GERONTIK
Dosen Pengampu: Ns. Diah Ratnawati, Skep, M.Kep., Sp. Kep. Kom
Disusun oleh:
Kelas Tutor D
2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanatkan pui syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-NYA kepada saya sehingga dapat membuat makalah Keperawatan Gerontik.
Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan
kepada kami dalam pembuatan makalah ini terutama kepada :
1. Ibu Ns. Diah Ratnawati, Skep, M.Kep., Sp. Kep. Kom selaku dosen pada mata kuliah
Keperawatan Gerontik.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini.
3. Rekan satu kelas tutorial yang telah mendukung dan menyelesaikan makalah ini.
Tim
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
I.1. Latar Belakang............................................................................................................................4
II.2. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
III.3. Tujuan.......................................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
II.1. Konsep Keperawatan Gerontologi dan Geriatrik........................................................................6
II.2. Gerontologi Keperawatan..........................................................................................................7
A. Praktik dan pendidikan keperawatan Gerontik.......................................................................7
B. Strategi Pendidikan Untuk menyesuaikan efek fisik penuaan..............................................13
C. Teknik Pengajaran...............................................................................................................13
D. Peran Perawat Gerontik.......................................................................................................14
E. Evdence based practice untuk keperawatan gerontik...........................................................15
II.3. Perkembangan Keperawatan Gerontik.....................................................................................18
A. Sejarah Keperawatan Gerontologis......................................................................................18
B. Isu dan trend keperawatan gerontik.....................................................................................22
II.4. Pengertian lansia dan batasn usia dari beberapa ahli / sumber.................................................23
II.5. Setting Perawatan Kesehatan Bagi Lansia...............................................................................25
A. Setting Acute Care...............................................................................................................25
B. Nursing Home Setting.........................................................................................................29
C. Home Care Service..............................................................................................................31
BAB III................................................................................................................................................35
PENUTUP...........................................................................................................................................35
III.1 SIMPULAN.............................................................................................................................35
III.2 SARAN...................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu Gerontik ini tidak dapat dipisahkan dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi karena sampai setengah abad yang lalu, ilmu memang belum dikenal. Padahal
ilmu kesehatan anak (pediatri) berkembang pesatnya. Berbagai istilah berkembang terkait
dengan lanjut usia (Lansia), Yaitu Gerontologi, Geriatri serta keperawatan gerontik, dan
keperawatan geriatrik (Gerontological Nursing and Geriatric Nursing).
Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia sehingga perlu dibedakan
pengertian antara Gerontologi dan Geriatri, walaupun berobjek sama, yaitu Lansia.
Gerontologi berasal dari kata “ GEROS” latin yang artinnya Lanjut Usia dan “Logos” yang
berarti Ilmu.
III.3. Tujuan
1. Mengetahui konsep Gerontologi dan Geriatrik
2. Mengetahui Gerontogi Keperawatan
3. Mengetahui perkembangan dalam Keperwatan Gerontologi
4. Mengetahui pengertian lansia dan batasan usia
5. Mengetahui setting perawatan kesehatan bagi lansia
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Konsep Keperawatan Gerontologi dan Geriatrik
Gerontologi menurut Kozier (1987), adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua,
gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dana masalah yang mungkin
terjadi pada lanjut usia (miller,1990). Gerontic nursing menurut (1987), adalah ilmu yang
mempelajari tentang perawatan pada lansia. Gerontic nursing merupakan spesialis perawatan
lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada setip tatanan layanan dengan
menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi
optimal lanjut usia secara komprehensif.
Gerontologi menurut pegerri adalah pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan
mengenai orang yang berusia lanjut, yang didasarkan pada hasil penyelidikan ilmu
antropologi, antopometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikaiatik
geriantric, psikologi, dan ekonomi.
Tujuan gerontologi :
1. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan
dengan proses penuaan.
2. Membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.
3. Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, baik
jasmani, rohani, maupun sosial secara optimal.
4. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
lanjut usia.
5. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari hari
6. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari hari
7. Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.
8. Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam
masyarakat.
Geriatri berasal dari kata Geros = lanjut usia dan Eatrie = kesehata/ medical. Geriatri
merupakan salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari khusus aspek
kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang mencakup kesehatan badani, jiwa dan sosial, serta penyakit cacat. Geriatri
menurut Black and Jacob (1997), adalah cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada
masalah kedokteran, yaitu penyakit yang timbul pada lanjut usia. Geriatri adalah cabang ilmu
yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia dan akibatnya pada tubuh manusia.
Tujuan geriatri :
1. Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi tingginya
sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dan aktivitas fisik dan mental
3. Merangsang pada petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan
menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu.
4. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal
tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
5. Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai
pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang
simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi
bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung
dengan tenang).
Setiap standar akan digambarkan lebih lanjut dengan struktur, proses, dan kriteria
hasil. Beckhman mengatakan :
Standar struktur menggambarkan kondisi yang diinginkan yang memungkinkan atau
memberikan kualitas keperawatan. Standar hasil menggambarkan hasil akhir yang
diharapkan, yaitu berupa: status kesehatan, pengetahuan, penampilan, atau
karakteristik lain dari klien yang diharapkan sebagai hasil perawatan yang telah
dilakukan.Dalam model keperawatan kepada lansia dapat dibagi menjadi 3 Model
Keperawatan:
Model Medis, Model ini lebih mefokuskan pada pendekatan aspek medis, seperti
pengobatan pada penyakit dan kecelakaan yang banyak dialami oleh lansia. Peran
dokter dan paramedis sangat dominan dalam model ini. Pusat-pusat medis dan
rehabilitasi menjadi tempat dilaksanakannya model ini.
Model Sosial, Pendekatan menyeluruh merupakan ciri dari model sosial.
Pendekatan medis diyakini sebagai salah satu salah dari keseluruhan sistem dukungan
kepada lansia. Di samping terapi kesehatan digunakan juga pendekatan psikologis dan
lansia diupayakan sedapat mungkin masih berada di dalam keluarga dan
masyarakatnya. Para profesional lintas disiplin banyak terlibat seperti; dokter,
perawat, konselor, pekerja sosial, dll.
Model Promosi/Dukungan Kesehatan, lebih menekankan pada pencegahan dan
perawatan diri/individu, pencegahan melalui perubahan gaya hidup, peningkatan
pengetahuan tentang tingkah laku/sikap hidup sehat dan perbaikan lingkungan.
Banyak pihak termasuk lembaga dan yayasan keperawatan lansia masih secara parsial
menggunakan model tersebut. Padahal di negara-negara maju, kolaborasi dari ketiga
model tersebut sudah diterapkan. Hal ini penting untuk mencapai hasil optimal dari
pelayanan-keperawatan kepada lansia.
Pelayanan keperawatan lansia akan semakin dibutuhkan pada masyarakat dengan
tingkat kesakitan tinggi, norma keluarga dan masyarakat yang sudah bergeser pada
jaminan pada lansia. Keadaan ini tentu cukup menjadi gambaran sebuah tantangan
keperluan panti pelayanan-keperawatan bagi lansia yang memadai dalam masyarakat.
Demikian pula Pemerintah Indonesia dengan UU No 13/1998 tentang Kesejahteraan
Lansia mengharapkan peran keluarga dan masyarakat masih menjadi yang utama.
Tugas perawat antara lain :
Tugas Perawat dalam Teori Biologi
Perawatan yang memperhatikan kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian- kejadian
yang dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa dicapai dikembangkan, penyakit yang dapat dicegah atau
ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lansia dapat dibagi
atas bagian yakni:
a. Klien lansia yang masih aktif, dimana keadaan fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannnya sehari-
hari masih mampu melakukan sendiri.
b. Klien lansia yang pasif atau tidak dapat bangun, dimana keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini terutama hal-
hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah
timbulnya penyakit/peradangan mengingat umber infeksi dapat timbul bila kebersihan
kurang mendapat perhatian. Disamping itu kemunduran kondisi fidik akibat proses
penuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan
infeksi dari luar. Untuk klien lansia yang aktif dapat diberikan bimbingan mengenai
kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan kuku dan rambut,
kebersihan temopat tidur serta posisinya, hal makan, cara memakan obat, dan cara
pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Komponen pendekatan fisik yang
lebih mendasar adalah memperhatikan dan membantu para klien lansia untuk bernafas
dengan esame, makan (termasuk memilih dan menentukan makanan), minum, dan
melakukan
eliminasi, tidur, menjaga sikap tutbuh waktu berjalan, duduk, merubah
posisitiduran, beristrahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar
pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dari kecelakaan.
`Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, telah
mengubah pola pendidikan sarjana keperawatan (S.Kep) ke tahap professional (Ners).
Keuntungan dari adanya kebijakan ini, para sarjana dapat memperoleh lisensi dalam
melakukan praktek keperawatannya. Dan jika nanti melanjutkan ke spesialis akan
menjadi spesialis yang benar-benar bertanggung jawab dalam bidangnya.
A. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan klinis pada lansia dikenal dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang
pengalaman belajar yang diperoleh melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. Lansia
sangat sedikit yang telah menyelesaikan pendidikan dari sekolah nenengah atas sekitar (49%)
dari pada keseluruhan populasi yang berusia 25 tahun keatas (75%). Sedikitnya 1 dari 5 orang
lansia dlaam populasi di amerika serikat yang bukan kulit putih yang telah lulus dari sekolah
menengah umum kebanyakan mempunyai pendidikan tidak lebih dari pendidikan sekolah
dasar. Salah satu pendidikan dalam keperawatan gerontik adalah pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan adalah suatu komponen keperawatan gerontology yang esensial. Focus
dan tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk menggambarkan maslah,menyarankan perilaku
koping,dan memfasilitasi penguasaan dan pengendalian klien. Bagi lansia pendidikan
ksehatan ini mungkin untuk membantu orang yang mengalami penyakit kronis dalam
beradaptasi terhadap penyakitnya, menghadapi masalah, dan memahami proses yang
berhubungan dengan penuaan.
Departemen kesehtaan dan pelayanaan masyarakat telah mendirikan suatu program nasional
pendidikan masyarakat yang disebut lansia sehat yang berusaha untuk mendidik lansia tentang
praktik kesehatan yang dapat mengurangi risiko dalam penyakit kelumpuhan dan
meningkatkan prospek mereka untuk hidup lebih aktif dan produktif. Program mereka
menekankan enam area penddikan kesehatan yang dapat membuat perbedaan.
C. Teknik Pengajaran
Teknik pengajaran termasuk ceramah,demonstrasi dan mendemonstrasikan
kembali,kontrak,kegiatan elajar yang terprogram ata belajar sendiri,bermain peran.
1) Ceramah
Adlah format pengajaran paling umum. Agar dapat efektif kepada lansia, suatu ceramah harus
berdasarkan fakta dan singkat,berikan informasai yang bermanfaat dan dilakukan dalam cara
yang sesuai. Karena penguatan positif dapat meningkatkan belajar,hal ini harus digunakan
untuk menandakan apa yang ia lakukan adalah benar atau untuk mendukung kepatuhan.
2) Demonstrasi
Mendemonstrasikan kembali adalah suatu metode yang digunakan untukmengajarkan
prosedur dan akan efektif apabila lansia mempraktikkan langkah-langkahnya. Belajar sendiri
melibatkan teks sederhana yang memberikan informasi dengan cara yang ringkas. Cara ini
mungkin dalam bentuk pamphlet,kaset,video,atau paket instruksi untuk diri sendiri.
3) Kontrak
Kontrak melibatkan pnenetuan suatu tujuan mengidentifikasi hasil yang diharapkan,dan
memberi suatu penghargaan ketika tujuan tercapai.teknik pengajaran ini efektif ketika
digunakan dalam lingkungan pasien rawat jalan karena klien dan perawat dapat melihat
perubahan pada setiap kunjungan ulang. Hal itu juga melibatkan lansia yang membuat suatu
komitmen terhadap tujuan dan menjadi terlibat secara aktif di dalam perawatan dirinya
sendiri.
1. Care Giver
Perawat langsung memberikan perawatan kepada lansia. Pada lansia, sering ditemui
symptom yang tidak biasa sehingga mempersulit diagnosis. Jadi perawat perlu tahu
konsep penyakit dan syndrome yang bisa muncul pada lansia
2. Edukator
Mengajarkan pasien adalah hal esensial dalam keperawatan gerontology. Fokusnya pada
keperawatan gerontikadalah memodifikasi factor resiko dan promosi kesehatan
3. Leader
Pada peran ini, perawat berperan dalam penyeimbangan antara pasien, keluarga dan team
interprofesional lainnya. Perawat mampu dalam memimpin, manajemen waktu,
membangun hubungan, komunikasi sehingga askep yang diberikan dapat optimal
4. Advokat
Disini perawat membantu pasien dengan mendukung yang mana yang diinginkan oleh
pasin, dan memperkuat kemampuan pasien dalam membuat keputusannya sendiri. Bisa
juga involvement dengan rujukan agar kebutuhan pasiennya dapat terpenuhi
5. Evidence-Based Clinician
Setiap tindakan yang diberikan harus berdasarkan Evidence based practice. Sehingga
dapat mengoptimalkan gagal menjadi penguat dalam praktiknya.
Selain itu juga bisa menjadi consultant, case manager, disesuaikan dengan kebutuhan
E. Evdence based practice untuk keperawatan gerontik
a. Pengertian
Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga
kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi terbaru
yang dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien
sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011).
Sedangkan menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk
memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang positif
sehingga bisa menerapakan EBP didalam praktik. Dari kedua pengertian EBP tersebut
dapat dipahami bahwa evidance based practice merupakan suatu strategi untuk
mendapatkan knowledge atau pengetahuan terbaru berdasarkan evidence atau bukti yang
jelas dan relevan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan meningkatkan skill
dalam praktik klinis guna meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
Berdasarkan (Melnyk et al., 2014) ada beberapa tahapan atau langkah dalam proses EBP.
Tujuh langkah dalam evidence based practice (EBP) dimulai dengan semangat untuk
melakukan penyelidikan atau pencarian (inquiry) personal. Budaya EBP dan lingkungan
merupakan faktor yang sangat penting untuk tetap mempertahankan timbulnya
pertanyaan-pertanyaan klinis yang kritis dalam praktek keseharian. Langkah-langkah
dalam proses evidance based practice adalah sebagai berikut:
a) Evidence quality adalah bagaimana kualitas bukti jurnal tersebut? (apakah tepat atau
rigorous dan reliable atau handal)
b) What is magnitude of effect? (seberapa penting dampaknya?)
c) How pricise the estimate of effect? Seberapa tepat perkiraan efeknya?
d) Apakah evidence memiliki efek samping ataukah keuntungan?
e) Seberapa banyak biaya yang perlu disiapkan untuk mengaplikasikan bukti?
f) Apakah bukti tersebut sesuai untuk situasi atau fakta yang ada di klinis?
5) Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien untuk membuat
keputusan klinis terbaik Sesuai dengan definisi dari EBP, untuk mengimplementasikan
EBP ke dalam praktik klinis kita harus bisa mengintegrasikan bukti penelitian dengan
informasi lainnya. Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan pengetahuan yang kita
miliki, ataukah dari pilihan dan nilai yang dimiliki oleh pasien. Selain itu juga,
menambahkan penelitian kualitatif mengenai pengalaman atau perspektif klien bisa
menjadi dasar untuk mengurangi resiko kegagalan dalam melakukan intervensi terbaru
(Polit & Beck, 2013). Setelah mempertimbangkan beberapa hal tersebut maka langkah
selanjutnya adalah menggunakan berbagai informasi tersebut untuk membuat keputusan
klinis yang tepat dan efektif untuk pasien. Tingkat keberhasilan pelaksanaan EBP proses
sangat dipengaruhi oleh evidence yang digunakan serta tingkat kecakapan dalam melalui
setiap proses dalam EBP (Polit & Beck, 2008).
Tujuan: Untuk menunjukkan bahwa implementasi aktivitas stimulasi kognitif layak secara klinis dan memiliki
potensi untuk mengurangi keparahan dan durasi delirium dan kehilangan fungsional dalam pengaturan
perawatan pascaacute pada peserta yang mengalami delirium ditumpangkan pada demensia.
Metode / Sampel: Peserta direkrut dan didaftarkan pada saat keluar dari rumah sakit dan masuk ke pusat
perawatan / rehabilitasi postakute. Persetujuan tertulis untuk partisipasi diperoleh dari perwakilan resmi
masing-masing peserta. Enam belas peserta memenuhi kriteria pendaftaran dan secara acak ditugaskan ke
salah satu dari dua kondisi: stimulasi kognitif (intervensi; n = 11) atau perawatan biasa (kontrol; n = 5). Rata-
rata, usia di kedua kelompok adalah 85 dan mayoritas adalah perempuan.
Intervensi: Kelompok intervensi menerima perawatan rutin dan terapi rehabilitasi untuk kondisi medis-bedah
mereka. Mereka juga menerima stimulasi kognitif menggunakan kegiatan rekreasi sederhana yang semakin
menantang dan disesuaikan dengan minat dan kemampuan fungsional setiap orang. Kelompok kontrol
menerima perawatan rutin dan terapi rehabilitasi tanpa stimulasi kognitif.
Pengukuran: Penilaian buta harian tentang delirium, keparahan delirium, dan status fungsional diukur hingga
30 hari.
Temuan: Kemudahan kelayakan klinis menggunakan berbagai alat dan intervensi pelaksanaan telah
ditunjukkan. Semua staf fasilitas keperawatan melaporkan bahwa mereka puas dengan implementasi /
intervensi dan akan merekomendasikannya ke fasilitas lain. Kelompok kontrol memiliki penurunan yang
signifikan secara statistik dalam fungsi fisik dan status mental dari waktu ke waktu dibandingkan dengan
kelompok intervensi. Delirium, keparahan delirium, dan perhatian mendekati signifikansi dan perbaikan dari
waktu ke waktu disukai kelompok intervensi. Kelompok kontrol mengalami lebih banyak hari delirium
daripada kelompok intervensi.
Aplikasi untuk praktik: Perawat berada di posisi kunci untuk memberikan dampak positif terhadap hasil
pasien menggunakan intervensi keperawatan nonfarmakologis dalam populasi pasien ini. Membantu orang
lanjut usia untuk mendapatkan kembali fungsi yang memadai setelah dirawat di rumah sakit sehingga mereka
dapat kembali ke rumah mereka sangat besar dalam hal kualitas hidup, beban pengasuh, dan biaya. Sumber:
Kolanowski, A., Fick, D., Clare, L., Steis, M., Boustani, M., & Litaker, M. (2010). Studi percontohan dari
intervensi nonfarmakologis untuk delirium ditumpangkan pada demensia.
Sertifikasi ANA 1998 tersedia untuk perawat praktik lanjut lanjut usia
geriatrik sebagai praktisi perawat geriatri atau spesialis perawat klinik gerontologis
II.4. Pengertian lansia dan batasn usia dari beberapa ahli / sumber
Pengertian lansia
a. Menurut Budi Anna Keliat, 1999
usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia.
b. Menurut pasal 1 ayat (2),(3),(4) UU No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun.
c. Menurut Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999
lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 69 tahun keatas.
d. Menurut Constantinides, 1994
pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi.
e. Menurut Darmojo dan Martono, 1999
oleh karena itu, dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolic
dan structural yang disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia
akan mengakhiri hidup dengan episode terminal.
Batasan umur lanjut usia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Effendi (2009), batasan-batasan umur yang
mencakup batasan umur lansia sebagai berikut:
a. Menurut UU No.13 Tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1ayat 2
yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas”
b. Menurut World Health Organization (WHO)
usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut:
- Usia pertengahan (middle age) ialah 45 – 59 tahun
- Lanjut usia (elderly) ialah 60 – 74 tahun
- Lanjut usia tua (old) ialah 75 – 90 tahun
- Usia sangat tua (very old) ialah diatas 90 tahun
c. Menurut Dra. Jos Mardani (Psikolog UI)
Terdapat empat fase, yaitu :
- Fase invertus ialah 25 – 40 tahun
- Fase virilities ialah 40 – 55 tahun
- Fase presenium ialah 55 – 65 tahun
- Fase senium ialah 65 hingga tutup usia
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (getiatric age) : >
65 tahun atau 70 tahun
Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan usia,
yaitu :
- Young old (70 – 75 tahun)
- Old (75 – 80 tahun)
- Very old (> 80 tahun)
Klasifikasi lansia
1. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45 – 59 Tahun
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih /seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003)
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI,2003)
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang sudah tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003)
Karateristik lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karateristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
kesehatan)
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososisal sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptive
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
Tipe lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut.
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah,pengalaman,menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
dan acuh tak acuh.
2. Bentuk Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan Lansia pada Acute Care Setting
Continuum of care merujuk pada program atau institusi yang menyediakan
pelayanan antar disiplin yang komprehensif dan terkoordinasi untuk lansia
mencakup antara lain perawatan primer/preventif, akut, transisional, dan
pelayanan rehabilitasi. Setting perawatan akut merupakan bagian yang penting
dari continuum of care karena perawatan lansia dengan penyakit akut sangat
kompleks. Brocklehurst dan Allen (1987) berpendapat bahwa lansia memerlukan
perhatian khusus dikarenakan usia lanjut lebih sensitif terhadap penyakit akut.
(Miller, 2012; Wallace, 2008). Beberapa model perawatan yang dikembangkan
untuk lansia dalam setting perawatan akut yaitu (Miller, 2012):
a. Unit perawatan akut geriatri terspesialisasi (spesialized geriatric acute
care units)
Program ini disebut juga dengan unit acute care for elders (ACE). Inti
dari program ini adalah lansia memiliki kebutuhan unik dan kompleks
yang dapat dipenuhi oleh tim multidisiplin untuk mencegah kemunduran
fungsi selama hospitalisasi. Model keperawatan ini terbukti mengurangi
kemunduran fungsi sebesar 18% dan mengurangi lamanya hospitalisasi
(Baztan, Suarez-Garcia, Lopez-Arrieta, Rodrigues-Manas, & Rodrigues-
Artalejo, 2009; Zelada, Salinas, & Baztan, 2009). Model ini berfokus pada
manajemen tim interdisiplin, keperawatan yang berfokus pada klien,
discharge planning lebih awal, lingkungan fisik yang sesuai, serta
pengkajian dan intervensi pada gangguan yang umum terjadi pada lansia
(mobilitas, risiko jatuh, self-care, integritas kulit, kontinensia, depresi, dan
ansietas). Tim ACE biasanya terdiri dari perawat gerontologis, geriatris,
farmasi, psikiater profesional, dan berbagai terapis rehabilitasi. Namun
terdapat tiga gangguan pada lansia yang sering disebabkan oleh
hospitalisasi, yaitu cedera jatuh, ulkus dekubitus, dan infeksi saluran
kemih karena pemasangan kateter. Capetuzi dan Brush (2009)
mengidentifikasi beberapa model untuk meningkatkan pelayanan lansia di
rumah sakit (Miller, 2012):
1) Hospital elder life program (HELP): fokus pada identifikasi dan
manajemen delirium pada lansia di rumah sakit.
2) Unit yang menyediakan palliative care
3) Kolaborasi geriatri dan ortopedi pada klien dengan fraktur pinggul
4) Program yang mengurangi waktu operasi pada lansia
5) Tim yang khusus menangani trauma pada lansia
6) Unit konsultasi untuk lansia.
c. Model hospital-at-home
Model ini merupakan model multidisiplin yang menyediakan
perawatan dan pelayanan kesehatan dalam waktu tertentu. Tipe ini
mencakup tipe layanan yang menyediakan layanan discharge planning
awal. Tipe ini dapat diterapkan pada lansia dengan selulitis, pneumonia,
terapi infusi, perawatan post-operasi, CHF, dan COPD. Penelitian
menunjukkan setelah 6 bulan, persentase meninggal lebih rendah pada
pasien yang menerima perawatan di rumah (Shepperd et al, 2009). Selain
itu, tipe ini juga lebih murah, serta pasien mengalami peningkatan ADL
(Leff, 2009)
PENUTUP
III.1 SIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya
secaraperlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti
danmempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksiserta
memperbaiki kerusakan yang diderita. Dalam Maryam (2008), perubahan fisik yang terjadi
dalam proses penuaan antara lain: sel, kardiovaskuler, respirasi,persarafan, musculoskeletal,
gastrointestinal, genitourinaria, vesika urinaria, vagina,pendengaran, pengelihatan, endokrin,
kulit, belajar dan memori, intelegensi,personality dan adjustment (pengaturan) pencapaian
(achievement).
III.2 SARAN
Diharapkan dengan membaca makalah ini, dapat berguna dan menambah wawasan untuk
para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
- Alimul, Aziz H. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
- Mauk, K.L. 2014. Gerontological Nursing.Sudbury : Janes and Barlet
Publisher
- Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik edisi 2. Jakarta : EGC
- Stanley,Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
- Stanley, Mickey dkk. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik edisi 2.
Jakarta : EGC