Anda di halaman 1dari 62

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. F DENGAN MIOMA UTERI

DISUUN OLEH :
Ersa Karolin Luthfi Ummami Fauzi Arizal Lily Seftiani
Tesar Pradyka Fici Yuliana Sari Muhammad Fisqi Fadil Ulfa Muzliyati
Ulfa Nadiati Utari Martiningsih Avelintina Brigda C Rinda Farlina
Miranda Fitra Bellinda Widiyanto Audina Safitri Deviliani
Melsi Yunanda Sella Agung Setiadi Aulia Safitri Riki Sulindra R
Elviana Nindia Sinta Dewi Rangga Hariyanto Yossy Claudia Evan Agung Tri Putra
Suci Wahyuni Ratna Sari Makhyarotil Ashfiya Destura
Lydia Yuniarsih Inri Tri Handayni Deska Kurnia Sari Annisa Rosalita
Ananda Maharani Elsa Aurelia S A Siti Annisa Nuril Huda Arief Widodo
Eka Putri Fajriani

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mioma uteri atau kanker jinak yang terdapat di uterus adalah tumor
jinak yang tumbuh pada rahim. Dalam istilah kedokteranya disebut
fibromioma uteri, leiomioma, atau uterine fibroid. Mioma uteri merupakan
tumor kandungan yang terbanyak pada organ reproduksi wanita.
Kejadiannya lebih tinggi antara 20% – 25 % terjadi pada wanita diatas umur
35 tahun, tepatnya pada usia produktif seorang wanita, menunjukkan adanya
hubungan mioma uteri dengan estrogen (Sjamsuhidajat, 2010).
Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya
menyebabkan infertilitas, bertambahnya resiko abortus, hambatan pada
persalinan, inersia atau atonia uteri, kesulitan pelepasan plasenta dan
gangguan proses involusi masa nifas (Unicef, 2013).
Berdasarkan penelitian World Health Organisation (WHO) penyebab
dari angka kematian ibu karena mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22
kasus (1,95%) dan tahun 2011 sebanyak 21 kasus (2,04%). Menurut
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa di dunia setiap
tahunnya ada 62,5 juta penderita tumor dalam 20 tahun terakhir ini ada 9
juta manusia meninggal karena tumor. Dan perlu dicatat bahwa 2/3 kejadia
ini terjadi 12 negara yang sedang berkembang. Penyebab angka kematian
ibu karna mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 (1,95%) kasus dan
tahun 2011 sebanyak 21 (2,04%) kasus (Aisya, 2012).
Jumlah kejadian penyakit ini di Indonesia menempati urutan kedua
setelah kanker serviks. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur
20 tahun, paling banyak pada umur 35- 45 tahun (kurang lebih 25%). Di
Indonesia, angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat (Sarwono, 2009). Mioma 3-9 kali lipat
lebih sering pada wanita kulit hitam dibandingkan wanita kulit putih.Data
statistik menunjukkan 60% mioma uteri terjadi pada wanita yang tidak
pernah hamil atau hamil hanya satu hasil. Survei riset kesehatan dasar
menunjukan angka prevalensi penyakit tumor atau kanker sebesar 4,3 per
1000 penduduk, banyak terjadi pada usia 45-65 tahun. Kementrian
kesehatan (Kemkes) tahun 2013 (Aisya, 2012).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan
Barat pada tahun 2011 didapatkan bahwa angka kejadian mioma uteri di
Kalimantan Barat sebesar 2,45% dibanding dengan kejadian mioma uteri di
Kalimantan timur sebesar 3,59%, di Kalimantan Tengah sebesar 3,84 % dan
di Kalimantan Selatan sebesar 3,91%. Angka kejadian di Kalimantan Barat
menunjukkan angka terkecil tetapi, hal ini tidak boleh dianggap sepele
karena angka kejadian dapat sewaktu- waktu meningkat. (Dinkes, 2011).
Penyebab kejadian mioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Faktor penduga pertumbuhan mioma
uteri antara lain umur, paritas, faktor ras dan genetik, usia menarche,
obesitas, serta hormon estrogen dan progesteron (Djuwantono, 2004).
Sebagai salah satu pencetus mioma uteri, hormon estrogen dan progesteron
dapat diperoleh melalui alat kontrasepsi yang bersifat hormonal. Menurut
Meyer de Snoo dalam teori Cell nest atau teori genitoblast, menyatakan
bahwa estrogen dapat memicu pertumbuhan mioma uteri karena mioma uteri
kaya akan reseptor estrogen (Sarwono, 2009).
Bila pada uterus terdapat mioma, maka pemberian kontrasepsi
hormonal kombinasi maupun sekuensial akan memicu pertumbuhan mioma,
karena mioma banyak mengandung reseptor estrogen dan progesteron. Pada
pemberian kontrasepsi hormonal dengan dosis estrogen dan progesteron
yang rendah tidak terjadi pembesaran miom yang bermakna (Ali, 2002).
Pada kontrasepsi hormonal dengan progestin (progesteron saja) studi
klinis menunjukkan progesteron memfasilitasi pertumbuhan fibroid.
Misalnya, ukuran fibroid meningkat selama pengobatan dengan progesteron
sintetis (Cynthia, 2006). Progesteron merangsang pembentukan enzim
sulfotransferase di endometrium sehingga terjadi pembentukan estrogen
dalam jumlah besar (Ali 2003).
Mioma uteri diklasifikasikan menurut lokasi anatomi. Paling umum
adalah subrerosa (dibawah peritonium), intramural (didalam dinding uterus)
atau submukosa (hanya 5%-10% dibawah endometrium). Baik mioma
subrerosa maupun submukosa dapat bertangkai. Sebuah variasi khusus
tangkai leiomioma adalah ekstrusi (pendorongan) retroperitoneal di antara
lapisan ligamentum latum (intra ligamentosa). (Benson & Pernoll, 2008).
Pada tahun 2012 diketahui bahwa kanker payudara merupakan penyakit
kanker dengan presentase kasus baru tertinggi yaitu sebesar 43,3 %, kedua
yaitu kanker kolorektal sebesar 14,1 %, ketiga kanker leher rahim sebesar
13,9 %, keempat kanker paru sebesar 13,6%, dan kelima yaitu korpus uteri
meliputi mioma uteri sebesar 8,8 % (Infodatin, 2012). Penyebab pasti
mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan
sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan
hanya bermanifestasi selama usia reproduktif. Umumnya mioma uteri terjadi
di beberapa tempat (Anwar, 2011).
Mioma kadang-kadang mengalami proses degenerasi sehingga
tampak menyerupai kantung gestasi (anekhoik). Mioma uteri submukosum
sering menimbulkan menometroragia, dismenorea, atau keguguran berulang.
Mioma serviks jarang terjadi, diperiksakan terjadi pada 8% dari semua jenis
mioma uteri, serviks tampak membesar dan kehilangan akhogenitas
normalnya (Endjun, 2008).
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang
paling sering terjadi dan paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien
dengan mioma uteri. Wanita dengan mioma uteri mungkin akan mengalami
siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur. Menorrhagia dan atau
metorrhagia sering terjadi pada penderita mioma uteri. Perdarahan abnormal
ini dapat menyebabkan anemia defesiensi besi (Hadibroto, 2005). Dari
penelitian yang dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital
Korea yang dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa
kasus mioma uteri tebanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun dengan
usia rata-rata 42,97 tahun. Keluhan utama terbanyak pada penderita mioma
uteri adalah perdarahan pervaginam abnormal (44,1%).
Angka kejadian mioma uteri di RSUD Dr Abdul Aziz Singkawang
belum diketahui secara pasti. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ada
sedikitnya 1 pasien perminggu yang melakukan prosedur operasi mioma
uteri dan setidaknya ada 2- 3 pasien perminggu yang berkunjung di poli
kebidanan yang didiagnosa mengalami mioma uteri.
Oleh sebab itu diperlukan pendokumentasian tindakan keperawatan
sebagian dilakukan perawat diruangan ditemukan bahwa pendokumentasian
mengacu pada shift sebelumnya tanpa memperhatikan perkembangan pasien
yang menderita mioma uteri setelah diberikan asuhan keperawatan seperti
memasukan obat terapi dengan injeksi Ceftriaxon tidak dilakukan evaluasi
pada pasien untuk menilai hasil tindakan yang diberikan oleh perawat
diruangan pada saat dinas berlangsung. Padahal evaluasi merupakan suatu
yang harus dilakukan untuk melihat apakah obat memberikan efek yang baik
pada tubuh pasien atau tidak baik. Kemudian pendokumentasian merupakan
salah satu komponen penting setiap melakukan tindakan kepada pasien agar
dapat memberikan sumber kesaksian bagi perawat dalam bertanggungjawab
dan bertanggunggugat dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat
mempunyai peran dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan
mioma uteri secara komprehensif.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan suatu usaha dalam
penanganan kesehatan pada penyakit mioma uteri untuk meningkatkan
kemampuan dan pemahaman serta kesehatan pada penderita mioma uteri.
Usaha ini memerlukan strategi atau metode perawatan yang tepat dan dapat
dipahami dan dilakukan pasien itu sendiri serta tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Asuhan keperawatan pada
pasien Mioma Uteri di Ruang Kebidanan RSUD Dr. Abdul Aziz
Singkawang pada tahun 2018.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah Mioma Uteri di Ruang Kebidanan RSUD Dr. Abdul Aziz
Sinkawang pada tahun 2018 mengunakan metode ilmiah proses
keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan pembuatan
dokumentasi keperawatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan pengkajian pada pasien dengan kasus Mioma
Uteri di Ruang Kebidanan RSUD Dr Abdul Aziz Singkawang
b. Mampu mendeskripsikan diagnosa pada pasien dengan kasus Mioma
Uteri di Ruang Kebidanan RSUD Dr Abdul Aziz Singkawang
c. Mampu mendeskripsikan intervensi pada pasien dengan kasus Mioma
Uteri di Ruang Kebidanan RSUD Dr Abdul Aziz Singkawang
d. Mampu mendeskripsikan tindakan pada pasien dengan kasus Mioma
Uteri di Ruang Kebidanan RSUD Dr Abdul Aziz Singkawang
e. Mampu mendeskripsikan Evaluasi pada pasien dengan kasus Mioma
Uteri di Ruang Kebidanan RSUD Dr Abdul Aziz Singkawang
f. Mampu mendeskripsikan pendokumentasian pada pasien dengan kasus
mioma uteri di Ruang Kebidanan RSUD Dr Abdul Aziz Singkawang

1.4. Manfaat penulisan


1.4.1. Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan kasus Mioma Uteri
1.4.2. Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam
menerapakan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Mioma Uteri
1.4.3. Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk
pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus Mioma Uteri.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus
dan jaringan ikat yang menumpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal
dengan istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Nurarif, & Kusuma,
2015).
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang bersal dari otot
uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dikenal juga
dengan istilah fibromyoma, leimyma, ataupun fibroid. Mioma uterin
merupakan tumor jinak otot rahim dengan berbagai komposisi jaringan
ikat berasal dari myometrium pada uterus (Manuaba, 2010).
Mioma uteri merupakan suatu pertumbuhan jinak dari otot-otot
polos, tumor jinak otot Rahim, disertai jaringan ikat, neoplasma yang
berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling
sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran besar,
biasanya mioma uteri banyak terdapat pada wanita dengan reproduksi
terutama pada usia 35 tahun (Chrisdiono, 2004).
Berdasarkan letaknya mioma uteri dibagi menjadi ( Nurarif &
Kusuma, 2015):
1) Mioma subkumosum : di bawah endometrium dan menonjol ke cavum
uteri
2) Mioma intramural: berada di dinding uterus diantara serabut
myometrium.
3) Mioma subserosum: tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.

2. 2. Etiologi
Etiologi yang pasti terjadi mioma uteri sampai saat ini masih belum
diketahui. Stimulasi estrogen di duga sangat berperan utuk terjadinya
mioma uteri. Hipotesis ini di dukung oleh adanya mioma uteri yang
banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada usia
menopause. Hormon ovarium dipercaya berperan sebagai stimulus
pertumbuhan mioma karena adanya pertumbuhan tumor ini semakin besar,
tetapi menurun setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai resiko
yang tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara
mempunyai resiko relative rendah untuk terjadinya mioma uteri
(Prawirohardjo, 2011).
Mioma uteri berasal dari sel otot polos myometrium, dan dibagi
menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang
menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui dengan pasti.
Mioma diketahui berasal dari jaringn yang uniseluler. Transformasi
neoplastik dari myometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatic
dari myometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks
dan groewt faktor lokal (Nurarif & Kusuma, 2015).
Dalam jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor
estrogen jika dibandingkan dengan myometrium normal. Pertumbuhan
mioma uteri bervariasi pada setiap individu, bahkan diantara nodul mioma
pada uterus yang sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor
estrogen dan reseptor progesterone (Prawirohardjo, 2011).
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dalam pertumbuhan
dan perkembangan mioma:
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche, setelah terdapat pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan. Mioma uteri akan mengecil pada
saat menopause dan setelah pengangkatan ovarium. Mioma uteri
banyak ditemukan bersama dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas. Pada mioma reseptor estrogen dapat ditermukan
sepanjang siklus menstruasi.
b. Progesteron
Reseptor progesterone terdapat di myometrium dan mioma sepanjang
siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron menghambat
pertumbuhan mioma dengan cara menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada mioma. Mioma berasal dari benih-benih multiple yang
sangat kecil dan tersebar pada myometrium.

2. 3. Manifestasi Klinis
Menurut Yatim (2005) kebanyakan mioma uteri tumbuh tanpa
menimbulkan gejala keluhan atau gejala. Pada perempuan lain mungkin
mengeluh perdarahan menstruasi lebih banyak dari biasanya, atau nyeri
sewaktu menstruasi, perasaan penuh da nada tekanan pada rongga perut,
atau keluhan anemi karena kurang darah atau nyeri pada waktu
berhubungan seksual, atau nyeri pada waktu bekerja. Perempuan lain yang
mengidap mioma mengeluh susah hamil atau mudah keguguran.
1) Perdarahan abnormal : hipermenore, menoragia, metroragia.
Disebabkan karena pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi
endometrium, permukaan endometrium yang lebih luar dari biasanya,
atrofi endometrium di atas mioma submukutan, myometrium tidak
dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di antara
serabut myometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik, pembesaran perut bagian bawah, uterus
membesar merata, infertilitas, perdarahan setelah bersenggama,
dismenorea, abortus berulang, poliuri, retension urine, konstipasi serta
edema tungkai dan nyeri panggul (Chelmow, 2005; Yatim, 2005).
2) Nyeri timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis
setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan
dapat menyempit canalis servikalis sehingga menimbulkan dismenore
3) Terjadi penekanan pada vesika urinaria yang dapat menyebabkan
poliuri, pada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus
yang sebenarnya diperlukan untuk mortilitas sperma di dalam uterus.
Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma
akibat perubahan histology endometrium dimana terjadi atrofi karena
kompresi massa tumor.

2. 4. Patofisiologi
Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan berproliferasi
hal tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen. ukuran myoma
sangat bervariasi. sangat sering ditemukan pada bagian body uterus
(corporeal) tapi dapat juga terjadi pada servik. Tumot subcutan dapat
tumbuh diatas pembuluh darah endometrium dan menyebabkan
perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat besar tumor ini dapat
menyebabkan penghambat terhadap uterus dan menyebabkan perubahan
rongga uterus. Pada beberapa keadaan tumor subcutan berkembang
menjadi bertangkai dan menonjol melalui vagina atau cervik yang dapat
menyebabkan terjadi infeksi atau ulserasi. Tumor fibroid sangat jarang
bersifat ganas, infertile mungkin terjadi akibat dari myoma yang
mengobstruksi atau menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba falofii.
Myoma pada badan uterus dapat menyebabkan aborsi secara spontan, dan
hal ini menyebabkan kecilnya pembukaan cervik yang membuat bayi lahir
sulit (Norma & Mustika, 2013).
2. 5. Pathway

Hormonal, Usia, Paritas, Herediter, Obesitas

Reseptor Estrogen 

Hiperplasia Sel Imatur (Otot Polos dan Jaringan Ikat)

Myoma Uteri

Myoma Intramural Myoma Submukosum Myoma Subserosum

Tanda/Gejala

Perdarahan  Massa  Suhu Tubuh  Informasi Tindakan Operasi


Pervagina Mengenai Penyakit

Gangguan Rasa
Nyaman Proses Infeksi/Nekrosis Defisiensi Pengetahuan

Gangguan Nyeri Akibat Inflamasi


Pre Operasi Post Operasi
HB  Keseimbangan
Cairan
Intoleransi Prosedur
Nyeri Akut Hipertermia
Anemia Aktivitas invasif

Prosedur Resiko
Resiko Syok Penekanan Organ Sekitar Ansietas
invasif Infeksi

Vesika Urinaria Pola Eliminasi Urin Retensi Urin

Rectum Pola Eliminasi Alvi Konstipasi


2. 6. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah leukosit dapat disebabkan oleh
nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunya kadar hemoglobin dan
hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik.
b. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang
simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan
kehamilan.
c. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat
membantu
d. Pielogram intravena
Dapat membantu dalam evaluasi diagnostik
e. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelu
histerektomi
f. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk
mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi.

2. 7. Penatalaksanaan
a. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian agonis Gonadotropin-releasing hormone (GnRH)
memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang
ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan
untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi
estrogen dari ovarium. Efek maksimal pemberian GnRH agonis baru
terlihat stelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi
pengurangan volume mioma secara bermakna. Terapi hormonal lainnya
seperti kontrasepsi oral dan preparat progresteron akan mengurangi
gejala perdarahan uterus yang abnormal namun tidak dapat mengurangi
ukuran dari mioma.
b. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uetri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma
uteri adalah:
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservasif
2. Sagkaan adanya keganasan
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4. Infertilitas karena gangguan pada cavum uetri aupun karena oklusi
tuba
5. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun
histerektomi.
1. Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan
histerektomi. Deawasa ini ada beberapa pilihan tindakan untuk
melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma.
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparatomi,
histerektomi maupun dengan laparoskopi
2. Histerektomi
Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan
dengan cara yaitu dengan pendekatan abdominal (laparatomi), vaginal,
dan pada beberapa kasus seara laparoskopi. Tindakan histerektomi
pada pasien dengan mioma uterimerupakan indikasi bila didapati
keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluahan obstruksi pada traktus
urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI

I. PENGKAJIAN
1. Data Anamnesa
A. Identitas Klien
1. Nama : Ny. F
2. Umur : 42 tahun
3. Alamat :Jalan Rawasari GG Kayu Manis, RT/RW 003/001,Roban,
Singkawang Tengah
4. Pendidikan : SD
5. Agama : Islam
6. No. Medrek : 0446xx
B. Identitas Penanggung Jawab
1. Nama : Tn. Z
2. Umur : 45 Tahun
3. Alamat :
Jalan Rawasari GG Kayu Manis, RT/RW 003/001,Roban,
Singkawang Tengah
4. Pendidikan : SMP
5. Agama : Islam
6. Hubungan dengan klien : Suami
Pengkajian Pre Operasi (15-10-2018 09.30 WIB)
1. Keluhan Utama
Keluhan utama saat pengkajian : siklus haid tidak teratur, klien mengeluh nyeri
saat haid dan darah haid yang sangat deras. Klien juga mengatakan cemas dan
khawatir dengan tindakan operasi yang akan dilakukan.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
 Alergi : Tidak ada alergi makanan
Tidak ada alergi obat-obatan
 Aktivitas : Mandiri
 Diet : Klien tidak menjalani diet khusus, nasfu makan baik, BB
59 kg
b. Status Nutrisi
 SMRS
Makan nasi dan lauk pauk 3 kali sehari dengan menghabiskan 1 porsi
orang dewasa dan minum 5-6 gelas/hari, ± 1500 cc
 MRS
TKtp 3 kali/hari porsi habis dan minum ±1200 cc atau 2-4 gelas/ hari

2. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan umum : Kesadaran compos mentis, klien tampak cemas
dan takut, klien tampak gelisah dan sedikit pucat
b. Tanda-tanda vital :
TD : 140/90 mmHg
N : 90 kali/menit
RR : 19 kali/menit
S : 37 oC / axila
c. Kulit
Turgor kulit baik, tidak ditemukan jejas, pigmen dan elastisitas kulit baik
d. Kepala
Rambut berwarna hitam, kulit kepala bersih, tidak ada ketombe.

e. Mata
Kedua mata simetris, konjungtiva tidak anemis.
f. Wajah
Tidak ada jejas, tidak ada nyeri tekan.
g. Leher
Tidak terdapat pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada nyeri saat dipalpasi.
h. Dada
Tidak terdapat jejas dan krepitasi
i. Paru-paru
Pergerakan dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi. Saat dilakukan
auskultasi suara pernafasan normal (vesikuler) dan tidak terdapat suara
nafas tambahan.
j. Jantung
Bunyi jantung normal : S1-S2 reguler
k. Payudara
Payudara tampak simetris dan tidak ditemukan benjolan abnormal
l. Abdomen
Terdapat nyeri tekan pada abdomen bawah, terasa benjolan pada abdomen
kuadran bawah, bising usus 10x/menit
m. Eksternal genetalia
Adanya keluaran cairan berupa darah
n. Urination
Terpasang selang kateter urin
o. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
1. Hemoglobin : 10,7 g/dl (N = 11,7-15,5)
2. Leukosit : 21.300 /µl (N = 3.600 – 11.000)
3. Trombosit : 381.000/µl (N = 150.000 – 440.000)
4. Hematokrit : 33,7 % (N = 35 – 47)
5. Eritrosit : 4,21 106/µl (N = 3,8 – 5,2)
6. Golongan Darah : A+
7. HbSaG : non reaktif
8. HIV : non reaktif
 USG : terdapat massa di uterus

3. Psikologis dan Sosial


 Pengkajian psikologi
Klien tampak cemas dan takut dengan penyakitnya dan tindakan operasi
Klien mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit mioma uteri
 Ketakutan akan pengobatan
Klien cemas dengan proses operasi yang akan dilakukan.
 Ketakutan pada nyeri
Klien mengatakan sudah ±2 tahun merasakan nyeri ini, klien beranggapan
sebagai tanda untuk menopause.
 Apakah klien mengalami stress?
Klien tampak stress dengan penyakit yang dialami
 Pengetahuan
Penyakit, terapi dan perawatan
Klien baru mengetahui penyakitnya saat periksa di poli kandungan setelah
diakukan USG
Klien mengetahui untuk menghilangkan rasa nyeri harus dioperasi dan
dilakukan perawatan di rumah sakit.
4. Pengkajian Spiritual
Klien beragama islam, ibadah yang biasa klien lakukan seperti sholat lima
waktu, bedoa dan berdzikir. Klien selalu berdoa dan berdzikir untuk kelancaran
operasinya dan kesembuhan dari penyakitnya.
Pengkajian Post Operasi (18-10-2018 11.30 WIB)

1. Keluhan Utama
Keluhan utama saat pengkajian : Klien mengatakan nyeri pada bagian yang
dioperasi. Nyeri terasa saat bergerak maupun tidak.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
 Alergi : Tidak ada alergi makanan
Tidak ada alergi obat-obatan
 Aktivitas : Dengan dibantu

2. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan umum : kesadaran compos mentis, klien tampak sedikit
gelisah dan sedikit meringis menahan sakit
b. Tanda-tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,9ºC / axila
c. Kulit
Turgor kulit baik, tidak ditemukan jejas, pigmen dan elastisitas kulit baik
d. Kepala
Rambut berwarna hitam, kulit kepala bersih, tidak ada ketombe.
e. Mata
Kedua mata simetris, konjungtiva tidak anemis.
f. Wajah
Tidak ada jejas, tidak ada nyeri tekan.
g. Leher
Tidak terdapat pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada nyeri saat dipalpasi.
h. Dada
Tidak terdapat jejas dan krepitasi

i. Paru-paru
Pergerakan dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi. Saat dilakukan
auskultasi suara pernafasan normal (vesikuler) dan tidak terdapat suara
nafas tambahan.
j. Jantung
Bunyi jantung normal : S1-S2 reguler
k. Payudara
Payudara tampak simetris dan tidak ditemukan benjolan abnormal
l. Abdomen
Terdapat luka operasi yang masih diperban pada abdomen bagian bawah
m. Eksternal genetalia
Tidak tampak keluar cairan
n. Urination
Terpasang selang kateter urin

3. Psikologis dan Sosial


 Pengkajian psikologi
Klien mengatakan cemasnya berkurang karena proses operasi berjalan
dengan lancar
 Ketakutan akan pengobatan
Klien mengatakan sedikit cemas dengan penyembuhan luka setelah operasi
 Ketakutan pada nyeri
Klien mengatakan nyeri pada bagian yang dioperasi. Nyeri terasa saat
bergerak maupun tidak
 Apakah klien mengalami stress?
Klien tampak sedikit tenang setelah menjalani operasi.
 Pengetahuan
Kien mengatakan kurang mengetahui tentang cara perawatan luka setelah
operasi dan makanan yang boleh dimakan apa saja setelah operasi

4. Pengkajian Spiritual
Ibadah yang bisa klien lakukan selama di rumah sakit seperti bedoa dan
berdzikir. Klien bersyukur atas izin Allah swt. operasinya sudah berjalan
dengan lancar.

II. Analisa Data


Pre Operasi
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Agen cidera biologis : Nyeri akut
- Klien mengatakan penekanan tumor pada
nyeri uterus
P : saat bergerak dan
semakin sakit
ketika haid
Q : seperti ditusuk
R : pada perut bagian
bawah
S : dengan skala 6
T : hilang datang
- Klien mengatakan
tidurnya terganggu
karena nyeri

DO :
- Klien tampak
meringis
- Klien tampak gelisah
- TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 19x/menit
S : 37ºC / axila

DS : Perubahan status Ansietas


- Klien mengatakan kesehatan
merasa cemas dan
sedikit takut dengan
tindakan operasi yang
akan dilakukan
karena baru pertama
kali

DO :
- Klien tampak sedikit
gelisah
- Klien tampak
khawatir
- Terjadi peningkatan
tekanan darah
- TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 19x/menit
S : 37ºC / axila
DS : Prosedur tindakan invasif Resiko infeksi
- Klien mengatakan
merasa risih dengan
pemasangan selang
kencing (kateter
urine)

DO :
- Klien terpasang infus
- Klien terpasang
kateter urine
- Jumlah leukosit:
21.300/µl
- TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 19x/menit
S : 37ºC / axila

Post Operasi
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Agen cidera fisik : Nyeri akut
- Klien mengatakan operasi histerektomi
nyeri
P : saat bergerak
maupun tidak
Q : seperti diiris
R : pada bagian yang
dilakukan operasi
(perut bagian
bawah)
S : dengan skala 5
T : terus-menerus
- Klien mengatakan
tidurnya terganggu
karena nyeri

DO :
- Klien tampak
meringis
- Klien tampak gelisah
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,9ºC / axila
DS : Imobilitas setelah Intoleransi aktivitas
- Klien mengatakan pembedahan
nyeri ketika bergerak

DO :
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,9ºC / axila

DS : Prosedur tindakan invasif Resiko infeksi


- Klien mengatakan
terdapat luka pada
bagian yang dioperasi
- Klien mengatakan
tidak merasa gatal
pada luka operasi

DO :
- Klien terpasang infus
- Klien terpasang
kateter urine
- Luka operasi tampak
masih diperban
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,9ºC / axila
III. Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operasi
Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Nyeri akut b.d NOC NIC
agen cidera  Pain Level, Pain Management
biologis :  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara  Untuk mengidentifikasi
penekanan  Comfort level komprehensif termasuk lokasi, nyeri
tumor pada Kriteria Hasil karakteristik, durasi, frekuensi,
uterus  Mampu mengontrol nyeri kualitas, dan faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri dan  Observasi reaksi nonverbal dari  Untuk mengetahui respon
mampu menggunakan ketidaknyamanan klien terhadap nyeri
teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri)  Gunakan teknik komunikasi  Untuk membina hubungan
terapeutik untuk mengetahui saling percaya kepada
 Melaporkan bahwa nyeri
pengalaman nyeri pasien klien
berkurang dengan
 Untuk membantu klien
menggunakan manajemen  Ajarkan tentang teknik non
lebih rileks dan
nyeri farmakologi (teknik relaksasi
mengurangi nyeri
 Menyatakan rasa nyaman tarik nafas dalam)
 Untuk mengurangi nyeri
setelah nyeri berkurang  Kolaborasi pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri  Untuk membantu
 Anjurkan klien meningkatkan memperbaiki kesehatan
istirahat klien
 Untuk mengevaluasi
 Monitor penerimaan klien tentang respon klien setelah
manajemen nyeri (farmakologi dilakukan manajemen
dan nonfarmakologi) nyeri (farmakologi dan
nonfarmakologi)

Analgesic Administration  Untuk mengetahui


 Monitor tanda-tanda vital klien perkembangan kondisi
sebelum dan sesudah pemberian klien
analgesik  Untuk mengetahui kondisi
klien
 Evaluasi efektivitas analgesik
Ansietas b.d NOC NIC
perubahan  Anxiety Self-Control Anxiety Reduction (Penurunan
status kesehatan  Anxiety Level Kecemasan)
 Coping  Gunakan pendekatan yang  Membina hubungan saling
Kriteria Hasil menenangkan percaya kepada klien
 Klien mampu  Jelaskan semua prosedur dan apa  Mengurangi tingkat
mengungkapkan gejala yang dirasakan selama prosedur kecemasan klien
cemas  Dengarkan dengan penuh  Membuat klien merasa
perhatian nyaman
 Menunjukkan teknik
 Untuk mengidentifikasi
untuk mengontrol cemas  Dorong klien untuk
kecemasan klien
 Tanda-tanda vital dalam mengungkapkan perasaan dan
batas normal ketakutan
 Membuat klien lebih rileks
 Ekspresi wajah dan bahasa  Anjurkan klien melakukan teknik dan mengurangi
tubuh menunjukkan relaksasi tarik nafas dalam kecemasan
berkurangnya kecemasan
Resiko infeksi NOC NIC
b.d prosedur  Immune status Infection Control (kontrol infeksi)
tindakan invasif  Knowledge: Infection  Tingkatkan intake nutrisi  Meningkatkan daya tahan
control tubuh
 Risk control  Kolaborasi pemberian terapi  Sebagai terapi untuk
Kriteria Hasil antibiotik perlindungan terhadap
 Klien bebas dari tanda dan infeksi
gejala infeksi  Monitor tanda dan gejala infeksi  Untuk memantau tanda
 Menunjukkan kemampuan dan gejala infeksi
untuk mencegah  Monitor kerentanan terhadap  Deteksi dini apabila terjadi
timbulnya infeksi infeksi
infeksi
 Jumlah leukosit dalam  Dorong masukkan cairan  Membantu proses
batas normal metabolisme tubuh
 Anjurkan klien istirahat
 Menunjukkan perilaku  Membantu relaksasi
 Ajarkan pasien dan keluarga
hidup sehat  Meningkatkan
tanda dan gejala infeksi
pengetahuan pasien dan
 Ajarkan cara menghindari infeksi keluarga
 Laporkan kecurigaan infeksi  Meminimalkan resiko
infeksi
 Untuk menentukan
intervensi yang dapat
dilakukan selanjutnya
dengan segera
IV. Implementasi Pre Operasi
Hari ke-1
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawatan
Nyeri akut b.d 10.00 WIB 17.00 WIB
15/10/2018 agen cidera  Melakukan pengkajian ulang S : Klien mengatakan
biologis : nyeri secara komprehensif nyeri sedikit berkurang
penekanan termasuk lokasi, karakteristik, - P : ada massa di uterus
tumor pada durasi, frekuensi, kualitas, dan - Q : seperti ditusuk
uterus faktor presipitasi - R : nyeri di abdomen
 Mengobservasi reaksi bawah
nonverbal dari - S : Skala nyeri 5
ketidaknyamanan (ekspresi - T : Nyeri hilang
wajah, bahasa tubuh) datang
 Mengunakan teknik
komunikasi terapeutik untuk O : Klien masih tampak
mengetahui pengalaman nyeri sedikit gelisah
pasien - TD : 140/90 mmHg
 Mengajarkan tentang teknik - N : 84x/menit
non farmakologi (teknik - RR : 19x/ menit
relaksasi tarik nafas dalam) - S : 36,50C / axila
 Menganjurkan klien
meningkatkan istirahat A : nyeri akut
 Memonitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri P:
(farmakologi dan non 1. Observasi reaksi
farmakologi) nonverbal dari
ketidaknyamanan
Analgesic Administration (ekspresi wajah,
 Memonitor tanda-tanda vital bahasa tubuh).
klien sebelum dan sesudah 2. Gunakan teknik
pemberian analgesic komunikasi
 Mengevaluasi efektivitas terapeutik untuk
analgesic mengetahui
pengalaman nyeri
pasien
3. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi (teknik
relaksasi tarik nafas
dalam)
4. Anjurkan klien
meningkatkan
istirahat
5. Kolaborasi
pemberian analgesik
(inj. asam
tranexamat 3x1 IV)
6. Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri
(farmakologi dan
non farmakologi)
7. Monitor TTV dan
keadaan umum klien
15/10/2018 Ansietas b.d 10.15 WIB 17.00 WIB
perubahan  Melakukan pendekatan yang S:
status menenangkan - Klien mengatakan
kesehatan  Menjelaskan prosedur dan apa cemas sedikit berkurang
yang dirasakan selama - Klien mengatakan
prosedur dirinya keringat dingin
 Mendengarkan dengan penuh
perhatian O:
 Menganjurkan klien untuk - Klien tampak sedikit
mengungkapkan perasaan dan gelisah
ketakutan - TD : 140/90 mmHg
 Menganjurkan klien - N : 84x/menit
melakukan teknik relaksasi - RR : 19x/ menit
tarik nafas dalam - S : 36,50C / axila

A : ansietas

P:
1. Dengarkan dengan
penuh perhatian
2. Anjurkan klien
untuk
mengungkapkan
perasaan dan
ketakutan
3. Anjurkan klien
melakukan teknik
relaksasi tarik nafas
dalam
4. Monitor TTV dan
keadaan umum klien
15/10/2018 Resiko infeksi 10.30 WIB 17.00 WIB
b.d prosedur Infection Control (kontrol S:
tindakan infeksi) Klien mengatakan tidak
invasif  Berkolaborasi pemberian ada merasa gatal
terapi antibiotik (09.30) ataupun bengkak pada
 Menganjurkan klien istirahat tangan yang terpasang
 Mengajarkan pasien dan infus
keluarga tanda dan gejala O:
infeksi - Tidak tampak tanda-
 Mengajarkan cara menghindari
tanda plebitis pada
infeksi
tangan yang terpasang
infus
- TD : 140/90 mmHg
- N : 84x/menit
- RR : 19x/ menit
- S : 36,50C / axila
- leukosit 21.300
- urine berwarna kuning
(normal)

A : resiko infeksi

P:
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Kolaborasi
pemberian antibiotik
4. Monitor TTV dan
keadaan umum klien

Hari ke-2
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawatan
Nyeri akut b.d 06.00 WIB 12.00 WIB
16/10/2018 agen cidera  Melakukan pengkajian ulang S : Klien mengatakan
biologis : nyeri secara komprehensif masih nyeri
penekanan termasuk lokasi, karakteristik, - P : ada massa di uterus
tumor pada durasi, frekuensi, kualitas, dan - Q : seperti ditusuk
uterus faktor presipitasi - R : nyeri di abdomen
 Mengobservasi reaksi bawah
nonverbal dari - S : Skala nyeri 5
ketidaknyamanan (ekspresi - T : Nyeri hilang
wajah, bahasa tubuh) datang
 Mengunakan teknik Klien mengatakan
komunikasi terapeutik untuk tidurnya terganggu
mengetahui pengalaman nyeri karena nyeri
pasien
 Mengajarkan tentang teknik O : Klien masih tampak
non farmakologi (teknik sedikit gelisah
relaksasi tarik nafas dalam) - TD : 160/90 mmHg
 Menganjurkan klien - N : 70x/menit
meningkatkan istirahat - RR : 20x/ menit
 Memonitor penerimaan klien - S : 36,50C / axila
tentang manajemen nyeri
(farmakologi dan non A : nyeri akut
farmakologi)
 Berkolaborasi pemberian P:
analgesik (inj. asam 1. Observasi reaksi
tranexamat 3x1 IV nonverbal dari
ketidaknyamanan
Analgesic Administration (ekspresi wajah,
 Memonitor tanda-tanda vital bahasa tubuh).
klien sebelum dan sesudah 2. Gunakan teknik
pemberian analgesic komunikasi
 Mengevaluasi efektivitas terapeutik untuk
analgesic mengetahui
pengalaman nyeri
pasien
3. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi (teknik
relaksasi tarik nafas
dalam)
4. Anjurkan klien
meningkatkan
istirahat
5. Kolaborasi
pemberian analgesik
(inj. asam
tranexamat 3x1 IV)
6. Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri
(farmakologi dan
non farmakologi)
7. Monitor TTV dan
keadaan umum klien
16/10/2018 Ansietas b.d 06.00 WIB 12.00 WIB
perubahan  Melakukan pendekatan yang S:
status menenangkan - Klien mengatakan
kesehatan  Mendengarkan dengan penuh tidak jadi dioperasi
perhatian karena tensi naik
 Menganjurkan klien untuk
mengungkapkan perasaan dan O :
ketakutan - Klien tampak gelisah
 Menganjurkan klien - TD : 160/90 mmHg
melakukan teknik relaksasi - N : 70x/menit
tarik nafas dalam - RR : 20x/ menit
- S : 36,50C / axila

A : ansietas

P:
1. Dengarkan dengan
penuh perhatian
2. Anjurkan klien
untuk
mengungkapkan
perasaan dan
ketakutan
3. Anjurkan klien
melakukan teknik
relaksasi tarik nafas
dalam
4. Monitor TTV dan
keadaan umum klien
16/10/2018 Resiko infeksi 06.00 WIB 12.00 WIB
b.d prosedur Infection Control (kontrol S:
tindakan infeksi) Klien mengatakan tidak
invasif  Berkolaborasi pemberian ada merasa gatal
terapi antibiotik ataupun bengkak pada
 Menganjurkan klien istirahat tangan yang terpasang
 Memonitor tanda-tanda infeksi infus

O:
- Tidak tampak tanda-
tanda plebitis pada
tangan yang terpasang
infus
- TD : 160/90 mmHg
- N : 70x/menit
- RR : 20x/ menit
- S : 36,50C / axila
- leukosit 21.300
- Urine berwarna
kuning (normal)

A : resiko infeksi

P:
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Kolaborasi
pemberian antibiotik
4. Monitor TTV dan
keadaan umum klien

Hari ke-3
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawatan
Nyeri akut b.d 06.00 WIB 12.00 WIB
17/10/2018 agen cidera  Melakukan pengkajian ulang S : Klien mengatakan
biologis : nyeri secara komprehensif masih nyeri
penekanan termasuk lokasi, karakteristik, - P : ada massa di uterus
tumor pada durasi, frekuensi, kualitas, dan - Q : seperti ditusuk
uterus faktor presipitasi - R : nyeri di abdomen
 Mengobservasi reaksi bawah
nonverbal dari - S : Skala nyeri 5
ketidaknyamanan (ekspresi - T : Nyeri hilang
wajah, bahasa tubuh) datang
 Mengunakan teknik Klien mengatakan
komunikasi terapeutik untuk tidurnya terganggu
mengetahui pengalaman nyeri karena nyeri
pasien
 Mengajarkan tentang teknik O : Klien masih tampak
non farmakologi (teknik sedikit gelisah
relaksasi tarik nafas dalam) - TD : 120/80 mmHg
 Menganjurkan klien - N : 84x/menit
meningkatkan istirahat - RR : 18x/ menit
 Memonitor penerimaan klien - S : 36,90C / axila
tentang manajemen nyeri
(farmakologi dan non A : nyeri akut
farmakologi)
 Berkolaborasi pemberian P:
analgesik (inj. asam 1. Observasi reaksi
tranexamat 3x1 IV nonverbal dari
ketidaknyamanan
Analgesic Administration (ekspresi wajah,
 Memonitor tanda-tanda vital bahasa tubuh).
klien sebelum dan sesudah 2. Gunakan teknik
pemberian analgesic komunikasi
 Mengevaluasi efektivitas terapeutik untuk
analgesic mengetahui
pengalaman nyeri
pasien
3. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi (teknik
relaksasi tarik nafas
dalam)
4. Anjurkan klien
meningkatkan
istirahat
5. Kolaborasi
pemberian analgesik
(inj. asam
tranexamat 3x1 IV)
6. Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri
(farmakologi dan
non farmakologi)
7. Monitor TTV dan
keadaan umum klien
17/10/2018 Ansietas b.d 06.00 WIB 12.00 WIB
perubahan  Melakukan pendekatan yang S:
status menenangkan - Klien mengatakan
kesehatan  Menjelaskan prosedur dan apa cemas sedikit berkurang
yang dirasakan selama
prosedur O:
 Mendengarkan dengan penuh - Klien tampak sedikit
perhatian gelisah
 Menganjurkan klien untuk - TD : 120/80 mmHg
mengungkapkan perasaan dan - N : 84x/menit
ketakutan - RR : 18x/ menit
 Menganjurkan klien - S : 36,90C / axila
melakukan teknik relaksasi
tarik nafas dalam A : ansietas

P:
1. Dengarkan dengan
penuh perhatian
2. Anjurkan klien
untuk
mengungkapkan
perasaan dan
ketakutan
3. Anjurkan klien
melakukan teknik
relaksasi tarik nafas
dalam
4. Monitor TTV dan
keadaan umum klien

17/10/2018 Resiko infeksi 06.00 WIB 12.00 WIB


b.d prosedur Infection Control (kontrol S :
tindakan infeksi) Klien mengatakan tidak
invasif  Berkolaborasi pemberian ada merasa gatal
terapi antibiotik ataupun bengkak pada
 Menganjurkan klien istirahat tangan yang terpasang
 Mengajarkan pasien dan infus
keluarga tanda dan gejala
infeksi O:
 Mengajarkan cara menghindari - Tidak tampak tanda-
infeksi tanda plebitis pada
tangan yang terpasang
infus
- TD : 120/80 mmHg
- N : 84x/menit
- RR : 18x/ menit
- S : 36,90C / axila
- leukosit 21.300
- urine berwarna kuning
(normal)

A : resiko infeksi

P:
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Kolaborasi
pemberian antibiotik
4. Monitor TTV dan
keadaan umum klien
V. Rencana Asuhan Keperawatan Post Operasi
Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Nyeri akut b.d NOC NIC
agen cidera fisik:  Pain Level, Pain Management
operasi  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara  Untuk mengidentifikasi
histerektomi  Comfort level komprehensif termasuk lokasi, nyeri
Kriteria Hasil karakteristik, durasi, frekuensi,
 Mampu mengontrol nyeri kualitas, dan faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri dan  Observasi reaksi nonverbal dari
mampu menggunakan ketidaknyamanan  Untuk mengetahui respon
teknik nonfarmakologi klien terhadap nyeri
untuk mengurangi nyeri)  Gunakan teknik komunikasi  Untuk membina hubungan
 Melaporkan bahwa nyeri terapeutik untuk mengetahui saling percaya kepada
berkurang dengan pengalaman nyeri pasien klien
menggunakan manajemen  Ajarkan tentang teknik non  Untuk membantu klien
nyeri farmakologi (teknik relaksasi lebih rileks dan
tarik nafas dalam) mengurangi nyeri
 Menyatakan rasa nyaman
 Untuk mengurangi nyeri
setelah nyeri berkurang  Kolaborasi pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri
 Untuk membantu
 Anjurkan klien meningkatkan memperbaiki kesehatan
istirahat klien
 Untuk mengevaluasi
 Monitor penerimaan klien tentang respon klien setelah
manajemen nyeri (farmakologi dilakukan manajemen
dan nonfarmakologi) nyeri (farmakologi dan
nonfarmakologi)

Analgesic Administration  Untuk mengetahui


 Monitor tanda-tanda vital klien perkembangan kondisi
sebelum dan sesudah pemberian klien
analgesik  Untuk mengetahui kondisi
 Evaluasi efektivitas analgesik klien
Intoleransi NOC NIC
aktivitas b.d  Energi Conservation Activity Therapy
imobilitas  Activity Tolerance  Bantu klien untuk  Untuk melatih klien
setelah  Self Care : ADLs mengidentifikasi aktivitas yang melakukan aktivitas
pembedahan Kriteria Hasil mampu dilakukan
 Dapat melakukan aktivitas  Bantu untuk mendapatkan alat  Untuk memudahkan klien
fisik tanpa disertai bantuan aktivitas, seperti kursi melakukan aktivitas
peningkatan tekanan roda  Agar dapat mengevaluasi
darah, nadi, dan RR  Monitor respon klien setelah keadaan klien setelah
 Mampu melakukan melakukan aktivitas melakukan aktivitas
aktivitas sehari-hari
(ADLs) secara mandiri
 Tanda-tanda vital normal
 Mampu berpindah :
dengan atau tanpa bantuan
alat
Resiko infeksi NOC NIC
b.d prosedur  Immune status Infection Control (kontrol infeksi)
tindakan invasif  Knowledge: Infection  Tingkatkan intake nutrisi
control  Meningkatkan daya tahan
 Risk control  Kolaborasi pemberian terapi tubuh
Kriteria Hasil antibiotik  Sebagai terapi untuk
 Klien bebas dari tanda dan perlindungan terhadap
gejala infeksi  Monitor tanda dan gejala infeksi infeksi
 Menunjukkan kemampuan  Untuk memantau tanda
untuk mencegah  Monitor kerentanan terhadap dan gejala infeksi
timbulnya infeksi infeksi  Deteksi dini apabila terjadi
 Jumlah leukosit dalam  Dorong masukkan cairan infeksi
batas normal  Membantu proses
 Anjurkan klien istirahat
 Menunjukkan perilaku metabolisme tubuh
 Ajarkan pasien dan keluarga
hidup sehat  Membantu relaksasi
tanda dan gejala infeksi
 Meningkatkan
pengetahuan pasien dan
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi keluarga
 Meminimalkan resiko
infeksi
 Untuk menentukan
intervensi yang dapat
dilakukan selanjutnya
dengan segera
VI. Implementasi Post Operasi
Hari ke-4
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Nyeri akut b.d 12.00 WIB 17.00 WIB
18/10/2018 agen cidera 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
fisik: operasi secara komprehensif termasuk Klien mengatakan nyeri
histerektomi lokasi, karakteristik, durasi, P : Saat bergerak dan
frekuensi, kualitas, dan faktor berpindah posisi
presipitasi Q : Seperti diiris-iris
2. Mengobservasi reaksi R : Bagian luka operasi
nonverbal dari (perut bagian bawah)
ketidaknyamanan. S : Skala 4
3. Mengunakan teknik T : terus menerus
komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri O : Klien tampak agak tenang
pasien - TD : 130/70 mmHg
4. Mengajarkan tentang teknik - N : 87x/menit
non farmakologi (teknik - RR : 20x/ menit
relaksasi tarik nafas dalam) - S : 36,60C / axila
5. Menganjurkan klien
meningkatkan istirahat. A : nyeri akut.
6. Memonitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri P:
(farmakologi dan non
1. Observasi reaksi nonverbal
farmakologi) dari ketidaknyamanan.
2. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
Analgesic Administration untuk mengetahui
7. Memonitor tanda-tanda vital pengalaman nyeri pasien
klien sebelum dan sesudah 3. Ajarkan tentang teknik non
pemberian analgesic farmakologi (teknik
8. Mengevaluasi efektivitas relaksasi tarik nafas dalam)
analgesic (18.00 WIB) 4. Anjurkan klien
meningkatkan istirahat
5. Kolaborasi pemberian
analgesik (inj. asam
tranexamat 3x1 IV)
6. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri
(farmakologi dan non
farmakologi)
7. Monitor tanda-tanda vital
klien sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
8. Evaluasi efektivitas
analgesic
18/10/2018 Intoleransi 12.00 WIB 17.00 WIB
aktivitas b.d Activity Therapy S : Klien mengatakan sudah
imobilitas  Membantu klien untuk bisa bergerak sedikit-sedikit
setelah mengidentifikasi aktivitas yang dengan bantuan
pembedahan mampu dilakukan
 Membantu klien untuk O : Klien tampak sudah
mendapatkan alat bantuan mobilisasi dini
aktivitas, seperti kursi roda - TD : 130/70 mmHg
 Memonitor respon klien - N : 87x/menit
setelah melakukan aktivitas - RR : 20x/ menit
- S : 36,60C / axila

A : intoleransi aktivitas

P:
1. Anjurkan klien latihan
aktivitas yang mampu
dilakukan klien
2. Monitor respon klien
setelah melakukan
aktivitas
18/10/2018 Resiko infeksi 06.00 WIB 12.00 WIB
b.d prosedur Infection Control (kontrol S :
tindakan infeksi) Klien mengatakan bisa
invasif  Berkolaborasi pemberian melakukan personal hygine di
terapi antibiotik sekitar luka operasi
 Memonitor tanda dan gejala Klien mengatakan dapat tidur
infeksi
 Memonitor kerentanan dengan baik selama 6-8 jam
terhadap infeksi
 Menganjurkan masukkan O : Klien dapat mengevaluasi
cairan penjelasan tentang pendidikan
 Menganjurkan klien istirahat kesehatan dalam menghindari
 Mengajarkan pasien dan infeksi pasca operasi
keluarga tanda dan gejala Klien makan dan minum
infeksi sesuai jadwal makan dan tidak
 Mengajarkan cara menghindari berpantang
infeksi TD : 130/70 mmHg
- N : 87x/menit
- RR : 20x/ menit
- S : 36,60C / axila

A : resiko infeksi

P:
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi

Hari ke-5

Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Nyeri akut b.d 06.00 WIB 12.00 WIB
19/10/2018 agen cidera 1. Melakukan pengkajian ulang S :
fisik: operasi nyeri secara komprehensif Klien mengatakan nyeri
histerektomi termasuk lokasi, karakteristik, berkurang
durasi, frekuensi, kualitas, dan P : Saat bergerak dan
faktor presipitasi berpindah posisi
2. Mengobservasi reaksi Q : Seperti diiris-iris
nonverbal dari R : Bagian luka operasi
ketidaknyamanan S : Skala 3
3. Mengunakan teknik T : hilang datang
komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri O : Klien tampak tenang
pasien - TD : 130/90 mmHg
4. Mengajarkan tentang teknik - N : 80x/menit
non farmakologi (teknik - RR : 20x/ menit
relaksasi tarik nafas dalam) - S : 36,10C / axila
5. Menganjurkan klien
meningkatkan istirahat A : nyeri akut.
6. Memonitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri P:
(farmakologi dan non
1. Observasi reaksi
farmakologi) nonverbal dari
7. Berkolaborasi pemberian ketidaknyamanan.
analgesik (inj. asam
2. Gunakan teknik
tranexamat 3x1 IV) komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Analgesic Administration 3. Ajarkan tentang teknik non
8. Memonitor tanda-tanda vital farmakologi (teknik
klien sebelum dan sesudah relaksasi tarik nafas dalam)
pemberian analgesic 4. Anjurkan klien
9. Mengevaluasi efektivitas meningkatkan istirahat
analgesic 5. Kolaborasi pemberian
analgesik (inj. asam
tranexamat 3x1 IV)
6. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri
(farmakologi dan non
farmakologi)
7. Monitor tanda-tanda vital
klien sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
8. Evaluasi efektivitas
analgesic

19/10/2018 Intoleransi 06.00 WIB 12.00 WIB


aktivitas b.d Activity Therapy S : Klien mengatakan sudah
imobilitas  Membantu klien untuk bisa pergi ke wc
setelah mengidentifikasi aktivitas yang
pembedahan mampu dilakukan Klien mengatakan masih
 Membantu klien untuk sedikit pusing saat berjalan ke
mendapatkan alat bantuan wc
aktivitas, seperti kursi roda
 Memonitor respon klien O : Klien tampak sudah
setelah melakukan aktivitas mobilisasi
- TD : 130/90 mmHg
- N : 80x/menit
- RR : 20x/ menit
- S : 36,10C / axila

A : intoleransi aktivitas

P:
1. Monitor respon klien
setelah melakukan
aktivitas
19/10/2018 Resiko infeksi 06.00 WIB 12.00 WIB
b.d prosedur Infection Control (kontrol S:
tindakan infeksi) Klien mengatakan tidak terasa
invasif  Kolaborasi pemberian terapi gatal pada luka operasi
antibiotik
 Memonitor tanda dan gejala O :
infeksi - Klien sudah tidak terpasang
 Memonitor kerentanan
infus dan kateter
terhadap infeksi
- Luka operasi masih
 Menganjurkan masukkan
diperban
cairan
- TD : 130/90 mmHg
 Menganjurkan klien istirahat
 Mengajarkan pasien dan - N : 80x/menit
keluarga tanda dan gejala - RR : 20x/ menit
0
infeksi - S : 36,1 C / axila
 Mengajarkan cara menghindari
infeksi
 Melaporkan kecurigaan infeksi A : resiko infeksi
P:
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi

Hari ke-6
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Nyeri akut b.d 06.00 WIB 12.00 WIB
20/10/2018 agen cidera 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
fisik: operasi secara komprehensif termasuk Klien mengatakan nyeri
histerektomi lokasi, karakteristik, durasi, P : Saat bergerak dan
frekuensi, kualitas, dan faktor berpindah posisi
presipitasi Q : Seperti diiris-iris
2. Mengobservasi reaksi R : Bagian luka operasi
nonverbal dari S : Skala 2
ketidaknyamanan T : hilang datang
3. Mengunakan teknik
komunikasi terapeutik untuk O : Klien tampak tenang
mengetahui pengalaman nyeri - TD : 120/80 mmHg
pasien - N : 82x/menit
4. Mengajarkan tentang teknik - RR : 20x/ menit
non farmakologi (teknik - S : 36,50C / axila
relaksasi tarik nafas dalam)
5. Menganjurkan klien A : nyeri akut
meningkatkan istirahat
6. Memonitor penerimaan klien P:
tentang manajemen nyeri 1. Hentikan intervensi
(farmakologi dan non 2. Klien boleh pulang
farmakologi) 3. Berikan discharge
7. Berkolaborasi pemberian planning
analgesik

Analgesic Administration
8. Memonitor tanda-tanda vital
klien sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
9. Mengevaluasi efektivitas
analgesic
20/10/2018 Intoleransi 06.00 WIB 12.00 WIB
aktivitas b.d Activity Therapy S : klien mengatakan sudah
imobilitas  Membantu klien untuk bisa pergi ke wc
setelah mengidentifikasi aktivitas yang
pembedahan mampu dilakukan O : Klien sudah melakukan
 Bantu untuk mendapatkan alat aktivitas secara mandiri
bantuan aktivitas, seperti kursi - TD : 120/80 mmHg
roda - N : 82x/menit
 Monitor respon klien setelah - RR : 20x/ menit
melakukan aktivitas - S : 36,50C / axila

A : intoleransi aktivitas

P:
1. Hentikan intervensi
2. Klien boleh pulang
3. Berikan discharge
planning
20/10/2018 Resiko infeksi 06.00 WIB 12.00 WIB
b.d prosedur Infection Control (kontrol S : Klien mengatakan tidak
tindakan infeksi) terasa gatal pada luka operasi
invasif  Memonitor tanda dan gejala
infeksi O : luka operasi tidak tampak
 Memonitor kerentanan kemerahan
terhadap infeksi - TD : 120/80 mmHg
 Menganjurkan klien istirahat - N : 82x/menit
 Mengajarkan pasien dan
- RR : 20x/ menit
keluarga tanda dan gejala
- S : 36,50C / axila
infeksi
 Mengajarkan cara menghindari
A : resiko infeksi
infeksi
P:
1. Hentikan intervensi
2. Klien boleh pulang
3. Berikan discharge
planning

Discharge Planning
1. Anjurkan klien olah raga secara teratur dan konsumsi makanan yang banyak
mengandung nutrisi terutama dari tumbuh-tumbuhan sehingga dapat membuat
daya tahan tubuh meningkat.
2. Anjurkan klien menjaga kebersihan diri terutama pada daerah bekas luka
operasi.
3. Anjurkan klien untuk berkonsultasi ke pelayanan kesehatan jika terdapat
keluhan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan dalam bab ini mulai dari pengkajian sampai dengan


pendokumentasian. Sehingga dapat diketahui adanya kesenjangan antara teori
dengan penatalaksanaan tindakan asuhan keperawatan dalam kasus nyata. Selain
itu juga dapat diketahui adanya faktor penghambat dan pendukung dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan Ny. F dengan mioma uteri.
4.1 Pembahasan Pengkajian
Penulis melakukan pengkajian kepada pasien dengan pendekatan kepada
pasien, keluarga pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Pengkajian dilakukan
pada tanggal 14-16 oktober 2018 dengan menggunakan metode observasi,
wawancara, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi baik perawatan maupun
medis. Pengkajian pre operasi Ny. F didapatkan data nyeri, dan ansietas. siklus
haid tidak teratur, klien mengeluh nyeri saat haid dan darah haid yang sangat
deras. Klien juga mengatakan cemas dan khawatir dengan tindakan operasi
yang akan dilakukan.
Klien mengatakan nyeri saat bergerak maupun tidak, rasanya seperti diiris
pada bagian yang terdapat mioma uteri dengan skala 5 durasi waktu yang
dirasakan terus-menerus. Klien mengatakan merasa cemas dan sedikit takut
dengan tindakan operasi yang akan dilakukan karena baru pertama kali. Klien
tampak sedikit gelisah, klien tampak khawatir, terjadi peningkatan tekanan
darah TD : 140/90 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 19x/menit, S : 37ºC / axila.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Ny. F data yang muncul sesuai
teori yang dikemukakan oleh Yatim (2015) adalah 1. Adanya nyeri 2. Adanya
siklus haid yang tidak teratur 3. Adanya darah haid yang sangat deras.
Sedangkan hasil pengkajian yang tidak ditemukan sesuai teori yaitu 1.
Terjadi penekanan pada vesika urinaria yang dapat menyebabkan poliuri,
pada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan
tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan
nyeri panggul 2. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik
uterus yang sebenarnya diperlukan untuk mortilitas sperma di dalam uterus.
Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat
perubahan histology endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi
massa tumor.

4.2 Pembahasan Diagnosa


 Nyeri akut b.d agen cidera biologis ( penekanan tumor pada uterus )
Menurut teori Potter & Perry, nyeri merupakan suatu alasan yang
paling umum orang untuk mencari perawatan kesehatan. Nyeri juga
merupakan sumber penyebab frustasi, baik klien maupun bagi tenaga
kesehatan. Asosiasi Internasional untuk penelitian nyeri (International
Association For The Study Of Pain, IASP) mendefinisikan nyeri sebagai
pengalaman sensorik dan emosional, yang sangat tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan jaringan yang sudah terjadi atau berpotensi
terjadinya kerusakan, nyeri juga subjektif dimana hal ini merupakan
sensasi yang bersifat emosional dan subjektif. Nyeri juga dapat merupakan
faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk
pulih dari suatu penyakit (Potter & Perry,2012).
Untuk perencanaan dalam mengatasi masalah pada pasien yang
dengan keluhan nyeri, perlu dilakukannya suatu pelayanan asuhan
keperawatan. Dalam asuhan keperawatan terdapat beberapa proses
keperawatan yaitu suatu pengkajian hingga evaluasi. Dalam penanganan
nyeri, perawat berperan penting dalam mengkaji dan menyediakan
intervensi yang tepat. Dalam memberikan intervensi keperawatan, perawat
memfokuskan pada penurunan nyeri. Perawat perlu melakukan suatu
pengkajian nyeri terlebih dahulu pada pasien, dengan adanya suatu
pengkajian akan memudahkan perawat dalam memberikan manajemen
nyerinya. Nyeri seharusnya dikaji secara rutin dan terstruktur. Pengkajian
yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai upaya untuk
mencari solusi yang tepat dalam memberikan manajemen nyeri nya, untuk
itu pengkajian harus selalu dilakukan secara berkesinambungan, sebagai
upaya mencari gambaran yang terbaru dari nyeri yang dirasakan oleh
pasien (Priambodo,2016).
 Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Menurut teori ansietas merupakan suatu perasaan was-was,

khawatir,atau tidak nyaman seakan-akan akan terjadi sesuatu yang

dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut

merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya,

sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut

(Keliat, 2012). Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa

ada objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was

(khawatir) seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada

umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung beberapa

waktu (Pieter,dkk,2011).
Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan terapi

memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu

mencakup fisik ( somatik ) , psikologik atau psikiatrik, psikososial dan

psikoreligius. salah satu nya dengan cara memberikan tindakan

keperawatan generalis ke pasien dengan ansietas. berdasarkan hasil

penelitian yang dilkaukan oleh Livana 2016, terapi generalis terbukti

mampu menurunkan respons afektif, sosial, dan perilaku dibanding dengan

respons ansietas yang lain. Evaluasi kemampuan klien setelah penerapan

terapi generalis mengalami peningkatan dimana terapi generalis ini

merupakan suatu cara mengenal ansietas (pengertian, penyebab, proses

terjadinya, tanda dan gejala ansietas) dan berlatih mengatasi ansietas

dengan teknik relaksasi nafas dalam, distraksi, kegiatan spiritual, dan

teknik lima jari.


4.3 Pembahasan Perencanan
 Nyeri Akut
Klien post of pembedahan dipastikan merasakan nyeri yang kuat
akibat dari hilangnya efek obat anastesi maupun respon dari rusaknya
jaringan pada luka insisi bekas pembedahan. Hal tersebut butuh penangan
yang benar sehingga dapat mengatasi nyeri yang klien rasakan. Menurut
Maslow, seorang pelopor psikologi mengatakan bahwa kebutuhan rasa
nyaman merupakan kebutuhan dasar setelah kebutuhan fisiologis yang
harus terpenuhi. Seorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada
aktifitas sehari-harinya. Orang tersebut akan terganggu pemenuhan
kebutuhan istirahat dan tidurnya, pemenuhan individual, juga aspek
interaksi sosialnya yang dapat berupa menghindari percakapan, menarik
diri, dan menghindari kontak. Selain itu, seorang yang mengalami nyeri
hebat akan berkelanjutan, apabila tidak ditangani pada akhirnya dapat
mengakibatkan syok neurologik orang tersebut (Istichomah, 2007).
Ada berbagai macam nyeri yang dialami oleh pasien di Rumah Sakit
dan sebagian besar penyebab nyeri pasien diakibatkan karena tindakan
pembedahan/ operasi yang termasuk nyeri akut dan dapat menghambat
proses penyembuhan pasien karena menghambat kemampuan pasien untuk
terlibat aktif dalam proses penyembuhan dan meningkatkan resiko
komplikasi akibat imobilisasi sehingga rehabilitasi dapat tertunda dan
hospitalisasi menjadi lama jika nyeri akut tidak terkontrol sehingga harus
menjadi prioritas perawatan (Perry, 2005).
Nyeri pasca bedah merupakan satu dari masalah-masalah keluhan
pasien tersering di rumah sakit. Sebanyak 77% pasien pasca bedah
mendapatkan pengobatan nyeri yang tidak adekuat dengan 71% masih
mengalami nyeri setelah diberi obat dan 80%-nya mendiskripsikan masih
mengalami nyeri tingkat sedang hingga berat (Yuliawati, 2008).
Teknik relaksasi dapat digunakan saat individu dalam kondisi sehat
atau sakit dan merupakan upaya pencegahan untuk membantu tubuh segar
kembali dengan meminimalkan nyeri secara efektif (Perry, 2005). Teknik
relaksasi yang digunakan dalam mengatasi nyeri post operasi di Rumah
Sakit adalah dengan latihan nafas dalam. Adapun keuntungan dari teknik
relaksasi nafas dalam antara lain dapat dilakukan setiap saat di mana saja
dan kapan saja, caranya sangat mudah dan dapat dilakukan secara mandiri
oleh pasien, tanpa suatu media, dapat merilekskan otot-otot yang tegang,
sedangkan kerugiannya adalah tidak efektif dilakukan pada penderita
penyakit pernafasan (Smeltzer, 2009).
Efek relaksasi nafas dalam dan guided imagery membuat responden
merasa rileks dan tenang. Responden menjadi rileks dan tenang saat
mengambil oksigen di udara melalui hidung, oksigen masuk kedalam
tubuh sehingga aliran darah menjadi lancar serta dikombinasikan dengan
guided imagery menyebabkan pasien mengalihkan perhatiannya pada
nyeri ke hal-hal yang membuatnya senang dan bahagia sehingga
melupakan nyeri yang sedang dialaminya. Inilah yang menyebabkan
intensitas nyeri yang dirasakan pasien post operasi sectio
caesareaberkurang setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan
guided imagery (Patasik, 2013).
Teknik relaksasi nafas dalam dapat digunakan untuk mengurangi
skala nyeri secara non farmakologi yang dilakukan secara terus menerus
atau saat nyeri terasa sehingga terapi ini bentuk perencanaan keperawatan
pada klien post operasi.
 Ansietas
Reaksi kecemasan pada seseorang penderita kanker payudara sering
muncul tidak saja sewaktu penderita diberitahu mengenai penyakitnya,
tetapi juga setelah menjalani operasi.Kecemasan tersebut biasanya
menyangkut finansial, kekhawatiran tidak diterima dilingkungan keluarga
atau masyarakat. Pada kasus-kasus penderita kanker payudara yang akan
menjalani operasi pengangkatan payudara (mastektomi) menunjukkan
ekspresi yang mencerminkan cemas dan depresi, sikap negativistic
(penolakan) dan menyebabkan banyak kasuskasus yang seharusnya
mempunyai prognosis baik, menjadi sebaliknya (Hawari, 2004).
Salah satu cara mudah dan sederhanayang dapat dilakukan untuk
mengurangi kecemasan adalah dengan memberikan terapi Emotional
Freedom Technique (EFT). Teknik ini menggunakan kalimat penerimaan
diri yang dipadukan dengan mengetuk ringan (tapping) titik-titik meridian
tubuh untuk mengirim sinyal yang bertujuan untuk menenangkan
otak.Mengetuk ringan dengan satu atau dua ujung jari pada titik akupuntur
sama efektifnya dengan stimulasi pada praktek akupuntur, oleh karena itu
orang menyebut EFT dengan akupuntur tanpa jarum. Titik meridian
merupakan titik pada jaringan tubuh yang padat jaringan dan ujung-ujung
saraf, sel-sel mast dan kapiler serta saluran limpatik. Titik meridian
ternyata mempunyai potensial elektrik yang tinggi dibanding dengan titik
lain di tubuh. Dengan pengetukan dapat menimbulkan respon melalui
jaringan sensorik sampai melibatkan saraf sentral.Jaringan saraf
berkomunikasi satu dengan yang lain melalui neurotransmiter di sinapsis.
Stimulasi terhadap jaringan saraf di perifer akan berlanjut ke sentral
melalui medula spinalis batang otak menuju hipotalamus, dan hipofisis.
Stimulasi dari perifer akan disampaikan ke otak hipotalamus berefek
terhadap sekresi neurotransmiter seperti β-endorfin, norepinefrin dan
enkefalin, 5-HT yang berperan sebagai inhibisi sensasi nyeri. Sekresi
neurotransmiter ini juga berperan dalam sistem imun sebagai
imunomodulator serta perbaikan fungsi organ lainnya seperti pada
penyakit psikiatrik (Saputra& Sugeng, 2012).
 Intolerasi Aktivitas
Post operasi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah
pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan dan menimbulkan
komplikasi. Pasien post operasi sering kali dihadapkan pada permasalahan
adanya proses peradangan akut dan nyeri yang mengakibatkan
keterbatasan gerak. Sedangkan kecacatan fisik dapat dipulihkan secara
bertahap melalui latihan rentang gerak yaitu dengan latihan Range of
Motion (ROM) yang dievaluasi secara aktif, yang merupakan kegiatan
penting pada periode post operasi guna mengembalikan kekuatan otot
pasien (Lukman dan Ningsih, 2009). Rasa nyeri post operasi yang dialami
pasien, membuat pasien takut untuk menggerakkan ekstremitas yang
cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap terbaring lama,
membiarkan tubuh tetap kaku. Untuk mencegah tidak terjadinya kekakuan
otot dan tulang pada daerah yang dilakukan operasi, serta mengurangi rasa
nyeri yang dialami pasien maka tindakan yang dapat dilakukan adalah
mobilisasi contohnya yaitu dengan melakukan Range Of Motion (Smeltzer
& Bare, 2009).
Range Of Motion (ROM) adalah Latihan gerakan sendi yang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik
secara aktif ataupun pasif (Perry & Potter, 2010). Meningkatkan
kemampuan aktivitas mandiri pasien harus melakukan pergerakan, hal
tersebut juga bertujuan untuk menghilangkan kekakuan pada otot dan
tulang, terutama pada pasien post operasi. Pergerakan badan sedini
mungkin dan nyeri yang dirasakan pada saat latihan gerakan sendi harus
dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan
(Kusmawan, 2008)

4.3 Pembahasan Pelaksanaan


Histerektomi merupakan tindakan penatalaksanaan kuratif pada
mioma. Pada miomektomi, uterus dapat kembali ke bentuk dan kontur
awal yang perlu diperhatikan pada miomektomi adalah terjadinya
kekambuhan. Hasil penelitian menunjukkan kekambuhan sebesar 2-3 (per
tahun setelah dilakukan miomektomi.

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun


histerektomi. Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma
submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudahdilaksanakan apabila
tumor bertangkai. Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan
histerektomi. apabila miomektomi ini dikerjakankarena keinginan
memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-
50% perlu disadari bahwa 25-35% dan penderita tersebut akan masih
memerlukan histerektom. Dewasa ini adabeberapa pilihan tindakan untuk
melakukan miomektomi, berdasarkanukuran dan lokasi dari mioma.
tindakan miomektomi dapat dilakukandengan laparotomi, histeroskopi
maupun dengan laparoskopi.

Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnyamerupakan


tindakan terpilih. Tindakan histerektomi pada miomauteri sebesar 30 %
dari seluruh kasus.tindakan pembedahan untukmengangkat uterus dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu denganpendekatan abdominal (laparotomi),
vaginal, dan laparoskopi. Hiesterektomi pervaginam jarang dilakukan
karena uterus harus lebih kecil dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya.
Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan.
Histerektomi total umurnnya dilakukan dengan alasan mencegah akan
timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya
dilakukan apabila terdapatkesukaran teknis dalam mengangkat uterus
keseluruhannya. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri
merupakan indikasi biladidapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia,
keluhan obstruksi padatraktus urinarius dan kuran uterus sebesar usia
kehamilan 12-14minggu.

Terapi yang terbaik untuk mioma uteri adalah melakukan


histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomilaparoskopi
memiliki kelebihan dimana resiko perdarahan yang lebihminimal, masa
penyembuhan yang lebih cepat dan angka morbiditasyang lebih rendah
dibanding prosedur histerektomi abdominal.

4.4 Pembahasan Evaluasi


Berdasarkan jurnal (Decherney, Alan.H; Goodwin & T.Murphy dalam
Salim & Finurina. 2015). Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang paling
sering ditemukan. Diperkirakan 20 – 50 % dari wanita usia reproduksi
menderita mioma uteri. Kelainan ini sulit ditemukan sebelum pubertas, dan
pertumbuhan secara wajar hanya terjadi selama masa reproduksi, karena
pertumbuhannya dipengaruhi oleh sekresi hormone estrogen oleh ovarium.
Kasus Mioma Uteri berdasarkan jurnal (Salim & Finurina. 2015),
mengatakan jenis Usia penderita merupakan salah satu faktor terjadi nya
mioma uteri. Jumlah kasus terbanyak menderita mioma uteri memiliki
persentase 61.40% atau sebanyak 70 responden pada usia 40-50 tahun,
sedangkan usia paling sedikit menderita mioma uteri memiliki persentase
usia
0.88% atau sebanyak 1 responden pada usia >60 tahun. Pada 30-39 tahun
dan 51-60 tahun memiliki persentase 17.54% atau rata rata sebanyak 20
responden. Pada usia 19-29 tahun memiliki persentase 2.63% atau sebanyak
2.63%.
Pasien bernama Ny. F, berumur 42 tahun datang kerumah sakit dengan
diagnosa mioma uteri setelah dilakukan pengakajian selama 3 hari didapatkan
evaluasi hasil dan evaluasi proses. Evaluasi proses hanya observasi ketika
setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan sedangkan evaluasi hasil
dibuat untuk mengetahui perkembangan pasien dari seluruh tindakan yang
dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menyusun rencana lebih lanjut.
Kelompok melakukan evaluasi hasil setiap hari. Berdasarkan pada
pelaksanaan yang telah dilakukan, dari 6 diagnosa, didapatkan evaluasi hasil
yaitu 2 diagnosa Pre Op yang tercapai dan belum tercapai, dan 4 diagnosa
Post Op yang tercapai dan tidak tercapai.
Diagnosa keperawatan yang pertama tercapai yaitu diagnose Nyeri
akut, perawat menggunakan pain scale untuk mengetahui skala nyeri klien
dan didapat kan skala nyeri pasien yaitu 3, klien tampak rileks dan bisa diajak
untuk bicara sehingga perawat bisa memberikan intervensi berupa terapi non
farmakologi (tehnik relaksasi napas dalam) untuk mengatasi nyeri pasien
apabila datang.
Diagnosa keperawatab yang kedua yang belum tercapai adalah
Ansietas. Hal ini dikarenakan, perawat saat melakukan pengakajian pertama
sulit melakukan pendekatan kepada klien dikarenakan ketakutan dan cemas
yang dialami klien membuat sulit untuk terbuka dan menceritakan keluhan
nya sehingga menyulitkan perawat untuk menggali lebih dalam pengkajian
tentang klien.
Sedangkan selama 3 hari setelah operasi terdapat 4 diagnosa yang
pada pelaksanaannya tercapai dan tidak tercapai diagnose yang pertama
diagnose yamg tidak tercapai yiatu nyeri akut, hal ini diketahui saat dilakukan
evaluasi dengan PQRST klien mengatakan nyeri saat bergerak dan berpindah-
pindah, nyeri seperti diiris-iris dibagian luka operas n, skala 5 dan klien
tampak meringis.
Diagnosa kedua yang tercapai adalah intoleransi aktifitas, hal ini
diketahui saat dilakukan evaluasi klien mengatakan sudah bisa bergerak
sedikit-sedikit dengan Aktivitas dibantu keluarga dan perawat dan klien
terlihat tidak terlalu gelisah.
Diagnose ketiga yang tercapai adalah gangguan rasa nyaman, hal ini
diketahui saat dilakukan evaluasi klien mengatakan sudah tidak terlalu cemas,
klien mengatakan sudah mengerti cara mengatasi cemas nya dan klien terlihat
sudah tidak terlalu gelisah lagi kemudian klien dapat melakukan tehnik
relaksasi napas dalam untuk mengurangi kecemasan nya.
Diagnose keempat yang tercapai adalah risiko infeksi hal ini diketahui
saat dilakukan evaluasi klien mengatakan bisa melakukan personl hygien di
sekitar luka operasi dengan baik, klien mengatakan sudah bisa tidur dengan
baik selama 6-8 jam, ketika perawat menjelaskan hal yang harus perhatikan
untuk mengatasi risiko infeksi klien dapat mengevaluasi penjelasan tentang
pendidikan kesehatan dalam menghindari infeksi pasca operasi, klien terlihat
makan dan minum sesuai jadwal.

4.5 Pembahasan Pendokumentasian


Setiap pelaksanaan keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi harus didokumentasikan
dalam catatan keperawatan sesuai dengan tindakan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat serta dicantumkan inisial dan tanda tangan sesuai
dengan pelaksanaan tindakan. Kegunaan dan manfaat dari dokumentasi
keperawatan pun telah terlaksana seperti sebagai : alat komunikasi antar
anggota perawat dan antar tim kesehatan lainnya, dokumentasi resmi dalam
system pelayanan kesehatan, dan alat yang dapat digunakan dalam bidang
pendidikan. Dokumentasi dilakukan selama 3 hari. Faktor pendukung pada
tindakan pendokumentasian keperawatan adalah kerjasama yang baik antara
kelompok dengan perawat serta tim kesehatan di ruangan dalam
pendokumentasian.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Selama melakukan asuhan keperawatan pada Ny. F dengan Mioma
Uteri di Ruang Nifas RSUD Abdul Azis Singkawang dari tanggal 15 Oktober
Januari 2018 sampai dengan 20 Oktober 2018, kelompok mendapatkan
pengalaman yang nyata dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Mioma Uteri, yang dimulai dari pengkajian, perencanaan,
implementasi, evaluasi dan pendokumentasian keperawatan. Masalah
keperawatan yang muncul pada pasien yaitu: sebelum operasi Nyeri akut b.d
Agen cidera biologis (penekanan tumor pada uterus), Ansietas b.d Perubahan
Status kesehatan, Risiko Infeksi b.d prosedur tindakan invasif. Adapun
masalah keperawatan yang muncul setelah operasi Nyeri akut b. Agen cidera
fisik (operasi histerektomi), Intoleransi Aktivitas b.d imobilisasi setelah
pembedahan, dan risiko infeksi b.d prosedur tindakan invasif.
Perencanaan ditetapkan dengan merumuskan subjek, predikat, kriteria
adalah SMART (spesific, measurable, achievable, realistic dan time limited).
Perencanaan untuk setiap diagnosa serta disesuaikan dengan kebutuhan
pasien, kondisi pasien, menyesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada
di rumah sakit. Perencanaan tindakan keperawatan telah disesuaikan dengan
teori yang telah ada. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan dengan beberapa modifikasi sesuai dengan kondisi pasien
dan kondisi Nifas RSUD Abdul Azis Singkawang. Di samping itu penulis
juga melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain yakni dokter, ahli gizi,
petugas laboratorium dan perawat dalam melaksanakan implementasinya.
Implementasi dilakukan selama 6 x 24 jam. Evaluasi dilakukan
dengan dua cara yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil yang waktunya
disesuaikan dengan perencanaan tujuan. Ada beberapa masalah yang tidak
tercapai atau tercapai sebagian didalam tindakan keperawatan yang telah
diberikan. Masalah nyeri akut pre operasi akibat adanya masa pada ovarium
belum teratasi akibat terbatasnya waktu intervensi. Nyeri post operasi teratasi
setelah diberikan analgetik maka nyeri berkurang. Hambatan mobilitas fisik
teratasi setelah klien dapat miring kanan dan kiri setelah 7 jam pasca operasi..
Resiko infeksi tercapai setelah 6 hari tindakan keperawatan tidak ditemukan
tanda-tanda infeksi. Pendokumentasian yang dilakukan selama 6x24 jam,
dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan)
dan evaluasi dilakukan setiap pergantian shift.
5.2 Saran
Setelah melakukan asuhan keperawatan Ny. F dengan Mioma Uteri di
Ruang Nifas RSUD Abdul Azis Singkawang ada beberapa saran yang dapat
penulis sampaikan, yaitu :
1. Profesi Keperawatan
Meningkatkan profesionalitas dalam bekerja, dan memperbaharui
pengetahuan masalah pada sistem reproduksi terutama tentang Mioma
Uteri agar tindakan yang dilakukan tidak hanya rutinitas.
2. Institusi RSUD Abdul Azis Singkawang
a. Direktur Rumah Sakit
Meningkatkan standar prosedur operasional dalam pemberian
pelayanan terhadap pasien dengan gangguan sistem reproduksi.
b. Kepala Ruang Nifas
Meningkatkan pelayanan perawatan dan kebidanan serta standar
operasional yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi
terkini.
c. Bidan Ruang Nifas
Meningkatkan perkembangan pengetahuan dan pelayanan perawatan
dan kebidanan yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi terkini.
d. Mahasiswa Praktik
Mempertahankan kerja sama yang baik antara perawat dan mahasiswa
praktikan, agar dapat segera diketahui kebutuhan pasien baik kebutuhan
fisik dan maupun kebutuhan psikis.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Shaer, D., Hill, P. D., & Anderson, A. M. (2011). Nurses' Knowledge And
Attitudes Regarding Pain Assesment and Intervention. MedSur Nursing,
7-11.

Asmadi. (2008). Teknik Prodesuran Keperawatan : Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. (H. Haroen, Ed.) Jakarta: Salemba Medika

Astuti NF. Hubungan Tingkat Stres Dengan Penyembuhan Luka Diabetes Melitus
di RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2013. Bekasi; 2014.

Berman, A., & Snyder, S. J. (2011). Fundamentals of Nursing. Ninth Edition .


USA: PEARSON.

Brown J. The Impact of Stress on Acute Wound Healing. Br J Community Nurs.


2016;16–22.

Chrisdiono, A. (2004). Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.

Gonzales, E. A., Ledesma, R. J., McAllister, D. J., Perry, S. M., Dyer , C. A., &
Maye , J. P. (2010). Effect Guided Imagery On Post Operatif Outcomes
in Patients Undergoing Same-Day Surgical Procedures : A Randomized
Single Blind Study. AANA Journal , 181-188.

Jauhari. Dukungan Sosial dan Kecemasan pada Pasien Diabetes Mellitus. The
Indonesian Journal of Health Science. 2016;7(1):64–76.

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M.
(2011). Medical-Surgical Nursing : Assesment And Management Of
Clinical Problems. USA: Elsevier-Mosby.

Manuaba, M. (2010). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta:


EGC.

Masukawa, K., & Wilson, S. E. (2010). Is Postoperative Chronic Syndrome


Higher With Mesh Repair of Inguinal Hernia? American Surgeon
Journal, vol 76.

Mustaqim MF. Gambaran Kecemasan pada Lanjut Usia dengan Penderita


Diabetes Mellitus di Posyandu Desa Praon Nusukan Surakarta.
Surakarta; 2016.

Norma, N., Mustika. (2013). Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta:


NuhaMedika.

Nurarif A. H. dan Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Pac JC, West MP. Acute Care Handbook For Physical Therapists. 3rd ed. Boston:
Elsevier Health Science; 2009.

Prawirohardjo, P. (2011). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Salim, I, A & Finurina, I. (2015). Karakteristik Mioma Uteri di Rsud Prof. Dr.
Margono Soekarjo Banyumas. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan. Vol3.
No2.

Sodikin. 2012. Pengaruh Bacaan Al-Qur’an Melalui Media Audiot Terhadap


Respon Nyeri Pasien Post Operasi Hernia di RS Cilacap. Tesis. Depok :
Universitas Indonesia.

Wong, E. M.-L., Chan, S. W.-C., & Chair, S. Y. (2009). Effectiveness of An


Educational Intervention on Level of Pain, Anxiety and Self Efficacy for
Patient With Musculoskeletal Trauma. Journal of Advanced Nursing,
1120-1131.

Yatim, Faisal. (2005). Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer
Obor.

Yusuf, R., Kusniyati, H., & Nuramelia, Y. (2016). Aplikasi Diagnosis Gangguan
Kecemasan Menggunakan Metode Forward Chaining Berbasis Web
dengan Php dan Mysql. Jurnal Sistem Informasi, 9(1), 1-13.

Anda mungkin juga menyukai