TINJAUAN PUSTAKA
A. Defisini
Demam Tifoid adalah infeksi dengan sistemik akut yang nyata pada fagosit
mononuklear dan tumbuh membutuhkan tatnama yang terpisah tetapi karena tifoid secara
mendasar bukanlah penyakit usus, dipakailah istilah untuk menggambarkan sindroma
tertentu.2
B. Etiologi
Demam Tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonellatyphi.
Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B
(S. Schotmuelleri) dan S. paratyphi C (S. Hirschfeldii).Salmonellatyphi sama dengan
Salmonella yang lain adalah bakteri Gram- negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari
oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang
terdiri polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonellatyphi juga dapat
memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.1
C. Epidemioloi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena
penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World
HealthOrganization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam
tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.4 Di negara
berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%
merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih
besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di
seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di
daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per
tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91%
kasus.2
Sembilan puluh enam persen (96%) kasus demam tifoid disebabkan S.typhi, sisanya
disebabkan oleh S. Paratyphi. Kuman masuk melalui makanan/minuman, setelah melewati
lambung kuman mencapai usus halus (ileum) dan setelah menembus dinding usus sehingga
mencapai folikel limfoid usus halus (PlaquePeyeri). Kuman ikut aliran
limfemesentrialkedalam sirkulasi darah (bakteremia primer) mencapai jaringan RES (hepar,
lien, sumsum tulang untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakteremia sekunder, kuman
mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra intestinal). Masa
inkubasi 10-14 hari.3
jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 10 5 dan
jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti
aklorhidria, post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan
Proton Pump Inhibitor.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejunum dan ileum.
Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman akan menembus
sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang melapisi PeyerPatch,
merupakan portdeentry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat
hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyerpatchdi
ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus. Sebagian
kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi
dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan
mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik
seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai
gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental ini
biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari berturut- turut.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa
usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.
Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti
dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan
limulus. Diduga endotoksin dari salmonellatyphi ini menstimulasi makrofag di dalam hepar,
lien, folikel usus halus dan kelenjar limfemesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat
lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti
nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan
pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologis.1,2,4
E. ManifestasiKlinis
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih bervariasi bila
dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada gejala atau tanda klinis,
akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak, terutama pada
penderita yang lebih muda, seperti pada tifoid kongenital ataupun tifoid pada bayi. Masa
inkubasi rata-rata bervariasi antara 7 – 20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3 hari dan
terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa inkubasi mempunyai korelasi dengan jumlah
kuman yang ditelan, keadaan umum/status gizi serta status imunologis penderita.1,2,4
Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis besar gejala-
gejala yang timbul dapat dikelompokkan
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi. Pada
pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu kedua,
gejala/ tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati
dan limpa, perut kembung mungkin disertai ganguan kesadaran dari yang ringan sampai
berat. Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang dewasa,
kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwisepattern, dapat pula mendadak
tinggi dan remiten (39 – 41o C) serta dapat pula bersifat ireguler terutama pada bayi yang
tifoid kongenital.
Lidah tifoid (Tifoidtongue) biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat
dengan tanda-tanda antara lain, lidah tampak kering, diolapisi selaput tebal, di bagian
belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin
progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominen.
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua.
Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2 – 4 mm, berwarna merah
pucat serta hilang pada penekanan.Roseola ini merupakan emboli kuman yang didalamnya
mengandung kuman salmonella, dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, kadang-
kadang di bokong, ataupun bagian fleksor lengan atas. Limpa umumnya membesar dan sering
ditemukan pada akhir minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran karena
malaria. Pembesaran limpa pada demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak.
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1 – 5mm,
sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang
kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada
hari ke 7 – 10 dan bertahan selama 2 -3 hari.1,2,4
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat
menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis, dan
bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraselular
seperti TB, infeksi jamur sistemik, bruselosis, shigelosis dan malaria. Pada demam tifoid
yang berat dapat terjadi sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit Hodgkin.1
G. PemeriksaanPenunjang
Uji serologis
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi
Uji Widal
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman
S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan sejak tahun 1896. Pada uji Widal terjadi reaksi
aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji
Widal adalah serum penderita dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen
dalam jumlah yang sama. Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam
serum.
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
tersangka demam tifoid yaitu;
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi
kuman ini. Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O. Antibodi
H timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai beberapa tahun, sedangkan
antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang telah sembuh, aglutinin O masih tetap
dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9 bulan – 2
tahun. Antibodi Vi timbul lebih lambat dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh
dari sakit. Pada pengidap S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat. Antigen Vi biasanya
tidak dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya dipakai untuk menentukan
pengidap S.typhi. Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan memakai
uji widalslideaglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 45 menit)
menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit
demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur
pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi
kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak
dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada
deteksi pembawa kuman S. typhi (karier). Banyak peneliti mengemukanan bahwa uji serologi
widal kurang dapat dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada kasus demam tifoid yang
terbukti biakan darah positif.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu faktor yang berhubungan
denganpenderita dan faktor teknis.
Negatif Palsu
Positif Palsu
H. Komplikasi
Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika
perdarahan banyak terjadi melena dapat disertai nyeri perut dengan tanda – tanda renjatan.
Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.
Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga
peritoneum yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada
foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala akut,
yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan. Komplikasi diluar
usus halus
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan disebabkan oleh bronkitis,
pneumonia bisa merupakan infeksi sekunder dan dapat timbul pada awal sakit atau fase akut
lanjut. Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru, efusi, dan empiema.
Kolesistitis
Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhi minggu kedua dengan gejala dan
tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi kolesistitis maka penderita cenderung untuk menjadi
seorang karier.
Typhoidensefalopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa kesadaran menurun,
kejang – kejang, muntah, demam tinggi, pemeriksaan otak dalam batas normal. Bila disertai
kejang – kejang maka biasanya prognosisnya jelek dan bila sembuh sering diikuti oleh gejala
sesuai dengan lokasi yang terkena.
Meningitis
Menigitis oleh karena Salmonellatyphi yang lain lebih sering didapatkan pada neonatus/bayi
dibandingkan dengan anak, dengan gejala klinis tidak jelas sehingga diagnosis sering
terlambat. Ternyata peyebabnyaadalah Salmonellahavanadan Salmonellaoranemburg.
Miokarditis
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran klinis tidak khas.
Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun keatas serta sering terjadi pada minggu
kedua dan ketiga. Gambaran EKG dapat bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi
segmen ST, perubahan gelombangan I, AV blok tingkat I, aritmia, supraventrikulartakikardi.
Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonellatyphi melalui urin pada saat
sakit maupun setelah sembuh. Sistitis maupun pilonefritis dapat juga merupakan penyulit
demam tifoid. Proteinuria transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis yang dapat
bermanifestasi sebagai gagal ginjal maupun sidromnefrotik mempunyai prognosis yang bu
Karier kronik
Tifoid karier adalah seorang yang tidak menunjukkan gejala penyakit demam tifoid, tetapi
mengandung kuman Salmonellatyphosa di sekretnya. Karier temporer- ekskresi S.typhipada
feces selama tiga bulan. Hal ini tampak pada 10% pasien konvalesen. Relapse terjadi pada 5-
10% pasien biasanya 2-3 minggu setelah demam mengalami resolusi dan pada isolasi
organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama seperti semula. Faktor predisposisi menjadi
kronik karier adalah jenis kelamin perempuan, pada kelompok usia dewasa, dan
cholelithiasis. Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal, seperti schistosomiasis,
mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama.
I. Penatalaksanaan
Tirah baring
Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu. Pasien harus diedukasi
Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah yang paling
membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak memperburuk kondisi usus.
Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet
untuk penderita demam tifoid, basanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan
nasi biasa.
Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan
parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran
serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang
optimal.Kebutuhan kalori anak pada infus setara dengan kebutuhan cairan rumatannya.
Medika Mentosa
Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila mungkin
peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah Paracetamol dengan dosis
10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk menghindari aspirin dan turunannya karena
mempunyai efek mengiritasi saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan
kemungkinan untuk diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak mampu
intakeperoral dapat diberikan via parenteral, obat yang masih dianjurkan adalah yang
mengandung Methamizole Na yaitu antrain atau Novalgin.
Antibiotik
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai syok dapat
diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit untuk dosis awal,
dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam. Untuk demam tifoid dengan penyulit
perdarahan usus kadang- kadang diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi
perforasi harus segera dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika metronidazol.
J. Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang
adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Relaps dapat timbul beberapa kali.
Individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier
kronis. Resiko menjadi karier pada anak – anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier
K. Pencegahan
Ada 3 macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi kuman yang
dimatikan, kuman hidup, dan komponen Vi dari Salmonellathypi. Vaksin yang berisi kuman
Salmonellathyphi, S. ParathypiA, S. ParathypiB yang dimatikan (TAB vaccine) telah
puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian suntikan subkutan; namun vaksin ini hanya
memberikan kekebalan daya kekebalan yang terbatas. Vaksin yang berisi kuman
Salmonellathyphi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan secara peroral tiga kali dengan
interval pemberian selang sehari, memberi perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan
pada anak yang berumur diatas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari