Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

DENGAN PASIEN HALUSINASI PENGLIHATAN

Dosen Pembimbing
NS. ALDO YULIANO, S.Kep. MM
R.N. Angga Saputra
2030282012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
TAHUN AJARAN 2020-2021

Skenario pasien dengan halusinasi penglihatan


Ny. U datang ke RS. Y diantar oleh keluarganya dengan keadaan lusuh, kotor, dan sering
memukuli dirinya. Keluarga klien mengatakan Ny. U sering bicara kalau dia sering melihat
sesuatu yang tidak dapt dilihat oleh orang lain, sering senyum sendiri, dan tertawa sendiri. Saat
ditanya oleh perawat, Ny. U merasa ketakutan dan tidak dapat membedakan hal yang nyata dan
tidak nyata. Saat klien diberi tahu perawat tentang penglihatannya yang tidak nyata, reaksi yang
diberikan klien tiba – tiba marah, muka memerah, wajah tegang, dan nafas terengah – engah.
Klien tidak dapat memusatkan perhatiannya, dan saat dilakukan pemeriksaan, didapatkan nadi
klien 116x/i

LAPORAN PENDAHULUAN
Halusinasi Penglihatan

A. Pengertian
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin
organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1994). Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca
indra tanpa stimuli ekstern; persepsi palsu (Lubis, 1993).
Menurut May Durant Thomas (2004) halusinasi secara umum dapat ditemukan
pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil
pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus
halusinasi.

B. Teori yang Menjelaskam Halusinasi (Stuart dan Sundeen, 1995)


1. Teori Biokimia
Terjadi sebagai respons metabolism terhadap stress yang mengakibatkan
terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan dimethytransferase)
2. Teori Psikoanalisis
Merupakam respons pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang
mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

C. Klasifikasi Halusinasi
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak
ada suara di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang
atau sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien
yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau
kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi
bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

D. Fase – Fase Halusinasi


1. Fase I Comforting (Ansietas sedang : halusinasi menyenangkan)
Karakteristik :
Kx mengalami perasaan, mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman
sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani non
psikotik
Perilaku kx :
a. Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Jika sedang asyik diam dan asyik sendiri

2. Fase II Cumdemning (Ansietas berat : halusinasi menjadi menjijikkan)


Karakteristik :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan kx mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Kx mungkin mengalami oleh pengalaman sensori dan menarik
diri dari orang lain Psikotik Ringan
Perilaku kx:
Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan denyut jantung, pernafasan, TD. Rentang perhatian menyempit
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realita.
3. Fase III Controlling (Ansietas berat : pengalaman sensori menjadi berkuasa)
Karakteristik :
Kx berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Kx mungkin mengalami
pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti psikotik
Perilaku kx :
a. Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
d. Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah
4. Fase IV Canquering (panik : umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya)
Karakteristik :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika kx mengikuti perintah halusinasi.
Halusinasi berakhir dari beberapa jam/hari jika tidak ada intervensi terapeutik
psikotik berat
Perilaku kx :
a. Perilaku kekerasan
b. Agitasi
c. Menarik diri
d. Katatonia
e. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks
f. Tidak mampu berespon lebih dari satu orang

E. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien
dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan
kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan
gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai
pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,
sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti
pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal
yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan,
kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab
halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor
pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber
koping dan mekanisme koping.

F. Tanda Dan Gejala


 Bicara, senyum, tertawa sendiri
 Melihat dan merasa sesuatu yang tidak nyata
 Ketakutan
 Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
 Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata
 Tidak dapat memusatkan perhatian (konsentrasi)
 Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal
 Sikap curiga dan bermusuhan
 Menarik diri, menghindar dari orang lain
 Sulit membuat keputusan
 Mudah tersinggung, jengkel, marah
 Muka merah, kadang pucat
 Ekspresi wajah tegang
 TD meningkat
 Nafas terengah-engah
 Nadi cepat
 Banyak keringat

G. Faktor Predisposisi Dan Presipitasi


1) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh
baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi factor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan genetik.
a) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b) Faktor Sosiokultural
Berbagai factor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berleihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik nuorokimia seperti buffofenon
dan dimethytranferase (DMP).
d) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress
dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
e) Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi
menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.

2) Faktor Presipitasi
a) Biologis
Stresor biologis yang berhubungan dengan respon neurobilogi yang
maladaptive termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan abnormalisasi pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menghadapi rangsangan.
b) Stres Lingkungan
Secara biologis menetapkan terdapat ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadi
gangguan perilaku.
c) Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon Neurobiologi yang maladaptive
berhubungan dengan kesehatan ( gizi buruk, infeksi)lingkungan ( rasa
bermusuhan/lingkungan yang penuh kritik, gangguan dalam hubungan
interpersonal) sikap dan perilaku (keputusan dan kegagalan).

H. Manifestasi Klinis
Halusinasi penglihatan
Adapun perilaku yang dapat teramati sebagai berikut :
a. Tiba-tiba tampak gagap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain,benda mati atau
stimulus yang tidak Nampak.
b. Tiba-tiba berlari ke ruang lain.

I. Mekanisme Koping
1. Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti
perilaku perkembangan anak (Berhubungan dengan masalah proses informasi
dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi,mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancauan persepsi)
3. Menarik Diri
Reaksi yang ditampilakan dapat berupa reaksi fisik maupun psikolgis,reaksi
fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber stressor,misalnya
menjauhi polusi,sumber infeksi gas beracun dan lain-lain,sedangkan reaksi
psikologis individu menunjukan perilaku apatis,mengisolasi diri,tidak
berminat,sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

J. Rentang Respon neurologi ( Stuart dan sundeen 2008:302)

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Delusi


2. Persepsi akurat 2. Ilusi 2. Halusinasi
3. Emosi konsisten 3. Emosi berlebihan yang 3. Kerusakan proses
dengan berkurang emosi
pengalaman 4. Perilaku aneh/tidak biasa 4. Perilaku disorganisasi
4. Perilaku sesuai 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial
1) Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan :
a. Pikiran logis adalah yang mengarah pada pengalaman
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalaam batas
kewajaran
2) Respon psikososial
a. Distorsi pikiran adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar-benar terjadi (Objek nyata) karena rangsangan panca indera
c. Emosi berlebihan yang berkurang
d. Perilaku aneh/tidak biasa adalah sikap tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain
3) Respon mal adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan
a. Gangguan pikir/delusi : keyakinan atau penialian yang salah dan tidak dapat
dikoreksi, tidak sesuai dengan kenyataan dan kepercayaan yang berlaku dalam
lingkungan, masyarakat serta budaya tempat tinggal individu tersebut.
b. Halusinasi : gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi, suatu persepsi panca indra tanpa ada rangsangan dari
luar.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
d. Perilaku disorganisasi : merupakan suatu perilaku yang tidak sesuai atau tidak
berarti.
e. Isolasi sosial : merupakan suatu kondisi kesendirian yang dialami klien dan
diterima sebagai ketentuan dalam seseorang sebagai keadaan yang negaif atau
mengancam.
POHON MASALAH

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

(Stuart, Gail W. (2007))

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri


2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

a. TUM :
Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
1) TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria Evaluasi :
Setelah 3x interaksi, klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat :
a. Ekspresi wajah bersahabat
b. Menunjukkan rasa senang
c. Ada kontak mata
d. Mau berjabat tangan
e. Mau menyebutkan nama
f. Mau menjawab salam
g. Mau duduk berdampingan dengan perawat
h. Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi
Intervensi :
1. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
3. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
4. Buat kontrak yang jelas
5. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Berikan kx perhatian kebutuhan dasar klien
8. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
9. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
10. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
11. Dengarkan ungkapan klien dengan sikap empati
2) TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya
Kriteria Evaluasi :
Setelah 3x interaksi klien menyebutkan:
a. Isi
b. Waktu
c. Frekuensi
d. Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi

Intervensi:

1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap


2. Observasi tingkah laku klien dengan halusinasi lihat. Jika menemukan klien
yang sedang halusinasi:
- Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi lihat)
- Jika klien menjawab ya. Tanyakan apa yang sedang dialaminya
- Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun
perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi)
- Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama
- Katakan bahwa perawat akan membantu klien

Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman


halusinasi, diskusikan dengan klien :

- Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam
atau sering dan kadang-kadang)
- Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan
halusinasi.

Kriteria Evaluasi

Setelah 3x interaksi klien menyatakan perasaan dan respon yang saat mengalami
halusinasi

- Marah
- Takut
- Sedih
- Senang
- Cemas
- Jengkel

Intervensi :

1. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri
kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
2. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan
tersebut
3. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati
halusinasinya.
3) TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasinya
Kriteria Evaluasi :
a. Setelah 3x interaksi klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya
b. Setelah 3x interaksi klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi lihat
c. Setelah 3x interaksi klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi
halusinasi lihat
d. Setelah 3x interaksi klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasinya.
e. Setelah 3x pertemuan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok.

Intervensi :

1. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll)
2. Diskusikan cara yang digunakan klien.
- Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian
- Jika cara yang digunakan maladaptive diskusikan kerugian cara tersebut
3. Diskusikan cara baru untuk memutuskan/mengontrol timbulnya halusinasi:
- Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (saya tidak mau melihat
pada saat halusinasi terjadi)
- Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk
menceritakan tentang halusinasinya
- Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah
disusun
- Meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika sedang berhalusinasi
4. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya
5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih
6. Pantau pelaksanaan yang terpilih dan dilatih. Jika berhasil beri pujian
7. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi persepsi
4) TUK 4 :
Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Kriteria Evaluasi:
a. Setelah 3x pertemuan keluarga. Keluarga menyatakan setuju untuk
mengikuti pertemuan dengan perawat
b. Setelah 3x interaksi keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala.
proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi

Intervensi:

1. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topic)
2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/kunjungan
rumah)
- Pengertian halusinasi
- Tanda dan gejala halusinasi
- Proses terjadinya halusinasi
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
- Obat-obatan halusinasi
- Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah (beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan sendiri, bepergian bersama, memantau
obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi)
- Beri informasi waktu control ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari
bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah
5) TUK 5:
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria Evaluasi:
a. Setelah 3x interaksi klien menyebutkan :
- Manfaat minum obat
- Kerugian tidak minum obat
- Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat
b. Setelah 3x interaksi klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar
c. Setelah 3x interaksi klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dokter

Intervensi:

1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,
nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat
2. Pantau klien saat penggunaan obat
3. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
5. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan.

I PELAKSANAAN KEGIATAN
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik
(Nursalam 2001)
Ada tiga tahapan dalam tindakan keperawatan yaitu:
1. Persiapan
a. Review antisipasi tindakan keperawatan
b. Menganalisa dan keterampilan yang diperlukan
c. Mengetahui komplikasi yang timbul
d. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif

2. Intervensi
a. Independen
Suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari
dokter atau tenaga kesehatan lainnya
b. Independen
Menjelaskan suatu kegiatan yag memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga
kesehatan lainnya
c. Dependen
Berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis
3. Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan
akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan
II EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh keberhasilan yang telah dicapai dari dignosa keperawatan,
rencana tindakan dari pelaksanaan.Adapun hal-hal yang dievaluasi pada klien dengan
perubahan sensori persepsi halusinasi bagi klien dan keluarga adalah sebagai berikut:
1) Klien
a. Klien mampu menyebutkan perasaan saat terjadi halusinasi
b. Klien mampu membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata
c. Kllien mampu menjelaskan waktu isi frekuensi muncul halusinasi
d. Klien mampu menyebutkan dosis,nama,manfaat dan efek samping obat
e. Klien mampu mengontrol terjadinya halusinasi
f. Klien mampu untuk tidak melukai diri sendiri,orang lain dan lingkungan
2) Keluarga
a. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi
b. Keluarga mampu mengetahui cara merawat klien (cara mengontrol halusinasi
dan obat yang diminum
c. Keluarga memberi dukungan perawatan klien.
DAFTAR PUSTAKA

 Directoral kesehatan jiwa, Dit. JenYan. Kes. Dep. Kes R.i. keperawatan jiwa. Teori dan
tindakan keperawatan jiwa, 2003
 Keliat Budi, Anna, peran serta keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC,
1998
 Keliat Budi, Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, 1987
 Maramis, W,f, ilmu kedokteran jiwa, Erlangga universitas Press, 1990
 Rasmun, keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga,
CV.Sangung Seto, 2007
 Residen bagian psikiatrik UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC,1997 Stuart & Sunden,
Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, 2001

Anda mungkin juga menyukai