Disusun Oleh :
Tingkat 2A
PutriNirmalawati 015.21.19.596
Rani Gumalasari 015.21.19.599
Revada Mentari H. 015.21.19.601
Revy Dwi R. 015.21.19.602
RuliMahendra 015.21.19.605
Shindy Alaida 015.21.19.608
Trisia Febriana 015.21.19.611
Vanesya Auralie 015.21.19.614
Iis Lia Parisma 015.21.19.700
DEFINISI
Cidera kepala adalah cidera yang meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak
(Morton, 2012). Cidera kepala berat adalah
cidera kepala berat, di mana otak mengalami
memar dengan memungkinkan adanya daerah
yang mengalami perdarahan
Cidera kepala berat adalah suatu keadaan
cidera kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8,
mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012)
ETIOLOGI
Menurut Kusuma dan Nurarif, (2013) Mekanisme cedera
kepala meliputi cedera kepala akselerasi, deselerasi, akselerasi-
deselerasi, coup-counture coup, dan cedera kepala ratasional.
1) Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam
kepala yang tidak bergerak (misal, alat pemukul penghantam
kepala atau peluru yang ditembakkan ke kepala atau peluru
yang ditembakkan ke kepala).
2) Cedera deselerasi
Terjadi jika kepala yang bergerak membentuk obyek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala
membentur kaca depan mobil.
3) Cedera akselerasi-deselerasi Sering terjadi dalam kasus
kecelakaan kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.
Lanjutan...
4) Cedera coup-counture coup
Terjadi jika kepela terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat
mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta
area kepala yang pertama kali terbentuk. Sebagian
contoh pasien dipukul bagian belakang kepala.
5) Cedera rotasional
Terjadi jika pukulan/ benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan
peregangan atau robeknya neuron dalam substansia otak
dengan bagian dalam rongga tengkorak.
TANDA GEJALA CIDERA KEPALA
1. Pasien tertidur atau kesadaran menurun untuk beberapa saat kemudian sembuh
2. Sakit kepala yang menetap dan berkepanjangan
3. Mual dan Muntah
4. Gangguan tidur dan nafsu makan menurun
5. Perubahan kepribadian
6. letargik
7. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
8. Kebingungan
9. iritabel
10. Pucat dan kecemasan
11. Terdapat hematoma
12. Sukar untuk dibangunkan
13. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (ottorrhea) bila fraktur tulang temporal.
14. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.
Klasifikasi Cidera Kepala Berat
Menurut Kusuma dan Nurarif, (2013) klasifikasi cedera kepala
berat adalah
1) Klasifikasi cedera kepala berdasarkan patologi:
a) Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan
gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea
tersebut, yang menyebabkan kematian sel.
b) Cedera kepala sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak
lebih lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan
TIK yang tak terkendali, meliputi respon fisiologs cedera otak,
termasuk edema serebral, perubahan biokimia, dan perubahan
hemodinamik serebral, iskemia serebral , hipotensi sistemik, dan
infeksi lokal atau sistemi.
Lanjutan
c) Menurut jenis cedera
(1) Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi duameter. Trauma yangmenembus tengkorak dan jaringan otak.
(2) Cedera kepala tertutup dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak
ringan dengan cedera cerebral yang luas.
d) Menurut berat ringannya berdasarkan Gaslown Coma Scale(GCS)
(1) Cedera kepala ringan / minor
(a) GCS 14-15
(b) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
(c) Tidak ada fraktur tengkorak
(d) Tidak ada kontusia serebral, hematoma
(2) Cedera kepala berat
(a) GSC 3-8
(b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
(c) Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra kranial
TANDA GEJALA CIDERA KEPALA
BERAT
1. Gejala atau tanda-tanda kardinal yang menunjukkan
peningkatan di otak menurun atau meningkat
2. Perubahan ukuran pupil (anisokoria)
3. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi,
depresi pernapasan)
4. Apabila meningkatnya tekanan intracranial terdapat
pergerakan atau posisi abnormal ekstermitas.
5. Pengukuran GCS (Glasgow Coma Scale), jika nilai GCS
kurang dari 8 didefinisikan sebagai cedera kepala berat.
Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia > 24 jam,
juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
intrakranial.
PATOFISIOLOGI
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek
pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya
durameter, laserasi, kontusio).
2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjytan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui batas
kompensasi ruang tengkorak. Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang
tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga
kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan
kompensasiyang terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif
dan terjadi penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal dapat
tingkat sekunder.
3. Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
1. CPP = MAP – ICP
2. CPP = Cerebral Perfusion Pressure
3. MAP = Mean Arterial Pressure
4. ICP = Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak
mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang makin parah
(irreversible). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi,
hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
LANJUTAN...
4. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis Neurotransmitter
yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamate, aspartat). EAA
melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino Methyl
Propionat Acid) menyebabkan Ca influx berlebihan yang menimbulkan edema dan
mengaktivasi enzym degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-
kejang).
5. Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influx yang mengaktivasi enzym degradatif akan menyebabkan kerusakan
DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui rendahnya CPD
cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan pada sintesa
fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut). Melalui rusaknya
fosfolipid akan menyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan
radikal bebas yang berlebihan.
6. Apoptosis
Sinyal kematian sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic bodies
terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel
akan mengkerut (shrinkage).
KOMPLIKASI
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat
peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar
Gambaran Klinis Cidera Kepala Berat
Menurut Lionel, (2008) Cedera kepala, terutama karena kecelakaan lalu lintas, sering terjadi
pada keadaan cedera multipel sehingga membutuhkan tata laksana resusitasi segera:
1) Airway (jalan napas)-perhatikan khusus pada tulang servikal, karena dapat terjadi fraktur
dan atau dislokasi
2) Breathing (pernapasan)
3) Circulation (sirkulasi)
4) Cedera dada mayor (hemotoraks, pneumotoraks)
5) Perdarahan abdomen mayor
Setelah semua aspek diatas telah diperiksa dan ditangani, maka baru dilakukan penilaian
cedera kepala, tulang belakang, kemudian anggota gerak.
Riwayat cedera kepala seringkali didapatkan dari saksi. Pertimbangan yang penting meliputi:
1) Keadaan cedera-pasien mungkin mengalami cedera akibat hilangnya kesadaran sebelumnya,
misalnya pada serangan kejang.
2) Lamanya periode hilang kesadaran, dan amnesia pascatrauma. Adanya ‘interval lusid’
antara periode awal hilangnya kesadaran pada waktu impaksi, dan tingkat kesadaran pasien
yang kembali memburuk, menunjukkan adanya perkembangan komplikasi sekunder yang
dapat diatasi, yaitu hematoma intrakranial.
3) Nyeri kepala dan muntah persisten-mungkin menunjukkan adanya hematoma intrakranial.
PENATALAKSANAAN
Menurut (Budiman & Riyanto, 2016) penatalaksanaan cedera kepala berat meliputi :
1) Penatalaksanaan medis
a) Angkat klien dengan papan datar untuk mempertahankan posisi kepala dan leher sejajar.
b) Traksi ringan pada kepala
c) Kolar servikal
d) Terapi untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencegah kerusakan otak sekunder seperti
stabilitas sistem kardiovaskuler dan fungsi pernapasan untuk mempertahankan perfusi serebral yang
adekuat. Kontrol perdarahan, perbaiki hipovolemi, dan evaluasi gas darah arteri.
e) Tindakan terhadap peningkatan TIK dengan melakukan pemantauan TIK. Bila terjadi peningkatan
TIK, pertahankan oksigenasi yang adekuat; pemberian manitol untuk mengurangi edema kepala dengan
dehidrasi osmotik, hiperventilasi, penggunaan steroid; meninggikan posisi kepala ditempat tidur;
kolaborasi bedah neuro untuk mengangkat bekuan darah; dan jahitan terhadap laserasi dikepala. Pasang
alat pemantau TIK selama pembedahan atau dengan teknik aseptik di tempat tidur. Rawat klien di ICU.
f) Tindakan perawatan pendukung yang lain, yaitu pemantauan ventilasi dan pencegahan kejang serta
pemantauan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi. Lakukan intubasi dan ventilasi mekanik
(ventilator) bila klien koma berat untuk mengontrol jalan napas. Hiperventilasi terkontrol mencakup
hipokapnia, pencegahan vasodilatasi, penurunan volume darah serebral, dan penurunan TIK. Pemberian
terapi antikonvulsan untuk mencegah kejang setelah trauma kepala yang menyebabkan kerusakan otak
sekunder karena hipoksia (seperti klorpromazin tanpa tingkat kesadaran). Pasang NGT bila terjadi
penurunan motilitas lambung dan peristaltik terbalik akibat cedera kepala.
Penatalaksanaan lain
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40% atau gliserol 10%
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin)
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin,
aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
dibrerikan makanan lunak, pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari),
tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer
dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrose 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui NGT (2500-
3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.
Pemeriksaan Cidera Kepala Berat
Menurut Rendy dan Margareth, (2012) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada pasien cedera kepala berat adalah :
1) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasikan luasnya lesi,
perdaahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : untuk mengetahui adnya infrk / iskemia jangan dilekukan
pada 24-72 jam setelah injuri.
2) Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
3) X-Ray : Mendeteksi perubahan stuktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarhan/edema), fragmen tulang.
4) BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
5) PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
6) CSF, Lumabal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7) ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Ketidakefektifbersihan jalan napas
Asuhan Keperawatan
Pengkajian primer
a) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway.Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila,
frakturlaring atau trachea.Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau
“jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
darileher.
b) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.Pertukaran
gasyang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
danmengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang
baikmeliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
c) Circulation dan hemorrhage control
1) Volume darah dan curah jantung
Kaji perdarahan klien.Suatu keadaan hipotensi harus
dianggap disebabkan oleh hipovelemia.3 observasi yang
dalam hitungan detikdapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik yaitukesadaran, warna
kulit dan nadi.
2) Kontrol Perdarahan
d) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
e) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk
memeriksa jejas.
Pengkajian sekunder
a) Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat badan, tinggi
badan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, anggotakeluarga, agama.
b) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikansegera
setelah kejadian.
c) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia,ataksia,
cara berjalan tidak tegang.
d)Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi,takikardi.
e)Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresidan
impulsif.
f) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
g) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalamigangguan fungsi.
h) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia,
vertigo,sinkope, kehilanganpendengaran, gangguan pengecapan
danpenciuman, perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda:Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
statusmental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan
memoris.
i) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
j) Pernafasan
Tanda: Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi).
i) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan
secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan
dalam regulasi suhu tubuh.
j) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa
arti, bicara berulang-ulang, disartria.
3. Masalah Keperawatan
a) Resiko Ketidakefektifanperfusijaringan serebral
b) Ketidakefektifanbersihan jalan nafas
c) Ketidakefektifan pola nafas
d) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
e) Kerusakan integritas jaringan kulit
4. Prioritas Masalah
a) Ketidakefektifanperfusijaringan serebral
b) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
c) Ketidakefektifan pola nafas
d) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
e) Kerusakan integritas jaringan kulit
Contoh Kasus
“Asuhan Keperawatan Pada Tn”A” Dengan Kasus : Cedera
Kepala Berat Di Ruang IGDRSUD H.Hanafie Muara
BungoTahun 2019”
1. Identitas pasien
Nama : Tn”A”
Usia : 18 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam Diagnosis
Medis : Cedera Kepala Berat GCS 8
Alamat : Tanjung Gedang
Warna Triage : Merah
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran post KLL
Riwayat Penyakit Sekarang :
K 41 Mmol/L 3,4-5,4
Cl 99 Mmol/L 95-108
HbsAg Negative
2. Prioritas masalah
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b) Ketidakefektifan pola nafas
c) Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral
Diagnosa Keperawatan
a. Ketidak efektifan perfusi jaringan otak b/d gangguan serebrovaskular, edema cerebri, meningkatnya
aliran darah ke otak (TIK).
b. Resiko ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeobronkial, kerusakan
medulla oblongata.
c. Nyeri akut b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intracranial, dan alat traksi.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi cairan , trauma,
e. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra cranial.
h. Resiko kekurangan volume cairan b/d haluan urine dan elektrolit meningkat.
i. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan otot untuk mengunyah dan
menelan.
j. Resiko cedera b/d penurunan tingkat kesadaran , gelisah, agitasi, gerakan involunter dan kejang.
3. GCS: E3V2M5
4. Terpasang Ventilator,
5. RR: 23x/m,
N : 78x/M
T : 36,60C
6. Pupil anisokor