Anda di halaman 1dari 8

DHEA NISA BERLIANTI

MENTORING KASUS 1

Perawat komunitas sedang melakukan penelitian pada sekelompok orang dengan diabetes
mellitus di satu area. perawat melakukan penelitian yang berkaitan dengan persepsi,
kepercayaan dan minat dalam program "rumpi pendiam" yang telah berjalan dalam kelompok.
selain itu perawat juga mengidentifikasi kepercayaan dan lingkungan sosial yang memengaruhi
mereka. seorang klien berkata, dia mendapatkan hal-hal positif setelah bergabung dengan
program ini. mereka belajar dari pengalaman anggota kelompok lain dan mendapatkan
pengetahuan tambahan dengan melihat interaksi yang dilakukan antara anggota kelompok.
klien terlihat antusias ketika perawat menunjukkan salah satu keterampilan untuk mengobati
diabetes mellitus.
LO:
1. Bagaimana konsep social cognitive teori?

2. Bagaimana personal factors mempengaruhi perilaku berdasarkan SCT?


3. Bagaimana environmental factors mempengaruhi perilaku berdasarkan SCT?
4. Bagaimana behavioral factors mempengaruhi perilaku berdasarkan SCT?
5. Bagaimana metode belajar berdasarkan SCT?
Menurut Bandura, bahwa seseorang lebih banyak belajar tanpa ada peneguhan
(reinforcement) yang ‘nyata’. Dalam penelitianya, ternyata orang dapat mempelajari
respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut
melakukan hal yang ‘dipelajari’ tersebut, dan model yang diamati juga tidak mendapat
peneguhan (reinforcement) dari tingah lakunya. Belajar melalui observasi lebih
efisien dibandingkan dengan belajar melalui pengamalaman langsung. Melalui
observasi seseorang dapat memperoleh respon yang tidak terhinggai banyaknya,
yang mungkin diikuti dengan hubungan dan penguatan.
6. Komponen apa saja diperlukan dalam SCT?
di pdf
7. IRK: tentang belajar dan berinteraksi/berkumpul untuk kebaikan.

Saudariku, Rasulullah shalallaahu ’alaihiwasallam bersabda,

8. ‫احبْ إِالَّ ُمؤْ ِمنًا‬


ِ ‫ص‬َ ُ ‫الَ ت‬

“Janganlah engkau bergaul kecuali dengan seorang mukmin.” (HR. Abu Daud dan
Tirmidzi, Hasan).

Nabi shalalallaahu ’alaihiwasallam menjelaskan kepada kita agar hanya bersahabat


dengan orang-orang mukmin yang bertaqwa. Jangan sampai bersahabat dengan
orang-orang kafir, fasiq lagi pengikut hawa nafsu sehingga akan berbahaya bagi dunia
dan akhirat kita. Hanya bersahabat dengan orang-orang berimanlah persahabatan kita
akan langgeng baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
LAMPIRAN
Social Cognitive Theory dikembangkan oleh Albert Bandura. Albert Bandura adalah
seorang Profesor Psikologi dari Stanford University. Ia lahir tanggal 4 Desember 1925 di
Mundare, di sebelah utara kota Alberta, Kanada. Ia memperoleh gelar B.A (1949) dari
University of British Columbia, gelar M.A (1951) dan gelar Ph.D (1952) dari University of
Iowa, dan sejak 1953 bekerja di Stanford University. Selain menjabat Instructor to Professor
of Psychology di Stanford University, ia juga aktif dalam berbagai perkumpulan ilmuwan
lainnya seperti jabatan President of American Psychological Association, Honorary President
Canadian Psychological Association, Committee on International Affairs, Society for Research
in Child Development, dan jabatan lainnya. Ia juga memperoleh berbagai penghargaan
prestigious di bidang keilmuan seperti Lifetime Achievement Award Association for the
Advancement of Behavior Therapy (2001), Lifetime Achievement Award Western
Psychological Association (2003), Gold Medal Award for Distinguished Lifetime Contribution
to Psychological Science American Psychological Foundation (2006), dan berbagai
penghargaan lainnya. Bandura telah menerbitkan lebih 300 lebih buku dan jurnal sejak tahun
1959 (buku pertamanya Adolescent aggression yang disusun bersama Richard Walter).

Albert Bandura merupakan seorang ilmuwan psikologi yang ‘dibesarkan’ di lingkungan


learning theory dengan tradisi behaviorism. Bandura memang bukan orang pertama yang
mencetuskan ide ‘belajar sosial’ ini. Terdapat ilmuwan lainnya seperti Neil E. Miller dan John
Dollard (1941) yang lebih dahulu mengemukakan social learning theory. Social cognitive
thory ini merupakan pengembangan dari teori belajar (learning theory).
Perbedaan social cognitive theory dengan teori belajar Miller & Dollard adalah bahwa
seseorang akan banyak belajar perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya
penguatan (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Seseorang dapat meniru
beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang
ditimbulkan atas model tersebut (disebut observational learning). Social cognitive theory
ini dianggap gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi
kognitif, yang memandang perilaku manusia tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus,
malainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interkasi antara lingkungan dengan
skema kognitif itu sendiri.

Bandura berpendapat bahwa terdapat hubungan timbal balik antara individu (person),
lingkungan (environment), dan perilaku individu (behavior), yang dikenal dengan
(triadic) reciprocal determinism (atau triadic reciprocal model of causality).
Esensi teori ini adalah bahwa manusia belajar terhadap model melalui proses observasi
dan imitasi yang kemudian berguna dalam proses berperilaku atau bertindak. Manusia
menggunakan kemampuannya untuk berfikir, simbolizing, dan anticipating untuk
bereaksi (outcome reaction). Teori ini mendasarkan pada asumsi-asumsi:
1. memandang manusia secara intrinsik, bukan sebagai baik atau buruk, tetapi sebagai hasil
dari pengalaman yang memiliki potensi untuk segala jenis perilaku
2. manusia mampu untuk mengkonsepsikan dan mengendalikan perilakunya
3. manusia mampu mendapatkan perilaku baru
4. manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain sebagaimana perilakunya juga dipengaruhi
oleh orang lain
dalam menjelaskan teori ini, Bandura mengemukakan empat elemen penting yaitu:
observational learning (modeling), self-regulation, self-efficacy, dan reciprocal
determinism.

Observational learning (pembelajaran hasil pengamatan) atau modeling

Menurut Bandura, bahwa seseorang lebih banyak belajar tanpa ada peneguhan (reinforcement)
yang ‘nyata’. Dalam penelitianya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan
melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang
‘dipelajari’ tersebut, dan model yang diamati juga tidak mendapat peneguhan (reinforcement)
dari tingah lakunya. Belajar melalui observasi lebih efisien dibandingkan dengan belajar
melalui pengamalaman langsung. Melalui observasi seseorang dapat memperoleh respon
yang tidak terhinggai banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan dan
penguatan.
Istilah modeling bukan hanya merujuk pada peniruan, karena modeling bukan sekedar
menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain), tetapi
modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati,
menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif. Terdapat
beberapa macam modeling: modeling tingkah laku baru, modeling mengubah tingkah
laku lama, modeling simbolik, dan modeling kondisioning (conditioning).
 Modeling tingkah laku baru : Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku baru.
Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku model
ditransformasikan menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasikan
menjadi simbol verbal atau non verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti.
 Modeling mengubah tingkah laku lama : terdapat dua dampak modeling terhadap tingkah
laku lama. Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon
yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial
dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak
diterima secara sosial, tergantung apakah tingkah laku model itu mendapatakan ganjaran atau
hukuman.
 Modeling Simbolik: Dewasa ini sebagian besar tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan
televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tidak terhitung yang mungkin mempengaruhi
pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku.
 Modeling Kondisioning: Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi
vicarious classical conditioning. Modelilng semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari
respon emosional.

Terdapat tahapan yang dilalui seseorang dalam melakukan observational learning, yaitu
attention processes, retention processes, motor reproduction processes, dan motivational
processes.
1. Attention processes (proses-proses perhatian)
Permulaan proses ini ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak
langsung oleh seseorang. Perilaku-perilaku yang sesungguhnya dipelajari dari pengamatan
terhadap perilaku-perilaku tersebut, sedangkan sikap-sikap, nilai-nilai, pertimbangan-
pertimbangan moral, dan persepsi-persepsi realitas sosial, dipelajari melalui modelling abstrak.
Menurut Bandura, perhatian terhadap suatu peristiwa ditentukan oleh karakteristik-
karakteristik dari peristiwa tersebut (atau rangsangan pemodelan) dan melalui karakteristik-
karakteristik dari si pengamat. Kemampuan seseorang untuk mengolah informasi, yang sampai
pada suatu titik tertentu dikaitkan dengan umur dan intelijensi, menentukan bagaimana
sebaiknya dia dapat belajar dari pengalaman-pengalaman yang teramati. Himpunan persepsi,
yang ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan, moods (suasana hati), nilai-nilai, dan pengalaman-
pengalaman sebelumnya, mempengaruhi ciri-ciri yang bagaimana dipelajari dari pengamatan
tersebut. Perhatian juga ditentukan oleh penguatan masa lampau. Jika seseorang sebelumnya
telah diperkuat atau diganjar karena memperhatikan suatu peristiwa atau kelas peristiwa-
peristiwa, maka dia mungkin akan memperhatikan peristiwa-peristiwa yang serupa di masa
depan. Ini menerangkan mengapa pola-pola menonton televisi, kalau sudah terbentuk, sulit
untuk dirubah.
2. Retention processes (proses-proses retensi/penyimpanan)
Tahap yang kedua, kita harus mampu menyimpan (mengingat) apa yang harus diperhatikan.
Ini merupakan awal di mana perumpamaan dan bahasa berasal, yaitu ketika kita menyimpan
apa yang kita lihat pada yang dilakukan model dalam bentuk penggambaran mental atau
deskripsi verbal. Ketika benar-benar disimpan, kemudian kita dapat ‘membawa’ kesan atau
deskripsi itu, kita dapat menirunya dengan tingkah laku kita sendiri. Banyak perilaku yang kita
pelajari tidak atau tak bisa dilaksanakan dengan segera setelah pengamatan, karena kekurangan
kesempatan atau karena alasan-alasan praktis lainnya. Demikianlah, teori belajar sosial
terutama sekali berkenaan dengan delayed modeling – yakni, kinerja peristiwa yang teramati
bila modelnya tak ada lagi. Delayed modeling tak dapat terjadi jika kita tidak ingat perbuatan
yang teramati. Retensi perbuatan difasilitasi dengan menggambarkan pola-pola respons dalam
bentuk simbolis. Perbuatan tersebut haruslah digambarkan dalam pikiran kita sehingga kita
dapat mendapat kembali representasi bila kesempatan untuk melaksanakan perbuatan itu
datang. Menurut Bandura, kita menggambarkan pola-pola respons (perbuatan atau peristiwa
yang dimodelkan) dalam dua sistem – imaginal dan verbal. Riset telah menunjukkan bahwa
belajar observasional itu paling akurat bila kita pertamakali secara kognitif mengorganisir
(menggunakan simbol-simbol imaginal dan verbal) dan secara mental melatih lagi perilaku
yang telah dicontohkan
3. Motor reproduction processes (proses-proses reproduksi motorik)
Setelah memperoleh kode simbolik, dilakukannya tingkah laku, tingkah laku yang diperoleh
itu bergantung pada reproduksi motorik dan motivasi seseorang. Reproduksi motorik ialah
memilih dan menyusun respons-respons pada taraf kognitif, diikuti dengan tindak perbuatan.
Menurut Bandura, seseorang berpikir sebelum dia berbuat. Berpikir disini berarti
mengorganisir respons-respons yang telah dipelajari sehingga perilaku yang sesungguhnya
dapat dilaksanakan. Organisasi dan inisiasi kognitif dari perilaku bergantung pada ketersediaan
keterampilan-keterampilan tertentu pada individu tersebut. Ini meliputi baik keterampilan
kognitif maupun keterampilan motorik. Sangatlah jarang kita sanggup untuk secara akurat
mereproduksi perilaku-perilaku pada beberapa upaya pertama. Reproduksi yang akurat
lazimnya merupakan produk dari coba-coba (trial and error). Oleh sebab itu, umpan balik
menjadi penting karena memungkinkan kita untuk melakukan pembetulan terhadap
kekurangan-kekurangan antara perbuatan yang teramati dengan pemodelan kita terhadapnya.
Hal penting lainnya dari reproduksi yaitu kemampuan kita untuk meniru akan bertambah baik
dengan latihan pada hal-hal menyangkut tingkah laku. Tak hanya itu, kemampuan kita akan
bertambah baik ketika kita membayangkan penampilan diri kita.
4.Motivational processes
Kita tidak membuat setiap sesuatu hal yang kita pelajari. kemungkinan bahwa suatu perilaku
tertentu akan dilaksanakan tidak bergantung hanya pada kesempatan atau pada proses-proses
reproduksi motorik. Motivasi untuk melaksanakan perbuatan tersebut juga penting. Motivasi
bergantung pada penguatan. Menurut Bandura, ada tiga jenis penguatan yang dapat memotivasi
kita untuk bertindak, yakni:
 penguatan eksternal: penguatan eksternal adalah ganjaran-ganjaran yang didapat oleh pelaku
karena melaksanakan perilaku tersebut. Ganjaran-ganjaran ini merupakan ganjaran eksternal,
yang berarti bahwa mereka ada diluar pelaku tersebut. Contoh-contoh tentang ganjaran-
ganjaran eksternal biasa adalah persetujuan sosial, uang, hak-hak istimewa, dan penghindaran
hukuman. Pengharapan atau dugaan tentang akibat-akibat karena melaksanakan suatu
perbuatan akan mempengaruhi pembuatan-pembuatan keputusan di masa depan.
 penguatan vicarious (seolah mengalami sendiri): penguatan vicarious (seolah mengalami
sendiri) berakibat bila kita mengamati orang lain yang dikuatkan untuk melaksanakan perilaku-
perilaku tertentu. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa model-model yang diganjar lebih
mungkin akan ditiru ketimbang model-model yang tidak diganjar.
 penguatan diri sendiri: penguatan diri sendiri juga menentukan pembuatan perilaku-perilaku
yang dipelajari. Kita sanggup membangkitkan penguatan-penguatan dalam diri kita sendiri
untuk melaksanakan perilaku-perilaku tertentu.
Terdapat faktor-faktor yang Mempengaruhi proses observational learning, yaitu:
a. Karakteristik Model
Peranan utama model tingkah laku adalah memindahkan informasi kepada pengamat. Sebagai
stimulus, model tingkah laku dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
 Model hidup, yang termasuk kategori ini adalah anggota keluarga, handai taulan, teman
sekerja dan sebagainya dengan siapa seseorang mempunyai hubungan langsung. Dalam
kehidupan sehari-hari seseorang memperoleh informasi dari hubungan sosial ini.
 Model simbolik, model simbolik adalah gambaran tingkah laku dalam pikiran. Dalam
kehidupan saat in, media massa merupakan sumber model-model tingkah laku.
 Deskripsi verbal, deskripsi verbal adalah model yang bukan berupa tingkah laku, tetapi
berujud instruksi-instruksi, misalkan serangkaian instruksi untuk merakit peralatan.
b. Karakteristik observer
Berhubungan dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh observer. Hal ini akan
menentukan seberapa cepat dan mudah proses belajar itu berlangsung.
c. Konsekuensi dari tingkah laku yang ditiru
Konsekuensi tingkah laku juga merupakan unsur yang penting dalam teori belajar sosial, yang
menyangkut tiga macam reinforcement, yaitu :
 Direct reinforcement, yaitu tipe konsekuensi yang menyatakan bahwa suatu peristiwa dapat
menguatkan tingkah laku, baik menyenangkan atau tidak menyenangkan.
 Vicarious reinforcement, yaitu konsekuensi yang berkaitan dengan tingkah laku orang lain
yang diamati, orang yang diamati diberi atau meningkatnya perilaku orang yang
mengamatinya. Vicarious reinforcement, juga berfungsi membangkitkan respons-respons yang
bersifat emosional. yang nantinya akan membangkitkan rasa puas, bangga, agung dan
sebagainya
 Self-reinforcement, merupakan peeguhan yang harus diusahakan sendiri oleh seseorang. Tiga
unsur dalam self reinforcement, yaitu : standar tingkah laku buatan pribadi, kajian-kajian yang
memberikan reinforcement dibawah pengendalian sendiri, dan seseorang sebagai pelaku
reinforcement sendiri

Self-regulation (regulasi diri)

Self regulation adalah kemampuan individu untuk mengatur perilakunya sendiri dengan
internal standard dan penilaian untuk dirinya. Konsep ini menjelaskan mengapa
manusia bisa mempertahankan perilakunya walaupun tidak adanya ganjaran yang
berasal dari lingkungan eksternal. Konsep ini tidak dapat berjalan tanpa adanya internal
standards seseorang. Internal standards adalah pemikiran yang berasal dari pengaruh
modelling sebelumnya dan juga berbagai reinforcement yang lalu. Dengan adanya
pemaknaan terhadap fenomena tertentu yang menurutnya baik atau bernilai, maka nilai-nilai
tersebut menjadi patokan nilai internal individu yang bersangkutan. Semakin tinggi internal
standard seseorang, semakin besar harapannya untuk mencapai nilai tersebut dan semakin
besar pula kemungkinan individu tersebut mengalami gangguan-gangguan
Terdapt 3 langkah dalam melakukan self regulation yaitu:
a. self-observation (observasi diri)
Kita melihat diri kita sendiri, tingkah laku kita dan menjaga etiket itu.
b. judgment (penilaian)
Kita membandingkan apa yang kita lihat dengan sebuah standar. Sebagai contoh, kita dapat
membayangkan penampilan kita dengan standar tradasional, seperti ‘aturan tata cara’ atau kita
dapat menciptakan aturan yang lebih mengikat, seperti “saya akan membaca buku seminggu
sekali”. Atau kiat dapat bersaing dengan orang lain atau dengan diri kita sendiri.
c. self-response (respon diri)
Jika kita mengerjakan sesuatu dengan baik, dalam memperbandingan dengan sebuah standar,
kita memberikan diri kita sendiri seubuah penghargaan atau apresiasi sebagai respon diri.
Sementara jika kita mengerjakan sesuatu yang buruk, kita memberikan hukuman untuk diri
kita sendiri sebgai respon diri. Respon diri berkaitan dengan kejadian nyata (mendorong pada
tindakan langsung) dan lebih tersembunyi (merasa malu atau bangga). (Dalam hal ini, terdapat
konsep penting dalam psikologi yang dikenal dengan konsep diri dan self-esteem yang dapat
menjelaskan konsep ini lebih lengkap). Untuk seorang yang telah dewasa, ia akan memiliki
atau menemukan standar hidup sendiri yang memiliki self-praise dan self-reward sehingga
akan memiliki sebuah self-concept yang baik (self-esteem yang tinggi). Begitupun sebaliknya,
kalau kita gagal menemukan standar hidup kita sendiri dan sering menghukum diri sendiri, kita
akan memiliki self-concept yang buruk (self-esteem rendah).
Dalam pandangangan para behavioris pada umumnya, memandang (reinforcement) penguatan
sebagai sesuatu yang efektif, sementara (punishment) hukuman banyak menimbulkan masalah
atau dampak buruk. Tiga dampak buruk dari self-punishment yang berlebihan menurut
Bandura, yaitu:
1. Kompensasi: kompleks yang superior, contohnya khayalan tentang kemewahan,
2. Ketidak-aktifan: apatis, depresi, dan kebosanan,
3. pelarian (escape): narkoba, alkohol, fantasi televisi, atau mungkin bunuh diri.

Self-efficacy (efikasi diri)

Self efficacy merupakan persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat
berfungsi dalam situasi tertentu. Self efficacy juga me rupakan perasaan optimis
mengenai diri kita yang berkemampuan dan efektif. Secara singkat, self efficacy adalah
sejauh mana kita mampu mencapai sesuatu. Self efficacy tumbuh dari keberhasilan-
keberhasilan yang pernah dilakukan. Terdapat dua komponen dalam self efficacy yaitu:
1. Efficacy expectations : kepercayaan bahwa ia bisa melakukannya atau tidak.
2. Outcome expectations : perkiraan individu bahwa suatu outcome tertentu akan muncul dan
pengetahuan mengenai apa yang harus dilakukan
Self efficacy sangat berpengaruh dalam tingkah laku seseorang. Setiap tingkah laku, bisa
tingkah laku dalam bekerja, akademis, rekreasi, atua sosial dipengaruhi oleh self efficacy.
Keyakinan terhadap self-efficacy mempengaruhi tindakan yang dipilih, usaha yang diberikan
untuk aktivitas tertentu, kegigihan mengatasi hambatan & kegagalan, dan kemampuan
beradaptasi setelah mengalami kegagalan

Reciprocal-determinism atau triadic reciprocal model of causality

Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang
terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang
menentukan/mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu
juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Reciprocal determinism adalah konsep yang
penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami
tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling-determinis sebagai prinsip dasar untuk
menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari
perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif
dari organisasi dan sistem sosial.
Dalam menganalisis perilaku seseorang, ada tiga komponen yang harus ditelaah yaitu
individu itu sendiri (person), lingkungan (environment), serta perilaku si inidividu
tersebut (behavior). Ketiga hal tersebut dikenal dengan istilah Triadic Reciprocal
Causation. Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang sama meskipun
lingkungannya serupa, namun individu akan bertindak setelah ada proses kognisi atau penilaian
terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti.

Triadic Reciprocal Model of Causality


Hubungan antara tiga faktor tersebut adalah reciprocal determinism, atau diterminisme timbal
balik. Istilah determinisme disini tidak berarti bahwa individu itu ditentukan oleh ‘sebab’ yang
sudah ada sebelumnya, tetapi bahwa akibat-akibat yang timbul disebabkan oleh peristiwa yang
terjadi. Hubungan tiga arah antara fakor tersebut menegaskan bahwa proses kognitif dan faktor
pribadi lainnya mempengaruhi. Seseorang memperoleh kesan-kesan simbolik dari tingkah
laku. Kesan-kesan simbolik yang diperoleh seseorang disimpan dalam bentuk kode, fungsinya
adalah memberikan petunjuk dan bimbingan dalam bartingkah laku di waktu waktu yang akan
datang. Kode-kode tingkah laku yang diperoleh dari pengamatan itu adalah kode-kode
simbolik yang dinamakan sistem representasional. Sistem ini ada dua macam, yaitu : visual
dan verbal. Yang termasuk didalam sistem visual adalah gambar-gambar yang amat jelas dari
stimuli fisik yang sudah tidak ada seperti aktivitas -aktivitas, tempat-tempat dan benda-benda.
Sedangkan yang termasuk didalam sistem verbal ialah peristiwa-peristiwa (seperti prosedur
menyusun kalimat), simbol-simbol bahasa, angka-angka, notasi musik dan sebagainya

Daftar Pustaka:

Miller, Katherine. (2001). Communication Theories. New York. McGraw Hill


Rakhmat, Jalaludin. (2009). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Saverin, W.J. & Tankard, W.T,Jr. (2008). Teori Komunikasi: sejarah, metode, dan terapan di
dalam media massa. Terj. Sugeng Hariyanto. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Venus, Antar. (2009). Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social ( Social Learning Teory )
salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari
fikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social
atau kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo
Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya.
Teori kogoitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura
menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan peran penting
dalam pembelajaran. Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan
atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model
deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, persnn/kogoitif dan
lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan
mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif
mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama
pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan,
strategi pemikiran dan kecerdasan.
Dalammodel pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan penting.
Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat ini adalah self-efficasy atau efikasi diri..
Menurut Bandura (1994), individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat
mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki
kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya.Individu ini menurut Bandura
(1994) akan cepat menghadapi masalah dan mampubangkit dari kegagalan yang ia
alami. Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain
sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku
manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif,
perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat
berpengaruh pada pola belajar social.
Menurut Bandura, dari semua pemikiran yang memengaruhi fungsi manusia, dan merupakan
bagian paling inti dari teori kognitif sosial adalah efikasi diri (self efficacy). Efikasi diri adalah
“penilaian diri terhadap kemampuan diri untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang ditetapkan”. Efikasi diri memberikan dasar bagi
motivasi manusia, kesejahteraan, dan prestasi pribadi. Hal ini terjadi karena mereka percaya
bahwa tindakan yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diinginkan, meskipun memiliki
sedikit insentif untuk bertindak atau untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan.

Anda mungkin juga menyukai