Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN FEBRIS

Dosen Pembimbing : Jarot Sugiharta A.Kep,M.Kes

Disusun oleh :

Nurussya’adah Dwi Ayuningrum

P1337420418005/2A

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN BLORA

TAHUN AJARAN 2019/2020


TINJAUAN TEORI

I. Konsep Dasar Febris


A. Definisi Febris
Demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal.
(Nurarif, 2015).
Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :
1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi
hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila
demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal
dinamakan juga demam hektik.
2. Demam Remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang
dicatat demam septik.
3. Demam Intermiten
Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam
diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam Continue
Variasi suhu sepanjang hari tidak berdeda lebih dari satu derajat.
Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperperiksia.
5. Demam Siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti
oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang – kadang dikaitkan dengan suatu penyakit
tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien
dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatau
sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing,
malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan
suatu sebab yang jelas. Dalam praktik 90% dari para pasien dengan
demem yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit
yang self – limiting seperti influenza atau penyakit virus sejenis lainnya.
Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi
bakterial.

B. Etiologi Febris
1. Penyebab demam selain infeksi virus juga dapat disebabkan oleh
keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat,
juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral, misalnya : perdarahan
otak, koma. Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis
penyebab demam diperlukan antara lain :
- Ketelitian pengambilan riwayat penyakit pasien
- Pelaksanaan pemeriksaan fisik
- Observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan
laboratorium
- Serta penunjang lain secara tepat dan holistik
2. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara
timbul demam, lama demam, tingii demam serta keluhan dan gejala
lain yang menyertai demam.
3. Demam belum dapat terdiagnosa adalah suatu keadaan ketika seorang
pasien mengalami demam terus – menerus selama tiga minggu dan
suhu badan di atas 38,3C dan tetap belum didapat penyebabnya
walaupun telah diteliti selama satu minggu secar intensif dengan
menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.
(Nurarif, 2015)
C. Manifestasi Klinis Febris
Menurut Nurarif (2015) manifestasi klinis demam meliputi :
1. Anak rewel akibat suhu tubuh lebih dari 37,8C – 40C
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan

Diagnosis banding untuk demam tanpa disertai tanda lokal

Diagnosis Demam Didasarkan pada keadaan


Inveksi virus dengue : - Demam atau riwayat demam
demam dengue, demam mendadak tinggi selama 2 – 7 hari
berdarah dengue, dan - Manifestasi perdarahan (sekurang –
sindrom syok dengue kurangnya uji banding positif)
- Pembesaran hati
- Tanda-tanda gangguan sirkulasi
- Peningkatan nilai hematokrit,
trombositopenia dan leukopenia
- Ada riwayat keluarga atau tetangga
sekitar menderita atau tersangka DBD
Malaria - Demam tinggi khas bersifat intermiten
- Demam terus menerus
- Menggigil, nyeri kepala, berkeringat,
dan nyeri otot
- Anemia
- Hepatonegali, spienomegali
- Hasil apusan darah positif
(plasmodium)
Demam tifoid - Demam lebih dari 7 hari
- Terlihat jelas sakit dan kondisi serius
tanpa sebab yang jelas
- Nyeri perut, kembung, mual muntah,
diare, konstipasi
- Delirium
Infeksi saluran kemih - Demam terutama dibawah umur 2
tahun
- Nyeri ketika berkemih
- Berkemih lebih sering dari biasanya
- Mengompol (diatas usia 3 tahun)
- Ketidakmampuan menahan kemih pada
anak yang sebelumnya bisa dilakukan
- Nyeri ketuk sudut kostovertebral atau
nyeri tekan suprapubik
- Hasil urinalisis menunjukkan
proteinuria, leukosituria (>5/lpb) dan
hematuria (>5/lpb)
Sepsis - Terlihat jelas sakit berat dan kondisi
serius tanpa penyebab yang jelas
- Hipo atau hipertermia
- Takikardi, takipneu
- Gangguan sirkulasi
- Leukositosis atau leucopenia
Demam b.d infeksi HIV Tanda infeksi HIV

Diagnosis banding demam yang disertai tanda lokal :

Diagnosis Demam Berdasarkan pada keadaan


infeksi virus pada saluran - Gejala batuk/pilek, nyeri telan
pernapasan atas - Tanda peradangan disaluran napas atas
- Tidak terdapat gangguan sistemik
Pneumonia - Demam, distensi abdomen
- Syok
- Nyeri tekan abdomen
Otitis media - Nyeri telinga
- Otoskopi tampak membran timpani
hyperemia, cembung keluar, perforasi
- Riwayat otorea <2 minggu
Sinusitis - Pasa saat perkusi wajah ada tanda
radang pada daerah sinus yang
terserang
- Cairan hidung yang berbau
Mastoiditis - Benjolan lunak dan nyeri di daerah
martoid
- Radang setempat
Abses tenggorokan - Nyeri tenggorokan pada anak yang
lebih besar
- Kesulitan menelan/ mendorong masuk
air liur
- Teraba nodus servikal
Meningitis - Kejang, kesadaran menurun, nyeri
kepala, muntah
- Kuduk kaku
- Ubun – ubun cembung
- Pungsi lumbal positif
Infeksi jaringan lunak dan - Sulitis
kulit
Demam reumatik akut - Panas pada sendi, nyeri dan bengkak
- Karditis, eritema marginatum, nodul
subkutan
- Peningkatan LED dan kadar ASTO

Diagnosis banding dengan ruam :

Diagnosis Dema Didasarkan pada keadaan


Campak - Ruam yang khas
- Batuk, hidung berair, mata merah
- Kornea keruh
- Baru saja terpajan dengan kasus
campak
- Tidak memiliki catatan sudah
diimunisasi campak
Rubella - Ruam yang khas
- Pembesaran kelenjar getah bening
postaurikular, suboksipital dan colli –
posterior
Ekstantema subitum - Terutama pada bayi (6 – 18 bulan)
- Ruam muncul setelah suhu turun
Demam scarlet (infeksi - Demam tinggi, tampak sakit berat
streptococcus beta – - Ruam merah kasar seluruh tubuh,
hemolitikus tipe A) biasanya didahului di daerah lipatan
- Peradangan hebat pada tenggorokan
dan kelainan pada lidah
- Pada penyembuhan terdapat kulit
bersisk
BDB - Demam atau riwayat demam
mendadak tinggi selama 2 – 7 hari
- Manifestasi perdarahan (sekurang –
kurangnya uji banding positif)
- Pembesaran hati
- Tanda-tanda gangguan sirkulasi
- Peningkatan nilai hematokrit,
trombositopenia dan leukopenia
- Ada riwayat keluarga atau tetangga
sekitar menderita atau tersangka DBD
Infeksi virus lainnya - Demam tinggi khas bersifat intermiten
(chikungunya, enterovirus) - Demam terus – menerus
- Menggigil, nyeri kepala, berkeringat,
dan nyeri otot
- Anemia
- Hepatomegali, spienomegali
- Hasil apusan darah positif
(plasmodium)
Diagnosis banding tambahan untuk demam yang berlangsung > 7 hari :

Diagnosis demam Didasarkan pada keadaan


Demam tifoid - Demam lebih dari 7 hari
- Terlihat jelas sakit dan kondisi serius
tanpa sebab yang jelas
- Nyeri perut, kembung, mual muntah,
diare, konstipasi
- Delirium
TB (millier) - Demam tinggi
- BB turun
- Anoreksia
- Hepatomegali dan/atau spienomegali
- Batuk
- Tes tuberculin dapat positif atau negatif
- Riwayat TB dalam keluarga
- Poli milier yang halus pada foto polos
dada

D. Patofisiologi Febris
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen
terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme
seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen
klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri
gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari
pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari
pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit
walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika
terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6,
TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang
endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello &
Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus.
Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu
patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan
mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi
peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada
akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru
tersebut (Sherwood, 2001).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan
fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase
peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh
darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi
panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua
yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas
dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase
ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai
dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal &
Zhukovsky, 2006).

E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji coba darah
Contoh pada DBD terdapat leukopenia pada hari ke – 2 atau hari
ke – 3. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Masa pembekuan masih normal, masa perdarahan biasanya
memanjang, dapat ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan
XII. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia. SGOT, serum glutamit piruvat
(SGPT), ureum, dan pH darah mungkin meningkat, reverse alkali
menurun.
b. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/ lesi permukaan atau sinar
tembus rutin. Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan
albuminuria ringan.
c. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat – tempat yang dicurigai.
Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, atau
limfanografi.
d. USG, endoskopi, atau scanning, masih dapat diperiksa
G. Penatalaksanaan Febris
Pada dasarnya menurunkan demam dapat dilakukan secara fisik, obat –
obatan maunpun kombinasi keduanya. Berikut beberapa penatalaksanaan
demam :
1. Secara fisik
a. Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
b. Pakaian anak diusahakan tidak tebal
c. Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air
meningkat
d. Memberikan kompres
2. Obat – obatan
a. Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan
pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan
antara 10-15 mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam
waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam setelah pemberian.
Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam.
Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4 – 6 jam
dari dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2C
– 1,4C, sehingga jelas bahwa pemberian obat paracetamol
bukan untuk menormalkan suhu namun untuk menurunkan
suhu tubuh.
Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bulan
karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum
memiliki fungsi hati yang sempurna, sementara efek samping
paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain
itu, peningkatan suhu pada bayibaru lahir yang bugar 16
(sehat) tanpa resiko infeksi umumnya diakibatkan oleh factor
lingkungan atau kurang cairan.
Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut,
reaksi, alergi berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik
kemerahan di kulit karena perdarahan bawah kulit),
bronkospasme (penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan
dapat meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada
cacar air (memperpanjang masa sakit).
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga
memiliki efek anti peradangan. Ibuprofen merupakan pilihan
kedua pada demam, bila alergi terhadap paracetamol.
Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6 – 8 jam
dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai
dengan dosis 5 mg/Kg BB.
Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1 jam dan
berlangsung 3 – 4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari
paracetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual,
muntah, nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel,
sakit kepala, gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat
menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal ginjal.
II. Konsep Tumbuh Kembang Anak
A. Pengertian Tumbang Anak
Menurut Soetjiningsih (2012), pertumbuhan (growth) berkaitan
dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat
sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat
(gram, kilogram) ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan
keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
Dalam pengertian lain dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan
bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh baik
sebagian maupun seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah
banyak) sel – sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel .
(IDAI, 2002).
Sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan serta struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan dan diramalkan sebagai
hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ – organ dan
sistem organ yang terorganisasi dan berkembang sedemikian rupa
sehingga masing – masing dapat memenuhi fungsinya. Dalam hal
ini perkembangan juga termasuk perkembangan emosi, intelektual
dan perilaku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan
(Soetjiningsih, 2012).
B. Faktor – Faktor Tumbang Anak
1. Faktor Genetik
 Berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik
 Jenis kelarnin
 Suku bangsa
2. Gizi dan Penyakit
 Pertumbuhan dapat terganggu bila jumlah salah satu jenis zat
yang mencapai tubuhberkurang. Misalnya : Gangguan
pertumbuhan terlihat pada kwashiorkor dan infeksi cacing bulat.
 Pertumbuhan yang baik juga bergantung pada kesehatan organ –
organ tubuh. Misalnya : Penyakit hati, jantung, ginjal, paru-paru
yang berat dapat mengganggu pertumbuhan normal.
3. Faktor Lingkungan
 Faktor Pre Natal
Gizi pada waktu hamil, mekanis, toksin, endokrin, radiasi,
infeksi, stress, imunitas, anoksia embrio.
 Faktor Post Natal
a. Faktor Lingkungan Biologis
Ras, jenis kelamin, umur, gizi, kepekaan terhadap
penyakit (perawatan kesehatan penyakit kronis dan
hormon)
b. Faktor Lingkungan Fisik
Cuàca, musim, sanitasi dan keadaan rumah.
c. Faktor Lingkungan Sosial
Stimulasi, motivasi belajar stress, kelompok sebaya,
ganjaran, atau hukuman yang wajar, cinta dan kasih
sayang.
d. Lingkungan keluarga dan adat istiadat yang lain
Pekerjaan, pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara,
stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, agama,
adat istiadat dan norma – norma.
C. Ciri Tumbang Anak
Tumbuh kembang anak yang di mulai sejak konsepsi sampai dewasa
mmpunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu (soetjiningsih, 1995) :
1. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi
sampai maturitas atau dewasa, di pengaruhi oleh faktor bawaan dan
lingkungan.
2. Dalam periode tertentu terdapat adanya masa perlambatan, serta
laju tumbuh kembang yang berlainan di antara organ-organ.
3. Pola berkembang anak adalah sama, tetapi kecepatannya berbeda
antara anak satu dengan yang lainnya.
4. Perkembangan erat hubungannya maturasi system susunan saraf.

III. Konsep Hospitalisasi Anak


A. Pengertian Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang berlangsung
selama individu tersebut dirawat dirumah sakit. Hospitalisasi
merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya ke rumah.
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi
individu karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan
tidak aman, seperti:
1. Lingkungan yang asing
2. Berpisah dengan orang yang berarti
3. Kurang informasi
4. Kehilangan kebebasan dan kemandirian
5. Pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan,
semakin sering berhubungan dengan rumah sakit, maka bentuk
kecemasan semakin kecil atau malah sebaliknya.
6. Prilaku petugas rumah sakit.

B. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi


Reaksi merupakan sebuah akibat dari sebuah aksi yang dilakukan.
Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia
perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem
pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,
pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena
perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut
adalah reaksi anak terhadap hospitalisasi berdasarkan umur :
1. Masa bayi (0 – 1 tahun)
a. Dampak perpisahan
b. Pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang
c. Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
d. Menangis keras
e. Pergerakan tubuh yang banyak
f. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2. Masa todler (2 – 3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Pada usia ini
respon perilaku anak dengan tahapnya, berikut tahapannya :
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang
lain
b. Putus asa menangis berkurang, anak tak aktif, kurang
menunjukkan minat bermain, sedih, apatis
c. Pengingkaran atau denial
d. Mulai menerima perpisahan
e. Membina hubungan secara dangkal
f. Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa pra sekolah (3 – 6 tahun)
a. Menolak makan
b. Sering bertanya
c. Menangis perlahan
d. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
- Kehilangan kontrol
- Pembatasan aktivitas
4. Masa sekolah (6 – 12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan
lingkungan yang dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga
menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada
perubahan peran dlm keluarga, kehilangan kelompok
sosial,perasaan takut mati, kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa
digambarkan dgn verbal dan non verbal.
5. Masa remaja (12 – 18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok
sebayanya. Reaksi yang muncul :
a. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
b. Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :
- Bertanya – tanya
- Menarik diri
- Menolak kehadiran orang lain
C. Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi dan perasaan yang muncul
dalam hospitalisasi :
- Takut dan cemas, perasaan sedih dan frustasi
- Kehilangan anak yang dicintainya
- Prosedur yang menyakitkan
- Informasi buruk tentang diagnosa medis
- Perawatan yang tidak direncanakan
- Pengalaman perawatan sebelumnya dan perasaan sedih
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan Utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien saat datang ke
rumah sakit adalah panas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit yang saat ini dirasakan pasien. Dapat ditanyakan
sejak kapan timbul demam, sifat demam, apakah ada penyerta
demam seperti mual dan muntah, nafsu makan turun, nyeri otot, dan
lainya, serta apakah pasien menggigil dan gelisah
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita
oleh pasien.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita
oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak.
6. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan
akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
7. Riwayat Gizi
8. Pola Kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi BAB : perlu dikaji frekuensi anak dalam BAB,
konsistensi, dan warna tinja.
c. Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau
banyak, sakit atau tidak.
d. Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga
kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.
e. Aktivitas : aktivitas anak terganggu akibat lemahnya fisik
selama sakit.
9. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan keadaan umum, kesdaran, berat badan,
tinggi bada, dan pemeriksaan head to toe.
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang menunjang perumusan masalah keperawatan
yang meliputi tes laboratorium, foto rontgen, dan tes diagnostik
lainnya.
11. Terapi
Terapi yang diberikan berupa cairan IV dan obat – obatan.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang mungkin muncul pada kasus febris antara lain :
1. Hipertermi b.d proses penyakit
2. Ketidakefektifan termoregulasi b.d proses penyakit, fluktuasi suhu
lingkungan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
yang kurang dan diaporesis
4. Resiko cidera b.d infeksi mikroorganisme
5. Resiko keterlambatan perkembangan b.d kejang demam
(NANDA, 2015 : 244)
C. Intervensi
1. Hipertermia b.d proses penyakit
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
hipertermia teratasi
Kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam batas normal
- Nadi dan RR dalam batas normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi Rasional
1. Kaji saat timbul demam 1. Untuk mengetahui pola demam
2. Observasi TTV klien
3. Berikan kompres hangat/ 2. TTV merupakan acuan untuk
dingin di lipat paha dan menentukan keadaan klien
aksila 3. Membantu mengurangi demam
4. Monitor suhu setiap 2 jam dengan cara konduksi
5. Tingkatkan intake cairan 4. Mengetahui adanya perubahan suhu
6. Beri antipiretik 5. Peningkatan suhu tubuh
7. Kolaborasi pemberian mengakibatkan penguapan tubuh
cairan intravena meningkat sehingga perlu intake
cairan lebih
6. Pemberian antipiretik untuk
mengurangi demam
7. pemberian cairan sangat penting
bagi pasien dengan suhu
tinggi.

2. Ketidakefektifan termoregulasi b.d proses penyakit, fluktuasi suhu


lingkungan
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
termoregulasi efektif
Kritersi hasil :
- Keseimbangan antara produksi panas, panas yang diterima,
dan kehilangan panas.
- Suhu stabil 36,5C –37C
- Tidak ada kejang

Intervensi Rasional
1. Monitor suhu minimal tiap 1. Untuk memastikan suhu pasien
2 jam tidak terjadi perubuhan yang
2. Monitor nadi dan RR ekstrem.
3. Monitor tanda – tanda 2. Untuk memastikan tidak ada
hipertermi dan hipotermi perubahan nadi dan RR yang cukup
4. Tingkatkan intake cairan signifikan.
dan nutrisi 3. Perubahan suhu yang ekstrem
5. Selimuti klien untuk merupakan salah satu tanda
mencegah hilangnya terjadinya hipertermi atau hipotermi.
kehangatan tubuh 4. Untuk mencegah terjadinya
6. Berikan antipiretik jika dehidrasi akibat penguapan tubuh
perlu berlebihan.
5. Mencegah terjadinya hipotermi
6. Membantu menurunkan panas

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang


kurang dan diaporesis
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nutrisi
terpenuhi
Kriteria hasil :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda – tanda malnutrisi

Intervensi Rasional
1. Kaji adanya alergi 1. Untuk menentukan makanan yang
makanan cocok untuk pasien.
2. Kolaborasi dengan ahli 2. Untuk memastikan jumlah kalori
gizi untuk menentukan dan nutrisi sesuai dengan kebutuhan
jumlah kalori dan nutrisi pasien.
yang dibutuhkan 3. Banyak minum pada klien demam
3. Anjurkan pasien untuk membantu keseimbangan panas dan
banyak minum air dan cairan tubuh agar tidak terjadi
konsumsi buah – buahan dehidrasi, buah yang banyak
4. Berikan informasi tentang mengandung air seperti semangka
kebutuhan nutrisi selama juga membantu mengedalikan
sakit panas.
4. Menambah pengetahuan klien dan
keluarga dalam pemilihan nutrisi
selama klien sakit.

4. Resiko cidera b.d infeksi mikroorganisme


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan resiko
cidera teratasi
Kriteria hasil :
- Klien bebas dari cidera
- Mampu mengenali perubahan status kesehatan

Intervensi Rasional
1. Sediakan lingkungan yang 1. Memastikan klien aman dari segala
aman untuk klien resiko cidera.
2. Identifikasi kebutuhan 2. Membantu dalam memberikan
keamanan klien sesuai penjelasan terhadap klien dan
dengan kondisi fisik dan keluarga.
fungsi kognitif klien 3. Menambah pengetahuan klien dan
3. Beri penjelasan pada klien keluarga tentang perubahan status
dan keluarga adanya kesehatan dan penyebab dari
perubagan status penyakit klien saat ini yaitu demam
kesehatan dan penyebab
penyakit

5. Resiko keterlambatan perkembangan b.d kejang demam


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan resiko
keterlambatan perkembangan dapat dicegah
Kriteria hasil :
- Anak dapat berkembang dengan baik sesuai dengan usianya
- Pola pikir anak berkembang sesuai dengan usia

Intevensi Rasional
1. Ajarkan kepada orang tua 1. Menambah pengetahuan kepada
tentang tindakan yang orang tua dalam menghadapi anak
dilakukan saat anak dengan demam tinggi, dan
demam pertolongan pertama agar tidak
2. Beri arahan kepada orang terjadi kejang demam.
tua tentang tumbuh 2. Menambah pengetahuan kepada
kembang anak, faktor orang tua tentang tumbuh kembang
yang memengaruhi anak dan faktor yang memengaruhi
termasuk faktor tumbang anak, juga faktor
penghambat tumbang penghambat seperti kejang demam
anak.

D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat
berdasarkan rencana keperawatan yang telah ditentukan.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam asuhan keperawatan yang
berfungsi menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
DARTAR PUSTAKA

Nuranif. Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC – NOC Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta :
Mediaction

Anonim. A. 2017. Tinjauan Pustaka. Diakses dari : eprints.poltekkesjogja.ac.id

Islamia. Nora. Laporan Pendahuluan Febris. Palangkaraya : Poltekkes Kemenkes


Palangkaraya. Diakses dari : academia.edu

Anonim. B. 2014. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatra Utara.


Diakses dari : rerpiratory.usu.ac.id

Yuliastati dan Amelia. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta : Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia
Ratnaningsih, Tri dkk. 2017. BUKU AJAR (Teori dan Konsep) TUMBUH
KEMBANG DAN STIMULASI : Bayi, Toddler, Pra Sekolah, Usia Sekolah dan
Remaja. Sidoarjo : Pustaka Indonesia
Wara. Iphul. 2013. Hospitalisasi Pada Anak. Diakses dari : academia.edu

Anda mungkin juga menyukai