TOKSIK
undefined
undefined. undefined
Local ;
o Nodul tunggal atau majemuk,atau difus
o Nyeri tekan
o Konsistensi
o Permukaan
o Perlekatan pada jaringan sekitarnya
o Pendesakan atau pendorongan trakea
o Pembesaran kelenjar getah bening regional
o Pembertons sign
Penilaian risiko keganasan :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostic penyakit tiroid jinak ,tetapi
tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :
Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak
Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun,
Gejala hipo atau hipertiroidisme
Nyeri berhubungan dengan nodul
Nodul lunak, mudah degerakan
Multinodul tanpa nodul yang dominant ,dan konsistensi sama.
namnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan kearah keganasan tiroid :
Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
Gender laki- laki
Nodul disertai disfagi ,serak atau obstruksi jlan napas
Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu bulan )
Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak anak atau dewasa ( juga meningkatkan
insiden penyakit nodul tiroid jinak )
Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
Nodul yang tunggal ,berbatas tegas ,keras,irregular dan sulit digerakan
Paralysis pita suara
Temuan limpadenofati servikal
Metastasis jauh ( paru-paru ),DLL
Langkah diagnosis I :TSHs FT4
Hasil : non toksis langkah diagnostic H :BAJAH nodul tiroid
Hasil ; A ganas
B curiga
C jinak
D tak cukup /sediaan tak representative
DIAGNOSIS BANDING
Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa
pertumbuhan ,pubertas laktasi,menstruasi,kehamilan menopause,infeksi,stes lain .
Tiroiditis akut
Tiroiditis subakut
Tiroiditis kronis,limpositik (hashimoto),fibrous-invasif ( riedel )
Simple goiter
Struma endemic
Kista tiroid,kista degenerasi
Adenoma
sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian
kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini
biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak
akibat tiroiditis.
Pada beberapa penderita struma nodosa, di dalam kelenjar tiroidnya timbul kelainan pada
sistem enzim yang dibutuhkan untuk pembentukan hormon tiroid. Di antara kelainankelainan yang dapat dijumpai adalah:
1. Defisiensi mekanisme pengikatan iodida, sehingga iodium dipompakan ke dalam sel
jumlahnya tidak adekuat.
2. Defisiensi sistem peroksidase, di mana iodida tidak dioksidasi menjadi iodium.
3. Defisiensi penggandengan tirosin teriodinasi di dalam molekul tiroglobulin, sehingga
bentuk akhir dari hormon tiroid tidak terbentuk.
4. Defisiensi enzim deiodinase, yang mencegah pulihnya iodium dari tirosin teriodinasi, yang
tidak mengalami penggandengan untuk membentuk hormon tiroid, sehingga menyebabkan
defisiensi iodium.3
Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni makanan
yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas antitiroid sehingga juga
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH. Beberapa bahan
goitrogenik ditemukan pada beberapa varietas lobak dan kubis.
Diagnosis
Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipoatau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan,
sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma
nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral.
Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan
yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan
stridor inspiratoar.2,
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup
laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita sedikit fleksi
sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan tiroid lebih mudah
dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di
tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta
mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan.
Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah
tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak
pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan susah
digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang
sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi.
Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka
dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah kartilago tiroid, lalu dorong
benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibujari tangan kanan diletakkan di permukaan anterior
benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus
sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.
1.
Anatomi kelenjar tyroid
Kelenjar tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi, lobus terletak
di sebelah lateral trakea tepat dibawah laring dan dihubungkan dengan jembatan jaringan
tiroid, yang disebut isthmus, yang terlentang pada permukaan anterior trakea. Secara
mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing masing menyimpan
materi koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan dan mensekresi kedua
hormon utama T3 (triodotironin) dan T4 (tiroksin). Jika kelenjar secara aktif mengandung
folikel yang besar, yang masing masing mempunyai jumlah koloid yang disimpan dalam
jumlah besar sel selnya, sel sel parafolikular mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini
dan dua hormon lainnya mempengaruhi metabolisme kalsium. Hormon hormon ini akan
dibicarakan kemudian.
1.
Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab
pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1.
1.
Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum
dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
1.
1.
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang
kedelai).
Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium).
1.
Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida
menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian
disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang
terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin
(T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi
sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan
melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
1.
Gejala-gejala
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar
ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area
trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
1.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toksik, melalui
:
1.
1.
Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam
batas normal.
Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat dilakukan oleh seorang
tenaga ahli yang berpengalaman.
Pencegahan
2.Penatalaksanaan
Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat.
Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan
40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc,
sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc 0,8 cc.
1.
1.
Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan
tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi,
kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
Konsep Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pedoman asuhan
keperawatan sebagai dasar pemecahan masalah pasien secara ilmiah dan sistematis yang
meliputi tahap pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan
guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan
yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :
1.
1.
Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.
Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis
tirotoksikosis).
Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium
(mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit
halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi
pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posterior
Rasional :
Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah
tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung.
Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.
Rasional :
Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.
Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien.
Rasional :
Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan yang darurat.
Pembedahan tulang
Rasional :
Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pembuluh darah yang
mengalami perdarahan yang terus menerus.
1.
1.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan saraf laring,
edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Rencana tindakan/intervensi
Kaji fungsi bicara secara periodik.
Rasional :
Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan
pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi
kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.
Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban
ya atau tidak.
Rasional :
Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan
gambar.
Rasional :
Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.
Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
Rasional ;
Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan
segera.
Rasional :
Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang
diketahui/memerlukan bantuan.
Pertahankan lingkungan yang tenang.
Rasional :
Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya
suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan.
1.
1.
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan
pada sistem saraf pusat.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
Rencana tindakan/intervensi
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
Rasional :
Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran
hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.
Rasional :
Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 7 hari pasca operasi dan
merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak
disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.
Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
Memantau kadar kalsium dalam serum.
Rasional :
Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
Rasional ;
Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi
permanen.
1.
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan
paska operasi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi
dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Rencana tindakan/intervensi :
Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0
10) dan lamanya.
Rasional :
Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan
efektivitas terapi.
Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal pasir/bantal
kecil.
Rasional :
A. Pengertian
Strauma adalah pembesaran pada kenlenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel
folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahuna tahun folikel tumbuh semkin
membesar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. (Sri Hartini, Ilmu Penyakit
Dalam,jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).
B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a.
Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang
kedelai).
b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium).
c.
tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah
didaerah tersebut.
C. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid
Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel
koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan
molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme
tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tyroid
D. Manifestasi Klinis
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya
kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan
menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus
tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan di
leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.
Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak
tahan
cuaca
dingin,
diare,
gemetar,
dan
kelelahan.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
2. Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam
batas normal. Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11
4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
5. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang hanya dapat
dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman
6. Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a.
Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini
menunjukkan fungsi yang rendah.
b.
Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c.
Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid yang lain.
F. Penatalaksanaan
1.
Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat.
2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi
suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam
tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc 0,8 cc.
4. Tindakan operasi (strumektomi)
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya,
indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
5. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik
tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila tidak mengecil bahkan
membesar dilakukan biopsy atau operasi.
6. Biopsy aspirasi jarum halus
G. Pengakajian Keperawatan
1. Pengumpulan Data
a.
Identifikasi klien.
f.
Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada
kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tandatanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau
karena adanya darah dalam jalan nafas.
d. Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah
yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
e.
Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat
anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
f.
Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
g. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
i.
Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,
makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
j.
Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin
digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat
dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada
konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.
a.
Tujuan:
Jalan nafas klien efektif
b.
Kriteria:
Tidak ada sumbatan pada trakhea
c.
Rencana tindakan:
d. Rasional
1) Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
2) Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
3) Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
4) Memberikan suasana yang lebih nyaman.
5) Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi
6) Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
7) Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema
jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
a.
Tujuan
Klien dapat komunikasi secara verbal
b. Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
c.
Rencana tindakan:
1)
Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan /
sebagai efek pembedahan.
a.
Tujuan :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
b. Criteria
Tidak terdapat cedera
c.
1)
Rencana tindakan/intervensi
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
2)
Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.
3) Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
4) Memantau kadar kalsium dalam serum.
5) Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
d. Rasional
1)
2) Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 7 hari pasca operasi dan
merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak
disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.
3) Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
4) Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
5)
Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi
permanen
4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
a.
Tujuan:
Rasa nyeri berkurang
b. Kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.
c.
Rencana tindakan
1) Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal keci.
2) Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
3) Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi .
4) Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
5) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
d. Rasionalisasi
1) Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
2) Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
3) Mengurangi ketegangan otot.
4) Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
5) Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri
5.
Tujuan
Rencana tindakan:
Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut,
Tujuan
c.
Rencana tindakan
1) Observasi tanda-tanda vital.
2) Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L Y, 2001, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC : Jakarta
Doengoes, dkk, 2000, Nursing Care Plans : Guideline For Planning And Dokumentating
Care. EGC : Jakarta.
Hidayat, Syamat, dkk, 1997. Edisi Revisi Buku Ilmu Ajar Bedah,EGC : Jakarta.
Manjoer, Arief, dkk, 2000.Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapius :