PENDAHULUAN
Demam tifoid sering terjadi di beberapa negara di dunia dan umumnya terjadi di
negara-negara dengan tingkat kebersihan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah
kesehatan publik yang signifikan (OMS, 2013). Berdasarkan data WHO (World Health
Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun,
angka kematian akibat demam tifoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia.
BerdasarkanWHO angka penderita demam tifoid di Indonesia mencapai 81% per 100.000
(DEPKES RI, 2013)
Tifoid merupakan salah satu penyakit multisistem yang dapat berpotensi fatal dimana
disebabkan oleh bakteri Salmonella typi. Bakteri ini menjadi patogen yang telah ada sejak
ribuan tahun lalu, hidup subur di daerah dengan sanitasi buruk, padat, dengan tingkat
sosioekonomi yang rendah (WHO, 2010).
Sejak 1900an prognosis penyakit ini membaik karena adanya antibiotik, namun
kembali meningkat karena pengaruh arus urbanisisasi dan kemajuan transportasi. Penyakit ini
dapat menyerang semua ras, tidak memandang jenis kelamin, dapat terjadi pada semua usia
dengan insiden tertinggi pada kelompok usia anak-anak usia sekolah hingga dewasa muda.
Morbiditas dan mortalitas akibat tifoid dapat ditekan dengan perubahangaya hidup dan
pengobatan yang adekuat. Pengobatan yang totalitas dapat mencegah keadaan karier ataupun
sekuele lanjutan. Gaya hidup bersih dan sehat akan mencegah infeksi dan memutus mata
rantai siklus kuman ini (Soemarsono, W. 2018)
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1. Bagi peneliti
Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan
asuhan kebidanan pada penderita typus abdominalis.
2. Bagi instansi
Petugas kesehatan khususnya bidan dapat mengkaji lebih lanjut asuhan yang sudah
dilakukan pada pasien dengan teori dan hasil penelitian mahasiswa. Sehingga dapat
dijadikan acuan untuk meningkatkan asuhan kebidanan yang lebih baik dan berkualitas
BAB II
TINJAUAN TEORI
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii, ditandai gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini
hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan
dan gangguan kesadaran.
Penularan thypus salmonella terjadi melalui mulut oleh makanan yang tercemar.
Sebagian kuman akan di musnahkan dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus,
mencapai jaringan limpoid dan berkembang biak.
Proses penyakit di bagi dalam 3 fase ; Salmonela typhi melalui air dan makanan yang
terkontaminasi masuk keadalam tubuh dengan mekanisme penyakitnya sebagai berikut:
1. Infasi terhadap jaringan limpoid intestinal dan proliferasi bacteri. Fase ini berlangsung 2
minggu; asimpthomatis.
2. Infasi aliran darah bacteraemia menyebabkan meningkatnya suhu tubuh. Terjadi reaksi
imunologi sampai fase berikutnya dalam 10 hari. Kultur darah dan urine positif selama
periode febris. Antibodi S.Typhy tampak dalam darah. Test widal positif pada akhir fase
ini.
3. Lokalisasi bacteri dalam jaringan limfoid intestinal nodus masenterik gall bladder, hati,
limpa. Terjadi nekrosis lokal reaksi hipersentifitas antigen antibodi.
Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H.
Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala
klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF
Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan
dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan
kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas
berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput
tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan.
Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan bawah dan
mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium.
Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau awal
minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana didalamnya mengandung kuman
salmonella.
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang
lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap
kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi
dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
1. Usus halus
a. Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan
nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila
terdapat udara di ronggan peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara
diantara hati dan diafrkma pada foto roentgen abdomen yangdibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang
(defence muskulair) dan nyeri pada tekanan.
Komplikasi di luar usus Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis
(bakteremia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain. Terjadi karean infeksi
sekunder, yaitu bronkopneumonia.
Untuk mencegah agar terhindar dari penyakit ini, kini sudah ada Vaksin Tipes atau
Tifoid yang disuntikkan atau secara minum obat dan dapat melindungi dalam waktu 3 tahun.
Atau dapat dengan cara :
c. Pemberantasan lalat
a. Imunisasi
Penyakit ini tidak terlalu parah, namun sangat mengganggu aktifitas. Yang sangat
dibutuhkan adalah istirahat total selama beberapa minggu bahkan bulan.Bagi orang yang
sangat aktif, hal ini sangat menderita.
Yang perlu diperhatikan pasca terkena tipes adalah pola makan yang benar. Misalnya
harus lunak, terapkan makan lunak sampai batas yang telah ditentukan dokter, kemudian
makanan yang berminyak, pedas, asam, spicy hindari. Kurangi kegiatan yang terlalu
menguras tenaga. Kemudian untuk menjaga stamina bisa diberikan Kapsul Tapak (sesuai
ketentuan dokter) Liman 3 x 2 Kaps/hr, Kaps Daun sendok 3 x 2 Kaps.hr, dan Patikan
Kebo 3 x 1 Kaps/hr,(untuk membantu mempercepat penyembuhan luka diusus akibat
Typus).
Pengobatan pada penderita ini meliputi tirah baring, diet rendah serat – tinggi kalori
dan protein, obat-obatan berupa antibiotika, serta pengobatan terhadap komplikasi yang
mungkin timbul. Obat untuk penyakit Types adalah antibiotika golongan
Chloramphenikol, Thiamphenikol, Ciprofloxacin dll,yang diberikan selama 7 – 10 hari.
Lamanya pemberian antibiotika ini harus cukup sesuai resep yg dokter berikan.
Jangan dihentikan bila gejala demam atau lainnya sudah reda selama 3-4 hari minum obat.
Obat harus diminum sampai habis ( 7 – 10 hari ). Bila tidak, maka bakteri Tipes yg ada di
dalam tubuh pasien belum mati semua dan kelak akan kambuh kembali
Bed rest total (tirah baring absolut) sampai minimal 7 hari bebas panas atau selama 14
hari, lalu mobilisasi secara bertahap, mulai dari duduk, berdiri, sampaiJalan pada 7 hari
bebas panas
1. Diet tetap makan nasi, tinggi kalori dan protein (rendah serat medikamentosa)
2. Anti piretik(parasetamol setiap 4-6 jam)
3. Roborantia (Becom-C, dll)
4. Antibiotika
5. Kloramfenikol, Thiamfenikol : 4 x 500 mg, jika sampai 7 hari panas tidak turun (obat
diganti
6. Amoksilin/ ampisilin : 1 gr/6 jam selama gase demam. Bila demam turun >750 mg 6
jam sampai 7 hari bebas panas
7. Kotrimoksasol : 2 x 960 mg selama 14 hari atau 7 hari bebas panas. Jika terjadi
leukopeni (obat diganti)
8. Golongan sefalospurin generasi III (mahal)
Catatan :
Kortikosterroid : khusus untuk penderita yang sangat toksik (panas tinggi tidak turun – turun
kesadaran menurun dan gelisah / sepsis) :
Pada Anak :
· Bila dengan upaya – upaya tesebut pasa tidak turun juga, rujuk ke RSUD
Perhatian :
Jangan mudah memberi golongan quinolon, bila dengan obat lain masi biasa diatasi ,Jangan
mudah memberi Kloramfenikol bagi kasus demam yang belum pasti. Demam Tifoid,
mengingat komplikasi Agranulositotis tidak semua demam dengan leukopeni adalah demam
tifoid
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium Darah untuk kultur (biakan empedu) dan widal biakan
empedu untuk menemukan Salmonela typosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada
minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan pada urine dan feces dan mungkin
akan tetap positif untuk waktu yang lama .
Pemeriksaan widal Merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosa typus
abdominalis secara pasti. Dikerjakan pada waktu pertama masuk dan setiap minggu
berikutnya.
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL PATOLOGI
Hari/tanggal :07-04-2014
Jam :08.00
Tempat :BPS
S :
· Ibu mengatakan ini kehamilan anak pertamanya dan tidak pernah keguguran
· Ibu mengatakan belum bisa merasakan gerakan janin kuat dan teratur.
· Ibu mengeluh mual, pusing dan badannya terasa demam sejak 6 hari yang lalu
· Ibu mengatakan tidak pernah/ sedang menderita penyakit menular (TBC, hepatitis,
HIV/AIDS), menurun (asma, DM, hipertensi), dan menahun (jantung, ginjal)
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran : composmentis
Tanda vital
2. Pemeriksaan Fisik
Abdomen : kembung, tidak ada bekas luka, terdapat linea dan striae gravidarum
Auskulatasi DJJ :-
3. Pemeriksaan penunjang
Tidak di lakukan
4. Data penunjang
P :
2. Menjelaskan pada ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan saat ini merupakan gejala dari
penyakit thypus abdominalis yang saat ini sedang di derita oleh ibu sehingga memerlukan
perawatan yang lebih intensif di rumah sakit.
3. Menjelaskan pada ibu bahwa ibu harus beristirahat total selama minimal 7 hari atau sampai
ibu sembuh total.(Ibu mau menuruti ajuran dari Bidan)
4. Menjelaskan pada ibu tentang pola nutrisi yaitu Diet makanan harus cukup mengandung
kalori, cairan dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
meragsang dan tidak banyak menimbulkan gas.(ibu mengerti dengan penjelasan bidan)
5. Memberikan dukungan pada ibu agar ibu tidak cemas karena ibu akan dirujuk untuk
mendapatkan penanganan yang lebih intensif.(ibu tidak cemas)
6. Menyiapkan rujukan yaitu Bidan, Alat, Kendaraan, Surat, Obat, Keluarga, Uang, Darah,
doA (Rujukan sudah siap)
A. Kesimpulan
Tifus abdominalis ( demam tifoid, enteric fever ) adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari
satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif,
bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3
macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek
lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Tanda dan gejala :
1. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remitens dan suhu tidak terlalu tinggi.
2. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap
(halitosis), bibir kering dan pecah-pecah (rhagaden). Lidah tertutup selaput
putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi lidah kemerahan, jarang disertai
tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati
dan limpa membesar diserta nyeri pada perabaan. Defekasi biasanya
konstipasi, mungkin normal dan kadang-kadang diare.
3. Gangguan kesadaran.
4. Disamping gejala diatas, pada punggung atau anggota gerak dapat ditemukan
roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R. Nelson. 2010. Esensi Pediatri Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Depkes RI. 2013. Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Tifoid. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan
OMS. 2013. Données épidémiologiques sur la typhoïde, rapport décembre, 89: 545-560.