Auskultasi Jantung
o S1-S2 reguler (+)
o Bising jantung ()
Kesan efusi pleura ( )
5. Abdomen
Inspeksi : distensi ()
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi :
o Lapang perut : timpani
o Hepar : pekak, batas herpar normal
Palpasi
o Nyeri tekan (-)
6. Ekstremitas
Akral hangat (+)
Nadi kuat regular
Edema ()
Varises ()
Capillary refill time < 2
Petechie, ekimosis, purpura ()
Ulkus pada kaki ditutupi oleh kasa post debridement
7. Pemeriksaan Penunjang
o Darah Rutin, Kimia, dan Urinalisa (sedimen) tanggal 14 Juni 2017
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS NO. RM: 593011
Hematologi
Leukosit 12.4 H 4,00 - 10,6 103 / uL
Eritrosit 4.59 4,50 - 6,00 106 / uL
Hemoglobin 12.4 L 13,0 - 18,0 g/dL
Hematokrit 37.2 L 42,0 - 52,0 %
MCV 81.0 81 - 99 fL
MCH 27.0 27 - 31 pg
MCHC 33.4 33 - 37 g/dL
RDW-CV 12.0 11 - 16 %
Trombosit 259 150 450 103 / uL
Differential Telling
Neutrofil % 83.4 H 50 - 70 %
Limfosit % 7.9 L 20 - 40 %
Monosit % 6.6 3,0 - 12 %
Eosinofil % 1.8 0,5 - 5,0 %
Basofil % 0.4 0-1 %
Neutrofil # 10.34 H 2-7 103/uL
Limfosit # 0.98 0,8 - 4,0 103/uL
Monosit # 0.81 0,12 - 1,20 103/uL
Eosinofil # 0.23 0,02 - 0,50 103/uL
Basofil # 0, 06 0 -1 103/uL
Kimia
Gula Darah
GDS 285 H 70 - 140 mg/dL
GDP 141 H 70-116 mg/dL
G2PP 129 85-140 mg/dL
HbA1c 9.2 H
Hati
SGOT 23 <37 mg/dL
SGPT 7 <42 mg/dL
Albumin 3.8 3.5 5
Ginjal
Ureum 33 10-50 mg/dL mg/dL
Creatinin 1.6 H <1,1 mg/dL mg/dL
Elektrolit
4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS NO. RM: 593011
Natrium 128 L 135-148 mmol/l mmol/l
Kalium 3.1 L 3,7-5,3 mmol/l mmol/l
Chlorida 100 98-109 mmol/l mmol/l
Urinalisa
Warna-Kekeruhan Kuning-Jernih Kuning-Jernih
pH 6.0 5,0 - 6,5
Berat Jenis 1,020 1,005 - 1,030
Keton Negatif Negatif
Protein Positif (++) Negatif
Glukosa Positif (+) Negatif
Darah Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Urobilin Positif (+) Positif
Bilirubin Negatif Negatif
Urinalisa (Sedimen)
Leukosit Positif (3-5)/LP Positif (0-2) / LP
Eritrosit Negatif Negatif (0) / LP
Epitel Positif (3-5)/LP Positif (0-2) / LP
Silinder Hyalin Negatif Negatif
Silinder Leukosit Negatif Negatif
Silinder Granula Negatif Negatif
Kristal Oksalat Negatif Negatif
Kristal Urat Negatif Negatif
Kristal Triple Fosfat Negatif Negatif
Kristal Amorf Positif Negatif
Trichomonas Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Diagnosis: Febris hari ke- 7 (membaik), selulitis pedis (s) pada DM2NO, hiperglikemia
8. Terapi
Inf RL 20 tpm
Ceftriaxone 2gr/12 jam
5
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS NO. RM: 593011
Metronidazole 500mg/8 jam
Pantoprazole 1A/24 jam
Asam folat 2x1
VIP albumin 3x1
Novorapid 3x 12 iu
Levemir 8 iu
6
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS NO. RM: 593011
dominan, vascular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan
lebih baik.
3. Patofisiologi
Neuropati Diabetik
Proses terjadinya Neuropati diabetic berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan.
Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi
enzim aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian
7
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS NO. RM: 593011
dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa
dalam sel saraf merusak sel saraf melalui melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu
kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan
hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol
berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan
akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotic yang akan merusak
mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC ini akan menekan
fungsi Na-K-ATPase sehingga kadar Na intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat
terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal
pada saraf.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang
merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan
kofaktor penting untuk glutathione dan nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor
tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi
nitric oxide (NO) yang bermanifestasi pada penurunan efek dilatasi vaskular
8
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS NO. RM: 593011
terbentuk kalus yang tebal. Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut
mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.
Chargot foot merupakan derfomitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik dengan 4
tahap perkembangan :
1. Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
2. Terjadi di solusi, fragmentasi dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
3. Terjadi fraktur dan kolap persendian.
4. Timbul ulserasi plantaris pedis.
Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya kewaspadaan
proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh
normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi yang di terima
menimbulkan reflek untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari
rangsangan yang menyakitkan dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impul akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal di olah
dan kemudian respon di kirim melalui saraf motorik.
Pada penderita Diabetes Melitus yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impul), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya
trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak
kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis atau ulkus yang sudah tahap
lanjut dan dapat membahayakan keselamatan pasien.
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien Diabetes Melitus,
seperti :
Tekanan rendah tetapi terus-menerus dan berkelanjutan (Luka pada tumit karena lama
berbaring, dekubitus).
Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki
Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat
kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan. Perubahan aliran darah,
Produksi keringat berkurang atau tidak ada, Hilangnya tonus vasomotor.
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai
yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi serta jadi kering dan pecah-pecah
9
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS NO. RM: 593011
sehingga memudahkan infeksi dan selanjutnya timbul selulitis, ulkus ataupun ganggren. Selain
itu neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arterio venosa hingga terjadi
penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perobahan komposisi, fungsi dan sifat
viskoelastisitas hingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah
terjadi ulkus.
4. Pengelolaan Kaki Diabetes
Penatalaksanaan kaki diabetes secara holistic harus meliputi 6 kontrol:
Kontrol Mekanik
Kontrol mekanik meliputi mengistirahatkan kaki pasien. Menghindari tekanan pada daerah
luka, menggunakan bantal pada kaki saat berbaring untuk mencegah lecet pada luka dan
menggunakan kasus decubitus bila perlu
Kontrol metabolic
Kontrol metabolic bertujuan untuk mengatasi infeksi dan mendukung penyembuhan luka,
pengaturan glukosa darah pasien secara adekuat serta pengendalian factor komorbiditas
(hipertensi, dyslipidemia, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan elektrolit,
anemia, infeksi penyerta serta hypoalbuminemia). Kontrol metabolic dapat dicapai melalui
terapi gizi medis maupuun terapi farmakologis
Kontrol Vaskular
Meliputi evaluasi status vascular kaki, pemeriksaan ABI, tekanan oksigen transkutan, tekanan
ibu jari dan angiografi. Sebab gangguan vascular yang ditemukan dapat menghambat
penyembuhan luka sehingga perlu ditatalaksana secara adekuat
Kontrol Luka
Jaringan nekrotik dan pus yang ada harus dievakuasi secara adekuat dengan nekrotomi atau
debridemen. Luka sebaiknya ditutup dengan pembalut yang basah dan lembab. Apabila
diperlukan tindakan amputasi, harus dipertimbangkan. Beberapa tanda yang menjadi indikasi
tindakan pembedahan dan mungkin amputasi pada kaki diabetes, diantaranya:
1. Bukti adanya respon peradangan sistemik
2. Gangren atau nekrosis ekstensif
3. Infeksi dengan progresi cepat
4. Krepitus pada pemeriksaan atau gas pada jaringan yang ditemukan pada pemeriksaan
pencitraan
5. Bula, terutama hemoragik
6. Nyeri yang tidak proporsional dengan temuan klinis
10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS NO. RM: 593011
7. Anestesia pada luka awitan baru
8. Critical limb ischemia
9. Dekstruksi tulang ekstensif, terutama pada kaki bagian tengah dan belakang
10. Infeksi tidak membaik walau sudah diberikan terapi sesuai aturan
Melakukan nekrotomi atau debridemen bertujuan untuk membuang jaringan nekrotik, drainase
pus, mengurangi bengkak, membuat lingkungan menjadi aerob, mempermudah swab dan
membuat luka yang awalnya kronik menjadi akut.
Kontrol Infeksi
Yakni dengan pemberian antibiotic secara empiris sebelum hasil kultur didapatkan. Pada luka
superfisial dan tidak mencapai subkutan, dapat diberikan antibiotic empiris yang efektif
terhadap kuman gram positif. Apabila luka sudah mencapai jaringan subkutan, maka dapat
diberi antibiotic dengan spectrum kuman gram negative atau golongan metronidazole bila
terdapat kecurigaan kearah infeksi bakteri anaerob. Pada kasus luka yang luas disertai gejala
infeksi sistemik maka perlu dilakukan perawatan dirumah sakit dan mendapat antibiotic
spectrum luas yang mencakup kuman gram postif, negative dan anaerob.
Kontrol edukasi
Edukasi yang baik menekankan pada upaya pencegahan dan deteksi dini pada kaki yang
normal atau sudah ada gangguan neuropati/ neuroiskemi namun belum ada luka. Pada kaki
yang sudah terluka, edukasi ditekankan pada upaya- upaya pencegahan sekunder dan tersier.
Terapi yang optimal untuk ulkus kaki dan amputasi adalah pencegahan melalui indentifikasi
pasien dan usaha mencegah ulserasi. Pasien resiko tinggi harus diidentifikasi saat pemeriksaan
kaki rutin pada pasien DM. Edukasi sebaiknya menekankan pada:
1. Pemilihan alas kaki yang cermat
2. Pemeriksaan kaki harian untuk mendeteksi tanda alas kaki yang tidak tepat atau trauma minor
3. Menjaga kebersihan dan kelembaban kaki
4. Mencegah penatalaksanaan yang tidak tepat dan menghindari prilaku yang beresiko tinggi
5. Berkonsultasi pada tenaga kesehatan apabila terjadi kelainan
11
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS NO. RM: 593011
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi I., Salim S., Hidayat R., Kurniawan J., Thapary D. L. (Ed). (2015). Panduan Praktis Klini
Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
2. Tanto C., Liwang F., Hanifati S., Pradipta E. A. (Ed). (2014). Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV
Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius
3. Sudoyo A. W., Setiyohadi B., Alwi I., K. M. S., Setiati S. (Ed). (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V Jilid I. Jakarta Pusat: Interna Publishing
4. Bates & Bickley L. S. (2009). Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta:
EGC
5. Price S. A., Wilson L. M. (2005). Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Edisi VI Volume 1. Jakarta: EGC
12