Anda di halaman 1dari 4

HOMEOSTASIS OF BLOOD GLUCOSE

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah :


Keperawatan Anak

Disusun oleh :
Hana Ikrimatuz Zahro’
(10220030)

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI


FAKULTAS KESEHATAN
S1 KEPERAWATAN
2022/2023
Perjalanan Homeostasis Of Blood Glucose
Beberapa faktor lingkungan, terutama diet menjadi faktor utama yang saat ini
dikaitkan dengan berbagai macam penyakit, termasuk diabetes. Prevalensi diabetes melitus
semakin meningkat dan menjadi permasalahan kesehatan masyarakat paling utama. Jumlah
kasus diabetes melitus mencapai 30 juta di tahun 1985, 135 juta di tahun 195, 366 di tahun
2011, dan diperkirakan mencapai 552 juta pada tahun 2030. Karbohidrat adalah satu-satunya
nutrisi yang secara langsung meningkatkan glukosa darah posprandial dan respon insulin.
Glukosa darah setelah mencerna makanan dapat diketahui menggunakan indeks glikemik
(GI). Nilai GI dan total karbohidrat dalam makanan merupakan faktor penting untuk
mengontrol glukosa darah dan respon insulin.
Disregulasi homeostatis glukosa dapat menyebabkan permasalahan kesehatan yang
serius, utamanya diabetes melitus tipe 2 (T2DM). Lebih dari 90% penderita diabetes melitus
tipe II dapat mengatur kadar glukosa darahnya dengan olahraga teratur dan diet sehat,
adapula beberapa yang memang memerlukan terapi obat. Beras merupakan salah satu sumber
pangan pokok bagi sebagian besar penduduk di dunia. Konsumsi beras putih menghasilkan
respons glukosa darah postprandial yang tinggi, dengan rata-rata indeks glikemik (GI) 64±7.
Di sisi lain, konsumsi beras merah dapat memberikan efek pencegahan dan pengobatan pada
kasus T2DM karena tingginya kandungan berbagai nutrisi, seperti serat, vitamin, dan
mineral, serta GI yang lebih rendah dibandingkan beras putih sekitar 55±5.
Diet tinggi karbohidrat berkorelasi dengan peningkatan insulin dalam jangka pendek.
Sekresi insulin tergantung pada jenis dan bentuk fisik karbohidrat yang dikonsumsi. Apabila
makanan dengan GI rendah maka pencernaan, penyerapan, dan konversi menjadi glukosa
terjadi lebih lambat. Tingkat sekresi insulin juga akan cenderung lebih rendah. Prankeas
berperan dalam regulasi pencernaan makronutrien dan homeostatis metabolisme/energi
melaui aktivitas enzim dan hormon prankeatik. Organ sekretori ini terdiri dari acinar atau
eksokrin (sel yang mensekresi enzim pencernaan, seperti amylase, lipase dan trypsinogen)
dan endokrin (sel yang mensekresi hormon prankeas ke aliran darah). Sel endokrin
mensekresi beberapa hormon untuk merespon sinyal eksternal, seperti masuknya nutrisi
melalui hormonal signaling. Sederhananya, ketika ada asupan makanan, kadar glukosa darah
meningkat karena gula dan karbohidrat dari makanan terserap ke dalam darah melalui sistem
pencernaan. Akibatnya, glukosa darah melebihi titik awal 90mg/100mL dan sel-
sel β pankreas melepaskan insulin ke dalam darah. Insulin kemudian bergerak melalui sistem
peredaran darah dan memberi sinyal pada hati dan sel-sel tubuh untuk mengikat glukosa dan
menyimpannya sebagai glikogen. Tingkat glukosa darah selanjutnya menurun ke titik normal
dan stimulus untuk pelepasan insulin berkurang ketika tubuh kembali ke homeostasis.
Akan tetapi, ketika tubuh tidak menerima asupan makanan, kadar glukosa darah
menurun karena sebagian cadangan glukosa di dalam darah telah digunakan. Sebagai
hasilnya, glukosa darah turun di bawah titik normal dan sel-sel α dari pankreas melepaskan g
lukagon ke dalam darah. Glukagon kemudian bergerak melalui sistem peredaran darah dan
memberi sinyal hati untuk memecah simpanan glikogennya dan melepaskannya ke dalam
darah sebagai glukosa. Kadar glukosa darah selanjutnya akan naik ke titik normal, stimulus
untuk pelepasan glukagon berkurang kembali, dan glukosa darah di dalam tubuh kembali ke
homeostasis.
Hormon glukagon dan insulin mempertahankan tingkat glukosa darah dalam kisaran
4-6 mM dengan mekanisme yang berlawanan dan seimbang. Mekanisme ini disebut
homeostatis glukosa. Saat tidur atau sedang makan, ketika kadar glukosa darah rendah,
glukagon dilepaskan dari sel-α untuk mendorong terjadinya glikogenolisis hati. Di sisi lain,
glukagon mendorong glukoneogenesis hati dan ginjal untuk meningkatkan kadar glukosa
darah endogen selama puasa berkepanjangan. Sebaliknya, sekresi insulin dari
sel- β distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa eksogen, misalnya setelah makan.

Karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh dipecah menjadi dekstrosa setelah dicerna
dan menjadi glukosa pada saat diserap oleh usus kecil ke sistem peredaran darah. Glukosa
darah selanjutnya diterima oleh transporter glukosa fasilitatif GLUT2 (SLC2A2), yang
terletak di permukaan sel-β. Begitu berada di dalam sel, glukosa mengalami glikolisis,
sehingga menghasilkan adenosin trifosfat (ATP), menghasilkan peningkatan rasio ATP/ADP.
Rasio yang diubah ini kemudian mengarah pada penutupan K+- channel ATP (KATP
channel). Namun, pada kondisi tidak terstimulasi, channel ini terbuka untuk memastikan
potensi istirahat dengan mengangkut ion K+- bermuatan positif ke bawah gradien konsentrasi
keluar dari sel. Setelah channel menutup, penurunan K+- selanjutnya menyebabkan
depolarisasi membran, diikuti oleh pembukaan Ca+- channel voltage-dependent (VDCCs).
Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler akhirnya memicu terjadinya fusi granula
bermembran yang mengandung insulin dan selanjutnya terlepas dari granula.
Ketika tidak terjadi stimulasi oleh glukosa, insulin disimpan dalam vesikel besar
dengan inti padat berdekatan dengan membran plasma untuk menjaga ketersediaan insulin.
Molekul utama yang memediasi fusi vesikel yang mengandung insulin tersebut adalah
protein synaptosomal 25 kDa (SNAP-25), syntaxin-1, dan synaptobrevin 2 (protein membran
vesicle-associated VAMP2), yang semuanya termasuk dalam famili N-ethylmaleimide
sensitive factor attachment protein (SNAP) receptor proteins (SNAREs). Protein tersebut
berikatan dengan Sec1/Munch18-like (SM) membentuk kompleks SNARE. Saat akan terjadi
inisiasi, synaptobrevin 2, vesikel (v-)SNARE diintegrasikan ke dalam membran, selanjutnya
fusi dengan target (t-)SNAREs syntaxin-1 dan SNAP-25.

Anda mungkin juga menyukai