TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Epidemiologi
Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah kanker
paru dan kanker payudara di dunia (International Agency for Research on
Cancer,2008). Adapun estimasi kasus baru pada tahun 2011 yakni sekitar 141.210
kasusbaru dan 49.380 diantaranya meninggal disebabkan penyakit ini (American
CancerSociety, 2011). Beberapa negara di Asia, termasuk China, Jepang, Korea
Selatan, danSingapura, insidensi kanker kolorektal meningkat dua hingga empat
kali lipat lebihtinggi selama beberapa dekade terakhir (Sung JJ, Lau JY, Goh KL,
Leung WK,2005).
6
kolorektal juga menempati urutan ketiga kanker terbanyak, namun setelah
skankerpayudara dan kanker paru. Adapun angka estimasi insidensinya sebanyak
292.600 dan mortalitasnya 214.600 seperti terlihat pada gambar dibawah ini
(InternationalAgency for Research on Cancer , 2008).Di Indonesia, berdasarkan
penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, tercatat 210 pasien
kanker kolorektal dari tahun 2005 hingga 2007.
Insidensinya dari tahun ke tahun semakin meningkat, yakni 39 kasus pada
tahun 2005, 68 kasus pada tahun 2006, dan 103 kasus pada tahun 2007 (Tuhozaro
Zendrato, 2009). Menurut penelitian Anantharaju (2009) di RSUP H. Adam Malik
dari Juni 2008-Desember 2009, kanker kolorektal terjadi pada penderita usia 50-
59 tahun dengan penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu
sebanyak 54,3% dan 45.7%. Sedangkan ditinjau dari jenis histopatologinya,
gambaran yang paling sering dijumpai adalah jenis adenokarsinoma, yaitu
sebanyak 98.4% dan mucinous adenocarcinoma sebanyak 1,6%.
7
Sebuah studi epidemiologi juga mengindikasikan bahwa konsumsi daging
hewan,merokok, dan alkohol merupakan faktor resiko dari kanker kolorektal
(CDC, 2013).Menurut CDC (2013) disebutkan juga bahwa interaksi antara bakteri
di dalam kolon dengan asam empedu dan makanan diduga memproduksi bahan
karsinogenik dan ko-karsinogenik dalam menyebabkan karsinoma kolorektal.
Mekanisme molekuler yang mendasari terjadinya studi diatas
kemungkinandisebabkan oleh amin heterosiklik yang dihasilkan selama proses
memasak daging, stimulasi level yang lebih tinggi dari asam empedu fekal dan
produksi oksigen reaktif. Sedangkan kandungan sayuran yang bersifat
antikarsinogenik seperti folat, antioksidan dan pemicu enzim yang
mendetoksifikasi, ikatan karsinogen lumen, fermentasi serat untuk menghasilkan
asam lemak volatile yang protektif, dan mengurangi waktu kontak dengan
epithelium kolorektal karena waktu transitnya lebih cepat.IradiasiFaktor ini jarang
menjadi etiologi dalam neoplasia kolorektal, akan tetapi terapi iradiasi pelvis
diakui juga bisa menjadi etiologi penyakit ini.
2.5 Lokalisasi
Pada umumnya, karsinoma kolorektal berlokasi di kolon sigmoid dan
rektum, akan tetapi beberapa tahun terakhir beberapa bukti menunjukkan
perubahan yaknilokasi karsinoma kolorektal lebih mengarah ke proksimal.
Patologi molekuler juga menunjukkan lokasi perbedaannya : tumor dengan high
levels of microsatelliteinstability (MSI-H) atau mutasi ras proto-oncogene sering
terjadi di daerah sekum, kolon asendens, dan kolon transversum. (WHO,2000).
8
Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen, perdarahan dan
simptomatik
anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat badan) (Kumar, et
al.,2007). Di sisi lain, tumor yang berada pada kolon kiri cenderung
mengakibatkanperubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks,
perdarahan,mengecilnya ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang
cenderungmelingkar mengakibatkan obstruksi.
Sedangkan, tumor pada rektum atau sigmoidbiasanya prognosisnya lebih
jelek.(Kumar et al., 2007). Beberapa pasien padatahap lanjut bisa mengalami
komplikasi berupa obstruksi atau perforasi(WHO,2000).
2.7 Klasifikasi
Tumor kolorektal diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis histopatologi
menurut WHO. Adapun klasifikasinya yaitu dibagi menjadi tumor epitel, tumor
non-Epitel, dan tumor sekunder.Untuk lebih lengkapnya mengenai jenis-jenisnya
terdapat dalam tabel di bawah.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa kanker kolorektal yang diteliti
dalam hal ini khususnya adalah ini adalah jenis karsinoma kolorektal karena jenis-
jenis tumor ganas ini adalah yang paling sering dijumpai. Berdasarkan klasifikasi
histopatologi kanker kolon dan rektum dari WHO (2000), khususnya karsinoma
terdiri dari adenocarcinoma, mucinous adenocarcinoma, signet-ring
cellcarcinoma, small cell carcinoma, adenosquamous carcinoma,
medullarycarcinoma, dan undifferentiated carcinoma.
Berikut dibawah ini penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis karsinoma.
a. Mucinus adenocarcinoma
Karsinoma jenis ini ditandai jika >50% dari lesinya terdiri dari
musin.Karakteristiknya ditandai dengan sekumpulan musin ekstrasel yang
mengandung epitel malignan sebagai struktur asinus atau sel tunggal.
b. Signet-ring cell carcinoma
Varian adenokarsinoma ini ditandai dengan keberadaan >50% sel-sel
tumor yang mengandung banyak musin intrasitoplasma, secara tipikal disebut
9
signetring cell carcinoma.Sel sel ini memiliki vakuola musin yang besar yang
mengisisitoplasma dan menggantikan nukleus.
c. Adenosquamous carcinoma
Tumor jenis jarang dan memberikan gambaran gabungan dari karsinoma
skuamous dan adenokarsinoma, bisa dalam area tumor yang terpisah atau
punbergabung. Untuk lesi jenis ini pada massa tumornya harus harus ada banyak
fokus-fokus kecil dari diferensiasi skuamous.
d. Medullary carcinoma
Varian ini jarang dan memiliki karakteristik sel-sel malignan dengan
intivesikular, nukleolus yang banyak, dan sitoplasma berwarna merah jambu yang
banyak oleh karena infiltrasi limfosit intraepitel. Prognosisnya paling bagus
dibandingkan dengan klasifikasi jenis lain.
e. Undifferentiated carcinoma
Tumor ini memiliki bukti diferensiasi morfologi yang sedikit, akan tetapi
fitur histologinya bervariasi. Meskipun penampilannya tidak terdiferensiasi, tumor
ini secara genetik berbeda dan secara tipikal diasosiasikan dengan MSI-H.
f. Other variants
Ada beberapa varian-varian jenis lainnya, antara lain jenis karsinoma
yangtermasuk komponen sel spindel yang diistilahkan dengan spindle cell
carcinomaatau karsinoma sarkomatoid. Sel spindel itu sendiri bersifat
imunoreaktif terhadap sitokeratin.Jenis karsinosarkoma merupakan tumor
malignan yang mengandung baik karsinoma maupun elemen mesenkim yang
heterolog.Varian histopatologi kanker kolorektal yang lain termasuk pleomorfik
(giant cell), choriocarcinoma, pigmented, clear cell, stem cell, dan Paneth cell-
rich (cryptcell carcinoma). Selain itu, tipe histopatologi campuran juga bisa
ditemukan,
yaitu dari berbagai jenis-jenis diatas.
Stadium Definisi
A Tumor terbatas pada dinding usus besar
B Tumor tumbuh melewati (Sumber: Tambunan, 1991).
10
Akhir-akhir ini, klasifikasi stadium Duke telah dimodifikasi seperti terlihat
pada Tabel dibawah ini.dinding usus besar, tetapitidak dijumpai pada
KGBregional
C Tumor metastasis ke KGB
11
4. N2 Metastasis pada 4 atau lebih nodus limfe regional
Metastasis jauh
1. MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
2. M0 Tidak ada metastasis
3. M1 Terdapat metastasis jauh
Stage Grouping
1. Stage 0 Tis N0 M0
2. Stage I T1 N0 M0
3. T2 N0 M0
2.9 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis kanker kolorektal dapat dilakukan
secarabertahap, antara lain melalui anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, baik dari laboratorium
klinik maupun laboratorium patologi anatomi. Selanjutnya pemeriksaan
penunjang berupa pencitraan seperti foto polos atau dengan kontras (barium
enema), kolonoskopi, CT Scan, MRI, dan transrectal ultrasound juga diperlukan
dalam menegakkan diagnosis penyakit ini. Berikut di bawah ini penjelasan lebih
rinci mengenai hal-hal tersebut di atas.
a. Anamnesis
Sebagian besar penderita datang pada dokter dengan keluhan habit bowel
:diare atau obstipasi, sakit perut tidak menentu, sering ingin defekasi namun
tinjasedikit, perdarahan campur lendir. Kadang-kadang simptom mirip
sindromadisentri.Penyakit yang diduga disentri, setelah pengobatan tidak ada
perubahan,perlu dipertimbangkan karsinoma kolon dan rektum terutama penderita
umurdewasa dan umur lanjut.
Anoreksia dan berat badan semakin menurun merupakansalah satu simtom
karsinoma kolon dan rektum tingkat lanjut.(Tambunan, 1991).
12
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak banyak berperan kecuali colok dubur yang
dilakukanpada pasien dengan perdarahan ataupun simtom lainnya.Pada tingkat
pertumbuhanlanjut, palpasi dinding abdomen kadang-kadang teraba masa di
daerah kolon kanandan kiri.Hepatomegali jarang terjadi. (Tambunan,1991) Colok
dubur merupakan cara diagnostik sederhana. Pada pemeriksaan inidapat dipalpasi
dinding lateral, posterior, dan anterior; serta spina iskiadika, sacrum dan
scoccygeus dapat diraba dengan mudah.Metastasis intraperitoneal dapat teraba.
Pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan posisi anatomis
kantong douglassebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm
merupakan batas eksplorasijari yang mungkin dilakukan, namun telah lama
diketahui bahwa 50% dari kankerkolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga colok
dubur merupakan cara yang baikuntuk mendiagnosa kanker kolon (Schwartz,
2005).
13
Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapunberhubungan dengan
beberapa parameter.Tingginya nilai CEA berhubungandengan tumor grade 1 dan
2, stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase keorgan dalam.Meskipun
konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognosticindependen. Nilai CEA
serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoringberkelanjutan setelah
pembedahan . (Casciato DA, 2004) Meskipun keterbatasan spesifitas dan
sensifitas dari tes CEA, namun tes inisering diusulkan untuk mengenali adanya
rekurensi dini. Tes CEA sebelum operasisangat berguna sebagai faktor prognosa
dan apakah tumor primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA.
Peningkatan nilai CEA preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari metatase
karena sel tumor yang bermetastase seringmengakibatkan naiknya nilai CEA .
(Casciato DA, 2004).
e. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen
ataumenggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan
memakaidouble kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90%
14
dalammendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan
bersama-samasigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif
penggantikolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi,
ataudigunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang
mempunyairiwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi
denganmenggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika
terdapatkemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan
daripadabarium enema.Barium peritonitis merupakan komplikasi yang sangat
serius yangdapat mengakibatkan berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi
sayangnyasebuah kontras larut air tidak dapat menunjukkan detail yang penting
untuk menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon. (Schwartz, 2005). Selain itu,
Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic ResonanceImaging (MRI),
Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknikpencitraan yang
digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengankanker kolon,
tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes (Schwartz, 2005).
Computerised Tomography (CT) scan selain dapat mengevaluasi
ronggaabdominal dari pasien kanker kolon pre operatif juga dapat mendeteksi
metastaseke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di
pelvis.Pemeriksaan CT scan ini sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada
pasiendengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon.
SensitifitasCT scan mencapai 55% dan pemeriksaan ini memegang peranan
penting padapasien dengan kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan
staging dari lesisebelum tindakan operatif. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi
invasi tumor kedinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi
pembesaran kelanjargetah bening >1 cm pada 75% pasien (Schwartz,
2005).Penggunaan CT dengankontras dari abdomen dan pelvis dapat
mengidentifikasi metastase pada hepar dandaerah intraperitoneal (Casciato DA,
2004).
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih spesifik untuk tumor pada
hepardaripada CT scan dan sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak
teridentifikasidengan menggunakan CT scan. Oleh karena sensifitasnya yang lebih
tinggidaripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis
15
kehepar (Schwartz, 2005).Endoscopic Ultrasound (EUS) secara signifikan
menguatkan penilaianpreoperatif dari kedalaman invasi tumor, terlebih untuk
tumor rektal. Tingkatakurasi dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60%
untuk digital rectalexamination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS
untuk melihat adanyatumor dan digital rectal examination untuk menilai
mobilitas tumor seharusnyadapat meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi
pembedahan dan menentukan
pasien yang telah mendapatkan keuntungan dari preoperatif kemoradiasi.
Biopsi transrektal dari kelenjar limfa perirektal bisa dilakukan di bawah
bimbingan EUS (Casciato DA, 2004).
e. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosakolon
dan rektum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip
dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi
sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya
sebesar 67% (Depkes, 2006). Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk
biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.
Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi
utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari
0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk
mendiagnosis danmanajemen dari inflammatory bowel disease, non akut
divertikulitis, sigmoidvolvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,
striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi
terapi dari pada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi diagnostik (Schwartz, 2005).
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan karsinoma kolorektal adalah sebagai berikut:
a. Bedah
16
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai
penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus
mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal tetapi juga harus tetap
mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya (Casciato DA, 2004).Pada tumor
yang bisa dioperasi,tindakan bedah merupakan satu-satunya pengobatan kuratif
karena adenokarsinomakurang sensitif terhadap radiasi ataupun
sitostatika.Namun, pada tumor yang tidak dapat dioperasi lagi, tindakan bedah
bersifat paliatif. (Tambunan, 1991)
b. Radioterapi
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-
rayberenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian
terapi radiasi, yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi internal. Pemilihan cara
radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Radiasi eksternal
(externalbeam therapy)merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi
secara tepatdiarahkan pada sel kanker.Sejak radiasi digunakan untuk membunuh
sel kanker,maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang
sehat disekitarnya.
Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung
beberapa menit. Radiasi internal (brachytherapy, implant radiation) menggunakan
radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada selkanker. Substansi
yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral,
parenteral atau implant langsung pada tumor. Radiasi internal memberikan tingkat
radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan
dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasisecara
sementara menetap didalam tubuh (Ford, 2006).
c. Kemoterapi Adjuvant
Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian kemoterapi.
Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor
secarateoritis seharusnya dapat menambah efektifitas kemoterapi.Kemoterapi
sangatefektif digunakan bila tumor sangat sedikit dan berada pada fase
17
proliferasi(Schwartz, 2005). Sitostatika berupa kombinasi FAM (5-fluorasil,
adriamycin, danmitomycin c) banyak dipergunakan sebagai terapi adjuvant.
(Tambunan, 1991.
18