Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Stuart & Laraia (2013) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu

tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

Ada lima jenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan,

penghidu, pengecapan dan perabaan. Halusinasi pendengaran merupakan

jenis halusinasi yang paling banyak ditemukan terjadi pada 70% pasien,

kemudian halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah halusinasi

penghidu, pengecapan dan perabaan.

Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak

ada. Perilaku yang teramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi

pendengaran adalah pasien merasa mendengarkan suara padahal tidak ada

stimulus suara. Sedangkan pada halusinasi penglihatan pasein mengatakan

melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada

bayangan tersebut. Pada halusinasi penghidu pasien mengatakan membaui

bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa.

Sedangkan pada halusinasi pengecapan, pasien mengatakan makan atau

minum sesuatu yang menjijikkan. Pada halusinasi perabaan pasien

mengatakan serasa ada binatang atau sesuatu yang merayap ditubuhnya

atau di permukaan kulit (Nurhalimah, 2016).

7
8

B. Penyebab Terjadinya Halusinasi

Penyebab terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan

konsep stress adaptasi Stuart (2007) yang meliputi stressor dari faktor

predisposisi dan presipitasi.

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari

a. Faktor Biologis

Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan

jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat

penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain

(NAPZA).

b. Faktor Psikologis

Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban,

pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya

kasih sayang dari orang-orang disekitar atau overprotective.

c. Sosio budaya dan lingkungan

Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan

sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat

penolakan dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien

halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah

serta pernah mengalami kegagalan dalam hubungan sosial

(perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.

2. Faktor Presipitasi
9

Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi

ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau

kelainan struktur otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau

adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan

atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai

dengan pasien serta konflik antar masyarakat.

C. Tanda dan Gejala Halusinasi

Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap

pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi

menurut Nurhalimah (2016) adalah sebagai berikut:

1. Data Subyektif: Pasien mengatakan :

a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan;

b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap;

c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya;

d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat

hantu atau monster;

e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang

bau itu menyenangkan;

f. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses;

g. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.

2. Data Obyektif

a. Bicara atau tertawa sendiri;


10

b. Marah-marah tanpa sebab;

c. Mengarahkan telinga ke arah tertentu;

d. Menutup telinga;

e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu;

f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas;

g. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu;

h. Menutup hidung;

i. Sering meludah;

j. Muntah;

k. Menggaruk-garuk permukaan kulit.

D. Rentang Respon Neurobiologis

Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham

merupakan gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan

dari respons neurobiologis. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang

respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neorobiologis

(Nurhalimah, 2016).

Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif adalah adanya

pikiran logis dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang

respon yang paling maladaptif adalah adanya waham, halusinasi, termasuk

isolasi sosial menarik diri. Berikut adalah gambaran rentang respon

neurobiologis (Nurhalimah, 2016.

Stuart and Laraia (2013) menjelaskan rentang respon neurobiologis


11

pada pasien dengan gangguan senssori persepsi halusinasi sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Proses pikir terganggu Gangguan proses pikir


waham
Perepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten Emosi Kerusakan proses


berlebihan/berkurang emosi
Perilaku sesuai Perilaku tidak Perilaku tidak sesuai
terorganisir
Hub. sosial harmonis Isolasi sosial
(Stuart Laraia, 2013)

Gambar 2.1 Rentang respon neurobiologis

E. Tahapan Halusinasi

Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan menurut

Nurhalimah (2016) adalah sebagai berikut

1. Tahap I : Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien

sedang. Pada tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.

Karakteristik : Karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya

perasaan bersalah dalam diri pasien dan timbul perasaan takut. Pada

tahap ini pasien mencoba menenangkan pikiran untuk mengurangi

ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang

dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non psikotik).

Perilaku yang teramati:

a. Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai;

b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara;


12

c. Respon verbal yang lambat;

d. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.

2. Tahap II : Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas

tingkat berat dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.

Karakteristik : pengalaman sensori yang dialami pasien bersifat

menjijikkan dan menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi mulai

merasa kehilangan kendali, pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya

dari sumber yang dipersepsikan, pasien merasa malu karena

pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (non

psikotik).

Perilaku yang teramati :

a. Peningkatan kerja susunan saraf otonom yang menunjukkan

timbulnya ansietas seperti peningkatan nadi, tekanan darah dan

pernafasan;

b. Kemampuan kosentrasi menyempit;

c. Penuh dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan

kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.

3. Tahap III : Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku

pasien, pasien berada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori

menjadi menguasai pasien.

Karakteristik : Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini

menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan

halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan,


13

individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman tersebut

berakhir ( Psikotik )

Perilaku yang teramati:

a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh

halusinasinya dari pada menolak;

b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain;

c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala

fisik dari ansietas berat seperti : berkeringat, tremor,

ketidakmampuan mengikuti petunjuk.

4. Tahap IV : Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan

tingkat ansietas berada pada tingkat panik. Secara umum halusinasi

menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.

Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan jika individu

tidak mengikuti perintah halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung

dalam beberapa jam atau hari apabila tidak diintervensi (psikotik).

Perilaku yang teramati :

a. Perilaku menyerang - teror seperti panik;

b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh

orang lain;

c. Amuk, agitasi dan menarik diri;

d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek;

e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.


14

F. Jenis Halusinasi

Menurut Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain

1. Halusinasi Pendengaran (Auditorik)

Yaitu persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara tetapi juga bunyi-

bunyi lain seperti musik. Karakteristik ditandai dengan mendengar

suara, terutama suara-suara orang, biasanya klien mendengar suara

orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan

memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2. Halusinasi Penglihatan (Visual)

Yaitu persepsi palsu tentang penglihatan, karakteristik ditandai

dengan adanya stimulus penglihatan, bisa dalam bentuk pancaran

cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama

yang luas dan kompleks. Penglihatan tersebut dapat menyenangkan

atau menakutkan.

3. Halusinasi Penghidu (Olfaktory)

Yaitu persepsi membau yang palsu, paling sering pada gangguan

organik. Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, bau amis

dan bau yang menjijikkan, misalnya seperti darah, urine dan feses,

namun, bisa juga terhidu bau harum.

4. Halusinasi Peraba (Tactile)

Yaitu persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi permukaan.

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa

stimulus yang terlihat, sebagai contoh yaitu merasakan 37 sensasi


15

listrik yang datang dari tanah, dari benda mati ataupun dari orang lain.

5. Halusinasi Pengecap (Gustatory)

Yaitu persepsi tentang rasa kecap yang palsu. Karakteristik ditandai

dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa

mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

6. Halusinasi Sinestetik

Yaitu persepsi palsu tentang fungsi alat tubuh bagian dalam.

Karakteristik ditandai dengan seolah – olah ada persaan tertentu yang

timbul seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, merasakan

makanan dicerna atau merasakan pembentukan urine.

7. Halusinasi Kinestetik

Yaitu persepsi tentang gerak tubuh. Karakteristik ditandai dengan

merasakan pergerakan sementara, seperti badannya bergerak di sebuah

ruang tertentu sementara tubuhnya berdiri tanpa bergerak.

G. Penatalaksanaan Halusinasi

Penatalaksanaan halusinasi menurut Eko Prabowo (2014 hal 134)

adalah sebagai berikut:

1. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita

skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi

dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis tinggi

bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.


2. Terapi kejang listrik
16

Terapi kejang listrik adalah pengobatan yang menimbulkan kejang

secara sepontan dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode

yang dipasang pada satu atau dua temple, terapi kejang listrik dapat

diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi

neuroleptika oral atau injeksi. Dosis terapi kejang listrik 4-5

joule/detik.
3. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individu atau kelompok sangat membantu

karena berhubungan dengan mempersiapkan pasien kembali ke

masyarakat. Selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong

pasien bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat, maupun

dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena

dapat membentuk kebiasaan yang tidak baik.


4. Terapi modalitas
a. Terapi Musik
Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.

Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi.


b. Terapi Seni

Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai

pekerjaan seni.

c. Terapi Menari

Fokus pada ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh

d. Terapi Relaksasi

Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok

Rasional : untuk koping atau perilaku maladaptif/deskriptif,


17

meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.

e. Terapi Kelompok
Terapi aktivitas kelompok (TAK) Stimulus Persepsi :

Halusinasi

Sesi 1 : Mengenal halusinasi

Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik

Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan minum obat

Sesi 4 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

Sesi 5 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

H. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Persepsi Sensori

: Halusinasi

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan

asuhan keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan cara

wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga.

Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa

faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan

kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian,

tanggal dirawat, nomor rekam medis.

b. Alasan masuk
18

Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering

berbicara sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka

berjalan tanpa tujuan, membanting peralatan dirumah,

menarik diri.

c. Faktor predisposisi

1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan

kurang berhasil dalam pengobatan;

2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan

kekerasan dalam keluarga;

3) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter;

4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat

mengganggu.

d. Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan

adanya riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina

stuktur otak, kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan

kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan

dalam keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan

klien serta konflik antar masyarakat.

e. Fisik

Tidak mengalami keluhan fisik.

f. Psikososial

1) Genogram
19

Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang

mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu

begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.

2) Konsep diri

Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan

tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai,

identifikasi diri : klien biasanya mampu menilai identitasnya,

peran diri klien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat

peran klien terganggu, ideal diri tidak menilai diri, harga diri

klien memilki harga diri yang rendah sehubungan dengan

sakitnya.

3) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan

keluarga.

4) Spiritual

Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa

dipandang tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan

ibadah klien biasanya menjalankan ibadah di rumah

sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat

berlebihan.

g. Mental

1) Penampilan

Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau


20

cocok dan berubah dari biasanya

2) Pembicaraan

Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti

kehilangan, tidak logis, berbelit-belit

3) Aktifitas motorik

Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa

gerakan yang abnormal.

4) Alam perasaan

Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor

presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.

5) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.

6) Interaksi selama wawancara

Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang

tampak komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan

pembicaraan.

7) Persepsi

Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait

tentang halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa

sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak

dapat membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat

memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut,

ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung.

8) Proses pikir
21

Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun

pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.

Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut

dan merasa aneh terhadap klien.

9) Isi pikir

Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual

dan latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan

memprosesstimulus internal dan eksternal melalui proses

informasi dapat menimbulkan waham.

10) Tingkat kesadaran

Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap

orang, tempat dan waktu.

11) Memori

Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka

pendek, mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan

peraturan yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien

berulang kali menanyakan waktu, menanyakan apakah

tugasnya sudah dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu

hal.

12) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap

realitas eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar


22

berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan mudah

mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam

memberikan perhatian.

13) Kemampuan penilaian

Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil

keputusan, menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga

tidak mampu melaksanakan keputusan yang telah disepakati.

Sering tidak merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah

salah.

14) Daya tilik diri

Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil

keputusan. Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian

terhadap lingkungan dan stimulus, membuat rencana

termasuk memutuskan, melaksanakan keputusan yang telah

disepakati. Klien yang sama seklai tidak dapat mengambil

keputusan merasa kehidupan sangat sulit, situasi ini sering

mempengaruhi motivasi dan insiatif klien

h. Kebutuhan persiapan klien pulang

1) Makan

Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan

cenderung tidak memperhatikan diri termasuk tidak peduli

makanan karena tidak memiliki minat dan kepedulian.

2) BAB atau BAK


23

Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta

kemampuan klien untuk membersihkan diri.

3) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak

mandi sama sekali.

4) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak

diganti.

5) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam :

biasanya istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.

6) Pemeliharaan kesehatan

Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga

dan sistem pendukung sangat menentukan.

7) Aktifitas dalam rumah

Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah

seperti menyapu.

2. Diagnosa Keperawatan

Sebelumnya menentukan diagnosa keperawatan menentukan

terlebih dahulu pohon masalahnya sehingga dapat ditentukan

penyebab, masalah utama, dan efek dari masalah utama. Gambar

dibawah ini merupakan pohon masalah untuk gangguan sensori

persepsi halusinasi :

Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Effect

Core

Problem
24

Perubahan sensori perseptual:

halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri Cause

Gambar 2.2 Pohon Masalah Halusinasi

Setelah menetukan pohon masalah tersebut, diagnosa keperawatan

yang dapat ditegakkan adalah

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

3. Rencana Keperawatan.

Setelah menetapkan diagnosa keperawatan kemudian menetapkan

rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori

persepsi: halusinasi. Rencana tindakan keperawatan harus ditujukan

juga untuk keluarga karena keluarga memegang peranan penting

didalam merawat pasien dirumah setelah pasien pulang dari rumah

sakit. Saat melakukan asuhan keperawatan baik di Puskesmas dan

kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum

menemui pasien (Nurhalimah, 2016).

a. Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Gangguan Persepsi Sensori

Halusinasi.

1) Tujuan: Pasien mampu:

a) Membina hubungan saling percaya;

b) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi


25

dengan menghardik;

c) Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat;

d) Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap;

e) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-

hari.

2) Tindakan Keperawatan

a) Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:

i. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan

pasien;

ii. Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan

nama panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan

nama dan nama panggilan yang disukai pasien;

iii. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini;

iv. Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan

bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan

tempat pelaksanaan asuhan keperawatan;

v. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi

yang diperoleh untuk kepentingan terapi;

vi. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien;

vii. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.

b) Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi

halusinasi

i. Tanyakan pendapat pasien tentang halusinasi yang


26

dialaminya: tanpa mendukung, dan menyangkal

halusinasinya;

ii. Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya,

situasi pencetus, perasaan, respon dan upaya yang

sudah dilakukan pasien untuk menghilangkan atau

mengontrol halusinasi.

c) Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik

d) Melatih 6 (enam) benar minum obat

e) Melatih mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap

dengan orang lain

f) Melatih mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

aktivitas sehari-hari seperti membereskan kamar, merapikan

tempat tidur, serta mencuci baju.

b. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga menurut Yusuf (2015)

1) Tujuan

a) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di

rumah sakit maupun di rumah;

b) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif

untuk pasien.

2) Tindakan keperawatan

a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat

pasien;
27

b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian

halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan

gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, serta cara

merawat pasien halusinasi;

c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan

cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan

pasien;

d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga.

4. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga

Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah di lakukan

untuk pasien gangguan sensori persepsi halusinasi menurut

Nurhalimah (2016) adalah sebagai berikut

Pasien mampu:

a. Mengungkapkan isi halusinasi yang dialaminya;

b. Menjelaskan waktu dan frekuensi halusinasi yang dialami;

c. Menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi;

d. Menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi;

e. Menerapkan 4 cara mengontrol halusinasi:

1) Menghardik halusinasi;

2) Mematuhi program pengobatan;

3) Bercakap dengan orang lain di sekitarnya bila timbul

halusinasi;
28

4) Menyusun jadwal kegiatan dari bangun tidur di pagi hari

sampai mau tidur pada malam hari selama 7 hari dalam

seminggu dan melaksanakan jadwal tersebut secara mandiri.

f. Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan

halusinasi

Keluarga mampu:

a. Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien;

b. Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi melalui empat cara

mengontrol halusinasi yaitu menghardik, minum obat,cakap-cakap

dan melakukan aktifitas di rumah;

c. Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi;

d. Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk

mengatasi masalah pasien;

e. Menilai dan melaporkan keberhasilannnya merawat pasien.

I. Konsep Terapi Menggambar

1. Pengertian menggambar

Terapi menggambar adalah suatu bentuk teknik proyektif yang

menggunakan kreatif proses pembuatan seni untuk meningkatkan dan

meningkatkan fisik, kesejahteraan mental dan emosional individu dari

segala usia (Triphathi, 2015).

Terapi menggambar adalah salah satu terapi okupasi aktivitas


29

bentuk ekspresi dalam seni visual, dimana klien diberikan media dan

alat untuk mengekspresikan alam perasaan melalui gambar sehingga

klien merasa halusinasi hilang karena mempunyai kesibukan (Yosep,

2010).

2. Manfaat Menggambar

a. Menggambar sebagai alat bercerita (bahasa visual/bentuk);

b. Menggambar sebagai media mencurahkan alam perasaan;

c. Menggambar sebagai alat bermain.;

d. Ketika menggambar terjadi peristiwa berfantasi. Jadi menggambar

melatih seseorang berfantasi. Fantasi yang muncul adalah bentuk-

bentuk yang kadangkala aneh dilihat atau bentuk sederhana seperti

lingkungan sekitar;

e. Menggambar melatih ingatan;

f. Menggambar melatih berpikir komprehensif (menyeluruh);

g. Menggambar sebagai media sublimasi perasaan;

h. Menggambar dapat digunakan untuk mendidik seseorang melatih

mengendurkan spontanitas dan mengarahkannya untuk

mengajarkan cara berbicara.

Anda mungkin juga menyukai