PENDAHULUAN
Penyakit pada tonsil kerap terjadi pada populasi umum. Keluhan yang
dirasakan yakni nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernafasan atas yang disertai
keluhan pada telinga, sehingga pasien datang ke pelayanan kesehatan.
Radang faring pada anak selalu melibatkan orang sekitarnya sehingga
infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil. Faringitis dan tonsilitis sering
ditemukan
bersamaan
yang
dikenal
dengan
sebutan
tonsilofaringitis.
komplikasi
gangguan
proses
menelan
maupun
bernafas.
faringitis merupakan kompetensi di bidang THT dengan level 4A, dokter umum
harus mampu melakukan secara mandiri sampai penatalaksanaan. Tujuan
penulisan laporan kasus ini adalah agar lebih dapat memahami penyakit
tonsilofaringitis akut beserta penatalaksanaannya sesuai dengan level kompetesi
yang telah ditentukan.
BAB II
LAPORAN KASUS
: An. E.
: 4 tahun
: Islam
Alamat
: C573956
Masalah Aktif
Sesak nafas
Demam
Nyeri telan
Batuk
Tidur mengorok
Masalah Pasif
Aloanamnesis pada tanggal 26 Februari pukul 16.00 WIB di bangsal isolasi C1L1
RSUP Dr.Kariadi.
Keluhan Utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
5 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan sesak saat
bernapas. Sesak dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi aktivitas. Pasien
merasa lebih nyaman tidur dengan satu bantal.
Pasien juga mengeluhkan demam (+) tidak diukur dengan termometer,
nyeri telan (+), batuk (+), pilek (+) berwarna kuning kental, bernafas
menggunakan mulut (+), tidur mengorok (+), pasien bahkan bernapas
menggunakan mulutnya. Pasien masih bisa makan dan minum. Muncul benjolan
di bawah rahang sebelah kiri, nyeri (+). Oleh ibu pasien dibawa ke RS
Bhayangkara, sudah mondok 1 hari, dirujuk ke RSDK karena suspek difteri.
Di RSDK pasien dibawa ke IGD, anak mendapat O 2 masker 3-4
liter/menit, infus D5 NS 960/40 ml/jam, injeksi dexamethasone 5mg/8 jam dan
paracetamol peroral 3x 1 cth. Kemudian anak dirawat di ruang isolasi C1L1.
Saat ini, pasien sesak nafas berkurang, demam turun, nyeri telan (+)
berkurang, batuk pilek (+) berkurang. Bernafas sudah tidak lewat mulut, tidur
mengorok (+) berkurang. Benjolan leher masih ada.
Riwayat Penyakit Dahulu:
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Status gizi
: Normoweight
Tanda Vital
: HR
RR
: 100x/menit
: 24x/menit
t : 37oC
SpO2 : 98%
Kepala
Rambut
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Tenggorok
Leher
Kulit
Dada
Abdomen
-/-
-/-
Genitalia
Ekstremitas
Status Lokalis:
Telinga:
Gambar :
Bagian
Telinga kanan
Telinga kiri
Retroauri-
kula
Mastoid
Telinga
Daerah
preaurikula
Aurikula
5, granulasi (-)
7, granulasi (-)
CAE /
MAE
Membran
timpani
Hidung:
Gambar :
Pemeriksaan
Hidung
Hidung Kanan
Hidung Kiri
dengan sekitar
Palpasi : os nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)
Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
Sinus
Rinoskopi Anterior
Discharge
(+) mukoid
Hiperemis (-), edema (-)
Mukosa
Konka
Tumor
Septum nasi
(+) mukoid
Hiperemis (-), edema (-)
Massa (-)
Deviasi (-), perdarahan (-)
Massa (-)
Deviasi (-), perdarahan (-)
Tenggorok:
Gambar :
Orofaring
Palatum
Arkus
Faring
Mukosa
Keterangan
Bombans (-), hiperemis (-)
Simetris, uvula di tengah, reflek muntah (+)
Hiperemis (+), granul (-), post nasal drip (-)
Kanan
Kiri
T3, hiperemis (+), hipertrofi (+),
T3, hiperemis (+), hipertrofi (+),
permukaan tidak rata, kripte
Tonsil
Peritonsil
Abses (-)
Nasofaring
Laringofaring
Laring
Supraglotis
Glotis
SubGlotis
:
:
:
:
:
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Mesosefal
Perot (-), simetris, deformitas (-)
Pembesaran nnll (-/+), di leher kiri level II, konsistensi
kenyal, permukaan rata, batas tidak tegas, perabaan hangat,
ukuran 1 x 1 x 0,5 cm, warna sama dengan sekitar, nyeri
Leher lateral
(+)
Pembesaran nnll (-/-)
Lain-lain
(-)
Karies (-), gigi lubang (-), gigi goyang (-)
Simetris, deviasi (-)
Bombans (-)
Mukosa buccal : hiperemis (-), stomatitis (-)
120
20
7
0,52
mg/dL
U/L
mg/dL
mg/dL
80 160
7 25
15 39
0,60 1,30
N
H
L
L
141
3,5
mmol/L
mmol/L
136 145
3,5 5,1
N
N
Klorida
104
mmol/L
96 107
(+)/POSITIF
(+)/POSITIF
(+)/POSITIF
>25/LPK
(+)/POSITIF
(+)/POSITIF
(-)/NEGATIF
2.5 RINGKASAN
Seorang anak laki-laki usia 4 tahun, sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit pasien merasakan sesak saat bernapas, sesak dirasakan terus menerus, tidak
dipengaruhi aktivitas, tidur lebih nyaman dengan satu bantal. Nyeri telan (+),
demam (+) terus menerus, pilek (+) berlendir warna kuning kental, tidur
mengorok
10
Viral dd/
Bakterial
Fungal
Mononukleosis infeksiosa
2.7 DIAGNOSIS
Tonsilofaringitis akut dd/ Mononukleosis infeksiosa
2.8 RENCANA PENGELOLAAN
2.8.1 Pemeriksaan Diagnostik
S
O
2.8.2
2.8.3
2.8.4
: : -
Terapi :
Infus D5 NS 10 tpm
Injeksi cefotaxime 200 mg/12 jam iv
Injeksi dexamethasone 25mg/8 jam iv
N-acetylsistein 100 mg/12 jam PO
Candistatin oral drop 1 ml/8 jam
Paracetamol syr 125 mg/8 jam po bila t 38C
Pemantauan
Keadaan Umum
Tanda vital
Tanda infeksi lainnya
Edukasi
11
bakteri,
sehingga
diharapkan
dengan
penatalaksanaan
2.8.5
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 EPIDEMIOLOGI
Tonsilitis dengan atau tanpa faringitis adalah penyakit yang umum dan
sering terjadi dari seluruh penyakit THT. Hampir semua anak di Amerika Serikat
mengalami setidaknya satu episode tonsilitis. Tonsillitis dan faringitis tergolong
infeksi saluran napas bagian atas (ISPA). Prevalensi ISPA tahun 2007 di Indonesia
adalah 25,5% dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai prevalensi di atas
angka nasional. Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala
penyakit. setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya.1,2
Pada orang dewasa, kasus faringitis sebagian besar disebabkan oleh virus
yakni 30-60%. Penyebab tersering pada orang dewasa disebabkan oleh rinovirus.
Hal ini berbanding terbalik pada kasus faringitis yang dialami oleh anak-anak.
Pada anak, penyebab tersering disebabkan oleh infeksi bakteri. streptokokus beta
hemolitikus grup A dengan jumlah kasus sekitar 30-40%.3
13
3.2 ANATOMI
3.2.1 Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,
yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian
anterior kolum vertebra.7
Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus
setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus
orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring
dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring
pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding
faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput
lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.8
Faring terdiri atas7,8 :
14
Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian
bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke
belakang adalah vertebra servikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung
serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid,
jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang
disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi
struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa
faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare,
yang dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus dan n.asesorius spinal saraf cranial
dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum
dan muara tuba Eustachius.7,8
Orofaring
Oropharynx disebut juga mesopharynx, dengan batas atasnya adalah
palatum mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis, kedepan adalah
rongga mulut, sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal.9
Oropharynx mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding
posterior, dan dinding lateral. Bagian atap dibentuk oleh permukaan bawah
palatum molle dan isthmus pharygeus. Kumpulan kecil jaringan limfoid
terdapat di dalam submukosa permukaan bawah palatum molle. Bagian dasar
dibentuk oleh sepertiga posterior lidah dan celah antara lidah dan permukaan
anterior epiglotis. Membrana mukosa yang meliputi sepertiga posterior lidah
berbentuk irregular, yang disebabkan oleh adanya jaringan limfoid
15
Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas
anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah
16
Tonsil
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.
17
18
lateral tonsilla.
Anterior arcus palatoglosus
Posterior muskulus palatofaringeus
Superior palatum mole
Inferior tonsil lingual
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga
19
merupakan tempat nanah memecah keluar bila terjadi abses. Fossa tonsila
diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukopharynx, dan
disebut kapsul yang sebenarnya bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.19
a
Vaskularisasi
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis
eksterna, yaitu :
(1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatina ascenden
(2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden
(3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal
(4) arteri faringeal asenden.
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis
dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua
daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris.Kutub atas tonsil
diperdarahi
oleh
arteri
faringeal
asenden
dan
arteri
palatina
20
21
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke
IX (nervus glosofaringeal) dan oleh n.palatina minor (cabang ganglion
sphenopalatina).16
22
23
dikenal
sebagai
fossa
supratonsilar.Tonsil
24
terletak
di
lateral
orofaring.Secara mikroskopik tonsil terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat,
folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri
dari jaringan limfoid).Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing
dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Aktivitas imunologi
terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun.13,20
3.5 TONSILITIS AKUT
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsilayang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati,
dan bakteri pathogen dalam kripte. Patogenesis tonsilitis episode tunggal masih
belum jelas. Diperkirakan akibat obstruksi kripte tonsil, sehingga mengakibatkan
terjadi multiplikasi bakteri patogen yang dalam jumlah kecil didapatkan dalam
kripte tonsil yang normal. Terjadinya infeksi pada tonsil berhubungan erat dengan
lokasi maupun fungsi tonsil sebagai pertahanan tubuh terdepan. Antigen baik
inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk kedalam tonsil terjadi perlawanan
tubuh dan kemudian terbentuk fokus infeksi.21,22
Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman
maupun virus. Tonsilitis akut merupakan suatu infeksi pada tonsil yang ditandai
nyeri tenggorok, nyeri menelan,panas, dan malaise. Pemeriksaan fisik dapat
ditemukan pembesaran tonsil, eritema dan eksudat pada permukaan tonsil, kadang
ditemukan adanya limfadenopati servikal. Penyakit ini biasanya akan sembuh
setelah 7-14 hari. Tonsillitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak
dengan peningkatan suhu 1-4 derajat celcius. Tonsilitis akut paling sering terjadi
25
Etiologi
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptenya
secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung
kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui
mulut masuk bersama makanan9. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh
serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen
pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.28
Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk
bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis
kronis jenis kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup
26
dapat
tidak
memerlukan
pengobatan yang khusus karena dapat ditangani sendiri oleh ketahanan tubuh.
Penyebab penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan herpes
simpleks (pada remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi dengan
coxackievirus A, yang menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi pada tonsil.
Epstein-Barr yang menyebabkan infeksi mononukleosis, dapat menyebabkan
pembesaran tonsil secara cepat sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas
yang akut. 29
Infeksi jamur seperti Candida sp tidak jarang terjadi khususnya di
kalangan bayi atau pada anak-anak dengan immunocompromised.29
3.3.2
Patofisiologi
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan
27
yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kripte tonsil dan tampak sebagai
bercak kuning.25
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis
folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur
maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga
terbentuk membrane semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.24
waktu menelan dan pada kasus berat penderita menolak makan dan minum
melalui mulut. Biasanya disertai demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di
telinga ini karena nyeri alih melalui n. glosofaringeus. Seringkali disertai
adenopati servikalis disertai nyeri tekan.
28
Pemeriksaan Fisik
punyatonsil)
T1 :
<25% tonsil menutupi orofaring, (batas medial tonsil
anterior-uvula)
T3 :
>50% sampai < 75% tonsil menutupi orofaring,(batas
medial tonsilmelewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar
anterioruvula).
T4 :
>75%, tonsil menutupi orofaring (batas medial tonsil
melewati jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih).
29
30
Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya
membuat lekukan dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen
yang tipis terlihat pada kripte.6,11
3.3.4.3
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Banding
Diagnosa banding dari tonsilitis yakni penyakit-penyakit yang disertai
Tonsilitis difteri
30
albuminuria.2,31
31
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi
dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi.Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil,
uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring
hiperemis. Mulut berbau
membesar.2
Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu
yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah
khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas
yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel
darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).11,31
3.3.6
Penatalaksanaan
Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya
tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral efektif
32
terdapat resistensi atau penderita sensitive terhadap penisilin. Pada kasus tersebut
eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya
digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh hari.21
Pemberian
bermanfaat
pada
antibiotika
penderita
sesuai
kultur. Pemberian
Tonsilitis
Kronis:
antibiotika
Cephaleksin
yang
ditambah
Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
33
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau
dapat juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi
akut orofaring yaitu tonsilofaringitis akut atau bagian dari influenza
(rinofaringitis)
pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya
nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar
getah bening leher dan malaise (Vincent, 2004).
3.3.1
Etiologi
virus
yakni
Rhinovirus,
Adenovirus,
Parainfluenza,
Coxsackievirus, Epstein Barr virus, Herpes virus. Gejala dan tanda biasanya
terdapat demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus
dan Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat
menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak.
Epstein barr virus menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada
faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV-1
34
menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada
pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di
leher dan pasien tampak lemah
Sedangkan etiologi bakteri yaitu, Streptococcus hemolyticus group A,
Chlamydia, Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria
gonorrhoeae. Infeksi Streptococcus hemolyticus group A merupakan penyebab
faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala dan tanda
biasanya penderita mengeluhkan nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang
disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan
tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di
permukaannya. Beberapa hari kemudian, timbul bercak petechiae pada palatum
dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri apabila ada
penekanan. Faringitis akibat infeksi bakteri Streptococcus hemolyticus group A
dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :
demam,
anterior cervical lymphadenopathy, eksudat tonsil, dan tidak adanya batuk. Tiap
kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor 01 maka pasien tidak
mengalami faringitis akibat infeksi Streptococcus hemolyticus group A, bila
skor 13 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi Streptococcus
hemolyticus group A dan bila skor empat pasien memiliki kemungkinan 50%
terinfeksi Streptococcus hemolyticus group A (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014). Infeksi gonorrhea sangat jarang terjadi, kecuali pada individu
yang melakukan oral seks.
35
Untuk etiologi jamur yaitu Candida, jarang terjadi kecuali pada penderita
imunokompromis yaitu mereka dengan HIV dan AIDS. Candida dapat tumbuh di
mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan tanda biasanya terdapat keluhan
nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di
orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan
dalam agar sabouroud dextrosa.
3.3.2
Faktor Risiko
Faktor risiko lain faringitis akut yaitu udara yang dingin, turunnya daya
tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang
kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok dan seseorang yang
tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam. Iritasi
makanan yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau faktor
memperberat (Departemen Kesehatan, 2007).
3.3.3
Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi
lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel
sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat
hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat
bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan
dapat melekat pada dinding faring. Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah
36
dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau
abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa
folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau yang terletak
lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti
Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa
faring akibat sekresi nasal (Bailey, 2006; Adam, 2009). Infeksi streptococcal
memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracelullar toxins
dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena
fragmen M protein dari Streptococcus hemolyticus group A memiliki struktur
yang sama dengan sarkolema pada miokard dan dihubungkan dengan demam
reumatik dan kerusakan katup jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan
glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya
kompleks antigenantibodi (Bailey, 2006; Adam, 2009).
3.3.4
Penegakan Diagnosis
Anamnesis
37
Pemeriksaan Fisik
38
3.3.4.3
Pemeriksaan Penunjang
39
3.3.5
Penatalaksanaan
40
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak kurang dari lima tahun
diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 46 kali pemberian/hari.
Pada faringitis fungal dapat diberikan antijamur yakni nystatin
100.000400.000 U 2 kali/hari.
3.3.6
Komplikasi
Prognosis
41
BAB IV
PEMBAHASAN
42
5%. Pada
43
DAFTAR PUSTAKA
Brodsky,
&
Poje,
(2001).
Tonsillitis,
Tonsillectomy,
and
44
10 Anonim (2003) The Oral Cavity, Pharynx & Esophagus dalam Lee, K.J.
(eds) Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery, McGraw Hill
Medical Publishing Division, USA.
11 Oka, I.B. (1979), Tonsillitis, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan
Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.
12 Eibling DE. The oral cavity, pharynx, and esophagus. In: Lee KJ editor,
Essential otolaryngology head and neck nurgery, 9th ed. New York : Mc
graw hill medical. 2008:530-51.(11)
13 Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Tonsilektomi pada anak dewasa. Jakarta. 2004
14 Richard SS. Pharinx. In: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Edisi 6. Jakarta: ECG, 2006. p795-801.
45
In:
Snow
46
JB,Ballenger
JJ
editors.
47
29 Gross CW, Harrison SE. Tonsils and Adenoid. In: Pediatrics In Review.
[online].2000.[cited,
2016
Jan
1).
Available
from:
URL:
http://www.pediatricsinrewiew.com
30 Gotlieb J. The Future Risk of Childhood Sleep Disorder Breathing, SLEEP,
vol 28 No 7. 2005.
31 Mansjoer, A. dkk (2001) Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke3, Jilid
pertama, penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta
32 Lalwani AK. Management of Adenotonsillar Disease: Introduction. In:
Current Otolaryngology 2nd ed. McGraw-Hill:2007
33 Berkowitz RG, Zalzal GH. Tonsillectomy in children under 3 years of age.
Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1990; 116:685-6.[Abstract]
34 Frey RJ. Gale Encyclopedia of Medicine. Published December, 2002 by the
Gale Group
35 Ferrari LR, Vassalo SA. Anesthesia for otolaryngology procedures. In: Cote
CJ, Todres ID, Ryan JF, Goudsouzian NG, editors. A Practice of anesthesia
for infants and children. Philadelphia: WB Saunders Company 2001. 3rd
ed.p.461-67.
48