bebas. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi
menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin,
biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak
bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh yang bersifat
fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang
terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).
Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) sebagai keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah.
B. Jenis – jenis Mobilisasi dan Immobilisasi
Berdasarkan jenisnya, menurut Hidayat (2012) mobilisasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan tidak
jelas dan mampu bergerak secara bebas tanpa adanya gangguan pada bagian tubuh.
2. Mobilisasi sebagian
Mobilisasi sebagian adalah ketidakmampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan aktif
karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Mobilisasi
sebagian terbagi atas dua jenis, yaitu:
a. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang tidak menetap. Hal tersebut dinamakan sebagai batasan yang bersifat reversible
pada sistem muskuloskeletal, contohnya: adanya dislokasi pada sendi atau tulang.

b. Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan


batasan yang sifatnya menetap, Contohnya: terjadinya kelumpuhan karena stroke, lumpuh
karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensorik.
Jenis Immobilitas :

1) Immobilisasi fisik : Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2) Immobilisasi intelektual : Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir.
3) Immobilitas emosional : Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
4) Immobilitas sosial : Merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.

C. Patofisiologi Hambatan Mobilitas Fisik

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe
kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur
dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada
ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang
melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka
pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:

o Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak
ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
o Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan
menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada
tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara
sternum dan iga.
o Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan
dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan,
dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah
(tibia dan fibula) .
o Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara
bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan
dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi
pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
o Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis
dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara
vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord
(tulang belakang) saat punggung bergerak.
o Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot
dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan
ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
o Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler,
terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai
sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali
pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
o Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama,
berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
o Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan
aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk
memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada
telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan
informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

D. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


Mobilisasi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, gaya hidup
(dampak perilaku/kebiasaan sehari-hari), proses penyakit (misalnya, seseorang dengan
fraktur femur),kebudayaan, tingkat energi (energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi,
untuk itu seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik apabila memiliki energi yang
cukup), dan usia (Hidayat, 2012).
Faktor-faktor yang memengaruhi kurangnya pergerakan (imobilisasi) adalah
gangguan muskuloskeletal yang meliputi, osteoporosis,atropi, kontraktur, fraktur, kekakuan
dan sakit sendi.Gangguan kardiovaskuler yang meliputi, postural hipotensis, vasodilatasi
vena.Gangguan sistem respirasi yang meliputi penurunan gerak pernafasan, bertambahnya
sekresi paru, atelektasis, dan hipostatis pneumonia (Tarwoto dan wartonah, 2003). Dampak
dari imobilitas memengaruhi sistem tubuh seperti, perubahan pada metabolisme tubuh,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, perubahan
sistem pernafasan, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan kardiovaskuler, perubahan
muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (Buang air besar, buang air kecil) dan
perubahan perilaku (Hidayat, 2012).
E. Pathway
F. PENGKAJIAN
a. Aspek biologis
1) Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan
kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang
sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis
latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
3) Pemeriksaan fisik
Meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap
sistem tubuh.
Tingkatan skala Keterangan
kekuatan otot
0/5 Tidak ada pergerakan
1/5 Ada tanda dari kontraksi tetapi tidak ada gerakan sendi
2/5 Bergerak tetapi tidak mempu menahan gaya gravitasi
3/5 Bergerak melawan haya gravitasi tapi tidak dapat melawan tahanan
pemeriksa
4/5 Bergerak dengan lemah terhadap tahanan otot pemeriksa
5/5 Kekuatan otot normal

b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien
terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang
digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang
terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya,
misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor
maupun sosial dan lain-lain
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut
klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien
menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau
perubahan dan keefektifan intervensi.
Tingkat Kemampuan ADL
Tingkat Kategori
aktivitas/
mobilitas
0 Mampu merawat diri secara penuh
1 Memerlukan bantuan alat
2 Memerlukan batuan dan pengawasan orang lain
3 Memerlukan batuan dan pengawasan orang lain dan alat
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan/berpartisipasi dalam
perawatan

f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan
tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang
dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat
menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut
jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitan dalam
mengikuti perintah dan sinkop
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur
dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3
menit setelah tekanan dihilangkan
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa
berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih
yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan
untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia,
mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah,
kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga
yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan
mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan
koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai.
Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan
mobilitas
G. Diagnosis Keperawatan
Hambatan Mobilitas Fisik
Definisi :
Keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.

Batasan Karakteristik
1. Dispnea setelah beraktivitas
2. Gangguan sikap berjalan
3. Gerakan lambat
4. Gerakan spastik
5. Gerakan tidak terkoordinasi
6. Instabilita postur
7. Kesulitan membolak-balik posisi
8. Keterbatasan rentan gerak
9. Ketidaknyamanan
10. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis.,meningkatkan perhatian
pada aktivitas orang lain, mengenalikaan perilaku, fokus pada aktivitas sebelum sakit)
11. Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
12. Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
13. Penurunan waktu reaksi
14. Tremor akibat bergerak

Faktor yang Berhubungan

1. Agens farmaseutikal
2. Ansietas
3. Depresi
4. Disuse
5. Fisik tidak bugar
6. Gangguan fungsi kognitif
7. Gangguan metabolisme
8. Gangguan muskuloskeletal
9. Gangguan neuromuskular
10. Gangguan sensoriperseptual
11. Gaya hidup kurang gerak
12. Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
13. Intoleran aktivitas
14. Kaku sendi
15. Keengganan memulai pergerakan
16. Kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat
17. Kerusakan integritas struktur tulang
18. Keterlambatan perkembangan
19. Kontraktur
20. Kurang dukungan lingkungan (mis.,fisik atau sosial)
21. Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
22. Malnutrisi
23. Nyeri
24. Penuruanan kekuatan otot
25. Penurunan kendali otot
26. Penurunan ketahanan tubuh
27. Penurunan massa otot
28. Program pembatasan gerak

H. Intervensi Keperawatan
1. Intervensi mandiri

2. Intervensi kolaborasi

I. Evaluasi

J. Daftar Pustaka
 Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika. Perry
& Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
 Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan
intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
 Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika Mc Closkey, C.J.,
et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
 Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Anda mungkin juga menyukai