Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PRE EKLAMPSI BERAT
DI RUANG ROI IRD RS DR. SOETOMO SURABAYA
(TANGGAL: 31 AGUSTUS 2019 S/D 13 SEPTEMBER 2019)

Disusun Oleh:
Cindy Aprilia Pamuji
NIM. P27820716006

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Pre Eklampsi Berat di Ruang


ROI IRD RSUD Dr. Soetomo yang dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2019
sampai dengan 13 September 2019 telah dilaksanakan sebagai Laporan Praktik
Klinik Keperawatan Semester VII di Ruang ROI IRD RSUD Dr. Soetomo
Surabaya oleh :

Nama Mahasiswa : Cindy Aprilia Pamuji


NIM : P27820716006

Surabaya, 13 September 2019

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Adin Muafiro, S.ST, M.Kes Nurul Hidajati, S.Kep, Ns


NIP. 19701217 199403 2 002 NIP. 19691030 199303 2 006

Mengetahui,
Kepala Ruangan

Nurul Hidajati, S.Kep, Ns


NIP. 19691030 199303 2 006
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi PEB
Preeklamsi merupakan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin, dan
nifas, yang terdiri dari hipertensi dengan nilai sistol lebih dari 160 mmHg dan
nilai diastol lebih dari sama dengan 110 mmHg, edema, dan proteinuria. Tetapi
biasanya hanya ada dua gejala dari tiga gejala tersebut yang ditemukan. Hipertensi
selalu ada di setiap kasus PEB ini. Sebelumya, gejala PEB muncul setelah usia
kehamilan 28 minggu atau lebih (Prawiroharjo, 2010)
Sedangkan pre eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya proteinuria dan atau edema pada usia kehamilan 20
minggu atau lebih.

B. Etiologi
Penyebab pre eklamsi belum diketahui secara pasti. Penyakit ini dianggap
sebagai Maladaptation Syndrome akibat penyempitan pembuluh darah secara
umum yang mengakibatkan kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke
janin. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya pre eklamsi yaitu :
1. Bertambahnya frekuensi pada primigravida
2. Kehamilan ganda
3. Mola hidatidosa
4. Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
5. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia atau eklamsia
6. Pre eklamsi pada kehamilan sebelumnya
7. Ibu hamil yang berusia < 20 tahun atau > 31 tahun
8. Wanita dengan gangguan fungsi organ (misal: Diabetes Mellitus, hipertensi,
penyakit ginjal, penyakit jantung)
9. Obesitas

C. Manifestasi Klinis
Berikut adalah beberapa manifestasi klinis yang muncul pada klien PEB.
1. Tekanan darah meningkat dengan tekanan sistolik >= 160 mmHg dan tekanan
diastolik >= 110 mmHg
2. Proteinuria ≥ 5 gr (pemeriksaan kualitatif +3 atau +4)
3. Edema hebat pada kaki, lumbosakral, tangan, edema paru atau sianosis
4. Adanya oliguria (< 400 cc/24 jam)
5. Penambahan berat badan yang berlebihan. Terjadi kenaikan BB 1 kg selama
seminggu
6. Adanya HELLP sindrom (Hemolisis Elevated Liver Enzim Low Platelet
Count)
D. Patofisiologi
Terdapat penurunan aliran darah pada pre eklamsia. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan
iskemia pada uterus merangsang pelepasan bahan tropoblastik akibat
hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik berperan
dalam proses terjadinya endotheliosis yang menyebabkan pelepasan
tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan trombokian dan
atau aktivasi agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasospasme, sedangkan aktivasi/agregasi trombosit
posisi fibrin akan menyababkan koagulasi intravaskuler yang mengakibatkan
perfusi darah turun dan konsumtif koagulopati. Konsumtif koagulasi
mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun menyebabkan
gangguan faal koagulasi/faal homeostasis. Renin uterus yang dikeluarkan akan
mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama-sama angiotensinogen
menjadi angiotensin I dan selanjutnya menjadi angiotensin II, angiotesin II
bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme
menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit
menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan
perifer akan meningkat agar kebutuhan O2 tercukupi sehingga menyebabkan
terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan hipertensi, angiotensin II akan
merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron vasospasme
bersama dengan koagulasi intravaskuler akan menyebabkan gangguan perfusi
darah dan gangguan multiorgan.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ-organ tubuh diantaranya otak, paru-
paru, hati, ginjal dan plasenta. Pada otak, dapat menyebabkan terjadinya edema
serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan TIK. TIK yang meningkat dapat
menyebabkan nyeri serta kejang sehingga seseorang berisiko cedera. Selain itu
dapat menyebabkan bleeding yang mengakibatkan anemia hemolitik. Pada paru
dapat terjadi edema paru yang mengakibatkan gangguan pertukaran gas. Pada
jantung, dapat menyebabkan kontraktilitas otot jantung memunculkan oayah
jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh dari aldosteron, terjadi peningkatan
reabsorpsi Na dan retensi cairan, sehingga menyebabkan edema. Selain itu terjadi
penurunan GFR permeabilitasterhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR
tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus ginjal sehingga
menyebabkan diuresis menurun sehingga mengakibatkan oliguria dan anuria.
Permebilitas terhadap protein yang mengikat menyebabkan banyak protein
banyak lolos dari filtrasi glomerulus dan menyebabkan proteinuria. Pada plasenta,
penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehingga menyababkan Intra Uterin Growth
Retardation.
Hipetensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis
yang mengakibatkan hipoksia duodenal pada traktus gastrointertinal dan
penumpukan ion H yang menyebabkan asam lambung niak dan memicu
terjadinya epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat,
merangsang mual dan muntah sehingga menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ekstremitas biasanya tampak edema akibat
retensi cairan dan reabsorpsi Na yang berlebih, kemudia terjadi metabolisme
anaerob yang hasilnya asam laktat yang menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah,
sehingga seseorang mengalami inteleransi aktivitas.
E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre
eklamsia berat yaitu :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
 Penurunan Hb (nilai rujukan Hb untuk wanita hamil adalah 12-14 gr/dL)
 Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 %)
 Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000 – 450.000/ mm2)
b. Urinalis
Ditemukan protein dalam urine
c. Pemeriksaan fungsi hati
 Bilirubin meningkat (normalnya < 1 mg/dL)
 Laktat dehidrogenase meningkat
 Aspartat aminotransferase (AST) > 60 uL
 Serum Glutamate Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (normal 15 –
45 u/ml)
 Serum Glutamate Oxaloacetic Transaminase (SGOT) meningkat (normal
< 31 u/ml)
 Total protein menurun (normal 6,7 – 8,7 g/dL)
d. Tes kimia darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL. Nilai normalnya 2,4 – 2,7 g/dL

2. Pemeriksaan Radiologi
a. USG (Ultrasonografi)
Hasil USG menunjukkan bahwa ditemukan retardasi pertumbuhan janin
intra uteri. Pernapasan janin intra uteri lambat, aktivitas janin lambat, dan
volume cairan ketuban sedikit.

b. Kardiotografi
Hasil kardiotografi menunjukkan DJJ lemah.
G. Komplikasi
Yang termasuk komplikasi pre eklamsi berat yaitu :

1. Eklamsi
2. Tekanan darah meningkat dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal
jantung yang dapat mengakibatkan kematian pada ibu
3. Solutio plasenta
4. Sindrom HELLP ( hemolisis, elevated, liver, enzim, dan low platelet count)
5. DIC (Dissemented Intravascular Coagulation) atau kelainan pembekuan darah
6. Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus
7. Oedema paru
8. Asfiksia neonatorum
9. Lahir premature

H. Penatalaksanaan
1. Penangan aktif
Kehamilan di akhiri atau dilakukan terminasi. Penderita ditangani aktif, bila
ada satu/lebih kriteria berikut:
a. Ada tanda impending ekslampsia yaitu nyeri ulu hati , nyeri kepala ,
muntah
b. Ada HELLP Syndrome yaitu peningkatan hormon liver dan penurunan
trombosit
c. Ada kegagalan penanganan konservatif
d. Ada tanda fuetal distress
e. Usia kehamilan > 35 minggu
2. Penanganan konservatif
Pemberian MgSO4 untuk konservatif dan terminasi didahului 20% MgSO4
4-5 gram IV diberikan 10 – 15 menit, ditunggu 3 menit sambil observasi
nafas. Jika ada tanda distress nafas, berikan Ca Gluconas 10% 1 gram dalam
cairan NaCL. Jika selama 30 menit tidak ada tanda distress napas, lanjutkan
dengan pemberian MgSO4 40% 10 gram yang dapat diberikan melalui:
a. IM = 5gr pantat kanan ,5gr pantat kiri secara bergantian, sehingga
diencerkan dengan aquadest menjadi 12,5cc kanan , 12,5cc kiri, kemudian
diobservasi 6 – 24 jam
b. IV = Didripkan di RD5, PZ, RL
c. Syringe pump tanpa dioplos dalam waktu 10 jam

Syarat pemberian SM (MgSO4 ) adalah sebagai berikut:

a. Frekuensi nafas 16 – 20 x/menit


b. Refleksi patella
c. Produksi urin 25 -30cc/jam
d. Memiliki persediaan Ca Gluconas 10%

Pemberian MgSO4 dihentikan bila:

a. Ada tanda intoksikasi


Yaitu, terjadi distress napas, reflex patella negatif, produksi urine
berkurang
b. Setelah 24 jam pp

Catatan : Obat anti hipertensi diberikan bila TD lebih dari 160/100 mmHg.
Diberikan Nifedipin dosis 3 – 4 kali mg oral, bila dalam 24 jam belum turun
dapat diberi tambahan 10 mg lagi.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama pasien, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,
suku/bangsa, no. registrasi. Umur biasanya sering terjadi pada primigravida ,
< 20 tahun atau > 35 tahun
2. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, pusing, sakit kepala. Biasanya klien juga
mengalami mual.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah,
adanya edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan
kabur, pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu,
pembengkakan ditungkai, muka, dan bagian tubuh lainnya, dan urin keruh
dan atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24 jam).
b. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM.
c. Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya
d. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
e. Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
b. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
c. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM
jika refleks positif.
d. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.
Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90
mmHg atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg
dari tekanan biasa (base line level/tekanan darah sebelum usia kehamilan
20 minggu). Sedangkan untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik >
160 mmHg, dan atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan
fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah )
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat
penimbunan cairan paru : adanya edema paru.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan
afterload.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan
fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu
Kriteria Hasil :
a. Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )
b. Tanda-tanda vital : Normal
c. Tekanan Darah : 130-160/100-110 mmHg
d. Nadi : 100-120 x/mnt RR : 16-20 x/mnt
Intervensi :
1) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan
indikasi dari PIH
2) Catat tingkat kesadaran pasien
R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
3) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella positif, lidah
menutup jalan nafas atau tidak,dan penurunan respirasi, nyeri epigastrium
dan oliguria )
R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak,
ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang
4) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi
uterus
R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan
terjadinya persalinan
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensidan SM
(mencegah kejang).
R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk
mencegah terjadinya kejang.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat


penimbunan cairan paru : adanya edema paru.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status respiratori,
pertukaran gas normal
Kriteria Hasil:
a. Status mental dalam batas normal
b. Dapat melakukan napas dalam
c. Tidak terlihat sianosis
d. ventilasi-perfusi dalam kondisi seimbang
Intervensi:
1. Posisikan klien untuk memaksimalkan potensi ventilasinya.
R/. Untuk mempermudah pertukaran gas
2. Identifikasi kebutuhan klien akan insersi jalan nafas baik aktual maupun
potensial.
R/. Untuk memantau kondisi jalan nafas klien
3. Lakukan terapi fisik dada
R/. Untuk mengeluarkan sputum
4. Auskultasi suara nafas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan
adanya bunyi tambahan
R/. Memantau kondisi pernafasan klien
5. Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sesuai kebutuhan
R/. Memantau kondisi klien

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan


afterload.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penurunan curah
jantung teratasi
Kriteria Hasil:
a. Warna kulit normal
b. Tidak ada distensi Vena jugularis
c. Tidak terjadi penurunan kesadaran
d. Tidak ada edema paru
e. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan

Intervensi:
1. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
R/. Tanda dan gejala penurunan cardiac output : pucat, akral dingin, udema
ekstermitas
2. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
R/. Gagal jantung kiri menyebabkan udema di paru dan gagal jantung
kanan menyebabkan udema ekstermitas
3. Monitor balance cairan
R/. Mengetahui adanya kelebihan cairan karena klien biasanya udema
4. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
R/. Mengetahui kondisi hemodinamik klien
5. Anjurkan untuk menurunkan stress
R/. Stres menambah berat kerja jantung
6. Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
R/. Membantu suplai O2 ke pasien

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan
pasien stabil
Kriteria Hasil:

a. Keseimbangan intake dan output cairan


b. TTV normal
c. BB stabil dan tidak terdapat edema
d. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual

Intervensi:
1. Monitor pengeluaran urin, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
R/. Pengeluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi
ginjal. Pemantauan urin dengan memperhatikan jumlah dan warna urin
akan membantu dalam proses penentuan diagnosa pasien.
2. Monitor dan hitung intake dan output cairan selama 24 jam.
R/. Pemantauan intake dan output cairan membantu dalam proses
penentuan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien.
3. Monitor rehidrasi cairan dan batasi asupan cairan.
R/. Pemantauan dan pembatasan cairan akan menentukan BB ideal,
keluaran urin, dan respon terhadap terapi.
4. Kolaborasi pemberian medikasi seperti pemberian diuretik
R/. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan
retensi cairan dijaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mempunyai cukup
energi untuk beraktivitas

Kriteria Hasil:

a. TTV normal
b. Koordinasi otot, tulang, dan anggota gerak lainnya baik
c. Pasien melaporkan kemampuan dalam ADL

Intervensi:

1. Kaji aktivitas dan periode istirahat pasien, rencanakan dan jadwalkan


periode istirahat dan tirah baring yang cukup dan adekuat.
R/. Mengetahui aktivitas dan periode istirahat pasien serta upaya untuk
menurunkan keletihan dan kelemahan pasien.
2. Berikan latihan aktivitas fisik secara bertahap (ROM, ambulasi dini, cara
berpindah, dan pemenuhan kebutuhan dasar).
R/. Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan tepat.
3. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dasar.
R/. Mengurangi pemakaian enargi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4. Lakukan terapi komponen darah sesuai resep bila pasien menderita anemia
berat.
R/. Mencegah dan mengurangi anemia berat yang berakibat pada
kelemahan.
5. Kaji aktivitas dan respon pasien setelah latihan aktivitas (Monitor TTV).
R/. Menjaga kemungkinan adanya respon abnormal dari tubuh sebagai
akibat dari latihan.

D. Implementasi Keperawatan
Merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat
untuk mencapai hasil yang efektif. Pada implementasi maka tindakan yang
dilakukan mengacu pada intervensi yang dibuat.

E. Evaluasi Keperawatan
Tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang
sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

DAFTAR PUSTAKA

Prawiroharjo, S. 2006. Ilmu kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka sarwono


Prawiroharjo

Reader, Martin. 2011. Keperawatan maternitas volume 1. Jakarta. EGC

Merry, Persis. 2002. Dasar-dasar keperawatan maternitas edisi 4. Jakarta. EGC

Tim Pkja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Internasional.
Jakarta. DPP PPNI

Yudha, dkk. 2015. Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa NANDA NIC-NoC


jilid 1. Jakarta. Mediaction

Anda mungkin juga menyukai