Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN. E DENGAN DIAGNOSA MEDIS


OBS FEBRIS EC VIRAL DD BAKTERI & OBS VOMITUS DEHIDRASI

DISUSUN OLEH:

AGATHA TUESDELA BURAI


NIM 201121002

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN MOBILISASI

NAMA : AGATHA TUESDELA BURAI

NIM : 201121003

MATA KULIAH : PKK 1 (KDM 1 & 2)

PRODI : SARJANA TERAPAN DAN NERS KEPERAWATAN


PONTIANAK

MENGETAHUI

CLINICAL INSTRUKTUR (CI) DOSEN PEMBIMBING

Makhyaroti A S.Kep NERS Ns. Revani Hardika, M.Kep

MAHASISWA

Agatha Tuesdela Burai


VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang Keperawatan
Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat
Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat
Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam Keperawatan Gawat
Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat
Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri, Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa puji dan syukur kita haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah laporan pendahuluan ini dapat
terselesikan tepat pada waktunya.

Terselesainya laporan ini berkat kerja sama dari berbagai pihak untuk itu kami
mengucapkan terimakasih kepada Ns. Fakrul Ardiansyah, M.Kep.,Sp.Kep.M.B dan tim selaku
dosen mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia kami, serta tidak lupa pula kami berterimaksih
kepada :

1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz, M.Si selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Pontianak
2. Ibu Nurbani, S.Kp, M.Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan Singkawang Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Pontianak
3. Ibu Ns. Halina Rahayu, M.Kep selaku Ketua Prodi Ners Keperawatan Pontianak Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Pontianak
Yang telah memberikan masukan dan gagasan tentang makalah yang kami susun.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan
baik dari sisi penulisan maupun sistem penulisan, karena keterbatasan pengetahuan. Oleh karena
itu, penulis mohon maaf dan mengucapkan terimakasih atas kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Semoga apa yang kami sajikan pada makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Pontianak, 12 Desember 2021

Penulis
BAB I

KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian Febris
Febris adalah keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami
peningkatan suhu tubuh secara terus-menerus di atas 37, 8° C karena faktor eksternal.
Febris merupakan peningkatan suhu tubuh yang disebabkan karena bakteri. Observasi
febris merupakan demam yang belum terdiagnosa dan mengevaluasi gejala demam untuk
mendiagnosa suatu penyakit (Carpenito, 2009). tembang bukanlah suatu penyakit
melainkan gejala demam merupakan suatu respon tubuh terhadap adanya infeksi (Wong,
2013). Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh, dapat berupa
virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Demam pada anak umumnya disebabkan oleh
infeksi virus (Setiawati, 2009).
Demam juga dapat disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan, dehidrasi atau
kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun (Lubis, 2009).
terjadinya demam tinggi disebabkan karena endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri
kemudian merangsang sintesis dan pelepasan pirogen dan menyebabkan demam, demam
akan berbahaya bila suhu demam mencapai 41,1° C (Harianti, Fitriana, & Krisnanto
2016).
Beberapa bukti penelitian menunjukkan dampak positif demam yaitu memicu
pertambahan jumlah leukosit serta meningkatkan fungsi interferon yang membantu
leukosit memerangi mikroorganisme. Dampak negatif dari demam yang dapat
membahayakan anak antara lain dehidrasi, kekurangan oksigen, kerusakan neurologis,
dan kejang demam atau febrile convulsions. demam harus ditangani dengan benar agar
terjadinya dampak negatif menjadi minimal (Arisandi, 2012).

B. Etiologi Febris
Peningkatan suhu tubuh karena demam ditimbulkan oleh beredarnya pirogen di
dalam tubuh. Peningkatan pirogen ini bisa disebabkan karena infeksi maupun non infeksi.
Diantara kedua penyebab tersebut, demam lebih sering disebabkan oleh infeksi, baik
infeksi bakteri maupun virus. Pada anak-anak, demam paling sering terjadi karena infeksi
virus seperti ISPA sehingga tidak dapat diterapi menggunakan antibiotik. Demam ringan
akibat virus yang juga sering ditemukan pada anak-anak adalah demam yang disertai
dengan batuk pilek (common colds) karena infeksi rhinovirus dan enteritis yang
diakibatkan infeksi rotavirus. sedangkan penyebab noninfeksi antara lain karena alergi,
tumbuh gigi, keganasan, autoimun, paparan panas yang berlebihan, dehidrasi dan lain-
lain. Secara umum, demam dapat disebabkan oleh karena produksi zat pirogen (eksogen
atau endogen) yang secara langsung akan mengubah titik ambang suhu hipotalamus
sehingga menghasilkan pembentukan panas dan konservasi panas (Behrmanet al., 2000).
Menurut Febry & Marendra (2010) penyebab demam dibagi menjadi 3 yaitu :

1) Demam infeksi, antara lain infeksi virus (cacar, campak dan demam berdarah) dan
infeksi bakteri (demam tifoid dan pharingitis).
2) demam non infeksi, antara lain karena kanker, tumor, atau adanya penyakit autoimun
(penyakit yang disebabkan sistem imun tubuh itu sendiri).
3) Demam fisiologis, bisa karena kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara terlalu
panas dan kelelahan setelah bermain di siang hari.
Dari ketiga penyebab tersebut yang paling sering menyerang anak adalah demam akibat
infeksi virus maupun bakteri (Febry & Marendra, 2010).

C. Patofisiologi / Pathways
Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung
dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsangan.
Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel kupfer
mengeluarkan sitokin yang berperan sebagai pirogen endogen (IL - 1, TNF-a, IL - 6, dan
interferon) yang bekerja pada pusat thermoregulasi hipotalamus. Sebagai respon terhadap
sitokin tersebut maka terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui
metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase-2 (COX-2) dan menimbulkan
peningkatan suhu tubuh. Hipotalamus akan mempertahankan suhu sesuai patokan yang
baru dan bukan suhu normal.
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui
sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal Macrophage Inflammatory
Protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang bekerja langsung terhadap hipotalamus anterior.
Berbeda dengan demam dari jalur prostaglandin, demam melalui MIP-1 ini tidak dapat
dihambat oleh antipiretik. Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan
produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat
mengurangi pengeluaran panas. kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik.
Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik
adalah suatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme
termoregulasi.
Mekanisme penurunan temperatur:
Tubuh akan memiliki mekanisme penurunan temperatur bila suhu terlalu panas.
Sistem pengaturan temperatur menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan
panas tubuh yaitu :

1) Vasodilatasi. Pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah mengalami dilatasi
dengan kuat. Hal ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus
posterior yang menyebabkan vasokonstriksi. Vasokontriksi penuh akan meningkatkan
kecepatan pemindahan panas ke kulit sebanyak 8 kali lipat.
2) Berkeringat. efek dari peningkatan temperatur yang menyebabkan berkeringat.
Peningkatan temperatur suhu 1°C menyebabkan keringat yang cukup banyak untuk
membuang 10 kali lebih besar kecepatan metabolisme basal dari pembentukan panas
tubuh.
3) Penurunan pembentukan panas. Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas
berlebihan, seperti menggigil dan termogenesis kimia, dihambat dengan kuat (Guyton
& Hall, 1997).
PATHWAYS
D. Tanda dan Gejala Febris
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:

a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37, 5°C - 39.0°C)


b. Kulit kemerahan
c. Hangat pada sentuhan
d. Peningkatan frekuensi pernapasan
e. Menggigil
f. Dehidrasi
g. Kehilangan nafsu makan

E. Komplikasi Febris
Menurut Nurarif (2015) komplikasi febris adalah:

1) Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh


2) Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). sering terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun titik serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan
otak.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1) Uji coba darah
2) Pembiakan kuman dari cairan tubuh atau lesi permukaan atau sinar tembus rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3) Dalam tahap melalui biopsy pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan
pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.
4) Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa.

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam dapat
dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi
keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani demam pada anak :

a. Tindakan farmakologis

Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik berupa:

1. Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk
menurunkan suhu tubuh. Dosis yang yang diberikan antara 10 - 15 mg/Kg BB
akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam
setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3 - 4 jam.

Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4 - 6 jam dari dosis


sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2°C - 1,4°C, sehingga jelas
bahwa pemberian obat parasetamol bukan untuk menormalkan suhu namun untuk
menurunkan suhu tubuh. Parasetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2
bulan karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki
fungsi hati yang sempurna, sementara efek samping parasetamol adalah
hepatotoksik atau gangguan hati.

Selain itu, peningkatan suhu pada bayi baru lahir yang bugar 16 (sehat) tanpa
resiko infeksi umumnya diakibatkan oleh faktor lingkungan atau kurang cairan.
Efek samping Paracetamol antara lain: muntah, nyeri perut, reaksi, alergi berupa
urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena perdarahan bawah
kulit), bronkospasme (penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat
meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada cacar air (memperpanjang
masa sakit).

2. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek
antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi
terhadap Paracetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6 - 8
jam dari dosis sebelumnya.

Untuk penurunan panas dapat dicapai dengan dosis 5 mg/Kg BB. Ibuprofen
bekerja maksimal dalam waktu 1 jam dan berlangsung 3-4 jam. Efek penurun
demam lebih cepat dari paracetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu
mual, muntah, nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala,
gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma
serta gagal ginjal.

b. Terapi non farmakologis

Terapi non farmakologis merupakan upaya yang dilakukan untuk menurunkan


demam dengan cara memberi tindakan atau perlakuan tertentu secara mandiri.
tindakan paling sederhana yang dapat dilakukan adalah mengusahakan agar anak
tidur atau istirahat supaya metabolismenya menurun. selain itu, kadar cairan dalam
tubuh anak harus tercukupi agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi
terjadi. memberi aliran udara yang baik, memaksa tubuh berkeringat, dan
mengalirkan hawa panas ke tempat lain juga akan membantu menurunkan suhu
tubuh. Membuka pakaian atau selimut yang tebal bermanfaat karena mendukung
terjadinya radiasi dan evaporasi (Ismoedijanto, 2000) serta memberikan kompres.
koperasi adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau
alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang
memerlukan. Kompres merupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu
2015).

Penggunaan kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan selangkangan selama 10


- 15 menit dengan 18 temperatur air 30-32° C, akan membantu menurunkan panas
dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan. Pemberian
kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif karena pada daerah tersebut lebih
banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan banyak terdapat kelenjar keringat
apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang
mengalami fase vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan perpindahan panas
dari tubuh ke kulit hingga 8 kali lipat lebih banyak (Ayu, 2015).
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain
yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makan, eliminasi,
nyeri otot dan sendi), apakah menggigil, gelisah.
2) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh pasien)
3) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat
genetik atau tidak)
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: kesadaran (GCS), vital sign, status nutrisi
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi sensori
b) Sistem persyarafan: kesadaran
c) Sistem pernapasan
d) Sistem kardiovaskular
e) Sistem gastrointestinal
f) Sistem integument
g) Sistem perkemihan
e. Pada fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolisme
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perseptual
7) Pola toleransi dan coping stres
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
f. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
2) Foto rontgent
3) USG

B. Diagnosa keperawatan
a) Hipertermi berhubungan dengan Anastesia/penurunan respirasi/dehidrasi/pemajanan
lingkungan yang panas/penyakit/pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu
lingkungan/peningkatan laju metabolisme/medikasi/trauma/aktivitas.
b) Toleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum/tirah
baring/imobilisasi/ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen/gaya
hidup monoton
c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis/faktor ekonomi/ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrien/ketidakmampuan mencerna makan/ketidakmampuan menelan makanan/faktor
psikologis kurang minat pada makanan
d) Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme, sekunder terhadap
tindakan infasif/faktor biologis/faktor ekonomi/ketidakmampuan untuk mencerna
makanan/ketidakmampuan menelan makanan/faktor psikologis.
e) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif/salah interpretasi
informasi/kurang pajanan informasi/kurang minat dalam belajar/kurang dapat
mengingat/tidak familiar dengan sumber.

C. Intervensi keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan Anastesia/penurunan respirasi/dehidrasi/pemajanan
lingkungan yang panas/penyakit/pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu
lingkungan/peningkatan laju metabolisme/medikasi/trauma/aktivitas.
● Tujuan: suhu tubuh dalam batas normal (36.5°C)
● Kriteria hasil:
1) Suhu dalam batas normal
2) Bebas dari kedinginan
3) Tidak mengalami komplikasi
● Intervensi keperawatan:
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola, perhatian menggigil atau diaphoresis)
R: untuk mengetahui suhu pasien
2) Berikan kompres air hangat untuk merangsang penurunan panas atau demam
R: untuk membantu menurunkan suhu pasien
3) Kolaborasi pemberian antipiretik
R: untuk membantu proses cepat penurunan demam
b. Toleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum/tirah
baring/imobilisasi/ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen/gaya
hidup monoton
 Tujuan: menormalkan atau mencukupkan energi untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
 Kriteria hasil
1) Energi psikomotor
2) Level kelemahan
 Intervensi keperawatan:
1) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
R: untuk mengetahui aktivitas yang dapat dilakukan pasien
2) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
R: agar pasien dapat melakukan aktivitas yang disukai
3) Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
R: untuk mengetahui respon dari pasien
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis/faktor ekonomi/ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrien/ketidakmampuan mencerna makan/ketidakmampuan menelan makanan/faktor
psikologis kurang minat pada makanan
 Tujuan: pemenuhan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic
 Kriteria hasil:
1) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
2) tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
 Intervensi keperawatan:
1) Anjurkan keluarga pasien untuk meningkatkan intake Fe
R: untuk membantu peningkatan intake pada pasien
2) Anjurkan keluarga pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
R: untuk membantu pemenuhan vitamin pada pasien
3) Yakinkan keluarga pasien diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
R: agar pasien tidak mengalami konstipasi
4) Monitor adanya penurunan berat badan
R: untuk mengetahui apakah pasien mengalami penurunan berat badan
5) Monitor turgor kulit
R: untuk mengetahui adanya perubahan turgor kulit
6) Monitor kalori dan intake cairan
R: untuk mengetahui intake kalori dan cairan yang masuk
d. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme, sekunder terhadap
tindakan infasif/faktor biologis/faktor ekonomi/ketidakmampuan untuk mencerna
makanan/ketidakmampuan menelan makanan/faktor psikologis.
 Tujuan: agar tidak terjadi resiko infeksi yang menyebabkan febris
 Kriteria hasil:
1) Klien bebas dari tanda infeksi
2) Jumlah leukosit dalam batas normal
 Intervensi keperawatan:
1) Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan
R: untuk mencegah penyebaran kuman melalui tangan pasien
2) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
R: untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit kepada pasien
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif/salah interpretasi
informasi/kurang pajanan informasi/kurang minat dalam belajar/kurang dapat
mengingat/tidak familiar dengan sumber.
 Tujuan: klien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur, dan
proses pengobatan.
 Kriteria hasil
1) Keluarga mengatakan pemahaman tentang penyakit pasien
2) Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat
 Intervensi keperawatan:
1) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara
yang tepat
R: untuk mengetahui tanda dan gejala pada
2) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
R: untuk mengetahui bagaimana keadaan pasien
3) Sediakan informasi pada keluarga tentang kondisi dengan cara yang tepat
R: agar keluarga mengetahui kondisi pasien

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., &
Perry, 2014). implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan di mana
rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi atau aktivitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana perawatan klien. agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas
perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat
respons klien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi kepada
penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan
berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012).

Komponen tahap implementasi :

1. Tindakan keperawatan mandiri


2. Tindakan keperawatan edukatif
3. Tindakan keperawatan kolaborasi
4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap asuhan
keperawatan

E. Evaluasi
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan
tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.

Terdapat dua jenis evaluasi:

a. Evaluasi Formatif (proses)


Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawatan
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP:

1. S (subjektif) : data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia.
2. O (objektif) : data objektif dari hasil observasi yang dilakukan oleh
perawat
3. A (analisis) : masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis
atau dikaji dari data subjektif dan data objektif
4. P (perencanaan) : perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (hasil)


Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan Keperawatan yang telah diberikan. Ada 3
kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan
(Setiadi, 2013), yaitu:
1. Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukkan perubahan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih
dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya menunjukkan
sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, E.I. (2015). kompres Air Hangat pada Daerah Aksila dan Dahi Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh pada Pasien Demam di PKU Muhammadiyah Kutoarjo. Jurnal Ners dan Kebidanan vol 3
No. 1, 10-

Cahyaningrum, E. D., & Putri, D. (2017). Perbedaan suhu tubuh anak demam sebelum dan
setelah kompres bawang merah. MEDISAINS, 15(2), 66-74..

Lubis, I. N. D., & Lubis, C. P. (2016). Penanganan demam pada anak. Sari Pediatri, 12(6), 409-
18

Marwan, R. (2017). Faktor yang Berhubungan dengan Penanganan Pertama Kejadian Kejang
Demam pada Anak Usia 6 bulan-5 Tahun di Puskesmas. Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin: Program Studi S, 1.

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction

Permatasari, K. I. (2013). Perbedaan efektifitas kompres air hangat dan kompres air biasa
terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam di RSUD Tugurejo Semarang. Karya
Ilmiah.

Purwanti, D., Maryatun. M., & Rahmawatie, D. (2017). Penerapan Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh pada An. A dengan Demam di Wilayah Puskesmas Gajahan

Riandita, A., Arkhaesi, N., & Hardian, H. (2012). Hubungan antara Tingkat pengetahuan ibu
tentang demam dengan pengelolaan demam pada anak (Doctoral dissertation, Falkutas
Kedokteran).

Sudibyo, D. G., Anindra, R. P., El Gihart, Y., Ni'azzah, R. A., Kharisma, N., Pratiwi, S. C., ... &
Azizah, E. W. (2020). PENGETAHUAN IBU DAN CARA PENANGANAN DEMAM PADA
ANAK. Jurnal Farmasi Komunitas, 7(2), 69-76.

SC, N. Y., Astini, P. S. N., & Sugiani, N. M. D. (2019). Pengaturan Suhu Tubuh dengan Metode
Tepid Water Sponge dan Kompres Hangat pada Balita Demam. Jurnal Kesehatan, 10(1), 10-16.

Anda mungkin juga menyukai