Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN

” CIDERA KEPALA “

Oleh :

R.N. Angga Saputra


2030282028

Dosen Pembimbing :
Ns. Ida Suryati, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA KEPALA
A. Konsep Cedera Kepala
1. Pengertian
M. Clevo Rendi, Margareth TH (2012). Cedera kepala yaitu adanya
deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang
tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-deceleasi) yang merupakan
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor
dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

Morton (2012). Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).

Wahyu Widagdo, dkk (2007). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai
otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan peubahan tingkat
kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku
dan emosional.

2. Etiologi
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama terjadinya cedera
kepala adalah sebagai berikut:
a. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan
dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan
atau kecederaan kepada pengguna jalan raya.
b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke
bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakkan turun
turun maupun sesudah sampai ke tanah.
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain,
atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksa).

Beberapa mekanisme yang timbul terjadi cedera kepala adalah seperti translasi
yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke
suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan
gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah
tersebut.

Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada 2 macam
cedera kepala yaitu:
a. Trauma tajam
Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral,
hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa
lesi, pergeseran otak atau hernia.

b. Trauma tumpul
Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk:
cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada
hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanyaa.

Menurut NANDA (2013) mekanisme cidera kepala meliputi Cedera


Akselerasi, Deselersi, Akselerasi-Deselerasi, Coup-Countre Coup, dan Cedera
Rotasional.
a. Cedera Akselerasi Tejadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak, missal, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan ke kepala.
b. Cedera Deselerasi Terjadi jika kepala bergerak membentur objek diam, seperti
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan
mobil.
c. Cedera Akselerasi-Deselerasi Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan kekerasan fisik.
d. Cedera Coup-Countre Coup Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang cranial dan denga kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertamakali terbentur.
Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala.
e. Cedera Rotasional Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar di
dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya
neuron dalam substansi alba serta robeknya pembuluh darah yang menfiksasi
otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

3. Gejala klinis cedera kepala


 Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun untuk beberapa saat kemudian
sembuh
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan
c. Mual atau muntah
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun
e. Perubahan kepribadian diri
f. Letargik

 Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat


a. Gejala atau tanda-tanda kardinal yang menunjukkan peningkatan di otak
menurun atau meningkat.
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan)
d. Apabila meningkatnya tekanan intracranial terdapat pergerakan atau posisi
abnormal ekstermitas

4. Patofisiologi
Trauma kranio serebral menyebabkan cedera pada kulit, tengkorak dan
jaringan otak. Ini bisa sendiri atau secara bersama-sama. Beberapa keadaan yang
dapat empengeruhi luasnya cedera kepala pada kepala yaitu:
a. Lokasi dari tempat benturan lansung
b. Kecepatan dan energi yang dipindahkan
c. Daerah permukaan energy yang dipindahkan
d. Keadaan kepala saat benturan (Wahyu Widagdo, dkk, 2007).
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah untuk
mengalami cedera dan kerusakan. Cedera kepala dapat mengakibatkan
malapetakan besar bagi seseorang. Tepat diatas tengkorak terletak galea
aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa padat, dapat digerakkan dengan bebas yang
membantu menyerap kekuatan trauma eksternal diantara kulit dan galea terdapat
suatu lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembuluh-
pembuluh besar. Bila robek pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan
vasokonstriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita
laserasi kulit kepala.
Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari
arteri, perdarahan arteri yang diakibatkan tertimbun dalam ruang epidural bisa
mengakibatkan fatal. Kerusakan neurologik disebabkan oleh suatu benda atau
serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak oleh pengaruh
kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan oleh efek akselerasi - deselerasi
pada otak. Derajat kerusakan yang disebabkan bergantung pada kekuatan yang
menimpa, makin besar kekuatan maka makin parah kerusakan yang terjadi.
Kerusakan yang tejadi karena benda tajam berkecepatan rendah dengan sedikit
tenaga. Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat tertentu dan disebabkan
oleh benda atau fragmen tulang yang menembus duramater pada tempat serangan.
Cedera menyeluruh sering dijumpai pada trauma tumpul kepala. Kerusakan terjadi
waktu energi atau kekuatan diteruskan ke otak. Banyak energi yang diserap oleh
lapisan pelindung yaitu rambut, kulit kepala dan tengkorak, tetapi pada trauma
hebat penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Bila kepala bergerak dan
berhenti secara mendadak dan kasar (pada kecelakaan) kerusakan tidak hanya
terjadi akibat cedera setempat pada jaringan saja tetapi juga akibat akselerasi dan
deselerasi.
5. Komplikasi cedera kepala
a. Faktor kardiovaskular
1) Cedera kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas
atipikal moikardial, peubahan tekanan vaskuler dan edema paru
2) Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan
kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan
meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan
meningkatkan tekanan sisolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan
atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

b. Faktor respiratori
1) Adanya edema paru pada cedera kepala dan vasokonstriksi paru atau
hipetensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
2) Konsentrasi oksigen dan karbon doiksida mempengaruhi aliran darah. Bila
PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi.
Penurunan PCO2, akan tejadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi
(arteri kecil) dan penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid) sehingga oksigen
tidak sampai ke otak denan baik.
3) Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya
tekanan intra cranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan
penekanan batang otak atau medulla oblongata.

c. Faktor metabolisme
1) Pada cedera kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh
lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air, dan hilangnya
sejumlah nitrogen
2) Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap
hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.

d. Faktor gastrointestinal
Trauma juga mempegaruhi system gastrointestinal.Setelah cedera kepala
(3 hari) terdapat respon tubuh dengan meransang aktivitas hipotalamus dan
stimulus vagal. Hal ini akan meransang lambung menjadi hiperasiditas, dan
mengakibatkan terjadinya stress alser.

e. Faktor piskologis Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien,


cedera kepala pada pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala
sisa yang timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian
pula pada trauma berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan
penururnan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan
keluarga.

6. Manifestasi klinis
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013).
a. Cedera kepala ringan-sedang
1) Disorientai ringan
2) Amnesia post trauma
3) Hilang memori sesaat
4) Sakit kepala
5) Mual dan muntah
6) Vertigo dalam perubahan posisi
7) Gangguan pendengaran

b. Cerdera kepala sedang-berat


1) Oedema pulmonal
2) Kejang
3) Infeksi
4) Tanda herniasi otak
5) Hemiparise
6) Gangguan akibat saraf cranial

7. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut (Wahyu
Widagdo, dkk, 2007).
a. Non pembedahan
1) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema
2) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter untuk
mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis
3) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan
tekanan intracranial
4) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi
mekanik untuk megontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat
meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:
1) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
CEDERA KEPALA

A. Konsep Asuhan Keperawatan Cedera Kepala


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara
ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien, merencanakan
secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy dalam Andra, dkk. 2013).
Menurut Rendi dan Margareth. ( 2012 ), asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas pasien Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat
tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas penanggung jawab Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan
terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Keluhan utama Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala
disertai penurunan tingkat kesadaran ( Muttaqin, A. 2008 ). Biasanya klien akan
mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan serta perdarahan pada
bagian kepala klien yang disebabkan oleh kecelakaan ataupun tindaka kejahatan.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), latergi, mual dan
muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan,
fraktur, hilang keseimbangan, sulit mengenggam.

2) Riwayat kesehsatan dahulu


Berisikan data pasien pernah mengalami penyakit system persyarafan,
riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit cidera
kepala sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti hipertensi,
diabetes mellitus dan lain sebagainya.
e. Pemeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
Penilaian GCS
NO Komponen Nilai Hasil
1. Verbal 1 Hasil beresponsi
2 Suara tidak dapat dimengerti
3 Ritihan
4 Bicara ngawur
5 Bicara membingungkan
Orientasi baik
2. Motoric 1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menghindari area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Ikuti perintah
3. Reaksi membuka 1 Tidak berespon
mata 2 Dengan rangsangan nyeri
3 Dengan perintah
(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013, Padila. 2012, NANDA NIC NIC.
2013)
a) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai
GCS: 15 - 14.
b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11-10.
d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3
(Satyanegara. 2010).

2) Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini yang
digunakan secara internasional:
Kekuatan otot
Respon Skala
Kekuatan otot 5
Kelemahan sedang, bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, 4
namun tidak mampu menahan tahanan pemeriksa, gerakan
tidak terkoordinasi
Kelemahan berat, terangkat sedikit 450 3
Kelemahan berat, dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Tidak ada gerakan 0
Sumber: Wijaya dan Yessi.
2013

f. Aspek neurologis
1) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13, cedera
kepala berat 3-8).
2) Disorientasi tempat/waktu
3) Reflek patologis dan fisiologis
4) Perubahan status mental
5) Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6) Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia, kehilangan
sebagian lapang pandang
7) Perubagan tanda-tanda vital
8) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
9) Tanda-tanda peningkatan TIK
a) Penurunan kesadaran
b) Gelisah letargi
c) Sakit kepala
d) Muntah proyektil
e) Pupil edema
f) Pelambatan nadi
g) Pelebaran tekanan nadi
h) Peningkatan tekanan darah systole

g. Aspek kardiovaskuler
1) Perubahan tekanan darah (menurun/meningkat)
2) Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi, irama tidak teratur)
3) TD naik, TIK naik

h. System pernafasan
1) Perubahan poa nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi stridor, tersedak
2) Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
3) Ronki, mengi positif
i. Kebutuhan dasar
1) Eliminasi : perubahan pada BAB/BAK (inkontinensia, obstipasi, hematuri)
2) Nutrisi : mual, muntah, gangguan pencernaan/menelan makanan, kaji bising
usus
3) Istirahat : kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur kurang

j. Pengkajian psikologis
1) Gangguan emosi/apatis, delirium
2) Perubahan tingkah laku atau kepribadian

k. Pengkajian social
1) Hubungan dengan orang terdekat
2) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,
disartria, anomia
l. Nyeri/kenyamanan
1) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
2) Gelisah

m. Nervus cranial
1) N.I : penurunan daya penciuman
2) N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
3) N.III, IV, VI : penurunan lapang pandang, reflek cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor
4) N.V : gangguan mengunyah
5) N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3
anterior lidah
6) N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
7) N.IX, X, XI : jarang ditemukan

1. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
1) X-ray/CT scan
a) Hematom serebral
b) Edema serebral
c) Perdarahan intracranial
d) Fraktur tulang tengkorak
2) MRI : Dengan/tanpa mempengaruhi kontras.
3) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4) EEG :memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
5) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
6) PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukan perubahan aktivitas
metabolism pada otak.

b. Pemeriksaan laboratorium
1) AGD, PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normaluntuk menjamin aliran
darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK.
2) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan
regulasi natrium, retensi Na dapat berakhir beberap hari, diikuti dengan
dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
3) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid (warna,
komposisi, tekana).
5) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
6) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif mengatasi kejang
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d gangguan serebrovaskular, edema
cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak (TIK).
b. Resiko Ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler, obstruksi
trakeobronkial, kerusakan medula oblongata.
c. Nyeri akut b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial, danalat traksi.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi cairan, trauma.
e. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran, peningkatantekanan
intra cranial
f. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan sarafmotorik.
g. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
h. Resiko kekurangan volume cairan b/d haluaran urine danelektrolit
meningkat.

3. Intervensi keperawatan
No Diagnose keperawatan Tujuan Intervensi
1 Ketidakefektifan perfusi a. Circulation status Oxygen Therapy
. jaringan serebral Definisi: Kriteria hasil: a) Periksa mulut,
penurunan sirkulasi 1) Tekanan systole dan hidung, dan sekret
jaringan otak yang dapat diastole dalam rentang trakea
mengganggu kesehatan. yang diharapkan b) Pertahankan jalan
2) Tidak ada ortostatik napas yang paten
hipertensi c) Atur peralatan
3) Tidak ada tandatanda oksigenasi d) Monitor
peningkatan tekanan aliran oksigen
intrakranial e) Pertahankan posisi
b. Perfusi jaringan: pasien
serebral Kriteria hasil: f) Observasi tandatanda
1) Mempertahankan hipoventilasi
tekanan intrakranial g) Monitor adanya
2) Tekanan darah dalam kecemasan pasien
rentang normal terhadap oksigenasi
3) Tidak ada nyeri
kepala Monitoring
4) Tidak ada muntah Peningkatan
5) Memonitor tingkat Intrakranial
kesadaran a) Monitor tekanan
perfusi serebral
b) Catat respon pasien
terhadap stimulasi
c) Monitor tekanan
intrakranial pasien dan
respon neurologi
terhadap aktifitas
d) Monitor intake dan
output cairan
e) Kolaborasi dalam
pemberian antibiotic
2 Ketidakefektifan pola nafas a.Respiratory Status: Airway management
. Ventilation Indikator : 1. Buka jalan nafas.
1) Respiratory rate 2. Posisikan pasien
dalam rentang normal untuk memaksimalkan
2) Tidak ada retraksi ventilasi. 3. Identifikasi
dinding dada pasien perlunya
3) Tidak mengalami pemasangan alat jalan
dispnea saat istirahat nafas.
4) Tidak ditemukan 4. Lakukan fisioterapi
orthopnea dada bila perlu
5) Tidak ditemukan 5. Auskultasi suara
atelektasis nafas , catat adanya
suara tambahan
b.Respiratory Status : 6. Monitor respirasi
Airway Patency dan status O2
Indikator :
1) Respiratory rate Oxygen Therapy
dalam rentang normal 1. Pertahankan jalan
2) Pasien tidak cemas nafas yang paten
3) Menunjukkan jalan 2. Atur peralatan
nafas yang paten oksigenisasi
3. Monitor aliran
oksigen
4. Pertahankan posisi
pasien
5. Observasi adanya
tanda – tanda
hipoventilasi
6. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenisasi.

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan darah
3. Monitor vital sign
saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri
4. Monitor TD, nadi,
RR sebelum, selama
dan setelak aktivitas
5. Monitor kualitas
nadi
6. Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
7. Monitor suara paru
8. Monitor pola
pernapasan abnormal
9. Monitor suhu,
warna, dan kelembapan
kulit. 10.Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign

4. Implementasi keperawatan
Implementasi dilakukan berdasarkan pengkajian diagnose keperawatan dan
intervensi keperawatan

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan bedasarkan pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi
keperawatan dan implementasi keperawatan yang dilihat dari hasil perkembangan
klein/pasien selama melakukan asuhan keperawatan.

LAPORAN KASUS

” Asuhan Keperawatan Ny.D Dengan Cidera Kepala “


Dosen Pembimbing :

Ns. Ida Suryati, M.Kep

Oleh :

R.N. Angga Saputra

2030282028

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2020/2021

FORMAT PENGKAJIAN

Tgl/jamMRS : Jum’at, 04 januari 2021

Ruangan : R1

No.Rek. Medis : 04012021


Dx.Medis : Cidera Kepala

Tgl/JamPengkajian : 08 Januari 2021

A. PENGKAJIAN

Nama : Ny. D

Umur : 23 Tahun

JenisKelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Minang

Bahasa : Indonesia

Pendidikan : Sarjana

Pekerjaan : Mahasiswa

Status : Belum Menikah

Alamat : Mandi Angin

PenanggungJawab : Ayah

Nama : Tn. J

Umur : 60 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Mandi Angin

A. ALASAN MASUK :

Pasien masuk ke IGD dengan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas sepada motor,
pasien mengalami muntah proyektil dan keluar darah dari telinga.

B. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG :

Pada saat pengkajian keluhan pasien Ny. D seperti pasien mengalami penurunan
kesadaran GCS 10, E2 V3 M5, tampak ada bekas memar pada kepala, mata sembab,
terpasang oksigen 6L, terpasang infus NACL 0,9% 28 tetes/menit, tampak bekas darah
pada telinga, tampak bekas lecet pada dada pasien.

C. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU :

Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki penyakit bawaan ataupun penyaki
keturunan dan pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.

D. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA :


keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki penyakit bawaan ataupun penyakit
keturunan dan pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya.

Genogram :
Keterangan :

= Meninggal = Laki-Laki

= Perempuan III = Pasien

E. POLA AKTIVITAS / OLAHRAGA


KemampuanPerawatanDiri :

0 1 2 3 4
Makan/Minum 
Mandi 
Berpakaian/berdandan 
Toileting 
Mobilisasi di tempat tidur 
Berpindah 
Berjalan 
MenaikiTangga 
Berbelanja 
Memasak 
PemeliharaanRumah 

F. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda – Tanda Vital
TD :160/90 mmHg
Nadi :114 kali/menit
RR :24kali/menit
S :36.8 0C

b. Pemeriksaan Kepala
Pada kepala dan hidung tampak ada lesi dan bengkak. Mata sembab. Wajah
pasien tampak sembab, memar. Mata tampak membengkak, tampak edema, ada nyeri
saat ditekan dan penglihatan terganggu Telinga ada bekas darah yang sudah
mengeras dan kadang tidak mendengar apa yang dibicarakan. Tampak bekas memar
pada dada. Mukosa mulut kering, bibir pucat, kulit kering. Pada perut ada bekas
goresan. Pada ekstermitas atas Terpasang IVFD NaCl 0,9% 28 tetes/menit, akral
teraba dingin, tampak ada bekas goresan pada kaki pasien.

c. Pemeriksaan Thorax :Sistem Pernafasan


Keluhan :
Pasien tidak ada keluhan sesak nafas, nyeri waktu bernafas dan batuk
Inspeksi :
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 19 kali/menit, irama nafas teratur, pernafasan
cuping hidung tidak ada, penggunaan otot bantu nafas tidak ada, pasien tidak
menggunakan alat bantu nafas.
Palpasi :
Vokal premitus teraba diseluruh lapang paru Ekspansi paru simetris, pengembangan
sama di paru kanan dan kiri Tidak ada kelainan
Perkusi :
Sonor
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas tambahan.

d. Pola Aktivitas (ADLS)


1. Pola nutrisi Pasien diberi diit MC 3x sehari dan minum 200-400 cc sehari.
2. Pola eliminasi Pasien terpasang kateter dengan BAK sebanyak 200 – 600 cc/hari
dan BAB pasien 1 x/hari.
3. Pola istiahat dan tidur Pasien banyak menghabiskan waktunya dengan tidur
dikarenakan pasien mengalami penurunan kesadaran.
4. Pola aktifitas dan latihan Pasien hanya terbaring diatas tempat tidur Pasien tidak
bisa menjalankan peran dan tugasnya seharihari karena kelemahan.

G. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium kimia klinik di dapatkan hasil labor, yaitu
- Hb 14,0 ( 14-18 g/dl)
- Leukosit 17.610 (5.000-10.000 /mm3 )
- Trombosit 299.000 (150.000- 400.000 /mm 3 )
- Hematokrit 40 (40-48 %), PT 10,7 (9,2- 12,4 detik)
- APTT 35,5 (28,2- 38,1 detik).
- Pemeriksaan CTscan Didapatkan pasien mengalami hematoma serebral.

H. Program dan Rencana Pengobatan


Terapi pengobatan yang diberikan pada Ny. D yaitu :
- Cefriaxon 2x1 gr,
- Ranitidine 2x1 amp,
- PCT 3x1 tab,
- Luminal 2x1 amp,
- Manitol 200-150-150 cc,
- PCT infus 3x1 amp,
- NACL 0,9% 28 tetes/menit.
I. Pemeriksaan Sistem Endokrin
a. Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
b. Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
c. Tidak ada trias DM
1) Tidak ada riwayat luka sebelumnya
2) Tidak ada riwayat amputasi sebelumnya
J. Pengkajian Psikososial
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya adalah merupakan cobaan Tuhan
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya adalah terkadang menangis
c. Pasien kooperatif saat interaksi
d. Pasien tidak mengalami ganguan konsep diri
K. Pengkajian Spiritual
Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit pasien sering beribadah
b. Setelah sakit pasien tidak ada beribadah

L. Personal Hygiene
a. Mandi 1 kali sehari
b. Keramas 1 hari sekali
c. Memotong kuku setiap 1 minggu sekali jika kuku panjang
d. Ganti pakaian 1 kali sehari
e. Sikat gigi 1 hari sekali

8) Diagnosa Kepeawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubung dengan keruskana neorologis.

ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah keperawatan


DS : - Trauma kepala Ketidak efektifan jaringan
DO : serebral
 Pasien berbaring di
tempat tidur
 Mata sembab
 Terlihat bekas memar
di dada
 TD :160/90 mmHg
Nadi :114 kali/menit
RR : 24kali/menit
S : 36.8 0C

INTERVENSI KEPERAWATAN

NY.D

Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Ketidak efektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan jalan napas yang
perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 paten
serebral berhubung jam diharapkan Circulation 2. pertahankan posisi pasien,
dengan trauma status baik, Perfusi berikan O2 sesuai kebutuhan
kepala jaringan serebral normal 3. berikan obat manitol bila perlu
dengan kriteria hasil : 4. monitor tekanan perfusi serebral
1. Tekanan darah 5. catat respon pasien terhadap
dalam rentang stimulasi
normal 6. monitor tekanan intrakranial
2. tidak ada tanda- pasien dan respon neurologi
tanda peningkatan terhadap aktifitas
tekanan darah 7. monitor intake dan output cairan
intracranial 8. posisikan pasien pada posisi
3. bekomunikasi semi fowler
dengan jelas dan 9. minimalkan stimulasi dari
sesuai kemampuan lingkungan
4. tingkat kesadaran 10. monitor TD, nadi, suhu, dan RR,
membaik monitor sianosis perifer
11. monitor adanya cushling triad

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

NY. D

No Diagnosa Tgl/Jam Implementasi Tgl/jam Evaluasi Prf


1. Ketidak 08 1. Mempertahankan 08 S : pasien
efektifan januari jalan napas yang januari didapatkan
perfusi 2020 paten 2020 pasien
jaringan 2. mempertahankan mengatakan
serebral dan mengatur posisi badannya
berhubung pasien, memberikan terasa lelah,
dengan O2 4L/I, kepala terasa
trauma 3. memberikan obat pusing dan
kepala manitol mata serasa
4. memonitor tekanan mengantuk,
perfusi serebral pasien tidak
5. memantau intake mengingat
dan output cairan kejadian saat
6. memposisikan ia mengalami
pasien pada posisi kecelakaan
semi fowler O:
7. meminimalkan mengalami
stimulasi dari penurunan
lingkungan kesadaran
8. memonitor TD, nadi, dengan
suhu, dan RR keadaan
9. memantau sianosis umum pasien
perifer lemah
10. memonitor adanya A :masalah
cushling triad teratasi
(tekanan nadi yang P : intervensi
melebar dilanjutkan
11. bradikardi,
peningkatan sistolik)

Daftar Pustaka
 Amran. 2012. Analisis Faktor Resiko Kematian Penderita Stroke, Makassar.
 Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan
Lengkap Menjadi Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
 Kementrian Kesehatan RI, 2013, Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI,
Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
 Kumar, dkk. 2013. Buku Ajar Patologis Robbin, Ed.7, Vol. 2. Jakarta: Buku Kedokteran
ECG.
 Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
 Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Jogja.

Anda mungkin juga menyukai