Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

STASE RADIOLOGI

MASSA RECTOSIGMOID PADA MODALITAS RADIOLOGIS


COLON IN LOOP
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi

Disusun Oleh :
Rafifah Putri Rahardjo (15711063)

Pembimbing :
dr. Prasetyo Budi Dewanto, M.Sc., Sp. Rad.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang terjadi pada
mukosa kolon dimana penyakit ini mempunyai angka morbiditas dan mortalistas
yang tinggi. Berdaasrkan studi epidemiologi yang dilakukan Hagger, et al tahun
2009 dikatakan bahwa jumlah insidensi kanker kolorektal di dunia mencapai 9%
dari semua jenis kanker. Berdasarkan data dari World Cancer Research Fund
International (WCRF) tahun 2008 kanker kolorektal menempati peringkat ketiga
seltah kanker paru dan kanker payudara sebagai kanker dengan frekuensi
terbanyak dengan 1,2 juta kasus baru. Data World Health Organization (WHO)
tahu 2008 menempatkan kanker kolorektal pada urutan keempat setelah kanker
paru, kanekr lambung, dan kaneker hati sebagai penyebab kematian akibat
kanker dengan 608.000 kematian.
Di Indonesia sudah mulai banyak data mengenai angka kejadian kanker
kolorektal. Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, kanker kolorektal di
Indonesia berada pada peringkat 9 dari 10 peringkat utama penyakit kanker
pasien rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus
sebanyak 1.810 dan CFR 4,70%. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di
Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Ulin Banjarmasin, pada tahun 2010 terdapat
9 tindakan bedah untuk terapi kanker kolorektal dan 19 tindakan bedah pada
tahun 2011. Tindakan bedah untuk terapi kanker kolorektal menglami penurunan
menjadi 12 tindakan pada tahun 2012, namun kembali meningkat menjadi 20
tindakan bedah pada tahun 2013.
Sekitar 70-75% kanker kolorektal terletak pada daerah rektosigmoid. Kaadaan
ini sesuai dengan lokai polip colitis ulserativa dimana hamper 95% lokasi polip
colitis ulseratif berada di daerah rectum. Sekitar 10% ksus kanker kolorektal
terletak pada daerah caecum dan 10% pada daerah kolon asendens.
Kanker kolorektal merupakan hal yang kompleks karean memiliki angka
kematian yang cukup tinggi, padahal kejadian penyakit ini dapat dicegah dengan
mengetahui dan menghindari faktor risiko.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan penulisan dari referat ini adalah untuk mengetahui gambaran
radiologis kanker kolorektal melalui modalitas radiologi colon in loop.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker kolorektal adalah suatu tumor maligna yang muncul dari jaringan epitel
dari kolon dan rektum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang
ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar
pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya
kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum dibagian distal sekitar 5-
7 cm diatas anus. Kolon dan rektum berfungsi untuk menghasilkan energi bgi
tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna.

2.2 Epidemiologi

Di Indonesia, kanker kolorektal merupakan jenis kanker ketiga terbanyak. Pada


tahun 2008, Indonesia menempati urutan keempat di Negara ASEAN, dengan
incidence rate 17,2 per 100.000 penduduk dan angka ini diprediksikan akan terus
meningkat dari tahun ke tahun. Studi epidemiologi sebelumnya menunjukan
bahwa usia pasien kanker kolorektal di Indonesia lebih muda dari pada pasien
kanker kolorektal di negara maju. Lebih dari 30% kasus didapat pada pasien yang
berumur 40 tahun atau lebih muda, sedangkan di negara maju, pasien yang
umurnya kurang dari 50 tahun hanya 2-8% saja.

2.3 Etiologi

Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui. Penelitian
saat ini menunjukan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker
kolorektal. Mutase dari gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) adalah penyebab
Familial Adenomatous poluposis (FAP) yang memengaruhi individu membawa
resiko hampir 100% mengembangkan kanker usus besar pada usia 40 tahun.

Faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadi kanker kolorektal sangat


banyak, antara lain: diet tinggi lemak rendah serat; seseorang dengan supan
rendah serat mempunyai risiko 11 kali lebih besar terkena karsinoma kolorektal
dibandingkan dengan tinggi serat, sedangkan asupan serat harian rata-rata orang
Indonesia masih rendah sebesar 10,5 gr/hari. Serat memberikan efek protektif dari
sel kanker dengan mempercepat waktu antara karsinogen dan usus besar saat
penggumapan feses, sehingga menipiskan dan menonaktifkan karsinogen, usia
lebih dari 50 tahun, riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker
kolorektal meningkatkan risiko 3 kali lipat, risiko sedikit meningkat pada pasien
Juvenile polyposis syndrome, Peutz Jeghers syndrome, dan Muir syndrome,terjadi
pada 50% pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis, inflammatory bowel
disease,Kolitis ulseratif, crohn disease berisiko 4 sampai 10 kali lipat.

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala umum dair kanker kolorektal ditandai oleh perubahan kebiasaan buang
air besar. Gejala tersebut meliputi; diare atau sembelit selama minimal 6 minggu,
perut terasa penuh, ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di
feses, feses yang dikeuarkan lebih sedikit dari biasanya, sering mengalami sakit
perut, kram perut, atau perasaan penuh atau kembung, kehilangan berat badan
tanpa alasan yang diketahui, merasa sangat lelah sepanjang waktu, mual, dan
muntah.

2.5 Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis kanker kolorektal dapat dilakukan secara


bertahap, antar alain melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, baik dari lab klinik ataupun lab
patologi anatomi. Selanjutnya pemeriksaan penunjang berupa pencitraan seperti
foto polos atau dengan kontras (barium enema), kolonoskopi, CT scan, MRI, dan
Transrectal Ultrasound juga diperlukan dalam menegakkan diagnosis penyakit ini.

Sekitar 70-75% kanker kolorektal terletak pada daerah rectosigmoid. Keadaan


ini sesuai dengan lokasi polip kolitis ulserativa dimana hampir 95% lokai polip
kolitis ulseratif berada di daerah rektum. Sekitar 10% kasus kanker kolorektal
terletak pada daerah caecum dan 10% pada daerah kolon accendens. Secara
makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum. Tipe polipoid atau
vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol
ditemukan terutama di daerah caecum dan kolon accendens. Tipe skirus
mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,
terutama di temukan di kolon desscendens, sigmoid, dan rektum.

2.6 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau
menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai
double contrast barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam
mendeteksi polip yang berukuran > 1 cm. Risiko perforasi dengan menggunakan
barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02%. Jika terdapat kemungkinan
perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema.

Gambar 1
Pada gambar 1 terdapat polip dengan ukuran 5 mm pada kolon sigmoid dengan
menggunakan kontras barium enema.

Gambar 2

Pada gambar 2 terdapat polip pada kolon transversum.

Gambaran lain yang mungkin ditemukana adalah adanya apple core


apperance, gambaran ini merupakan gambaran seperti gigitan apel. Terdapat
beberapa diagnosis banding dari gambaran apple core appearances antara lain
adalah adenocarcinoma kolon, limfoma, helminthoma, crohn disease, chronic
ulcerative colits, ischemic colitis, inflammatory colitis, endometriosis,
infection,dll.
Gambar 3

Gambar 4

Pada gambar 4 didapatkan gambaran apple core apperance pada kontras


dengan barium enema.
DAFTAR PUSTAKA

Alzaraa, A., Krzysztof, K., Uwechue, R., Tee, M., & Selvasekar, C. (2009). Apple-
core lesion of the colon: A case report. Cases Journal, 2(9), 4–7.
https://doi.org/10.4076/1757-1626-2-7275
Anderson, T. M. D., Tamm, E. P., & Silverman, P. M. (2003). Imaging in Oncology
from The University of Texas M.D. Anderson Cancer Center Imaging in the
Diagnosis, Staging, and Follow-Up of Colorectal Cancer. AJR: American
Journal of Roentgenology, 1(May), 1311–1323.
Ciatto, S., & Castiglione, G. (2002). Role of double-contrast barium enema in
colorectal cancer screening based on fecal occult blood. Tumori, 88(2), 95–98.
https://doi.org/10.1177/030089160208800203
Gillespie, J. S. J., & Kelly, B. E. (2001). Double contrast barium enema and
colorectal carcinoma: Sensitivity and potential role in screening. Ulster Medical
Journal, 70(1), 15–18.
Glick, S. (2000). Double-contrast barium enema for colorectal cancer screening: A
review of the issues and a comparison with other screening alternatives.
American Journal of Roentgenology, 174(6), 1529–1537.
https://doi.org/10.2214/ajr.174.6.1741529

Anda mungkin juga menyukai