Anda di halaman 1dari 23

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT THYPOID


A. Pengertian
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan
penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau
lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan
penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebab
kan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan
dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang
terinfeksi kuman salmonella.( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis,
( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-
gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type
A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type
A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
B. Etiologi
Demam tyfhoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s.
Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella
yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi
lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain.
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil,
tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan
glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak
meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob
dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent
terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C
(130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap
dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan
dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan
makannan kering, agfen farmakeutika an bahan tinja.
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH.
Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap
panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas.

C. Tanda dan Gejala


Gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu: demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
diperut, batuk dan epitakis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu
tubuh meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandinkan dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari.
Setela masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian
menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu:
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu kedua, pernderita terus dalam keadaan demam. Dalam minggu
ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembalu pada akhir
minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi,
akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesdaran
Umumnya kesadarn penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma atau gelisah.

Masa tunas typhoid 10 - 20 hari


1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan
malam hari. Dengankeluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala,
anorexia dan mual, batuk,epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak
di perut.
2. Minggu II

Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,


lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi),
hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

D. Manifestasi Klinik
1. Masa tunas demam thypoid berlangsung 10-14 hari.
2. Minggu I : Keluhan dan gejala-gejala dengan penyakit infeksi akut
pada umumnya demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, konstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan
epistaksis, pada pemeriksaan hanya didapatkan peningkatan suhu badan.
3. Minggu II : Gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,bradikardi
relatif,lidah khas (kotor di tengah,tepi dan ujung merah dan tremor),
hepatomegali, splenomegali, gangguan mental berupa samnolen, strupor,
koma, delirion/psikos.

E. Patofisiologi
Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna
(mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dstnya). S. typhi
masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar.
Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang
kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat itu
mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar. Saat
kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam
lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus.
Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa ” menjebol” usus halus.
Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke
pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan
lain-lain).Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni penderita bisa
mengandung kuman S. typhi yang siap menginfeksi manusia lain melalui
makanan atau pun minuman yang dicemari.
Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak
menampakkan gejala sakit), kuman Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran
dan air seni sampai bertahun-tahun. S. thypi hanya berumah di dalam tubuh
manusia. Oleh kerana itu, demam tifoid sering ditemui di tempat-tempat di mana
penduduknya kurang mengamalkan membasuh tangan manakala airnya mungkin
tercemar dengan sisa kumbahan.
Sekali bakteria S. thypi dimakan atau diminum, ia akan membahagi dan
merebak ke dalam saluran darah dan badan akan bertindak balas dengan
menunjukkan beberapa gejala seperti demam. Pembuangan najis di merata-rata
tempat dan hinggapan lalat (lipas dan tikus) yang akan menyebabkan demam
tifoid.
F. Pathway

Fisik (sinar, suhu)


Mikroorganisme Faktor yang
Dermatitis
(bakteri, jamur) berhubungan
Genetik
Lingkungan
Farmakologi
Faktor dari luar Faktor dari dalam Imunologi
(eksogen) (endogen)

Berhubungan
Dermatitis kontak dengan peningkatan
(sabun detergen, zat Dermatitis atopik kadar IgE dalam
kimia) serum

Asma bronchial,
rhinitis, alergik
Allergen sensitizen Iritan primer

Ketidakefektifak
pola nafas
Sel Langerhans dan Mengiritasi kulit
Makrofag

Sel T
Peradangan kulit Kerusakan
(lesi) Integritas kuit

Senstisasi sel T oleh


saluran limfe

Nyeri akut Gangguan citra


tubuh
Reaksi Resiko Infeksi
hipersensitivitas IV
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan
media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat
anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai
dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada
minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai
demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti
agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti
mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat
menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan
kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O
biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer
aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu
titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai
nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan
ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil
titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin
terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang
bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa
lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen
O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat
menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji
widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian
yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain
salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

H. Penatalaksanaan Medis

1. Perawatan

Pasien thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan

perawatan, observasi dan diberikan pengobatan yakni :


 Isolasi pasien.

 Desinfeksi pakaian.

 Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit

yang lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.


 Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal

kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk jika tidak panas lagi,

boleh berdiri kemudian berjalan diruangan.

2. Diet

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi

protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak

merangsang dan tidak menimbulkan gas, susu 2 gelas sehari, bila

kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui sonde

lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan

makanan biasa.

3. Obat

Obat anti mikroba yang sering digunakan :

a. Cloramphenicol
Cloramphenicol masih merupakan obat utama untuk pengobatan

thypoid. Dosis untuk anak : 50 – 100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis

sampai 3 hari bebas panas/minimal 14 hari.

b. Kotrimaksasol

Dosis untuk anak : 8 – 20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5

hari bebas panas/minimal 10 hari.

c. Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain Cloramphenicol juga

diterapi dengan ampicillin 100 mg/kg BB/hari selama 14 hari dibagi

dalam 4 dosis.
II. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN THYPOID
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dengan pasien Demam Thypoid, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apatis sampai
somnolen, dan gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau
tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja
berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
3. Riwayat penyakit saat ini
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau
terkontaminasi dengan minuman.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita
demam tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah. Umumnya
bersifat fatal.
6. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
A. Keadaan Umum
Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya
perubahan. Pada fase lanjut, secara umum pasien terlihat sakit
berat dan sering didapatkan penurunan tingkat kesadaran (apatis,
delirium).
B. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik :
Kepala – kaki, nadi, respirasi, temperatur yang merupakan tolak
ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk
pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan
prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping
itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan
BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga
dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.
1. Pernafasan B1 (breath)
- Bentuk dada : simetris
- Pola nafas : teratur
- Suara nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan
- Sesak nafas : tidak ada sesak nafas
- Retraksi otot bantu nafas: tidak ada
- Alat bantu pernafasan : tidak ada alat bantu pernafasan.
2. Kardiovaskuler B2 (blood)
- Penurunan tekanan darah
- Keringat dingin
- Diaforesis sering didapatkan pada minggu pertama.
- Kulit pucat
3. Persyarafan B3 (brain):
- Penglihatan (mata) : Gerakan bola mata dan kelopak
mata simetris, konjungtiva tampak anemis, sklera putih,
pupil bereaksi terhadap cahaya, produksi air mata (+),
tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
- Pendengaran (telinga) : Bentuk D/S simetris, mukosa
lubang hidung merah muda, tidak ada cairan dan
serumen, tidak menggunakan alat bantu, dapat merespon
setiap pertanyaan yang diajukan dengan tepat.
- Penciuman (hidung) : Penciuman dapat membedakan
bau-bauan, mukosa hidung merah muda, sekret tidak
ada, tidak ada terlihat pembesaran mukosa atau polip.
- Kesadaran : kompos mentis
4. Perkemihan B4 (bladder)
- Kebersiahan : bersih
- Bentuk alat kelamin : normal
- Uretra : normal
- Produksi urin : normal, BAK tidak menentu, rata-rata4-6
X sehari, tidak pernah ada keluhan batu atau nyeri.
5. Pencernaan B5 (bowel)
- Nafsu makan : anoreksia
- Porsi makan : ¼ porsi
- Mulut : Bibir tampak kering, lidah tampak
kotor (keputihan), gigi lengkap, tidak ada
pembengkakan gusi, tidak teerlihatpembesaran tonsil.
- Mukosa : pucat.
6. Musculoskeletal/integument B6 (bone)
- Kemampuan pergerakan sendi : normal
- Kondisi tubuh : kelelahan, malaise.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dalam NANDA NIC-NOC, 2015 dijelaskan lima diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada pasien dengan demam tifoid yang terdiri atas
definisi, batasan karakteristik dan faktor yang berhubungan yaitu sebagai
berikut.
1. Ketidakefektifan Termoregulasi Berhubungan dengan Fluktuasi Suhu
Lingkungan, Proses Penyakit
Definisi : Fruktuasi suhu diantara hipotermi dan hipertermia.
Batasan karakteristik
a. Dasar kuku sianostik
b. Fruktuasi suhu tubuh diatas dan dibawah kisaran normal.
c. Kulit kemerahan
d. Hipertensi
e. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Sedikit menggigil, kejang
h. Pucat sedang
i. Piloereksi
j. Penurunan suhu tubuh dibawah kisaran normal
k. Kulit dingin, kulit hangat
l. Pengisian ulang kapiler yang lamba, takikardi
Faktor yang berhubungan dengan

a. Usia yang ekstrem


b. Fluktuasi suhu lingkungan
c. Penyakit
d. Trauma

2. Nyeri Akut Berhubungan dengan Proses Peradangan


Definisi :
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa ( International
Association for the study of pain ) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
Batasan Karakteristik :
a. Perubahan selera makan
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekuensi jantung
d. Perubahan frekuensi pernapasan
e. Laporan isyarat
f. Diaphoresis
g. Perilaku distraksi (mis., berjalan mondar mandir, mencari orang lain
dan/ aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
h. Mengekpresikan perilaku (mis., gelisah, merengek, menangis, waspada,
iritabilitas, mendesah)
i. Masker wajah (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu focus, meringis)
j. Sikap melindungi area nyeri
k. Fokus menyempit (mis., gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
l. Indikasi nyeri yang dapat diamati
m. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
n. Sikap tubuh melindungi
o. Dilatasi pupil
p. Melaporkan nyeri secara verbal
q. Fokus pada diri sendiri
r. Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan :
Agen cedera ( mis., biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh


Berhubungan dengan Intake yang Tidak Adekuat
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
Berhubungan dengan:
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
d. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
e. Ketidakmampuan menelan makanan
f. Faktor psikologis
Ditandai dengan:
a. Kram abdomen
b. Nyeri abdomen
c. Menghindari makanan
d. Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal
e. Kerapuhan kapiler
f. Diare
g. Kehilangan rambut berlebihan
h. Bising usus hiperaktif
i. Kurang makanan
j. Kurang informasi
k. Kurang minat pada makanan
l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
m. Kesalahan konsepsi
n. Kesalahann informasi
o. Membran mukosa pucat
p. Ketidakmampuan memakan makanan
q. Tonus otot menurun
r. Mengeluh gangguan sensasi rasa
s. Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA
t. Cepat kenyang setelah makan
u. Sariawan rongga mulut
v. Steatorea
w. Kelemahan otot pengunyah
x. Kelemahan otot untuk menelan

4. Risiko Kekurangan Volume Cairan Berhubungan dengan Intake Yang


Tidak Adekuat dan Peningkatan Suhu Tubuh
Definisi : Berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau intaselular.
Faktor Risiko :
a. Kehilangan volume cairan aktif
b. Kurang pengetahuan
c. Penyimpanan yang memengaruhi absorpsi cairan
d. Penyimpangan yang memengaruhi akses cairan
e. Penyimpangan yang memengaruhi asupan cairan
f. Kehilangan harus berlebihan melalui rute normal (mis., siang
menetap
g. Usia lanjut
h. Berat badan ekstrem
i. Faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan (mis., status
hipermetabolik)
j. Kegagalan fungsi regulator
k. Kehilangan cairan melalui rute abnormal (mis., slang menetap)
l. Agens farmaseutikal (mis., diuretik)
5. Konstipasi Berhubungan dengan Penurunan Motilitas Traktus
Gastrointestinal (Penurunan Motilitas Usus)
Definisi : penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh
kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/ atau pengeluaran feses
yang keras, kering, dan banyak.
Batasan Karakteristik :
a. Nyeri abdomen
b. Nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot.
c. Nyeri tekan abdomen tanpa teraba resistensi otot.
d. Anoreksia
e. Penampilan tidak khas pada lansia (misal, perubahan pada status
mental, inkontinensia urinarius, jatuh yang tidak ada penyebabnya,
peningkatan suhu tubuh
f. Borborigmi
g. Darah merah pada feses.
h. Perubahan pada pola defekasi
i. Penurunan frekuensi.
j. Penurunan volume feses.
k. Distensi abdomen
l. Rasa rektal penuh.
m. Rasa tekanan rektal.
n. Keletihan umum
o. Feses keras dan berbentuk
p. Sakit kepala
q. Bising usus hiperaktif.
r. Bising usus hipoaktif.
s. Peningkatan tekanan abdomen
t. Tidak dapat makan.
u. Mual.
v. Rembesan feses cair.
w. Nyeri pada saat defekasi.
x. Masa abdomen yang dapat diraba.
y. Masa rektal yang dapat diraba.
z. Adanya feses lunak, seperti pasta di dalam rektum.
aa. Perkusi abdomen pekak.
bb. Sering flatus.
cc. Mengejan pada saat defekasi.
dd. Tidak dapat mengeluarkan feses.
ee. Muntah.

Faktor yang berhubungan :

a. Fungsional
1) Kelemahan otot abdomen
2) Kebiasaan mengabaikan dorongan defekasi.
3) Ketidakadekuatan toileting (misal, batasan waktu, posisi untuk
defekasi, privasi).
4) Kurang aktivitas fisik.
5) Kebiasaan defekasi tidak teratur.
6) Perubahan lingkungan saat ini.
b. Psikologis
1) Depresi, Stres emosi.
2) Konfusi mental.
c. Farmakologis
1) Antasida mengandung aluminium.
2) Antikolinergik.
3) Antikonvulsan.
4) Antidepresan.
5) Agens antilipemik.
6) Garam bismuth.
7) Kalsium karbonat.
8) Penyekat saluran kalsium.
9) Diuretik.
10) Garam besi.
11) Penyalahgunaan laksatif.
12) Agens antiinflamasi.
13) Nonsteroid.
14) Opiat.
15) Penotiazid.
16) Sedatif.
17) Simpatomimetik
d. Mekanis
1) Ketidakseimbangan elektrolit.
2) Hemoroid
3) Penyakit Hirschsprung.
4) Gangguan neurologis
5) Obesitas
6) Obstruksi pasca bedah
7) Kehamilan
8) Pembesaran prostat
9) Abses rektal
10) Fisura anal rektal
11) Striktur anal rektal
12) Prolaps rektal
13) Ulkus rektal
14) Rektokel, Tumor
e. Fisiologis
1) Perubahan pola makan
2) Perubahan makanan
3) Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
4) Dehidrasi
5) Ketidakadekutan gigi geligi
6) Ketidakadekuatan higiene oral
7) Asupan serat tidak cukup
8) Asupan cairan tidak cukup
9) Kebiasaan makan buruk

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi

Ketidakseimbangan Nutrisi NOC NIC


Kurang dari Kebutuhan Setelah dilakukan asuhan 1. Nutrition
Tubuh Berhubungan dengan keperawatan … x 24 jam Management
a. Kaji adanya alergi
Intake yang Tidak Adekuat diharapkan masalah
makanan
keperawatan
b. Kolaborasi dengan
ketidakseimbangan nutrisi
ahli gizi untuk
kurang dari kebutuhan
menentukan jumlah
tubuh dapat teratasi
kalori dan nutrisi
dengan
yang dibutuhkan
Kriteria Hasil :
pasien
1. Adanya peningkatan c. Anjurkan pasien
berat badan sesuai untuk meningkatkan
dengan tujuan intake Fe
2. Berat badan ideal d. Anjurkan pasien
sesuai dengan tinggi untuk meningkatkan
badan protein dan vitamin
3. Mampu
C
mengidentifikasi e. Berikan substansi
kebutuhan nutrisi gula
4. Tidak ada tanda-tanda f. Yakinkan diet yang
malnutrisi dimakan
5. Menunjukkan
mengandung tinggi
peningkatan fungsi
serat untuk
pengecapan dari
mencegah konstipasi
menelan g. Berikan makanan
6. Tidak terjadi
yang terpilih (sudah
penurunan berat badan
dikonsultasikan
yang berarti
dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan
harian
i. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
j. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
k. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
2. Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam
batas normal
b. Monitor adanya
penurunan berat
badan
c. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
d. Monitor interaksi
anak atau orang tua
selama makan
e. Monitor lingkungan
selama makan
f. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
g. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
j. Monitor mual dan
muntah
k. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
l. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
m. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
n. Monitor kalori dan
intake kalori
o. Catat adanya edema,
hiperemik,
hipertonik papilla
lidah dan cavitas oral
p. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
Konstipasi Berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC : Konstipation atau
dengan Penurunan Motilitas keperawatan selama 2 x impaction management
a. Monitor tanda dan
Traktus Gastrointestinal 24 jam diharapkan pola
gejala konstipasi
(Penurunan Motilitas Usus) eliminasi fekal pasien
b. Monitor frekuensi,
normal dengan kriteria
warna, dan konsistensi.
hasil : NOC : Bowel c. Anjurkan pada pasien
elimination untuk makan buah-
- Buang air besar / BAB
buahan dan serat tinggi
dengan konsistensi
dengan konsultasi
lembek
bagian gizi.
- Pasien menyatakan
mampu mengontrol d. Mobilisasi bertahap
e. Kolaborasikan dengan
pola BAB
- Mempertahankan pola tenaga medis mengenai
eliminasi usus tanpa pemberian laksatif,
ileus enema dan pengobatan
f. Berikan pendidikan
kesehatan tentang :
kebiasaan diet, cairan dan
makanan yang
mengandung gas,
aktivitas dan kebiasaan
BAB
g. Intruksikan agar pasien
tidak mengejan saat
defekasi
Risiko NOC : NIC
Kekurangan Setelah dilakukan asuhan Fluid Management
Volume keperawatan selama … - Timbang
Cairan x24 jam diharapkan popok/pembalut jika
Berhubungan cairan pasien kembali diperlukan
- Pertahankan catatan
dengan seimbang dengan kriteria
intake dan output akurat
Intake Yang hasil :
- Monitor status hidrasi
Tidak a. Mempertahan kan - Monitor vital sign
- Monitor masukan
Adekuat dan urine output sesuai
makanan/cairan dan
Peningkatan dengan usia dan BB,
hitung intake kalori
Suhu Tubuh Bj urine normal, HT
harian
normal
- Kolaborasikan
b. Tekanan darah, nadi,
pemberian cairan IV
suhu tubuh dalam
- Monitor status nutrisi
batas normal - Dorong masukan oral
c. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
d. Elastisitas turgor kulit
- Berikan penggantian
baik, membrane
nesogatrik sesuai ouput
mukosa lembab, tidak
ada rasa haus yang - Dorong keluarga untuk
berlebihan membantu pasien makan
Sete

- Tawarkan snack
- Kolaborasi dengan
dokter
- Atur kemungkinan
tranfusi
- Persiapan untuk tranfusi
Hipovolemia
Management
- Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
- Pelihara IV line
- Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
- Monitor tanda vital
- Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
- Monitor berat badan
- Dorong pasien untuk
menambah intake cairan
- Pemberian cairan iv
monitor adanya tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan
- Monitor adanya tanda
gagal ginjal
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2014. Tinjauan Pustaka Demam Tyhpoid. (Online). Available:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28625/4/Chapter%20II.pdf
(6 Oktober 2015)
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius
FK-UI, Jakarta
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis.
Yogyakarta: Medi Action
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta :
Mediaction

Anda mungkin juga menyukai