Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA NODOSA NON

TOKSIK
undefined
undefined. undefined

STRUMA NODOSA NON TOKSIK


PENGERTIAN
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu
nodul ,tanpa disertai tanda tanda hipertiroidisme,berdasarkan jumlah nodul ,dibagi :
Struma mononodosa non toksik
Struma multinodosa nontoksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif,nodul dibedakan menjadi : nodul
dingin ,nodul hangat,nodul panas,
Sedangkan berdasarkan konsistensinya ,nodul dibedakan menjadi ;nodul lunak ,nodul kistik,
nodul keras,nodul sangat keras,
DIAGNOSIS
Anamnesis :
Sejak kapan benjolan timbul
Rasa nyeri spontan atau tidak spontan ,berpindah atau tetap
Cara membesarkanya : cepat atau lambat
Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya
pembesaran leher saja
Riwayat keluarga
Riwayat penyinaran daerah pada waktu kecil/muda
Perubahan suara
Gangguan menelan ,sesak nafas
Penurunan berat badan
Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik ;
Umum

Local ;
o Nodul tunggal atau majemuk,atau difus
o Nyeri tekan
o Konsistensi
o Permukaan
o Perlekatan pada jaringan sekitarnya
o Pendesakan atau pendorongan trakea
o Pembesaran kelenjar getah bening regional
o Pembertons sign
Penilaian risiko keganasan :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostic penyakit tiroid jinak ,tetapi
tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :
Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak
Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun,
Gejala hipo atau hipertiroidisme
Nyeri berhubungan dengan nodul
Nodul lunak, mudah degerakan
Multinodul tanpa nodul yang dominant ,dan konsistensi sama.
namnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan kearah keganasan tiroid :
Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
Gender laki- laki
Nodul disertai disfagi ,serak atau obstruksi jlan napas
Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu bulan )
Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak anak atau dewasa ( juga meningkatkan
insiden penyakit nodul tiroid jinak )
Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
Nodul yang tunggal ,berbatas tegas ,keras,irregular dan sulit digerakan
Paralysis pita suara
Temuan limpadenofati servikal
Metastasis jauh ( paru-paru ),DLL
Langkah diagnosis I :TSHs FT4
Hasil : non toksis langkah diagnostic H :BAJAH nodul tiroid
Hasil ; A ganas
B curiga
C jinak
D tak cukup /sediaan tak representative
DIAGNOSIS BANDING
Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa
pertumbuhan ,pubertas laktasi,menstruasi,kehamilan menopause,infeksi,stes lain .
Tiroiditis akut
Tiroiditis subakut
Tiroiditis kronis,limpositik (hashimoto),fibrous-invasif ( riedel )
Simple goiter
Struma endemic
Kista tiroid,kista degenerasi
Adenoma

Karsinoma tiroid primer,metastatik


Limfoma
PEMEIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : T4 atau T3, dan TSHs
Biosi aspirasi jarum halus ( BAJAH ) nodul tiroid
o Bila hasil laboratorium; non toksik
o Bila hasil lab,(awal ) toksik,tetapi hasil scan : cold nodule syrat sudah menjadi eutiroid,
USG tiroid
o Pemantau kasus nodul yang tidak diopersi
o Pemendu pada BAJAH
Sidik tiroid :
o Bila klinis ganas,tetapi hasil sitologi dengan BAJAH ( 2 X );jinakm ,
o Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas
Petanda keganasan tiroid ( bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid
medular,diperiksakan kalsitonik)
Pemeriksaaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat,curiga penyakit hashimoto
Definisi
Struma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid. Biasanya dianggap membesar bila
kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari
tidak terlihat sampai besar sekali dan mengadakan penekanan pada trakea, membuat dilatasi
sistem vena serta pembentukan vena kolateral. Pada struma gondok endemik, Perez membagi
klasifikasi menjadi:
Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan
Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal
Derajat III: terlihat pada jarak jauh.
Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:
Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.
Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala ditegakkan.2
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin, maka bisa
dibagi menjadi:
Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada penderita ini
tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin berlebihan.
Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.
Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.
Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, nodul dibedakan menjadi:
- nodul dingin (cold nodule)
- nodul hangat (warm nodule)
- nodul panas (hot nodule)
Berdasarkan konsistensinya dibagi menjadi:
(-) nodul lunak
(-) nodul kistik
(-) nodul keras
(-) nodul sangat keras3,6
Etiologi
Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun
sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga
tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan

sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian
kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini
biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak
akibat tiroiditis.
Pada beberapa penderita struma nodosa, di dalam kelenjar tiroidnya timbul kelainan pada
sistem enzim yang dibutuhkan untuk pembentukan hormon tiroid. Di antara kelainankelainan yang dapat dijumpai adalah:
1. Defisiensi mekanisme pengikatan iodida, sehingga iodium dipompakan ke dalam sel
jumlahnya tidak adekuat.
2. Defisiensi sistem peroksidase, di mana iodida tidak dioksidasi menjadi iodium.
3. Defisiensi penggandengan tirosin teriodinasi di dalam molekul tiroglobulin, sehingga
bentuk akhir dari hormon tiroid tidak terbentuk.
4. Defisiensi enzim deiodinase, yang mencegah pulihnya iodium dari tirosin teriodinasi, yang
tidak mengalami penggandengan untuk membentuk hormon tiroid, sehingga menyebabkan
defisiensi iodium.3
Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni makanan
yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas antitiroid sehingga juga
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH. Beberapa bahan
goitrogenik ditemukan pada beberapa varietas lobak dan kubis.
Diagnosis
Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipoatau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan,
sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma
nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral.
Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan
yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan
stridor inspiratoar.2,
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup
laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita sedikit fleksi
sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan tiroid lebih mudah
dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di
tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta
mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan.
Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah
tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak
pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan susah
digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang
sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi.
Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka
dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah kartilago tiroid, lalu dorong
benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibujari tangan kanan diletakkan di permukaan anterior
benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus
sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.

Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:


- lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
- ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
- konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea
- pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak2.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak
dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:
Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodull dan sukar digerakkan,
walaupun nodul ganas dapat mengalamii degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak.
Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang
mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung
lama.
Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun nodul ganas
tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner
syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.
20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas, tetapi nodul
multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid
Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas terutama yang tidak
disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif.
Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau
perubahan suara menjadi serak.
Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido mastoidea karena
desakan pembesaran nodul (Berrys sign)2
Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi atas:
a. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay (RIA)
dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah.
Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada
orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme,
kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat
membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L.
Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
b. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan
penyakit tiroid autoimun.
- antibodi tiroglobulin
- antibodi mikrosomal
- antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
- antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
- thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga,
foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas
sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik
tersebut sampai memelukan CT-scan leher.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
- Dapat menentukan jumlah nodul

- Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,


- Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
- Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang
tidak terlihat dengan sidik tiroid.
- Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG
sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
- Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah
- Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan metabolisme
iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar
tiroid maupun bentuk lesinya.
Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada
membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses
trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam
proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus
membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium
radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme.
Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormon tiroid.
Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid, yaitu dengan prinsip daerah
dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi.
Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy FNAB)
akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya
berdasarkan hasil FNAB saja. Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid.
- Jinak (negatif)
Tiroid normal
Nodul koloid
Kista
Tiroiditis subakut
Tiroiditis Hashimoto
- Curiga (indeterminate)
Neoplasma sel folikuler
Neoplasma Hurthle
Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti
- Ganas (positif)
Karsinoma tiroid papiler
Karsinoma tiroid meduler
Karsinoma tiroid anaplastik.5
Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan untuk
meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan.
Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan patologi anatomis
untuk memastika n proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis dari
nodul tiroid dengan parafin block.
Penanganan
Pilihan terapi nodul tiroid:
- Terapi supresi dengan hormon levotirosin
- Pembedahan
- Iodium radioaktif
- Suntikan etanol
- US Guided Laser Therapy
- Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.

Indikasi operasi pada struma adalah:


- struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
- struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
- struma dengan gangguan tekanan
- kosmetik.
Kontraindikassi operasi pada struma:
- struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
- struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum terkontrol
- struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang biasanya
karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek
prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea
atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan
eksisi yang baik.
- struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase luas ke
mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila dipaksakan akan
memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.2,3,6
Pengertian struma nodosa non toksik
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau
lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
(Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).

1.
Anatomi kelenjar tyroid
Kelenjar tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi, lobus terletak
di sebelah lateral trakea tepat dibawah laring dan dihubungkan dengan jembatan jaringan
tiroid, yang disebut isthmus, yang terlentang pada permukaan anterior trakea. Secara
mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing masing menyimpan
materi koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan dan mensekresi kedua
hormon utama T3 (triodotironin) dan T4 (tiroksin). Jika kelenjar secara aktif mengandung
folikel yang besar, yang masing masing mempunyai jumlah koloid yang disimpan dalam
jumlah besar sel selnya, sel sel parafolikular mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini
dan dua hormon lainnya mempengaruhi metabolisme kalsium. Hormon hormon ini akan
dibicarakan kemudian.
1.
Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab
pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1.
1.
Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum
dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
1.

1.
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang
kedelai).
Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium).
1.
Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida
menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian
disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang
terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin
(T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi
sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan
melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
1.
Gejala-gejala
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar
ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area
trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
1.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toksik, melalui
:
1.
1.
Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam
batas normal.
Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat dilakukan oleh seorang
tenaga ahli yang berpengalaman.
Pencegahan
2.Penatalaksanaan

Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat.
Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan
40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc,
sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc 0,8 cc.
1.
1.
Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan
tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi,
kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
Konsep Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pedoman asuhan
keperawatan sebagai dasar pemecahan masalah pasien secara ilmiah dan sistematis yang
meliputi tahap pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan
guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan
yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :
1.
1.
Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.
Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis
tirotoksikosis).
Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium
(mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit
halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi
pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

Langkah selanjutnya adalah penentuan diagnosa keperawatan yang merupakan suatu


pernyataan dan masalah pasien secara nyata maupun potensial berdasarkan data yang
terkumpul. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan struma nodosa nontoksis khususnya
post operai dapat dirumuskan sebagai berikut ;
Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema
jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan
pada sistem saraf pusat.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
1.
Perencanaan keperawatan/intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan pasien. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang
diuraikan di atas, maka disusunlah rencana keperawatan/intervensi sebagai berikut :
1. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.
Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :
Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.
Rencana tindakan/intervensi
Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.
Rasional :
Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada
pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.
Rasional :
Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi
dan intervensi yang cepat.
Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
Rasional :
Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.
Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala dengan bantal.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi.
Rasional :
Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan
dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas.
Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan
karakteristik sputum.
Rasional :
Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan
membersihkan jalan nafas sendiri.

Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posterior
Rasional :
Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah
tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung.
Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.
Rasional :
Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.
Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien.
Rasional :
Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan yang darurat.
Pembedahan tulang
Rasional :
Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pembuluh darah yang
mengalami perdarahan yang terus menerus.
1.
1.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan saraf laring,
edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Rencana tindakan/intervensi
Kaji fungsi bicara secara periodik.
Rasional :
Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan
pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi
kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.
Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban
ya atau tidak.
Rasional :
Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan
gambar.
Rasional :
Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.
Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
Rasional ;
Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan
segera.
Rasional :
Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang
diketahui/memerlukan bantuan.
Pertahankan lingkungan yang tenang.
Rasional :
Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya
suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan.

1.
1.
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan
pada sistem saraf pusat.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
Rencana tindakan/intervensi
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
Rasional :
Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran
hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.
Rasional :
Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 7 hari pasca operasi dan
merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak
disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.
Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
Memantau kadar kalsium dalam serum.
Rasional :
Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
Rasional ;
Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi
permanen.
1.
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan
paska operasi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi
dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Rencana tindakan/intervensi :
Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0
10) dan lamanya.
Rasional :
Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan
efektivitas terapi.
Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal pasir/bantal
kecil.
Rasional :

Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.


Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi.
Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan
untuk menghindari hiperekstensi leher.
Rasional :
Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.
Rasional :
Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami
kesulitan menelan.
Rasional :
Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami
kesulitan menelan.
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut,
relaksasi progresif.
Rasional :
Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi
nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
Kolaborasi
Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya.
Berikan es jika ada indikasi
Rasional :
Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri.
1.
1.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan
tindakan berhubungan dengan tidak mengungkapkan secara terbuka/mengingat kembali,
setelah menginterpretasikan konsepsi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan penanganannya, berpartisipasi
dalam program pengobatan, melakukan perubahan gaya hidup yang perlu.
Rencana tindakan/intervensi :
Tinjau ulang prosedur pembedahan dan harapan selanjutnya.
Rasional ;
Member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat keputusan sesuai informasi.
Diskusikan kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila dapat mencakup garam
beriodium.
Mempercepat penyembuhan dan membantu pasien mencapai berat badan yang sesuai dengan
pemakaian garam beriodium cukup.
Hindari makanan yang bersifat gastrogenik, misalnya makanan laut yang berlebihan, kacang
kedelai, lobak.
Rasional :
Merupakan kontradiksi setelah tiroidiktomi sebab makanan ini menekan aktivitas tyroid.
Identifikasi makanan tinggi kalsium (misalnya : kuning telur, hati)
Rasional :
Memaksimalkan suplay dan absorbsi jika fungsi kelenjar paratiroid terganggu.

Dorong program latihan umum progresif


Rasional :
Latihan dapat menstimulasi kelenjar tyroid dan produksi hormon yang memfasilitasi
pemulihan kesejahteraan.
1.
Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan menggunakan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan, haruslah
dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang berhubungan dengan pelayanan
keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah sakit.
1.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai
tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap
evaluasi ini akan difokuskan pada :
1. Apakah jalan nafas pasien efektif?
2. Apakah komunikasi verbal dari pasien lancar?
3. Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi?
4. Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi?
5. Apakah pasien telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tindakan perawatan dan
pengobatannya?

Disusun Oleh: Dodo Pebriansyah (P

STRAUMA NODUSA NON TOKSIK

A. Pengertian
Strauma adalah pembesaran pada kenlenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel
folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahuna tahun folikel tumbuh semkin
membesar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. (Sri Hartini, Ilmu Penyakit
Dalam,jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).
B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a.

Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.

b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.


a.

Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,

kacang

kedelai).
b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium).
c.

Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.


Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuan, puberitas, menstruasi, kehamilan,
laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar

tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah
didaerah tersebut.

C. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid
Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel
koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan
molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme
tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tyroid
D. Manifestasi Klinis
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya
kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan
menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus
tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.

Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan di
leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.
Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak
tahan

cuaca

dingin,

diare,

gemetar,

dan

kelelahan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :


1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)
2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
2. Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam
batas normal. Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11
4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
5. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang hanya dapat
dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman
6. Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a.

Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini
menunjukkan fungsi yang rendah.

b.

Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

c.

Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid yang lain.

F. Penatalaksanaan
1.

Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat.

2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi
suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam
tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc 0,8 cc.
4. Tindakan operasi (strumektomi)
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya,
indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
5. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik
tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila tidak mengecil bahkan
membesar dilakukan biopsy atau operasi.
6. Biopsy aspirasi jarum halus

Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm.

G. Pengakajian Keperawatan
1. Pengumpulan Data
a.

Identifikasi klien.

b. Keluhan utama klien.


Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan menelan dan
bernapas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah
nyeri akibat luka operasi.
c.

Riwayat penyakit sekarang


Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar
sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus
sehingga perlu dilakukan operasi.

d. Riwayat penyakit dahulu


Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok,
sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
e.

Riwayat kesehatan keluarga


Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.

f.

Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada
kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.

2. Pemeriksaan Fisik
a.

Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tandatanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.

b. Kepala dan leher


Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada post operasi
thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa
steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam
dua sampai tiga hari.
c.

Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau
karena adanya darah dalam jalan nafas.

d. Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah
yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
e.

Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat
anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.

f.

Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.

g. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.

i.

Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,
makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.

j.

Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.

k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin
digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat
dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada
konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.

H. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan


1.

Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.

a.

Tujuan:
Jalan nafas klien efektif

b.

Kriteria:
Tidak ada sumbatan pada trakhea

c.

Rencana tindakan:

1) Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas.


2) Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
3) Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
4) Atur posisi semifowler

5) Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.


6) Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
7) Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.

d. Rasional
1) Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
2) Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
3) Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
4) Memberikan suasana yang lebih nyaman.
5) Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi
6) Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
7) Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.

2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema
jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
a.

Tujuan
Klien dapat komunikasi secara verbal

b. Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
c.

Rencana tindakan:

1) Kaji pembicaraan klien secara periodik


2) Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
3) Kunjungi klien sesering mungkin
4) Ciptakan lingkungan yang tenang.
d. Rasionalisasi:

1)

Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan /
sebagai efek pembedahan.

2) Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.


3) Mengurangi kecemasan klien
4) Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien
3.

Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan


pada sistem saraf pusat.

a.

Tujuan :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.

b. Criteria
Tidak terdapat cedera
c.
1)

Rencana tindakan/intervensi
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).

2)

Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.

3) Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
4) Memantau kadar kalsium dalam serum.
5) Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
d. Rasional
1)

Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran


hormon yang menyebabkan krisis tyroid.

2) Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 7 hari pasca operasi dan
merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak
disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.
3) Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
4) Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
5)

Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi
permanen

4.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.

a.

Tujuan:
Rasa nyeri berkurang

b. Kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.
c.

Rencana tindakan

1) Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal keci.
2) Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
3) Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi .
4) Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
5) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
d. Rasionalisasi
1) Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
2) Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
3) Mengurangi ketegangan otot.
4) Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
5) Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri

5.

Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai

dengan sering bertanya tentang penyakitnya.


a.

Tujuan

Pengetahuan klien bertambah.


b. Kriteria hasil:
Klien berpartisipasi dalam program keperawatan
c.

Rencana tindakan:

1) Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.


2)

Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut,

kedelai, Lobak cina dll.


3) Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
d. Rasionalisasi
1) Mempertahankan daya tahan tubuh klien.
2) Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid.
3) Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.
6.

Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah

sekunder terhadap pembedahan.


a.

Tujuan

Perdarahan tidak terjadi.


b. Kriteria hasil
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.

c.

Rencana tindakan
1) Observasi tanda-tanda vital.
2) Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.

3) Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).


d. Rasionalisasi
1)

Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui

perdarahan secara dini.


2) Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka operasi.
3) Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L Y, 2001, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC : Jakarta
Doengoes, dkk, 2000, Nursing Care Plans : Guideline For Planning And Dokumentating
Care. EGC : Jakarta.
Hidayat, Syamat, dkk, 1997. Edisi Revisi Buku Ilmu Ajar Bedah,EGC : Jakarta.
Manjoer, Arief, dkk, 2000.Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapius :

Anda mungkin juga menyukai