GASTROENTERITIS
A. Konsep Teoritis
1. Definisi
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses.
Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang
air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam
waktu 24 jam. Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan
atau lendir. Diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek
hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7
hari, sedangkan diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari.
Diare adalah peradangan yang terjadi pada usus yang memebrikan gejala BAB cair
dengan atau tanpa disertai muntah. Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya.
Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari dan merupakan
inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang
bermacam-macam, virus dan parasite yang pathogen.
Diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:
a. Diare akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut didefenisikan sebagai
peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens
infeksius dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai
infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK). Diare akut biasanya
sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang
spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
b. Diare kronis
Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan air
dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis
terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus,
defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik yang
kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.
c. Diare intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi dalam usia
minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme
patogen sebagai penyebabnya dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi.
Penyebabnya yang paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara
memadai.
d. Diare kronis nonspesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare todler,
merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6
hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel
makanan yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak- anak yang
menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat
gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan diare adalah peradangan yang
terjadi pada usus, yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasite, yang memberikan
gejala frekuensi buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3x sehari, dimana
bentuk faeces encer atau cair, dapat bercampur lendir, yang banyaknya lebih dari 200-250
gram. Sedangkan gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial. Gastroenteristis akut
yang ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus muntah-muntah yang berakibat
kehilangan cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan
elektrolit
2. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-
organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh.
Anatomi fisiologi sistem pencernaan:
a. Mulut.
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut merupakan
bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan
jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan
oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-
potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),
menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan
dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses
menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
b. Tenggorokan (Faring).
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung
faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan
antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga
hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri
dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu
bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama
tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara
tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut
orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut
laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring..
c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus.
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi,
esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot
rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior
(terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kardia,
fundus dan antrium Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl) Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai
bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e. Usus Halus (Usus Kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah
dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus
terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum),
dan usus penyerapan (ileum).
1) Usus Dua Belas Jari (Duodenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian
dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus
halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua
belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat
sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas
dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke
dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
2) Usus Kosong (Jejenum) Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah
bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh
dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
3) Usus Penyerapan (Illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari
usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m
dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garamgaram empedu
Gambar anatomi kolon:
Tabel Derajat Dehidrasi Berdasarkan Persentase Kehilangan Air Dari Berat Badan
Yang dinilai SKOR
A B C
Keadaan Umun Baik Lesu/haus Gelisah, lemas, mengantuk
hingga syok.
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Turgor Baik Kurang Jelek
6. Pathway Keperawatan
7.
(Bakteri, Virus,
I Parasit) Mal Aborsi
n makanan di usus
f. makanan beracun
faktor psikologis
Gagal ginjal
Penurunnan
cairan
Dehidrasi
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
1) Pemeriksaan feses: makroskopis pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula
(sugar intoleransi) biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi
terhadap berbagai anti biotika (pada diare persisten).
2) Pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap, analisis gas darah dan
elektrolit (terutama natrium,kalsium,kalium dan protein serum pada diare yang
disrtai kejang). Dapat terjadi gangguan elektrolit dan gangguan asam basa,pH
asam, clinictest dapat (+) = diare osmotic. Leukosit >5 / LPB (birumetilen) =
disentri. Biakan dan tes sensitivitas untuk etiologi bakteri / terapi ELISA (bila
memungkinkan untuk etiologi virus)
3) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan pH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup.
4) Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui faal ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
8. Penatalaksanaan
Diare akut secara arbitrer didefinisikan sebagai keluarnya satu atau lebih tinja diare
per hari selama kurang dari 14 hari. Sebagian besar penyakit diare pad anak disebabkan
oleh infeksi. Pada sebagian kasus, tidak perlu melakukan identifikasi terhadap organisme
penyebab karena proses penyakit dan pengobatan serupa apapun penyebabnya. Terapi
utama adalah rehidrasi dan pemeliharaan hidrasi sampai diare mereda serta menghindari
malnutrisi akibat kekurangan asupan nutrisi.
Namun pada beberapa keadaan identifikasi patogen akan mengubah pengobatan
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Apabila tinja mengandung leukosit
atau darah makroskopik atau anak tampak toksik, kemungkinan infeksi bakteri invasif
meningkat dan harus dilakukan biakan tinja. Demikian juga pada anak dengan gangguan
kekebalan atau yang dirawat inap memerlukan evaluasi yang lebih ekstensif karena resiko
infeksi oportunistik.bayi yang berusia kurang dari 2 bulan dengan diare merupakan
kategori khusus. Infeksi bakteri lebih sering dan lebih parah pada kelompok usia ini.
Selain itu virus atau bakteri enteroptogen dapat menimbulkan enteropatipasca enteritis
yang memerlukan pemantauan nutrisi yang teliti. Pada kelompok usia ini lebih sering
terjadi intoleransi laktosa persisten yang memerlukan perubahan temporer susu formula.
Karena kemungkinan sekali anak perlu diperiksa untuk mengukur hidrasi dan nutrisi
secara objektif (mis. Berat anak) serta dipantau selama perjalanan penyakitnya. Pada
neonatus dengan diare diperlukan (pikiran terbuka) mengenai kemungkinan kausa
noninfeksi dan diagnosis penyakit diare kongenital, termasuk gangguan malabsorpsi
primer, kelainan transfortasi dan defek di struktur membran brush border, harus
dipertimbangkan.
a. Rehidrasi Oral
Penggunaan terapi rehidrasi oral (TRO) telah semakin luas diterima diseluruh dunia
karena merupakan terapi yang cepat, aman, efektif, dan murah untuk penyakit diare.
Larutan rehidrasi oral efektif dalam mengobati anak apa pun penyebab diare atau
beberapa punkadar natrium serum anak saat awitan terapi. Larutan rehidrasi oral yang
optimal harus dapat menggantikan air, natrium, kalium dan bikarbonat dan larutan
tersebut juga harus isotonik atau hipotonik. Penambahan glukosa kedalam larutan
meningkatkan penyerapan natrium dengan memanfaatkan kontransportasi natrium
yang digabungkan dengan glukosa yang maksimal apanila konsentrasi glukosa tidak
lebih daripada 110-140mmol/L (2,0-2,5 g/L).
b. ASI Ekslusif
c. Obat anti diare
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:
a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik), karena:
1) Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja.
2) Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak sempurna, sehingga
benda keton tertimbun dalam tubuh.
3) Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
4) Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria).
5) Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
6) Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi beberapa asam non- volatil,
maka akan terjadi hiperventilasi yang akan menurunkan pCO 2 menyebabkan
pernafasan bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan kusmaul).
b. Hipoglikemia
Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare dan lebih sering
terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori protein (KKP),
karena :
1) Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu.
2) Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi.
3) Gejala hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40%
pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka
rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
c. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga terjadi penurunan
berat badan. Hal ini disebabkan karena:
1) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntahnya akan
bertambah hebat, sehingga orang tua hanya sering memberikan air teh saja.
2) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dalam waktu yang
terlalu lama.
3) Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
d. Gangguan Sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi jaringan
berkurang dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditolong maka penderita dapat meninggal.
e. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na<130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi
pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anaka dengan hiponatremi. Bila tidak
berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu:
memakai Ringer Laktat atau Normal Saline.
Dari komplikasi Gastroentritis, tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2–5% dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kembali lambat, rewel, kehausan, kencing sedikit, suara serak, penderita belum
jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan 5–8% dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kembali
lambat, elastisitas kulit kurang, ubun-ubun cekung (untuk bayi yang ubun-ubun
besarnya belum menutup / usia kurang dari 1 tahun), kelopak mata cekung, suara
serak, anak cenderung diam/tidak rewel, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan
dalam
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8–10% dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda
dihidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot
kaku sampai sianosis, keadaan umum buruk, kejang, nafas cepat dan dalam.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan informasi subjektif dan
objektif (mis. Tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan
riwayat pasien dalam rekam medik. Pengkajian dapat dilakukan dengan metode skrining
dan pengkajian mendalam. Pengkajian skrining dilakukan untuk menentukan apabila
keadaan tersebut normal atau abnormal, jika beberapa data ditafsirkan abnormal maka
akan dilakukan pengkajian mendalam untuk mendapatkan diagnosis yang akurat
(NANDA, 2018). Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) terdapat
14 jenis subkategori data yang harus dikaji meliputi respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan,
eliminasi, aktivitas dan istirahat, neurosensory, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan
kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri, penyuluhan
dan pembelajaran, interaksi social, serta keamanan dan proteksi (PPNI, 2018).
3. Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya biasanya
cekung
4. Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal.
Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya cekung
(cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat
cekung.
5. Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak ada
pernapasan cuping hidung.
6. Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
7. Mulut dan Lidah
a) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
b) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
c) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
8. Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada
kelenjar tyroid
9. Thorak
a) Jantung
1) Inspeksi: Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat
2) Auskultasi: Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare
dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga
meningkat, diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien mengalami
takikardi dan bradikardi.
b) Paru-paru
Inspeksi: Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi
ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi berat
pernapasannya dalam.
10. Abdomen
a) Inspeksi: Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
b) Palpasi
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare dehidrasi
ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.
c) Auskultasi: Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat.
11. Ektremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral teraba
hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin.
Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin, sianosis.
12. Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan pemeriksaan
yaitu apakah ada iritasi pada anus.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan terbagi dalam lima kategori (fisiologis, psikologis, perilaku,
relasional, dan ligkungan) dan 14 sub kategori. Berdasarkan jenis, diagnosis keperawatan
terbagi atas dua jenis, yaitu diagnosis negative dan diagnosis positif. Diagnosis negatif
meliputi diagnosis aktual (menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatannya
dalam hal ini klien dalam kondisi mengalami masalah kesehatan), dan diagnosis risiko
(diagnosis yang digunakan kepada klien yang berisiko mengalami masalah kesehatan).
Diagnosis positif meliputi promosi kesehatan, diagnosis ini menggambarkan adanya
keinginan dan motivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang
lebih optimal (PPNI, 2018).
Diagnosis yang muncul pada pasien gastroenteritis adalah:
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
c. Diare berhubungan dengan proses infeksi
d. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
e. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, proses penyakit
f. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperperistaltik
g. Resiko Syok, factor resiko kekurangan volume cairan
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan
masalah, dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah. Perencanaan
keperawatan terdiri atas luaran dan intervensi (PPNI, 2018). Luaran (outcome)
keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi,
perilaku, atau persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi
keperawatan. Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah
dilakukan intervensi keperawatan (PPNI, 2019). Intervensi keperawatan adalah segala
terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai luaran yang diharapkan. Intervensi keperawatan terdiri dari
intervensi utama dan intervensi pendukung. Intervensi utama dari nyeri akut adalah
manajemen nyeri dan pemberian analgetik (PPNI, 2018)
Intervensi Keperawatan diagnose Hipovolemia:
a. Manajemen Hipovolemia
1) Observasi
a) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus
dan lemah)
b) Monitor intake dan output cairan
2) Terapeutik
a) Hitung kebutuhan cairan
b) Berikan posisi modified Trendelenburg
c) Berikan asupan cairan oral
3) Edukasi
a) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
b) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
b) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
c) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
d) Kolaborasi pemberian produk darah
b. Pemantauan Cairan
1) Observasi
a) Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b) Monitor frekuensi nafas
c) Monitor tekanan darah
d) Monitor berat badan
e) Monitor waktu pengisian kapiler
f) Monitor elastisitas atau turgor kulit
g) Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
h) Monitor kadar albumin dan protein total
i) Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
j) Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus,
lemah, konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat).
k) Identifikasi tanda-tanda hypervolemia mis. Dyspnea, edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojogular positif, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
l) Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur pembedahan
mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan
pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
2) Terapeutik
a) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
b) Dokumentasi hasil pemantauan
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan mengaplikasikan rencana atau tindakan asuhan
keperawatan yang telah disusun berdasarkan diagnosis yang diangkat kedalam bentuk
intervensi keperawatan untuk membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai keberhasilan rencana
tindakan yang telah dilaksanakan. Apabila hasil yang diharapkan belum tercapai,
intervensi yang sudah ditetapkan dapat dimodifikasi. Evaluasi dapat berupa struktur,
proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik
selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan
keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assessment,
planning).
DAFTAR PUSTAKA