Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan diagnosa Stroke


haemorragik di Ruangan Neurologi RSUD. Achmad Mochtar Bukittinggi. Selanjutnya
akan dibahas tentang kesenjangan antara bahasan teoritis dengan kenyataan yang
ditemukan pada pasien dilapangan terhadap Tn. R dengan diagnosa Stroke haemorragik di
Ruangan Neurologi RSUD. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2021. Dibagi lima sub
pembahasan yaitu Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan,
implementasi keperawatan dan Evaluasi Keperawatan.

Pembahasan akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan menggunakan


pendekatan konsep dasar yang mendukung. Kelompok akan menguraikan terkait
kesenjangan teoritis dan kasus yang kelompok kelola.

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Potter dan Perry, 2005). Dari hasil
pengkajian, terdapat beberapa kesamaan antara tanda dan gejala pada pasien dengan
Stroke haemorragik.
Berdasarkan pengkajian kelompok dengan keluarga, pada tanggal 1 November
2021, pukul 19.00 WIB diruangan HCU neurologi didapatkan data, pasien ternyata
mempunyai riwayat hipertensi kurang lebih sejak 8 tahun yang lalu, dan riwayat penyakit
keluarga juga ada yang menderita hipertensi yaitu ayah dari pasien dan adiknya, hal ini
membuktikan bahwa hipertensi yang tidak terkontrol dan tidak mendapatkan penanganan
yang baik menjadi faktor resiko terjadinya stroke haemorragik, karena hipertensi
mempercepat terjadinya aterosklerosis yang menyebabkan perlukaan secara mekanis
pada sel endotel di tempat yang mengalami tekanan darah tinggi yang berlangsung lama,
dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi rapuh
dan mudah pecah. Kemudian pasien juga mempunyai riwayat merokok, berdasarkan teori
rokok dapat merusak pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah, karena merokok
dapat mengurangi jumlah oksigen untuk mencapai jaringan sehingga dapat merusak
pembuluh darah yang juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke
haemorragik. Pada saat pengkajian di rungan HCU neurologi pasien sudah terpasang
oksigen 5 liter, terpasang infus Assering tangan sebelah kanan, juga terpasang kateter dan
terpasang monitor.
Keluarga mengatakan sebelum dibawa ke IGD dirumah pasien mengalami jatuh,
sesaat setelah jatuh, keluarga mengatakan klien masih berusaha berdiri setelah tersandar
ke lemari namun sudah nampak lemah tangan sebelah kanan dan pasien muntah sebanyak
2x di rumah kemudian pasien di bawah keluarga ke rumah sakit. Setelah beberapa waktu
sampai di IGD terjadinya penurunan kesadaran pada pasien. Hal ini kemungkinan
terjadinya perdarahan di intra serebral dan meningkatnya TIK sehingga menyebabkan
berhentinya suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen gerakan, berpikir, memori, bicara atau sensasi dan fungsi saraf bahkan d.d
terjadinya mual dan muntah. Maka setelah di IGD pasien di anjurkan untuk dirawat di
ruangan HCU Neurologi tindakan yang diberikan sampai di ruangan adalah atur posisi
pasien supin atau terlentang dengan kepala sama datar untuk mengurangi perdarahan
intra serebral, dan diberikan oksigen nasal kanul 5 liter di HCU Neurologi.
Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk pemeriksaan
penunjang seperti CT scan dan PA thorak. Hasil dari CT scan didapatkan kesan
pendarahan intra perenkim multifokal lobus fronto-temporo-pariental kiri dan basal
ganglia kiri dengan estimasi volume total sekitar 63,3 cc, disertai pendarahan intra
ventikel latelaris bilateral, vertikel III dan IV edema serebri terutama hemisfer kiri,
sehingga ditemukannya gejalah seperti kelemahan pada anggota tubuh sebelah kanan
karena terjadinya perdarahan pada hemisfer otak sebelah kiri. Hal ini sesuai dengan teori
yang mengatakan manifestasi klinis yang muncul sangat bergantung kepada area otak
yang diperdarai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi ataupun rupture,
( Setiawan, 2021).
Hasil rontgent PA pada pasien ditemukan suspek kardiomegali DD/ posisi (ec.
Inspritasi kurang adekuat). Hal ini membuktikan bahwa terjadinya pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda dari hipertensi kronis. Maka dapat di simpulkan
bahwa faktor resiko stroke pada Tn R adalah Hipertensi yang menahun dan tidak
terkontrol, kemudian pengkajian beberapa nervus saraf juga ridak dapat kelompok
lakukan karena pasien tidak sadar. Kemudian di ruangan HCU Neurologi kondisi pasien
semakin menurun dan dokter memutuskan untuk dilakukan pembedahan untuk
mengeluarkan perdarahan dan pasien dibawah ke ruangan operasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual,
potensial dan resiko klien terhadap masalah kesehatan dan perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon actual dan potensial klien didapatkan dari data
dasar pengkajian , tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien dimasa lalu yang
dikumpulkan selama pengkajian (Potter dan Perry, 2005).

Secara teoritis diagnosa keperawatan yang muncul dengan klien Stroke Haemorragik
adalah sebagai berikut, Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
antara lain :

a. Berdasarkan Pengkajian Primer


1) Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d penurunan kerja
ventrikel kiri, trombosis otak, infark jaringan otak, perdarahan intra
serebral, hipertensi dan hiperkolesteronemia.
2) Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan, hambatan upaya
nafas, gangguan neuromuscular dan gangguan neurologis.
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret, spasme jalan
nafas, disfungsi neuromuscular, penurunan kesadaran
4) Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan disfungsi bahasa/
komunikasi
5) Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penghiliatan, pendengaran,
penghiduan, dan hipoksia serebral
6) Defisit atau resiko defisit nutrisi b.d ketidakadekuatan untuk menelan
makanan
7) Hipertermi b.d perdarahan serebral
b. Berdasarkan Pengkajian Sekunder
1) Intoleransi aktivitas fisik b.d gangguan neuromuskular, penurunan
kekuatan otot
2) Defisit perawatan diri b.d kelemahan anggota gerak, tirah baring
3) Resiko jatuh b.d kelemahan anggota gerak dan penurunan kesadaran
Dari 7 diagnosa keperawatan primer dan 3 diagnosa pengkajian sekunder yang
ada di teoritis tidak seluruhnya sesuai dengan kenyataan yang kelompok temukan di
lapangan, dari hasil pengkajian yang telah kelompok kumpulkan mulai dari pengkajian
primer, pengkajian sekunder, pengelompokkan data, mengidentifikasi masalah klien,
hingga perumusan diagnose. Kelompok menemukan 4 diagnosa keperawatan pada primer
dan 2 diagnosa keperawatan pada sekunder pada Tn. R yaitu :
a. Berdasarkan Pengkajian Primer
1) Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d penurunan kerja
ventrikel kiri, trombosis otak, infark jaringan otak, perdarahan intra
serebral, hipertensi dan hiperkolesteronemia.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret, spasme jalan
nafas, disfungsi neuromuscular, penurunan kesadaran
3) Resiko defisit nutrisi b.d ketidakadekuatan untuk menelan makanan
4) Hipertermi b.d perdarahan serebral
b. Berdasarkan Pengkajian Sekunder
1) Intoleransi aktivitas fisik b.d gangguan neuromuskular, penurunan
kekuatan otot
2) Defisit perawatan diri b.d kelemahan anggota gerak, tirah baring
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. R didapatkan
diagnosa primer yaitu Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d infark
jaringan otak, hipertensi d.d terdapat peningkatan TIK dan hasil scaning terjadinya
perdarahan serebral pada hemifarise kiri yang menyebabkan kelumpuhan pada anggota
tubuh sebelah kanan.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret, spasme jalan nafas,
disfungsi neuromuscular, penurunan kesadaran d.d pernapasan dyspnea, retraksi
dinding dada tidak simetris, terdapat bunyi nafas tambahan seperti…. Hal ini terjadi
karena pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga terjadinya akumulasi sekret dan
pasien tidak mamu untuk mengeluarkannya, sehingga pada saat itu dilakukan tindakan
suction untuk mengeluarkan sekret dan melapangkan jalan nafas pasien.
Resiko defisit nutrisi b.d ketidakadekuatan untuk menelan makanan d.d
dengan terjadinya perdarahan pada intra serebral yang kemungkinan akan
mengganggu saraf yang mengatur pada kemampuan menelan makanannya,
sehingga terjadinya ketidakmampuan menelan mekanan secara oral dan juga
pasien dalam keadaan tidak sadar sehingga semua pemenuhan nutrisi diberikan
melalui NGT.
Hipertermia b.d perdarahan serebral, terganggunya pusat sistem pengatur
suhu tubuh di otak d.d sering terjadinya demam pada pasien, kemudian hipertemia
pada pasien ini kemungkinan juga terjadi karna faktor lain juga seperti terjadinya
phlebhitis juga pada daerah pemasangan infuse pasien.
Sedangkan diagnosa sekunder yang ditemukan pada pasien adalah Intoleransi
aktivitas fisik b.d gangguan neuromuskular, penurunan kekuatan otot d.d tirah
baring, karena pada pasien stroke haemorragik di anjurkan untuk tirah baring karena
pergerakan ataupun perpindahan posisi mempengaruhi perdarahan intra serebral dan TIK
pada pasien dan juga akan bedampak pada perubahan TTV pasien.
Defisit perawatan diri b.d kelemahan anggota gerak d.d tirah baring, hal ini
karena pasien dalam kondiri tidak sadar sehingga pasien membutuhkan total care dalam
pemenuhan ADL nya. Dimana semua aktivitas pemenuhan ADLnya di dilakukan di
tempat tidur mulai dari memandikan, oral hygiene, pemenuhan nutrisi dengan selang
bantu, eliminasi urine dan fekal juga dibantu.
Kemudian diagnosa primer seperti Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan
disfungsi bahasa/ komunikasi dan Gangguan persepsi sensori b.d gangguan
penghiliatan, pendengaran, penghiduan, dan hipoksia serebral tidak dapat diangkat
pada pasien karena pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri dan inilah
keterbatasan kelompok tidak bisa melakukan pengkajian terhadap beberapa sistem
tersebut dan pengkajian pada beberapa fungsi saraf yang dapat mendukung
kelompok untuk menegakkan diagnosa ini. Sedangkan diagnosa sekunder Resiko
jatuh b.d kelemahan anggota gerak dan penurunan kesadaran tidak keolompok
angkat karena pasien sudah dalam keadaan tirah baring, dan tidak mampu
melakukan pergerakan apapun karena dalam kedaan tidak sadar, walaupun
demikian observasi resiko jatuh dan pengamanan lingkungan pasien tetap
dilakukan seperti memasang pengaman di tepi tempat tidur dan menganjurkan
keluarga untuk menemani pasien. Beberapa diagnosa diataslah yang ditemukan pada
saat pengkajian dengan pasien yang sesuai dengan standar diagnosa keperawatan
indonesia (SDKI).

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi (perencanaan) adalah kategori dalam perilaku keperawatan dimana
tujuan yang terpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan dan ditetapkan sehingga
perencanaan keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter dan Perry,
2005). Selama perencanaan dibuat prioritas terhadap intervensi kepada Tn. R selain
berkolaborasi dengan dokter, juga berkolaborasi dengan perawat lain. Hasil yang
diharapkan dirumuskan berdasarkan SIKI dengan sasaran spesifik masing-masing
diagnosa dan perencanaan tujuan dengan membuat aktifitas berdasarkan SLKI.

Dalam penyusunan perencanaan keperawatan Tn.R melibatkan keluarga dan tim


kesehatan lain yang mencakup 4 elemen yaitu observasi, tindakan keperawatan mandiri,
pendidikan kesehatan, dan tindakan kolaboratif. Berikut adalah intervensi dari masing-
masing diagnosa keperawatan yang dilakukan :
a. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d penurunan kerja ventrikel
kiri, trombosis otak, infark jaringan otak, perdarahan intra serebral,
hipertensi dan hiperkolesteronemia d.d terdapat peningkatan TIK dan hasil
scaning terjadinya perdarahan serebral pada hemifarise kiri yang menyebabkan
kelumpuhan pada anggota tubuh sebelah kanan. Intervensi yang diberikan
untuk masalah keperawatan ini adalah dengan pengaturan posisi pasien
supin atau terlentang, pemberian terapi oksigen, memonitor tanda-tanda
vital, dan kolaborasi dalam pemberian tarapi seperti nicardipine syiring
pump start 21,00 cc/ jam dan inj citicoline 2x 500 mg.

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret, spasme jalan nafas,
disfungsi neuromuscular, penurunan kesadaran d.d pernapasan dyspnea,
retraksi dinding dada tidak simetris, terdapat bunyi nafas tambahan seperti…. Hal
ini terjadi karena pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga terjadinya
akumulasi sekret dan pasien tidak mamu untuk mengeluarkannya, sehingga pada
saat itu dilakukan tindakan suction untuk mengeluarkan sekret dan melapangkan
jalan nafas pasien. Kemudian pasien mendapatkan terapi dari dokter yaitu
aminophilin 1x10 mg (06.00 wib).
c. Resiko defisit nutrisi b.d ketidakadekuatan untuk menelan makanan d.d
dengan terjadinya perdarahan pada intra serebral yang kemungkinan akan
mengganggu saraf yang mengatur pada kemampuan menelan makanannya,
sehingga terjadinya ketidakmampuan menelan makanan secara oral dan
juga pasien dalam keadaan tidak sadar sehingga semua pemenuhan nutrisi
diberikan melalui NGT. Dan mengatur program diet pasien yaitu…
d. Hipertermi b.d perdarahan serebral dan pasien mendapatkan paracetamol 3x
500 mg dan kelompok juga memberikan edukasi kepada keluarga dengan
mengajarkan pemberian kompres hangat pada pasien untuk membantu
menurunkan panas pada pasien, di samping pemberian analgeik antipiretik
pada pasien.
e. Intoleransi aktivitas fisik b.d gangguan neuromuskular, penurunan kekuatan
otot d.d tirah baring, karena pada pasien stroke haemorragik di anjurkan untuk
tirah baring karena pergerakan ataupun perpindahan posisi mempengaruhi
perdarahan intra serebral dan TIK pada pasien dan juga akan bedampak pada
perubahan TTV pasien nantinya, sehingga semua pemenuhan kebutuhan dan ADL
pasien di bantu. Intervensi yang diberikan adalah dengan memberikan perawatan
total care baik dilakukan oleh perawat dan juga dibantu oleh keluarga, memenuhi
nutrisi dan memberikan menajemen energi juga dilakukan untuk pasien, dengan
kolaborasi dengan hli gizi dalam menentukan diet pasien yaitu…
f. Defisit perawatan diri b.d kelemahan anggota gerak d.d tirah baring, hal ini
karena pasien dalam kondiri tidak sadar sehingga pasien membutuhkan total care
dalam pemenuhan ADL nya. Dimana semua aktivitas pemenuhan ADLnya di
dilakukan di tempat tidur mulai dari memandikan, oral hygiene, pemenuhan
nutrisi dengan selang bantu, eliminasi urine dengan kateterisasi dan fekal juga
dibantu dengan menggunakan pampers.

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk


membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih
baik, mengambarkan kriteria hasil yang diharapkan.Adapun faktor pendukung terlaksananya
implementasi adalah :

a. Adanya kooperatif keluarga terhadap semua implementasi yang dilakukan.


b. Adanya kerjasama yang baik dengan perawat ruangan dan tim kesehatan lainnya.
Walaupun demikian ada beberapa implementasi dari kolaborasi yang baru dilakukan
pada hari ke….dengan pemberian antibiotik cefotaxime.. karena sudah beberapa hari
belakangan pasien sering demam. Sebelumnya pasien hanya diberikan… saja.
Kemudian semua implementasi dilakukan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan
yang sudah disusun sebelumnya dengan bantuan dari keluarga dan adanya kerja sama
anatar perawat dan kolaborasi dengan disiplin ilmu lainnya.
5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan


seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan penatalaksanaan yang sudah
berhasil dicapai (Potter dan Perry, 2005).

Evaluasi dari hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan saat di ruangan Neurologi,
didapatkan 5 diagnosa keperawatan, meliputi Resiko perfusi jaringan serebral tidak
efektif b.d infark jaringan otak, hipertensi. Kedua, Bersihan jalan nafas tidak efektif
b.d akumulasi sekret, spasme jalan nafas, disfungsi neuromuscular, penurunan
kesadaran, Resiko defisit nutrisi b.d ketidakadekuatan untuk menelan makanan,
Hipertermi b.d perdarahan serebral, Intoleransi aktivitas fisik b.d gangguan
neuromuskular, penurunan kekuatan otot, serta Defisit perawatan diri b.d kelemahan
anggota gerak, tirah baring, setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …..x 24
jam di ruangan neurologi sebagian besar masalah keperawatan pasien belum teratasi,
dan kondisi pasien tidak ada perubahan sehingga dokter menyarankan pasien untuk
dilakukan pembedahan sehingga akhirnya pasien di pindahkan ke ruangan OK.

Anda mungkin juga menyukai