Anda di halaman 1dari 37

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

GERONTIK

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan gerontik

Dosen Pengampu: Ns. Diah Ratnawati, Skep, M.Kep., Sp. Kep. Kom

Disusun oleh:

Kelas Tutor D

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2019

KATA PENGANTAR
Dengan memanatkan pui syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-NYA kepada saya sehingga dapat membuat makalah Keperawatan Gerontik.

Makalah yang berudul “KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK ”


ditulis untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan Gerontik.

Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan
kepada kami dalam pembuatan makalah ini terutama kepada :

1. Ibu Ns. Diah Ratnawati, Skep, M.Kep., Sp. Kep. Kom selaku dosen pada mata kuliah
Keperawatan Gerontik.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini.
3. Rekan satu kelas tutorial yang telah mendukung dan menyelesaikan makalah ini.

Jakarta, 22 April 2019

Tim

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
I.1. Latar Belakang............................................................................................................................4
II.2. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
III.3. Tujuan.......................................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
II.1. Konsep Keperawatan Gerontologi dan Geriatrik........................................................................6
II.2. Gerontologi Keperawatan..........................................................................................................7
A. Praktik dan pendidikan keperawatan Gerontik.......................................................................7
B. Strategi Pendidikan Untuk menyesuaikan efek fisik penuaan..............................................13
C. Teknik Pengajaran...............................................................................................................13
D. Peran Perawat Gerontik.......................................................................................................14
E. Evdence based practice untuk keperawatan gerontik...........................................................15
II.3. Perkembangan Keperawatan Gerontik.....................................................................................18
A. Sejarah Keperawatan Gerontologis......................................................................................18
B. Isu dan trend keperawatan gerontik.....................................................................................22
II.4. Pengertian lansia dan batasn usia dari beberapa ahli / sumber.................................................23
II.5. Setting Perawatan Kesehatan Bagi Lansia...............................................................................25
A. Setting Acute Care...............................................................................................................25
B. Nursing Home Setting.........................................................................................................29
C. Home Care Service..............................................................................................................31
BAB III................................................................................................................................................35
PENUTUP...........................................................................................................................................35
III.1 SIMPULAN.............................................................................................................................35
III.2 SARAN...................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................36
BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu Gerontik ini tidak dapat dipisahkan dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi karena sampai setengah abad yang lalu, ilmu memang belum dikenal. Padahal
ilmu kesehatan anak (pediatri) berkembang pesatnya. Berbagai istilah berkembang terkait
dengan lanjut usia (Lansia), Yaitu Gerontologi, Geriatri serta keperawatan gerontik, dan
keperawatan geriatrik (Gerontological Nursing and Geriatric Nursing).

            Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia sehingga perlu dibedakan
pengertian antara Gerontologi dan Geriatri, walaupun berobjek sama, yaitu Lansia.

Gerontologi berasal dari kata “ GEROS” latin yang artinnya Lanjut Usia dan “Logos” yang
berarti Ilmu.

1. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai masalah/faktor


yang menyangkut lansia.
2. Gerontology  is Comprehensive study of Ageing and the Problem of the Aged.
(Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari proses menua dan masalahnya.
3. Gerontologi adalah pengetahuan yang mencakup  segala bidang persoalan mengenai
orang berusia lanjut, yang di dasarkan pada hasil penyelidikan ilmu ; antropologi,
antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikiatrik geriatrik,
psikologi, dan ekonomi (menurut Pergeri).
4. Gerontologi menurut Kozier, 1987 adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek
menua.
5. Gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang
mungkin terjadi pada lanjut usia (Miller, 1990)
6. Gerontic Nursing / Gerontological Nursing, adalah spesialis keperawatan lanjut usia
yang dapat menjalankan perannya pada setiap tatanan pelayanan dengan
menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk
meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif.  Oleh karena itu
perawatan lansia yang menderita penyakit (Geriatric Nursing),  dan dirawat di rumah
sakit merupakan Gerontic Nursing.
II.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep Gerontologi dan Geriatrik?
2. Apa itu Gerontogi Keperawatan ?
3. Apa saja perkembangan dalam Keperwatan Gerontologi?
4. Apa pengertian lansia dan batasan usia ?
5. Apa saja setting perawatan kesehatan bagi lansia?

III.3. Tujuan
1. Mengetahui konsep Gerontologi dan Geriatrik
2. Mengetahui Gerontogi Keperawatan
3. Mengetahui perkembangan dalam Keperwatan Gerontologi
4. Mengetahui pengertian lansia dan batasan usia
5. Mengetahui setting perawatan kesehatan bagi lansia
BAB II

PEMBAHASAN
II.1. Konsep Keperawatan Gerontologi dan Geriatrik

Gerontologi menurut Kozier (1987), adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua,
gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dana masalah yang mungkin
terjadi pada lanjut usia (miller,1990). Gerontic nursing menurut (1987), adalah ilmu yang
mempelajari tentang perawatan pada lansia. Gerontic nursing merupakan spesialis perawatan
lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada setip tatanan layanan dengan
menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi
optimal lanjut usia secara komprehensif.

Gerontologi menurut pegerri adalah pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan
mengenai orang yang berusia lanjut, yang didasarkan pada hasil penyelidikan ilmu
antropologi, antopometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikaiatik
geriantric, psikologi, dan ekonomi.

Tujuan gerontologi :

1. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan
dengan proses penuaan.
2. Membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.
3. Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, baik
jasmani, rohani, maupun sosial secara optimal.
4. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
lanjut usia.
5. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari hari
6. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari hari
7. Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.
8. Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam
masyarakat.

Geriatri berasal dari kata Geros = lanjut usia dan Eatrie = kesehata/ medical. Geriatri
merupakan salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari khusus aspek
kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang mencakup kesehatan badani, jiwa dan sosial, serta penyakit cacat. Geriatri
menurut Black and Jacob (1997), adalah cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada
masalah kedokteran, yaitu penyakit yang timbul pada lanjut usia. Geriatri adalah cabang ilmu
yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia dan akibatnya pada tubuh manusia.

Tujuan geriatri :
1. Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi tingginya
sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dan aktivitas fisik dan mental
3. Merangsang pada petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan
menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu.
4. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal
tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
5. Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai
pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang
simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi
bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung
dengan tenang).

II.2. Gerontologi Keperawatan

A. Praktik dan pendidikan keperawatan Gerontik


1. Praktik perawatGerontik

Dengan semakin besarnya kebutuhan untuk pemberian perawatan kesehatan bagi


lansia juga menimbulkan pertanyaan, “Bagaimana kita dapat menyediakan asuhan
keperawatan berkualitas untuk populasi ini?” Lesage menyatakan bahwa “perawat
harus mengidentifikasi bukti-bukti ilmiah tentang hubungan antara proses perawatan
dengan hasilnya”. Implementasi dan komunikasi hasil pengukuran seperti itu akan
meningkatkan kontribusi perawat terhadap kualitas perawatan. Dengan cara ini, lansia
akan menyadari bahwa hasil positif yang mereka rasakan seringkali merupakan hasil
dari asuhan keperawatan secara spesifik, terutama perawatan yang diberikan atau di
arahkan oleh perawat-perawat professional.
Praktik dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi sebagai respon yang
jelas tentang gambaran seorang perawat dalam situasi yang spesifik. Standar tersebut
merupakan kerangka kerja yang memberikan gambaran tentang perawat gerontik, apa
yang dapat mereka lakukan, dan apa kontribusi unik mereka.
Standar praktik berfokus pada isi praktik tersebut. “Standar praktik memberikan
orientasi yang berharga tentang hal yang penting atau esensial untuk praktik yang
akan dinilai dengan tingkat kualitas tertentu, seperti aman, baik, sangat baik.
“Beckman” mengatakan bahwa standar adalah petunjuk yang sangat berguna bagi
perawat dari tingkat pemula sampai setidaknya pada tingkat mahir menguasai praktik
keparawatan seperti yang dijelaskan oleh Banner. Sebagian besar perawat yang
berpengalaman dapat secara sadar merujuk pada standar tertulis hanya sebagai
perubahan praktik yang terpantul dari dalam diri mereka karena mereka sudah
menginternalisasikan standar tersebut.
Standar keperawatan dapat digunakan untuk membantu perawat dalam mengevaluasi
dan meningkatkan praktik mereka sendiri, memuji perawat ketika mereka
memberikan asuhan keperawatan yang sangat baik, memberikan kriteria objektif
untuk mengkaji penampilan perawat, menentukan kebutuhan staf dalam satu unit
klinik, mengidentifikasi kebutuhan dan isi orientasi dan program pengembangan
staf. Mengganbarkan isi kurikulum dan kriteria evaluasi untuk mahasiswa,
meningkatkan pemberian perawatan dan mengidentifikasi fokus penelitian.

Setiap standar akan digambarkan lebih lanjut dengan struktur, proses, dan kriteria
hasil. Beckhman mengatakan :
Standar struktur menggambarkan kondisi yang diinginkan yang memungkinkan atau
memberikan kualitas keperawatan. Standar hasil menggambarkan hasil akhir yang
diharapkan, yaitu berupa: status kesehatan, pengetahuan, penampilan, atau
karakteristik lain dari klien yang diharapkan sebagai hasil perawatan yang telah
dilakukan.Dalam model keperawatan kepada lansia dapat dibagi menjadi 3 Model
Keperawatan:
 Model Medis, Model ini lebih mefokuskan pada pendekatan aspek medis, seperti
pengobatan pada penyakit dan kecelakaan yang banyak dialami oleh lansia. Peran
dokter dan paramedis sangat dominan dalam model ini. Pusat-pusat medis dan
rehabilitasi menjadi tempat dilaksanakannya model ini.
 Model Sosial, Pendekatan menyeluruh merupakan ciri dari model sosial.
Pendekatan medis diyakini sebagai salah satu salah dari keseluruhan sistem dukungan
kepada lansia. Di samping terapi kesehatan digunakan juga pendekatan psikologis dan
lansia diupayakan sedapat mungkin masih berada di dalam keluarga dan
masyarakatnya. Para profesional lintas disiplin banyak terlibat seperti; dokter,
perawat, konselor, pekerja sosial, dll.
 Model Promosi/Dukungan Kesehatan, lebih menekankan pada pencegahan dan
perawatan diri/individu, pencegahan melalui perubahan gaya hidup, peningkatan
pengetahuan tentang tingkah laku/sikap hidup sehat dan perbaikan lingkungan.
Banyak pihak termasuk lembaga dan yayasan keperawatan lansia masih secara parsial
menggunakan model tersebut. Padahal di negara-negara maju, kolaborasi dari ketiga
model tersebut sudah diterapkan. Hal ini penting untuk mencapai hasil optimal dari
pelayanan-keperawatan kepada lansia.
Pelayanan keperawatan lansia akan semakin dibutuhkan pada masyarakat dengan
tingkat kesakitan tinggi, norma keluarga dan masyarakat yang sudah bergeser pada
jaminan pada lansia. Keadaan ini tentu cukup menjadi gambaran sebuah tantangan
keperluan panti pelayanan-keperawatan bagi lansia yang memadai dalam masyarakat.
Demikian pula Pemerintah Indonesia dengan UU No 13/1998 tentang Kesejahteraan
Lansia mengharapkan peran keluarga dan masyarakat masih menjadi yang utama.
Tugas perawat antara lain :
  Tugas Perawat dalam Teori Biologi
Perawatan yang memperhatikan kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian- kejadian
yang dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa dicapai dikembangkan, penyakit yang dapat dicegah atau
ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lansia dapat dibagi
atas bagian yakni:
a. Klien lansia yang masih aktif, dimana keadaan fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannnya sehari-
hari masih mampu melakukan sendiri.
b. Klien lansia yang pasif atau tidak dapat bangun, dimana keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini terutama hal-
hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah
timbulnya penyakit/peradangan mengingat umber infeksi dapat timbul bila kebersihan
kurang mendapat perhatian. Disamping itu kemunduran kondisi fidik akibat proses
penuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan
infeksi dari luar. Untuk klien lansia yang aktif dapat diberikan bimbingan mengenai
kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan kuku dan rambut,
kebersihan temopat tidur serta posisinya, hal makan, cara memakan obat, dan cara
pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Komponen pendekatan fisik yang
lebih mendasar adalah memperhatikan dan membantu para klien lansia untuk bernafas
dengan esame, makan (termasuk memilih dan menentukan makanan), minum, dan
melakukan
eliminasi, tidur, menjaga sikap tutbuh waktu berjalan, duduk, merubah
posisitiduran, beristrahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar
pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dari kecelakaan.

 Tugas Perawat Dalam Teori Sosial


Perawat sebaiknya memfasilitasi sosialisasi antar lansia dengan mengadakan diskusi
dan tukar pikiran serta bercerita sebagai salah satu upaya pendekatan sesama.
Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama berarti menciptakan sosialisasi antar
manusia, yang menjadi pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah
mahluk sesama yang membutuhkan orang lain.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para werda untuk
mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi seperti jalan pagi, menonton film atau
hiburan-hiburan lain karena mereka perlu diransang untuk mengetahui dunia luar.
Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah
pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau
ketenangan para klien lansia.
Menurut Drs H. Mannan dalam bukunya Komunikasi dalam Perawatan mengatakan :
tidak sedikit klien tidak bisa tidur karena esame. Stres memikirkan penyakitnya,
biaya hidup, keluarga yang dirumah, sehingga menimbulkan kekecewaan, rasa
ketakutan atau kekhawatiran, rasa kecemasan dan sebagainya. Untuk menghilangkan
rasa jemu dan menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya perlu diberikan
kesempatan kepada mereka untuk esame lain ikut menikmati keadaan diluar, agar
mereka merasa masih ada hubungan dengan dunia luar. Tidak jarang terjadi
pertengkaran dan perkelahian diantara mereka (terutama bagi yang tinggal di panti
werda ), hal ini dapat diatasi dengan berbagai usaha, esame lain selalu mengadakan
kontak esame mereka, makan dan duduk nbersama, menanamkan rasa kesatuan dan
persatuan, senasib dan sepenanggungan, mengenai hak dan kewajiban bersama.
Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik esame
mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
klien lansia di panti werda.
 Tugas Perawat dalam Teori Psikologi
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada
klien lansia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang
akrab. Perawat hendaknya memiki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan
agar mereka merasa puas. Pada dasarnya klien lansia membutuhkan rasa aman dan
cinta kasih dari lingkungannya termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk
itu perawat harus menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka
melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobby yang dimilikinya. Perawat
harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lansia dalam memecahkan dan
mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan, sebagai akibat dari
ketidakmampuan fisik dan kelainan yang dideritanya, hal ini perlu dilakukan karena :
perubahan psikologi
Tanggung jawab Perawat Gerontik :
         Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal.
          Membantu klien lansia untuk memelihara kesehatannya.
         Membantu klien lansia menerima kondisinya.
         Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan secara manusiawi
sampai dengan meninggal.
         Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah
lanjut dengan jalan perawatan dan pencegahan.
         Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semanagt hidup
klien usia lanjut.
         Menolong dan merawat klien usia lanjut yang menderita penyakit  atau
mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut).
         Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita
suatu penyakit / gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal
tanpa perlu suatu petolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)

2. Pendidikan Keperawatan Gerontik

`Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, telah
mengubah pola pendidikan sarjana keperawatan (S.Kep) ke tahap professional (Ners).
Keuntungan dari adanya kebijakan ini, para sarjana dapat memperoleh lisensi dalam
melakukan praktek keperawatannya. Dan jika nanti melanjutkan ke spesialis akan
menjadi spesialis yang benar-benar bertanggung jawab dalam bidangnya.

A. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan klinis pada lansia dikenal dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang
pengalaman belajar yang diperoleh melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. Lansia
sangat sedikit yang telah menyelesaikan pendidikan dari sekolah nenengah atas sekitar (49%)
dari pada keseluruhan populasi yang berusia 25 tahun keatas (75%). Sedikitnya 1 dari 5 orang
lansia dlaam populasi di amerika serikat yang bukan kulit putih yang telah lulus dari sekolah
menengah umum kebanyakan mempunyai pendidikan tidak lebih dari pendidikan sekolah
dasar. Salah satu pendidikan dalam keperawatan gerontik adalah pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan adalah suatu komponen keperawatan gerontology yang esensial. Focus
dan tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk menggambarkan maslah,menyarankan perilaku
koping,dan memfasilitasi penguasaan dan pengendalian klien. Bagi lansia pendidikan
ksehatan ini mungkin untuk membantu orang yang mengalami penyakit kronis dalam
beradaptasi terhadap penyakitnya, menghadapi masalah, dan memahami proses yang
berhubungan dengan penuaan.
Departemen kesehtaan dan pelayanaan masyarakat telah mendirikan suatu program nasional
pendidikan masyarakat yang disebut lansia sehat yang berusaha untuk mendidik lansia tentang
praktik kesehatan yang dapat mengurangi risiko dalam penyakit kelumpuhan dan
meningkatkan prospek mereka untuk hidup lebih aktif dan produktif. Program mereka
menekankan enam area penddikan kesehatan yang dapat membuat perbedaan.

B. Strategi Pendidikan Untuk menyesuaikan efek fisik penuaan


Ada beberapa gangguan yang sering dialami oleh lansia, gangguan memori (66%), gangguan
penglihatan dan pendengaran (43%), keletihan (70%) dan kemampuan untuk belajar lamban
(27%). Dan hanya 40% yang melaporkan bawa mereka menikmati belajar di dalam kelompok
daripada secara individual. Agar semua nya dapat menikamti dan informasi yang disampaikan
bias ditangkap jelas oleh para lansia maka ada strategi yang harus dilakukan. Untuk lansia
dengan penglihatan yang kurang pemateri harus membuat materi dengan huruf yang
besar,warna yang kontras seperti hitam putih, dan jangan memakai kertas yang memantulkan
cahaya,meteri dibagi kedalam paragraph sederhana dan singkat yang mudah dipahami. Beri
waktu untuk lansia memroses materi yang dibagikan sampai benar benar bias. Jika lansia
dengan gangguan kognitif atau lambat maka keluarga atau yang merawat dirumah yang harus
diberikan pendidikan kesehatan. Untuk lansia dengan ganguan pendengaran sebaiknya
pemateri atau pembicara dapat melakukan dengan perlahan agar gerakan mulut pemateri
dapat ditangkap oleh lansia dan juga bias dengan gerakan-gerakan.

C. Teknik Pengajaran
Teknik pengajaran termasuk ceramah,demonstrasi dan mendemonstrasikan
kembali,kontrak,kegiatan elajar yang terprogram ata belajar sendiri,bermain peran.
1) Ceramah
Adlah format pengajaran paling umum. Agar dapat efektif kepada lansia, suatu ceramah harus
berdasarkan fakta dan singkat,berikan informasai yang bermanfaat dan dilakukan dalam cara
yang sesuai. Karena penguatan positif dapat meningkatkan belajar,hal ini harus digunakan
untuk menandakan apa yang ia lakukan adalah benar atau untuk mendukung kepatuhan.
2) Demonstrasi
Mendemonstrasikan kembali adalah suatu metode yang digunakan untukmengajarkan
prosedur dan akan efektif apabila lansia mempraktikkan langkah-langkahnya. Belajar sendiri
melibatkan teks sederhana yang memberikan informasi dengan cara yang ringkas. Cara ini
mungkin dalam bentuk pamphlet,kaset,video,atau paket instruksi untuk diri sendiri.
3) Kontrak
Kontrak melibatkan pnenetuan suatu tujuan mengidentifikasi hasil yang diharapkan,dan
memberi suatu penghargaan ketika tujuan tercapai.teknik pengajaran ini efektif ketika
digunakan dalam lingkungan pasien rawat jalan karena klien dan perawat dapat melihat
perubahan pada setiap kunjungan ulang. Hal itu juga melibatkan lansia yang membuat suatu
komitmen terhadap tujuan dan menjadi terlibat secara aktif di dalam perawatan dirinya
sendiri.

4) Bermain Peran dan Permainan


Bermain peran dan permainan memungkinkan peserta untukmeninjau ulang dan membahas
situasi yang disimulasikan. Aktivitas ini dapat menyenangkan dan melibatkan partisipasi
aktif. Kelompok pendukung dapat menggunakan permainan dan bermain peran dan juga
memberikan peluang bagi lansia untuk mendiskusikan perasaan,sumber daya, dan
pengalaman mereka.

D. Peran Perawat Gerontik


Menurut buku Gerontological Nursing (2014) peran perawat gerontology adalah sebagai
berikut :

1. Care Giver
Perawat langsung memberikan perawatan kepada lansia. Pada lansia, sering ditemui
symptom yang tidak biasa sehingga mempersulit diagnosis. Jadi perawat perlu tahu
konsep penyakit dan syndrome yang bisa muncul pada lansia
2. Edukator
Mengajarkan pasien adalah hal esensial dalam keperawatan gerontology. Fokusnya pada
keperawatan gerontikadalah memodifikasi factor resiko dan promosi kesehatan
3. Leader
Pada peran ini, perawat berperan dalam penyeimbangan antara pasien, keluarga dan team
interprofesional lainnya. Perawat mampu dalam memimpin, manajemen waktu,
membangun hubungan, komunikasi sehingga askep yang diberikan dapat optimal
4. Advokat
Disini perawat membantu pasien dengan mendukung yang mana yang diinginkan oleh
pasin, dan memperkuat kemampuan pasien dalam membuat keputusannya sendiri. Bisa
juga involvement dengan rujukan agar kebutuhan pasiennya dapat terpenuhi
5. Evidence-Based Clinician
Setiap tindakan yang diberikan harus berdasarkan Evidence based practice. Sehingga
dapat mengoptimalkan gagal menjadi penguat dalam praktiknya.

Selain itu juga bisa menjadi consultant, case manager, disesuaikan dengan kebutuhan
E. Evdence based practice untuk keperawatan gerontik
a. Pengertian

Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga
kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi terbaru
yang dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien
sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011).
Sedangkan menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk
memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang positif
sehingga bisa menerapakan EBP didalam praktik. Dari kedua pengertian EBP tersebut
dapat dipahami bahwa evidance based practice merupakan suatu strategi untuk
mendapatkan knowledge atau pengetahuan terbaru berdasarkan evidence atau bukti yang
jelas dan relevan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan meningkatkan skill
dalam praktik klinis guna meningkatkan kualitas kesehatan pasien.

b. Langkah-langkah dalam proses EBP

Berdasarkan (Melnyk et al., 2014) ada beberapa tahapan atau langkah dalam proses EBP.
Tujuh langkah dalam evidence based practice (EBP) dimulai dengan semangat untuk
melakukan penyelidikan atau pencarian (inquiry) personal. Budaya EBP dan lingkungan
merupakan faktor yang sangat penting untuk tetap mempertahankan timbulnya
pertanyaan-pertanyaan klinis yang kritis dalam praktek keseharian. Langkah-langkah
dalam proses evidance based practice adalah sebagai berikut:

1) Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry).


Inquiry adalah semangat untuk melakukan penyelidikan yaitu sikap kritis untuk
selalu bertanya terhadap fenomena- fenomena serta kejadian-kejadian yang terjadi saat
praktek dilakukan oleh seorang klinisi atau petugas kesehatan dalam melakukan
perawatan kepada pasien. Namun demikian, tanpa adanya budaya yang mendukung,
semangat untuk menyelidiki atau meneliti baik dalam lingkup individu ataupun institusi
tidak akan bisa berhasil dan dipertahankan. Elemen kunci dalam membangun budaya
EBP adalah semangat untuk melakukan penyelidikan dimana semua profesional
kesehatan didorong untuk memepertanyakan kualitas praktek yang mereka jalankan pada
saat ini, sebuah pilosofi, misi dan sistem promosi klinis dengan mengintegrasikan
evidence based practice, mentor yang memiliki pemahaman mengenai evidence based
practice, mampu membimbing orang lain, dan mampu mengatasi tantangan atau
hambatan yang mungkin terjadi, ketersediaan infrastruktur yang mendukung untuk
mencari informasi atau lieratur seperti komputer dan laptop, dukungan dari administrasi
dan kepemimpinan, serta motivasi dan konsistensi individu itu sendiri dalam menerapkan
evidence based practice (Tilson et al, 2011).

2) Mengajukan pertanyaan PICO(T) question.


Menurut (Newhouse et al., 2007) dalam mencari jawaban untuk pertanyaan klinis
yang muncul, maka diperlukan strategi yang efektif yaitu dengan membuat format PICO.
P adalah pasien, populasi atau masalah baik itu umur, gender, ras atapun penyakit seperti
hepatitis dll. I adalah intervensi baik itu meliputi treatment di klinis ataupun pendidikan
dan administratif. Selain itu juga intervensi juga dapat berupa perjalanan penyakit
ataupun perilaku beresiko seperti merokok. C atau comparison merupakan intervensi
pembanding bisa dalam bentuk terapi, faktor resiko, placebo ataupun nonintervensi.
Sedangkan O atau outcome adalah hasil yang ingin dicari dapat berupa kualitas hidup,
patient safety, menurunkan biaya ataupun meningkatkan kepuasan pasien.(Bostwick et
al., 2013) menyatakan bahwa pada langkah selanjutnya membuat pertanyaan klinis
dengan menggunakan format PICOT yaitu P(Patient atau populasi), I(Intervention atau
tindakan atau pokok persoalan yang menarik), C(Comparison intervention atau intervensi
yang dibandidngkan), O(Outcome atau hasil) serta T(Time frame atau kerangka waktu).
Contohnya adalah dalam membentuk pertanyaan sesuai PICOT adalah pada Mahasiswa
keperawatan(population)bagaimana proses pembelajaran PBL tutotial (Intervention atau
tindakan) dibandingkan dengan small group discussion (comparison atau intervensi
pembanding) berdampak pada peningkatan critical thinking (outcome)setelah
pelaksanaan dalam kurun waktu 1 semester (time frame). Ataupun dalam penggunaan
PICOT non intervensi seperti bagaimana seorang ibu baru (Population) yang
payudaranya terkena komplikasi (Issue of interest) terhadap kemampuannya dalam
memberikan ASI (Outcome) pada 3 bulan pertama pada saat bayi baru lahir. Hasil atau
sumber data atau literatur yang dihasilkan akan sangat berbeda jika kita menggunakan
pertanyaan yang tidak tepat makan kita akan mendapatkan berbagai abstrak yang tidak
relevan dengan apa yang kita butuhkan (Melnyk & Fineout, 2011). Sedangkan
dalamlobiondo & haber, (2006) dicontohkan cara memformulasikan pertanyaan EBP
yaitu pada lansia dengan fraktur hip(patient/problem), apakah patientanalgesic control
(intervensi) lebih efektif dibandingkan dengan standard of care nurse administartif
analgesic(comparison) dalam menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan LOS
(Outcome).
3) Mencari bukti-bukti terbaik.
Kata kunci yang sudah disusun dengan menggunakan picot digunakan untuk memulai
pencarian bukti terbaik. Bukti terbaik adalah dilihat dari tipe dan tingkatan penelitian.
Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence atau bukti terbaik adalah metaanalysis
dan systematic riview. Systematic riview adalah ringkasan hasil dari banyak penelitian
yang memakai metode kuantitatif. Sedangkan meta-analysis adalah ringkasan dari
banyak penelitian yang menampilkan dampak dari intervensi dari berbagai studi. Namun
jika meta analisis dan systematic riview tidak tersedia maka evidence pada tingkatan
selanjutnya bisa digunakan seperti RCT. Evidence tersebut dapat ditemukan pada
beberapa data base seperti CINAHL, MEDLINE, PUBMED, NEJM dan COHRANE
LIBRARY (Melnyk & Fineout, 2011).
Ada 5 tingkatan yang bisa dijadikan bukti atau evidence (Guyatt&Rennie, 2002) yaitu

:a) Bukti yang berasal dari meta-analysis ataukah systematic riview.

b) Bukti yang berasal dari disain RCT.

c) Bukti yang berasal dari kontrol trial tanpa randomisasi.


d) Bukti yang berasal dari kasus kontrol dan studi kohort.
e) Bukti dari systematic riview yang berasal dari penelitian kualitatif dan diskriptif.
f) Bukti yang berasal dari single-diskriptif atau kualitatif study
g) Bukti yang berasal dari opini dan komite ahli.Dalam mencari best evidence, hal yang
sering menjadi hambatan dalam proses pencarian adalah keterbatasan lokasi atau sumber
database yang free accsess terhadap jurnal-jurnal penelitian. Namun demikian seiring
dengan perkembangan teknologi.

4) Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang ditemukan


Setelah menemukan evidence atau bukti yang terbaik, sebelum di implementasikan
ke institusi atau praktek klinis, hal yang perlu kita lakukan adalah melakukan appraisal
atau penilaian terhadap evidence tersebut. Untuk melakukan penilaian ada beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan diantaranya adalah (Polit & Beck, 2013) :

a) Evidence quality adalah bagaimana kualitas bukti jurnal tersebut? (apakah tepat atau
rigorous dan reliable atau handal)
b) What is magnitude of effect? (seberapa penting dampaknya?)
c) How pricise the estimate of effect? Seberapa tepat perkiraan efeknya?
d) Apakah evidence memiliki efek samping ataukah keuntungan?
e) Seberapa banyak biaya yang perlu disiapkan untuk mengaplikasikan bukti?
f) Apakah bukti tersebut sesuai untuk situasi atau fakta yang ada di klinis?

5) Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien untuk membuat
keputusan klinis terbaik Sesuai dengan definisi dari EBP, untuk mengimplementasikan
EBP ke dalam praktik klinis kita harus bisa mengintegrasikan bukti penelitian dengan
informasi lainnya. Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan pengetahuan yang kita
miliki, ataukah dari pilihan dan nilai yang dimiliki oleh pasien. Selain itu juga,
menambahkan penelitian kualitatif mengenai pengalaman atau perspektif klien bisa
menjadi dasar untuk mengurangi resiko kegagalan dalam melakukan intervensi terbaru
(Polit & Beck, 2013). Setelah mempertimbangkan beberapa hal tersebut maka langkah
selanjutnya adalah menggunakan berbagai informasi tersebut untuk membuat keputusan
klinis yang tepat dan efektif untuk pasien. Tingkat keberhasilan pelaksanaan EBP proses
sangat dipengaruhi oleh evidence yang digunakan serta tingkat kecakapan dalam melalui
setiap proses dalam EBP (Polit & Beck, 2008).

6) Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP


Evaluasi terhadap pelaksanaan evidence based sangat perlu dilakukan untuk
mengetahui seberapa efektif evidence yang telah diterapkan, apakah perubahan yang
terjadi sudah sesuai dengan hasil yang diharapkan dan apakah evidence tersebut
berdampak pada peningkatan kualitas kesehatan pasien (Melnyk & Fineout, 2011).

7) Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)


Langkah terakhir dalam evidence based practice adalah menyebarluaskan hasil. Jika
evidence yang didapatkan terbukti mampu menimbulkan perubahan dan memberikan
hasil yang positif maka hal tersebut tentu sangat perlu dan penting untuk dibagi (Polit &
Beck, 2013)Namun selain langkah-langkah yang disebutkan diatas, menurut (Levin &
Feldman, 2012) terdapat 5 langkah utama evidence based practicedalam setting
akademikyaitu Framing the question (menyusun pertanyaan klinis), searching for
evidence, appraising the evidence, interpreting the evidence atau membandingkan antara
literatur yang diperoleh dengan nilai yang dianut pasien dan merencanakan pelaksanaan
evidence kedalam praktek, serta evaluating your application of the evidence atau
mengevaluasi sejauh mana evidence tersebut dapat menyelesaikan masalah klinis.

II.3. Perkembangan Keperawatan Gerontik

A. Sejarah Keperawatan Gerontologis


Sejarah dan perkembangan keperawatan gerontologis kaya akan keragaman
dan pengalaman, seperti halnya populasi yang dilayaninya. Dengan meningkatnya
jumlah kondisi kesehatan akut, kronis, dan terminal yang dialami oleh orang dewasa
yang lebih tua, perawat berada di posisi kunci untuk menyediakan pencegahan
penyakit dan promosi kesehatan, mempromosikan penuaan yang positif, dan
membantu populasi yang terus bertambah ini dalam pengambilan keputusan akhir
kehidupan. Gerontological Nursing Association (NGNA), American Journal ef
Nursing, American Nurses Association (ANA), Sigma Theta Tau International
(STTI), dan Institut Yayasan John A. Hartford untuk Perawatan Geriatri di New York
University berkontribusi signifikan terhadap pengembangan spesialisasi keperawatan
gerogikal.
 Keistimewaan secara resmi diakui pada awal 1960-an ketika ANA
merekomendasikan kelompok khusus untuk perawat geriatri dan pembentukan
divisi keperawatan geriatri, dan mengadakan pertemuan keperawatan nasional
pertama tentang praktik keperawatan geriatri. Pertumbuhan spesialisasi
meningkat selama tiga dekade ke depan.
 Pada awal 1970-an, Standar ANA untuk Praktik Geriatri dan Journal of
Gerontological Nursing pertama kali diterbitkan (masing-masing pada tahun 1970
dan 1975). Setelah diberlakukannya program federal seperti Medicare dan
Medicaid, pertumbuhan cepat dalam Perawatan kesehatan industri untuk orang
tua terjadi. Perawat diberikan kesempatan pendidikan yang substansial untuk
belajar tentang perawatan veteran yang lebih tua.
 Pada tahun 1976, Divisi Keperawatan Geriatri ANA mengubah namanya menjadi
Divisi Keperawatan Gerontologis dan menerbitkan Standar Keperawatan Organik
(Ebersole & Touhy, 2006 ;, Meiner, 2011).
 Dekade 1980-an melihat pertumbuhan substansial dalam keperawatan
gerontologis ketika NGNA didirikan, bersamaan dengan dikeluarkannya
pernyataan ANA yang direvisi tentang Ruang Lingkup dan Standar Praktik
Keperawatan Gerontologis. Peningkatan jumlah perawat mulai mendapatkan
persiapan master dan doktoral dalam keperawatan gerontologis, dan pendidikan
tinggi membentuk program untuk mempersiapkan perawat sebagai perawat
praktik lanjutan di lapangan (praktisi perawat geriatri dan spesialis perawat klinis
gerontologis).
 Pada 1990-an, Institut Yayasan Keperawatan Geriatri John A. Hartford didirikan
di Divisi Keperawatan NYU. Ini memberikan momentum yang belum pernah
terjadi sebelumnya untuk meningkatkan pendidikan dan praktik keperawatan dan
meningkatkan penelitian keperawatan dalam perawatan orang dewasa yang lebih
tua. Selain itu, fokus pada kebijakan publik publik dan pendidikan konsumen.
Program Perawat Meningkatkan Perawatan untuk Lansia Kesehatan (NICHE)
memperoleh reputasi nasional sebagai model perawatan akut untuk orang dewasa
yang lebih tua.

BOX 1-1 : Penelitian

Tujuan: Untuk menunjukkan bahwa implementasi aktivitas stimulasi kognitif layak secara klinis dan memiliki
potensi untuk mengurangi keparahan dan durasi delirium dan kehilangan fungsional dalam pengaturan
perawatan pascaacute pada peserta yang mengalami delirium ditumpangkan pada demensia.

Metode / Sampel: Peserta direkrut dan didaftarkan pada saat keluar dari rumah sakit dan masuk ke pusat
perawatan / rehabilitasi postakute. Persetujuan tertulis untuk partisipasi diperoleh dari perwakilan resmi
masing-masing peserta. Enam belas peserta memenuhi kriteria pendaftaran dan secara acak ditugaskan ke
salah satu dari dua kondisi: stimulasi kognitif (intervensi; n = 11) atau perawatan biasa (kontrol; n = 5). Rata-
rata, usia di kedua kelompok adalah 85 dan mayoritas adalah perempuan.

Intervensi: Kelompok intervensi menerima perawatan rutin dan terapi rehabilitasi untuk kondisi medis-bedah
mereka. Mereka juga menerima stimulasi kognitif menggunakan kegiatan rekreasi sederhana yang semakin
menantang dan disesuaikan dengan minat dan kemampuan fungsional setiap orang. Kelompok kontrol
menerima perawatan rutin dan terapi rehabilitasi tanpa stimulasi kognitif.

Pengukuran: Penilaian buta harian tentang delirium, keparahan delirium, dan status fungsional diukur hingga
30 hari.

Temuan: Kemudahan kelayakan klinis menggunakan berbagai alat dan intervensi pelaksanaan telah
ditunjukkan. Semua staf fasilitas keperawatan melaporkan bahwa mereka puas dengan implementasi /
intervensi dan akan merekomendasikannya ke fasilitas lain. Kelompok kontrol memiliki penurunan yang
signifikan secara statistik dalam fungsi fisik dan status mental dari waktu ke waktu dibandingkan dengan
kelompok intervensi. Delirium, keparahan delirium, dan perhatian mendekati signifikansi dan perbaikan dari
waktu ke waktu disukai kelompok intervensi. Kelompok kontrol mengalami lebih banyak hari delirium
daripada kelompok intervensi.

Aplikasi untuk praktik: Perawat berada di posisi kunci untuk memberikan dampak positif terhadap hasil
pasien menggunakan intervensi keperawatan nonfarmakologis dalam populasi pasien ini. Membantu orang
lanjut usia untuk mendapatkan kembali fungsi yang memadai setelah dirawat di rumah sakit sehingga mereka
dapat kembali ke rumah mereka sangat besar dalam hal kualitas hidup, beban pengasuh, dan biaya. Sumber:
Kolanowski, A., Fick, D., Clare, L., Steis, M., Boustani, M., & Litaker, M. (2010). Studi percontohan dari
intervensi nonfarmakologis untuk delirium ditumpangkan pada demensia.

Penelitian dalam Keperawatan Gerontologis, 20, 1-7. doi: 10.3928 / 19404921-20101001-98


Abad ke-21 telah membangkitkan minat dalam perawatan gerontologis. Ketika
baby boomer, yang mulai berusia enam puluh lima tahun pada tahun 2011, terus
bertambah usia, kader individu ini tidak hanya akan mengharapkan tetapi menuntut
keunggulan dalam perawatan geriatri.

Pada tahun 2003, upaya kolaboratif Institut Keperawatan Geriatri John A.


Hartford, Akademi Keperawatan Amerika, dan Asosiasi Kolese Keperawatan
Amerika (AACN) mengarah ke pengembangan Hartford Geriatric Nursing Initiative
(HGNI). Inisiatif ini secara substansial meningkatkan jumlah ilmuwan perawat
erontologis dan pengembangan praktik keperawatan gerontologis berbasis bukti. Saat
ini, ada beberapa jurnal profesional, buku, situs web, dan organisasi yang
didedikasikan untuk asuhan keperawatan orang dewasa yang lebih tua. Salah satu
jurnal terbaru yang muncul pada tahun 2008 adalah Journal of Gerontological
Nursing Research

Pada tahun 2008, Masyarakat Kehormatan Keperawatan, Sigma Theta Tau


International (STTI), mengakui kemampuan perawat untuk memengaruhi praktik dan
hasil pasien dalam perawatan kesehatan geriatri dan mengembangkan Akademi
Keperawatan Kepemimpinan Geriatrik (GNLA). Pengalaman kepemimpinan yang
dibimbing selama 18 bulan untuk perawat didanai oleh Yayasan John A. Hartford
dan dikembangkan dalam kemitraan dengan Pusat Keunggulan Keperawatan
Geriatric Hartford Foundation. GNLA adalah peluang utama bagi perawat yang
didedikasikan untuk mempengaruhi kebijakan dan hasil kesehatan geriatri. Para
peserta GNLA menjadi peserta aktif dalam jaringan nasional para pemimpin
keperawatan gerontologis. Pada 2011, program ini menerima dana tambahan dari
Hill-Rom Inc. dan Northwest Health Foundation.

Pada tahun 2009, Geriatric Nursing Education Consortium (GNEC) didirikan


oleh AACN dan didanai oleh John A. Hartford Foundation untuk meningkatkan
konten keperawatan gerontologis dalam kursus keperawatan tingkat sarjana. Agar
berhasil memasukkan konten ke dalam kurikulum, fakultas harus dididik dan
memiliki konten gerontologis berbasis bukti yang dapat diakses, akses ke sumber
daya, dan dukungan dari rekan keperawatan gerontologis professional.

Inisiatif residensi perawat Perawatan Geropalliatif nasional pada tahun 2010


dipelopori oleh Rumah Sakit Umum Massachusetts dan sebagian didanai oleh Center
to Champion Nursing in America, sebuah inisiatif dari Asosiasi Pensiunan Orang
Amerika (AARP), AARP Foundation, dan Robert Wood Johnson Dasar. Yvonne L.
Munn Center for Nursing Research dari Massachusetts General Hospital memberikan
arahan dan pengawasan untuk residensi AgeWISE, yang telah diterapkan di 13
pengaturan perawatan akut di Amerika Serikat. Informasi lebih lanjut tentang
residensi AgeWISE dapat ditemukan di http://championnursing.org/blog/nurse-
residency-geropalliative-care.
Advancing Care Excellence for Senior (ACES) didirikan pada 2010 dan
dikembangkan melalui kemitraan antara National League for Nursing (NLN) dan
Community College of Philadelphia dengan dana dari John A. Hartford Foundation,
Laerdal Medical, dan Independence Foundation. Diimplementasikan melalui NLN,
program pengembangan fakultas keperawatan ini telah meningkatkan dan
memberdayakan fakultas untuk mengajarkan konten keperawatan gerontologis untuk
mahasiswa keperawatan sarjana. ACES membantu siswa untuk menilai pentingnya
penuaan secara individual, kompleksitas perawatan, dan kerentanan selama transisi
kehidupan. Pengetahuan tentang perawatan orang dewasa yang lebih tua dibingkai di
sekitar ide-ide ini dan memandu pemilihan konten dalam kurikulum keperawatan.
Informasi lebih lanjut tentang ACES dapat ditemukan di
http://www.nln.org/facultyprograms/facultyresources/aces/index.htm.

Perkembangan keperawatan gerontologis sebagai spesialisasi dikaitkan dengan


sejumlah perintis keperawatan. Sebagian besar perawat ini berasal dari Amerika
Serikat; namun, dua pelopor utama berasal dari Inggris. Florence Nightingale dan
Doreen Norton memberikan wawasan awal tentang "perawatan orang tua."
Nightingale benar-benar perawat gerontologis pertama, karena dia menerima posisi
pengawas perawat di lembaga bahasa Inggris yang sebanding dengan rumah
perawatan kami saat ini. Dia merawat pembantu wanita dan pembantu wanita kaya di
sebuah lembaga bernama Care of Sick Gentlewomen in Distressed Situation
(Ebersole & Touhy, 2006). Doreen Norton merangkum pemikirannya tentang
keperawatan geriatri dalam pidato tahun 1956 di konferensi tahunan Student Nurses
Association di London. Dia kemudian memfokuskan kariernya pada perawatan orang
tua dan menulis tentang kebutuhan yang unik dan spesifik dari para penatua dan
perawat yang merawat mereka. Dia mengidentifikasi keuntungan termasuk perawatan
geriatri dalam pendidikan keperawatan dasar sebagai: (1) belajar kesabaran, toleransi,
pemahaman, dan keterampilan keperawatan dasar; (2) menyaksikan tahap akhir
penyakit dan pentingnya asuhan keperawatan yang terampil pada saat itu; (3)
mempersiapkan masa depan, karena di mana pun seseorang bekerja dalam perawatan,
orang tua akan menjadi bagian besar dari perawatan; (4) mengakui pentingnya
rehabilitasi yang tepat, yang menuntut semua keterampilan yang dimiliki perawat;
dan (5) menyadari perlunya melakukan penelitian dalam keperawatan geriatri
(Norton, 1956).

Landmarks (kejadian penting) Dalam Pengembangan Perawatan


Gerontologis

Ilmuwan perawat, pendidik, penulis, dan dokter membuat jalan bagi


pengembangan keperawatan gerontologis secara keseluruhan seperti yang kita kenal
sekarang. Berikut ini adalah ringkasan landmark penting dalam pengembangan
keperawatan gerontologis sebagai spesialisasi:

1902 American Journal of Nursing (AJN) menerbitkan artikel geriatri pertama


oleh MD
1904 AJN menerbitkan artikel geriatri pertama oleh RN

1925 AJN menganggap keperawatan geriatri sebagai potensi khusus. Kolom


anonim berjudul “Perawatan Orang Lanjut Usia” muncul di AJN

1950 Buku teks keperawatan geriatri pertama, Geriatric Nursing (Newton),


menerbitkan tesis master pertama dalam perawatan geriatri yang diselesaikan oleh
Eleanor Pingrey Geriatrics menjadi spesialisasi dalam keperawatan

1952 Studi keperawatan geriatri pertama yang diterbitkan dalam Nursing


Research

1961 ANA merekomendasikan kelompok khusus untuk perawat usia lanjut

1962 ANA mengadakan Pertemuan Keperawatan Nasional pertama tentang


Praktik Keperawatan Geriatri

1966 ANA membentuk Divisi Keperawatan Geriatrik Program Master


Pertama Perawat Klinik Spesialis Gerontologi dimulai di Duke University

1968 First RN (Gunter) hadir di Kongres Internasional Gerontologi

1970 ANA menciptakan Standar Praktek untuk Perawatan Geriatri

1973 Ana menawarkan sertifikasi generalis pertama dalam keperawatan


gerontologis.

1975 jurnal keperawatan pertama untuk perawatan folder dewasa yang


diterbitkan: jurnal keperawatan gerontologis oleh slack, inc konferensi keperawatan
pertama diadakan di kongres gerontologi internasional

1976 Divisi keperawatan geriatri ANA mengubah nama menjadi divisi


keperawatan gerontologis. ANA mempublis standar keperawatan gerontology

1977 kellogg foundation fund geriatric: perawat sertifikat pendidikan jalur


keperawatan pertama gerontologis, didanai oleh divisi keperawatan di universitas
kansas.

1979 konferensi nasional pertama tentang keperawatan gerontologis yang


disponsori oleh jurnal keperawatan gerontologis.

1980 AIN menerbitkan jurnal keperawatan geriatri geriatrik, perawat oleh


gunter dan ester menyarankan kurikulum untuk semua tingkat pendidikan
keperawatan.

1980 robert kayu pertama bantuan johnson Foundation untuk kesehatan,


diberikan edders (delapan di Amerika Serikat)

1981 konferens internasional pertama di keperawatan gerontologi di sponsor


international konsil keperawatan (los agels, kalifornia).
ANA difisi dar keperawatan gerontologi Pernyataan yang diterbitkan lingkup
praktik Program hasil rumah sakit yayasan john A. hartford untuk lansia (HOPE)
menggunakan Model perawat sumber daya geriatrik (GRN) yang dikembangkan di
universitas yale di bawah arahan terry fulmer.

1984 national gerontological nursing association established ana division


gerontological nursing practice. become council on gerontological nursing.

1989 Sertifikasi ANA didirikan untuk keperawatan gerontologis klinik

1990 ANA mendirikan divisi perawatan jangka panjang dalam dewan


keperawatan gerontologis.

1992 perawat meningkatkan perawatan untuk penatua sistem kesehatan


(NICHE) didirikan di divisi new york universitas keperawatan berdasarkan
HARAPAN.

Sertifikasi ANA 1998 tersedia untuk perawat praktik lanjut lanjut usia
geriatrik sebagai praktisi perawat geriatri atau spesialis perawat klinik gerontologis

2000 akademi keperawatan Amerika, yayasan john A hartford dan divisi


keperawatan NYU NICHE dikelola melalui lembaga yayasan john A hartford untuk
keperawatan geriatri.

Yayasan perawat Amerika 2002 dan ANA menemukan kompetensi perawat


dalam menua usaha patungan dengan lembaga yayasan john a hartford untuk
keperawatan geriatric

Ujian sertifikasi generalis umum terkomputerisasi pertama dari perawat


Amerika tahun 2004 adalah untuk para perawat gerontologis.

2005 jurnal keperawataj gerontologi berumur 30 tahun.

Jurnal keperawatan geriatri 2008 merayakan 30 tahun. jurnal penelitian


perawat gerontologis muncul.

2010 NLN'S unggul keunggulan perawatan untuk senior (ACES) inisiatif


pengembangan fakultas keperawatan, meluncurkan, usia WISE gero paliatif residensi
perawat perawatan, sebuah inisiatif nasional disebarluaskan oleh masscahuttes
umum.

B. Isu dan trend keperawatan gerontik


1. Perubahan pada lansia
Penuaan terjadi tidak secara tiba-tiba, tetapi berkembnag dari masa bayi, anak-
anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan dengan berkurangnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.
Menurut Eka A. Kiswanto (2009) sebagia berikut :
a) Keinginan terhadap hubungan intim dapat dilakukan dalam bentuk sentuhan
fisik dan ikatan emosional secara mendalam.
b) Perubahan sensitivitas emosional pada lansia dapat menimbulkan perubahan
perilaku.
c) Pembatasan fisik, kemunduran fisik, dan perubahan peran sosial menimbulkan
ketergantungan.
d) Pemberian obat pada lansia bersifat palliatif care, yaitu obat ditujukan untuk
mengurangi rasa sakit yang dirasakan lansia.
e) Penggunaan obat harus memerhatikan efek samping.
f) Kesehatan mental mmeengaruhi integrasi dengan lingkungan.
g) JPKM lansia.

2. Tujuan gerontologi dan geriatric


a) Tujuan gerontologi
1) membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya
berkaitan dengan proses penuaan.
2) membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.
3) mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut
usia, baik jasmani, rohani, maupun sosial secara optimal.
4) memotivasi dan menggerakan masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan lanjut usia.
5) memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari.
6) mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
7) mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.
8) meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan
keberadaannya dalam masyarakat.
b) Tujuan geriatric
1) mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang
setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
2) memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
3) merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat
mengenal dan menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila mereka
menemukan kelainan tertentu.
4) mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang mnederita
suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan
yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian
secara maksimal)
5) bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dna bila mereka sudah
sampai pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi
bantuan yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam
akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan perhtian yang maksimal
sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).

II.4. Pengertian lansia dan batasn usia dari beberapa ahli / sumber

Pengertian lansia
a. Menurut Budi Anna Keliat, 1999
usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia.
b. Menurut pasal 1 ayat (2),(3),(4) UU No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun.
c. Menurut Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999
lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 69 tahun keatas.
d. Menurut Constantinides, 1994
pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi.
e. Menurut Darmojo dan Martono, 1999
oleh karena itu, dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolic
dan structural yang disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia
akan mengakhiri hidup dengan episode terminal.
Batasan umur lanjut usia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Effendi (2009), batasan-batasan umur yang
mencakup batasan umur lansia sebagai berikut:
a. Menurut UU No.13 Tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1ayat 2
yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas”
b. Menurut World Health Organization (WHO)
usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut:
- Usia pertengahan (middle age) ialah 45 – 59 tahun
- Lanjut usia (elderly) ialah 60 – 74 tahun
- Lanjut usia tua (old) ialah 75 – 90 tahun
- Usia sangat tua (very old) ialah diatas 90 tahun
c. Menurut Dra. Jos Mardani (Psikolog UI)
Terdapat empat fase, yaitu :
- Fase invertus ialah 25 – 40 tahun
- Fase virilities ialah 40 – 55 tahun
- Fase presenium ialah 55 – 65 tahun
- Fase senium ialah 65 hingga tutup usia
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (getiatric age) : >
65 tahun atau 70 tahun
Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan usia,
yaitu :
- Young old (70 – 75 tahun)
- Old (75 – 80 tahun)
- Very old (> 80 tahun)

Klasifikasi lansia
1. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45 – 59 Tahun
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih /seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003)
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI,2003)
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang sudah tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003)
Karateristik lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karateristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
kesehatan)
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososisal sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptive
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
Tipe lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut.
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah,pengalaman,menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
dan acuh tak acuh.

II.5. Setting Perawatan Kesehatan Bagi Lansia

A. Setting Acute Care


1. Peran Perawat Gerontik pada Setting Acute Care
Setting perawatan akut memaparkan bahwa perawat gerontik berfokus  pada
treatment (terapi fisik, patologi berbicara bahasa dan terapi okupasi) dan asuhan
keperawatan untuk masalah-masalah akut seperti trauma, kecelakaan, 
permasalahan ortopedi, penyakit respiratori yang ringan, atau masalah sirkulasi
yang cukup serius. Tujuan dari asuhan keperawatan ini adalah untuk membantu
meningkatkan kualitas hidup dan mencegah komplikasi. Seorang  perawat
gerontik perawatan akut merupakan perawat praktik lanjutan dengan sertifikasi
khusus dalam perawatan akut. Perawat gerontik perawatan akut memiliki keahlian
untuk merawat pasien lansia di lingkungan kesehatan akut seperti di ruang gawat
darurat, unit  perawatan intensif, pusat trauma atau daerah diagnostik canggih
seperti kateterisasi jantung. Perawat dipersiapkan untuk berbagai kesempatan
kerja di Rawat Inap akut pengaturan (ICU, CCU, Departemen Darurat) atau
daerah khusus (kardiovaskular, pernapasan, neurologi). Perawat perawatan akut
juga merupakan pusat layanan perencanaan untuk lansia pada saat pulang. Selain
itu, perawat gerontik dapat membantu dalam penjadwalan mengunjungi  perawat
atau penerimaan perawatan jangka panjang. Perawat juga membantu lansia untuk
menemukan program promosi kesehatan, seperti yang akan membantu dalam
berhenti merokok, manajemen stres, penurunan berat badan, atau berolahraga
akan memungkinkan mereka untuk memasuki program ini segera setelah pulang,
sementara mereka masih termotivasi untuk melakukannya. Perbedaan dengan
perawatan sub-akut yaitu perawat sub-akut memberikan  perawatan berkelanjutan
untuk pasien yang tidak lagi memerlukan rawat inap, namun masih perlu
perawatan medis terampil di fasilitas rehabilitasi. Rehabilitasi sub-akut dianjurkan
ketika pasien tidak fungsional dapat kembali ke rumah. Selama penyembuhan,
pasien menerima rehabilitasi di fasilitas keperawatan terampil, di mana mereka
menginap sampai tujuan terapi terpenuhi. Perbedaan mendasar antara perawatan
akut dan sub-akut adalah durasi tinggal. Durasi tinggal seorang pasien dalam
setting perawatan akut mungkin singkat dan fokusnya adalah mungkin pada
tindakan pencegahan seperti peningkatan pengawasan kegiatan pasien dan
lingkungan

2. Bentuk Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan Lansia pada Acute Care Setting
Continuum of care merujuk pada program atau institusi yang menyediakan 
pelayanan antar disiplin yang komprehensif dan terkoordinasi untuk lansia
mencakup antara lain perawatan primer/preventif, akut, transisional, dan 
pelayanan rehabilitasi. Setting perawatan akut merupakan bagian yang  penting
dari continuum of care karena perawatan lansia dengan penyakit akut sangat
kompleks. Brocklehurst dan Allen (1987) berpendapat bahwa lansia memerlukan
perhatian khusus dikarenakan usia lanjut lebih sensitif terhadap  penyakit akut.
(Miller, 2012; Wallace, 2008). Beberapa model perawatan yang dikembangkan
untuk lansia dalam setting perawatan akut yaitu (Miller, 2012):
a.  Unit perawatan akut geriatri terspesialisasi (spesialized geriatric acute
care units)
Program ini disebut juga dengan unit acute care for elders (ACE). Inti
dari program ini adalah lansia memiliki kebutuhan unik dan kompleks
yang dapat dipenuhi oleh tim multidisiplin untuk mencegah kemunduran
fungsi selama hospitalisasi. Model keperawatan ini terbukti mengurangi
kemunduran fungsi sebesar 18% dan mengurangi lamanya hospitalisasi
(Baztan, Suarez-Garcia, Lopez-Arrieta, Rodrigues-Manas, & Rodrigues-
Artalejo, 2009; Zelada, Salinas, & Baztan, 2009). Model ini berfokus pada
manajemen tim interdisiplin, keperawatan yang berfokus pada klien,
discharge planning lebih awal, lingkungan fisik yang sesuai, serta
pengkajian dan intervensi pada gangguan yang umum terjadi pada lansia
(mobilitas, risiko jatuh, self-care, integritas kulit, kontinensia, depresi, dan
ansietas). Tim ACE  biasanya terdiri dari perawat gerontologis, geriatris,
farmasi, psikiater  profesional, dan berbagai terapis rehabilitasi. Namun
terdapat tiga gangguan pada lansia yang sering disebabkan oleh
hospitalisasi, yaitu cedera jatuh, ulkus dekubitus, dan infeksi saluran
kemih karena  pemasangan kateter. Capetuzi dan Brush (2009)
mengidentifikasi  beberapa model untuk meningkatkan pelayanan lansia di
rumah sakit (Miller, 2012):
1) Hospital elder life program (HELP): fokus pada identifikasi dan
manajemen delirium pada lansia di rumah sakit.
2) Unit yang menyediakan palliative care
3) Kolaborasi geriatri dan ortopedi pada klien dengan fraktur pinggul
4) Program yang mengurangi waktu operasi pada lansia
5) Tim yang khusus menangani trauma pada lansia
6) Unit konsultasi untuk lansia.

b. Unit pelayanan subakut


Program ini merujuk pada kebutuhan medis yang kompleks pada lansia
di rumah sakit. Program ini menyediakan pelayanan keperawatan dan
kesehatan ahli bagi lansia yang membutuhkan rehabilitasi komprehensif
setelah mengalami penyakit atau operasi yang berat, misalnya stroke atau
operasi ortopedi. Pelayanan yang tersedia adalah kemoterapi, terapi
intravena, perawatan luka kompleks, nutrisi enteral dan parenteral, dan
manajemen respiratori kompleks (ventilator, trakeostomi).

c. Model hospital-at-home
Model ini merupakan model multidisiplin yang menyediakan 
perawatan dan pelayanan kesehatan dalam waktu tertentu. Tipe ini
mencakup tipe layanan yang menyediakan layanan discharge planning
awal. Tipe ini dapat diterapkan pada lansia dengan selulitis,  pneumonia,
terapi infusi, perawatan post-operasi, CHF, dan COPD. Penelitian
menunjukkan setelah 6 bulan, persentase meninggal lebih rendah pada
pasien yang menerima perawatan di rumah (Shepperd et al, 2009). Selain
itu, tipe ini juga lebih murah, serta pasien mengalami  peningkatan ADL
(Leff, 2009)

d. Model perawatan transisional Model ini diaplikasikan pada rentang


layanan yang luas dan bertujuan untuk menyediakan koordinasi dan
kontinuitas layanan kesehatan kesehatan melalui berbagai setting layanan.
Model ini dikembangkan sebagai respon banyaknya klien yang
masukkembali ke rumah sakit tidak lama setelah pulang. Model ini
terbukti menurunkan rehospitalisasi pasien sebanyak 30%, dengan
demikian juga menurunkan biaya (Jack et al., 2009). Komponen utama
model ini adalah; (a) perawat mengadvokasi tanggung jawab utama untuk
mengoordinasi rencana pulang dan komunikasi dengan klien/keluarga dan
penyedia layanan kesehatan lain, (b) dokumen rencana perawatan setelah
hospitalisasi yang berfokus pada pasien, dan (c) follow-up oleh farmasi 3
hari setelah pulang. Pada model ini, tersedia suatu instrumen untuk
mengidentifikasi klien lansia yang berisiko mengalami transisi yang buruk
yang dikembangkan oleh perawat, yaitu Transitional Care  Model (TCM):
Hospital Discharge Screening Criteria for High Risk Older Adults.
Perawat memastikan klien/keluarga memahami informasi tentang diagnosa
akhir dan masalah yang ada, medikasi (jadwal, tujuan dan efek,
kesepakatan follow-up, masalah yang mungkin timbul, dan semua
penyedia layanan (Podrazik & Whelan, 2008)

B. Nursing Home Setting


1. Peran Perawat pada Nursing Home Setting
Nursing homes dikategorikan kedalam keterampilan keperawatan atau rehabilitasi
skil (jangka pendek) yang ditujukan untuk pasien pasca perawatan di rumah sakit
selama 6 bulan atau kurang, dan perawatan jangka panjang untuk klien yang
menderita penyakit kronis. Rata-rata perawat terdaftar menyediakan 6 jam sehari
perawatan langsung untuk setiap lansia nursing home care, tetapi mereka
bertanggung jawab untuk semua komponen  pelayanan perawatan (Burger et al.,
2009). Seorang pimpinan perawat dari seluruh negara bagian berinisiatif untuk
meningkatkan perawatan di fasilitas keperawatan agar menghasilkan peningkatan
dalam semua indikator kualitas berikut: jatuh, penurunan berat  badan, tekanan
ulkus, dan status bed fast (Rantz et al, 2009.). Selain  perawatan langsung untuk
para lansia, perawat praktek dapat memberikan  pendidikan staf, membantu
pengembangan program, bertindak sebagai konsultan dalam perencanaan dan
pelaksanaan perawatan, membentuk kelompok-kelompok pendukung untuk klien
dan keluarga, dan bertindak sebagai advokat bagi klien dan keluarga mereka.
Peran perawat dalam mempersiapkan lansia menghadapi kematian di nursing
home care adalah membantu dan memenuhi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan
spiritual. Pada saat memenuhi kebutuhan fisik lansia, perawat membantu lansia
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, membantu perawatan diri lansia dan
lingkungan, membantu mobilisasi, dan membantu kebutuhan eliminasi. Peran
perawat dalam memenuhi kebutuhan psikis lansia adalah memberikan dukungan
emosional, peduli dan membantu menyelesaikan masalah. Dalam pemenuhan
kebutuhan sosial lansia, perawat mempunyai  peran untuk peduli, memberikan
hiburan serta membina sosialisasi dan komunikasi yang baik dengan orang lain.
Memberi kesempatan berkumpul  bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk
menciptakan sosialisasi mereka. Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan
kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau agama yang dianutnya,
terutama jika klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.

2. Bentuk Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan Lansia pada Nursing Home


Setting
Rumah perawatan atau fasilitas keprawatan merujuk kepada suatu institusi
yang dibuat untuk orang-orang yang butuh bantuan untuk melakukan beberapa
aktivitas sehari-hari. Rumah perawatan membutuhkan pengawasan yang
berkelanjutan oleh seorang perawat yang teregistrasi atau praktisi perawat
berlisensi. Selain perawatan medis dan pelayanan keperawatan, rumah perawatan
juga menyediakan pelayanan gigi, pelayanan kesehatan kaki, pelayanan konsultasi
pengobatan tertentu dan terapi rehabilitasi (terapi fisik dan okupasi). Rumah
perawatan menyediakan banyak pelayanan kesehatan yang sama dengan yang
disediakan di Rumah Perawatan Akut, tetapi bagaimanapun penerima perawatan
dipanggil penghuni daripada pasien karena terdapatnya beberapa fasilitas hunian.
Rumah perawatan pada umumnya dikategorikan sebagai perawatan singkat karena
biasannya dilakukan dalam jangka waktu yang pendek. Untuk bisa menjadi
petugas di rumah perawatan, seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: mempunyai orang yang dirawat minimal 3 hari dengan 30 hari masa
pengobatan yang berhubungan dengan ketrampilan perawatan. Mempunyai
sertifikat yang berlisensi dari profesioanal atau pemerintah. Membutuhkan
ketrampilan melakukan perawatan sehari-hari yang tersertifikasi. Beberapa bentuk
pelayanan keperawatan dan kesehatan di rumah perawatan:
a. Perawatan Luka: balutan yang steril, debrimen dan irigrasi luka, pembalutan,
pengkajian terhadap drainase, pengkajian dan pengambilan kultur luka dan
memberi petunjuk kepada klien dan keluarga dalam perawatan luka.
b. Perawatan Pernapasan: pengelolaan terapi oksigen, ventilasi mekanik dan
melakukan penghisapan dan perawatan trakeotomi.
c. Tanda Vital: memantau tekanan darah, status kardiopulmonal, dan memberi
instruksi kepada klien dan keluarga dalam pengukuran denyut bila
diperlukan..
d. Eliminasi: pengkajian dan pengajaran, pemasangan kateter urine, irigrasi,
observasi adanya infeksi, dan memberi petunjuk kepada keluarga tentang
katerisasi intermiten juga dilaksanakan.
e. Nutrisi: pengkajian status nutrisi dan hidrasi, petunjuk diet yang dianjurkan,
pemberian makanan melalui selang dan memberi petunjuk kepada keluarga
tentang pemberian makanan melalui selang.
f. Rehabilitasi: memberi petunjuk kepada klien dan keluarga tentang cara
menggunakan alat bantu, latihan rentang gerak, ambulasi, dan teknik-teknik
pemindahan klien.
g. Pengobatan: memberi petunjuk kepada klien dan keluarga tentang cara kerja,
pemebrian dan efek samping obat-obatan, memantau pelaksanaan dan
keefektifan obat-obatan yang diberikan.
h. Terapi Intravena: pengkajian dan penatalaksanaan dehidrasi, pemberian
antibiotik, nutrisi parenteral, transfuse darah, dan agen analgesik dan
kemoterapik.
i. Studi Hasil Laboratorium Tertentu: melakukan studi tentang gambaran
pemeriksaan darah dari hasil laboratorium yang berhubungan dengan proses
penyakit atau pengobatan. Beberapa diagnosis yang terkait dengan rumah
perawatan adalah stroke, patah tulang rusuk, gagal jantung kongestif, dan
pemulihan paska penyakit akut seperti pneumonia, infark miokardium.
Harapanya setelah seseorang dirawat di rumah perawatan seseorang tersebut
akan mencapai peningkatan ke level yang lebih tinggi pada fungsi organ yang
terkait penyakit dan menunjukan pemulihan dari episode akut.
C. Home Care Service
1. Peran Perawat pada Newers Model of Nursing Home Care
Peran perawat pada Newers Model of Nursing Home care (Eliopoulous, 2005)
adalah:
a. Memenuhi kenyamanan lansia
b. Mempertahankan fungsi tubuh
c. Membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui
ilmu dan teknik keperawatan gerontik
d. Peran sebagai advokat, perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi
keluarga dalam pelayanan keperawatan.
e. Peran perawat juga sebagai konselor, fokus membantu perkembangan
sikap baru klien, perasaan klien, dan juga kebiasaan dimana tetap
mempromosikan pertumbuhan yang intelek
f. Peran perawat sebagai edukator, mengajarkan dan meningkatkan 
perawatan mandiri dan kebebasan optimal.
g. Membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat
h. Menghilangkan perasaan takut tua
i. Memantau dan mendorong kualitas pelayanan
j. Memerhatikan serta mengurangi resiko terhadap kesehatan dan
kesejahteraan
k. Mendidik dan mendorong pemberi pelayanan kesehatan
l. Mendengarkan serta memberikan dukungan, semangat dan harapan
m. Menghasilkan, mendukung, menggunakan, dan berpartisipasi dalam 
penelitian
n. Melakukan perawatan restoratif dan rehabilitative
o. Mengoordinasi dan mengatur perawatan 
p. Mengkaji, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi perawatan
individu dan perawatan secara menyeluruh
q. Memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
r. Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli di 
bidangnya
s. Saling memahami keunikan aspek fisik, emosi, sosial, dan spiritual
t. Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempat
u. Memberikan dukungan dan kenyamanan dalam menghadapi proses
kematian Asuhan keperawatan gerontik yang berfokus pada peningkatan
angka harapan hidup dan kepuasan hidup lansia masih tergolong baru di
Indonesia dan tidak seoptimal penerapannya di negara-negara lain. Barier
budaya, nilai dan kepercayaan masih memegang peranan penting sebagai
penghambat  berkembangnya aktivitas lansia dalam menikmati dan
memperbaiki kualitas hidup di hari tuanya. Selain itu, persentase lansia
yang menderita penyakit sedang hingga berat masih menjadi fokus utama
pelayanan kesehatan di Indonesia sehingga intervensi untuk meningkatkan
self quality time sulit untuk diterapkan. Karena itu, perawat Indonesia
diharapkan mampu membangun paradigma dimana fokus utama pelayanan
kesehatan untuk lansia tidak lagi pada pengobatan atau kuratif, tetapi pada
kegiatan promotif dan preventif untuk mencapai kepuasan hidup lansia
selayaknya di negara-negara maju dengan berbagai sumber dan akses
pelayanan yang reliable dan accessible.

2. Bentuk Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan Lansia pada Newers Model of


Nursing Home Care
a. Pioneer Network “jaringan pelopor”
Pioneer network pada perawatan jangka panjang, dianggap sebagai
organisasi payung dari perubahan budaya gerakan telah berkembang sejak
tahun 1997 dari pertemuan tengara perintis di seluruh Amerika Serikat
dengan tujuan mengubah filosofi perawatan di panti wreda (White-Chou et
al., 2009). Dua model yang paling banyak diterapkan  perawatan yang
merupakan bagian dari Pioneer Jaringan adalah Eden Alternatif dan Green
House Project.
1) Eden Alternatif 
Eden Alternatif adalah model dikembangkan pada pertengahan-
1990 oleh William Thomas, MD, dengan maksud untuk menciptakan
lingkungan sekelompok kecil warga untuk mencegah atau menangani
kebosanan, kesepian, tidak berdaya, dan kurangnya makna yang umum
di panti werda tradisional. Komponen penting adalah pengenalan
sistematis hewan  peliharaan, tanaman, dan anak-anak untuk membuat
pengaturan seperti rumah dan meningkatkan kualitas hidup penduduk.
Selain itu, Eden Alternatif menggabungkan strategi untuk terlibat dan
memberdayakan staf dalam membawa tentang  perubahan lingkungan.
Panti wreda yang mengadopsi model komprehensif ini dan berjanji
untuk mematuhi prinsip Eden yang tercantum dalam Eden Registry.
Hasil dari model ini yang telah diidentifikasi dalam studi meliputi
retensi peningkatkan staf, meningkatkan kepuasan staf dan penduduk,
dan  pengurangan jumlah obat-obatan dan infeksi.
2) The Green House Project 
The Green House Project, digambarkan sebagai panti werda
sederhana, juga telah dipromosikan oleh William Thomas, MD, yang
merupakan pendiri Eden Alternatif  dan pemimpin utama
dalam Pioneer Network. Proyek pertama kali dibuka pada tahun 2003
dan terdiri dari empat Rumah Hijau yang  beroperasi secara mandiri di
bawah lisensi dari sebuah panti wreda mensponsori di Tupelo,
Missouri. Biasanya dalam green house terdapat 7 sampai 12 warga di
sebuah rumah yang menyatu dengan rumah-rumah tetangga. Rumah
panti wreda ini memberikan berbagai layanan berlisensi dan
bersertifikat untuk orang tua dengan tingkat kecacatan yang tinggi,
termasuk yang  berhubungan dengan demensia, dalam pengaturan
rumah tangga biasa. Pendekatan Green House menekankan hubungan
dan makna keputusan dalam intervensi untuk gangguan  perilaku
terkait demensia. Sebuah penelitian dalam 2 tahun  pertama dari model
ini menemukan bahwa warga mengalami hasil yang lebih baik pada
dimensi kualitas hidup dan tidak ada  penurunan dalam hasil kesehatan
karena pada model mencakup seluruh aspek seperti; biologis,
psikososial, sosial, spiritual yang dibutuhkan oleh lansia (Kane &
Cutler, 2008)
BAB III

PENUTUP
III.1 SIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya
secaraperlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti
danmempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksiserta
memperbaiki kerusakan yang diderita. Dalam Maryam (2008), perubahan fisik yang terjadi
dalam proses penuaan antara lain: sel, kardiovaskuler, respirasi,persarafan, musculoskeletal,
gastrointestinal, genitourinaria, vesika urinaria, vagina,pendengaran, pengelihatan, endokrin,
kulit, belajar dan memori, intelegensi,personality dan adjustment (pengaturan) pencapaian
(achievement).

III.2 SARAN
Diharapkan dengan membaca makalah ini, dapat berguna dan menambah wawasan untuk
para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
- Alimul, Aziz H. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
- Mauk, K.L. 2014. Gerontological Nursing.Sudbury : Janes and Barlet
Publisher
- Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik edisi 2. Jakarta : EGC
- Stanley,Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
- Stanley, Mickey dkk. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik edisi 2.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai