Anda di halaman 1dari 43

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan
dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga
keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai
ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak
di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian kecil
terletak di atas M.obliqus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke
aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus (dari
Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini jaringan
mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah dalam. 1

Gambar 3.1.1 Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan1

2
Gambar 3.1.2 Topografi aksila (Anterior view)
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar
daripada yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan secara
bebas dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah
kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy payudara
bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu, sebagian dari 1 atau
lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang
retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik.
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan
dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju
papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla. Segmen
dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena
itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus
yang berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus dimana
ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse . Pada area bebas
lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous
sinuses) merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal
papillomas sering terjadi di sini.

3
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita jaringan
ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam dari fascia
superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen parenkim dan
duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit, sehingga tidak
mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal. Dengan adanya invasi
keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan mengalami kontraksi,
menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini berbeda
dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau d'orange,
dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan
kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit. 1

Gambar 3.1.3 Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum


Cooper pada penyakit yang invasive. Dapat diperjelas dengan
penekanan oleh tangan pemeriksa. 1
Vaskularisasi
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A.
axillaries, dan A. intercostal.

4
Gambar 3.1.4 A. Pada 18% individu,
payudara diperdarahi oleh arteri
internal thoracic, axillary, dan
intercostals. B. Pada 30%, kontribusi
dari A.aksilaris tidak berarti. C.
Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit
kontribusinya. 1

Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan
darah dari kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica,
terletak di medial atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1 atau
2 cabang pectoral dari mammae. Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga
pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena intercostalis
berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos, hemiazygos,
dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena cava superior.
Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai
paru-paru. Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.1

5
Gambar 3.1.5 Diagram potongan frontal mammae kanan menunjukkan jalur
drainase vena. A. Drainase medial melalui internal thoracic vein ke
jantung kanan. B. Drainage posterior ke vertebral veins. C. Drainase
lateral ke intercostal, superior epigastric veins, dan hati. D. Darinase
superior lateral superior melalui vena aksilaris ke jantung kanan.1

Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan yang
bervariasi. Seringnya pembagian menurut Haagensen.

Gambar 3.1.6 Kelenjar


getah bening aksila dan
payudara menurut
klasifikasi dari Haagensen
(kiri). Aliran limfatik
mammae (kanan). 1
Klasifikasi utama Haagensen
adalah axillary dan internal
thoracic (mammary).

6
1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes).
Group 1. External mammary nodes (1.7 nodes), juga dikenal sebagai anterior
pectoral nodes. Ini terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis minor, di
bawah M. pectoralis major, sepanjang sisi medial dari aksila mengikuti aliran
lateral thoracic artery pada dinding dada, mulai dari iga 2-6. Di bawah areola
terdapat perluasan jaringan pembuluh-pembuluh limfatik, dinamakan
subareolar plexus of Sappey.

Gambar 3.1.7 Aliran limfatik mammae.


Aliran limfe langsung dari
kulit ditunjukkan oleh tanda
panah pada mammae kanan
dan sisi medial mammae kiri.
1. Areolar plexus of vessels, draining areola, nipple and some
parenchyma. 2. Anterior pectoral nodes. 3. Central axillary
nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can bypass central
axillary nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6. Retrosternal
nodes.

Group 2. Scapular nodes (5.8 nodes). Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah


subsakapular. Limfatik dari KGB ini salng berhubungan dengan pembuluh
limfe intercistal.
Group 3. Central nodes (12.1 nodes). Merupakan kelompok kelenjar getah bening
yang terbesar; merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di aksila karena
ukurannya yang besar. Ketika KGB ini membesar, dapat menekan
intercostobrachial nerve, cabang kutaneus lateral dari second atau third
thoracic nerve, dapat timbul nyeri.

7
Group 4. Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak antara otot
pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan kelompok
KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan walaupun M.
pectoralis major diangkat.
Group 5. Axillary vein nodes (10.7 nodes). Merupakan kelompok KGB terbesar
kedua di aksila. Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari bagian lateral
vena aksilaris.
Group 6. Subclavicular nodes (3.5 nodes). Terletak pada permukaan ventral dan
kaudal dari bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal and ventral
surfaces of the medial part of the axillary vein.

2. Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes)


Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia
pectoralis. KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae
kontralateral, hati, diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB
sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari
ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus thoracicus atau ductus limfatikus
dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute aksila.1
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical,
atau contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh
(M1). Yang termasuk KGB regional :
1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang
vena aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa
tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor
dan KGB interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor
termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical
Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.

8
Gambar 3.1.8 Kelompok kelenjar getah bening aksila. Level I meliputi
beberapa kelenjar getah bening yang terletak lateral dari M.
Pectoralis minor, Level II meliputi beberapa kelenjar getah bening
yang terletak di bawah M. Pectoralis minor, Level III meliputi
beberapa kelenjar getah bening yang terletak medial dari M.
Pectoralis minor. 1

2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi sternum


dalam fascia endothoracica.

Persarafan
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya
melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral
keempat juga mempersarafi papilla mammae.

9
Gambar 3.1.9 Saraf-saraf perifer penting yang ditemukan selama
mastectomy

3.2 Etiologi (Faktor risiko)


Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk
berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki beberapa
faktor risiko tersebut.2 Beberapa faktor risiko tersebut 3,4
:
 Umur :
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring
bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata
pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause.
Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35
tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi,
dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.
 Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara
mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang
lainnya.
 Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi
jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40 tahun.

10
Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah
atau ibu) yang menderita kanker payudara.
 Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat
abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila
memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan
lobular carcinoma in situ [LCIS].
 Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya.
BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-
1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan
tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan
invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan
reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang
abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia
yang lebih dini.
 Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko
untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan
justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah
siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas,
dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan
peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi
pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua umur
seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat. Wanita
yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen, atau
mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga
meningkatkan risiko kanker.
 Ras :

11
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada
wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
 Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara)
sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan
meningkat di kemudian hari.
 Kepadatan jaringan payudara :
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang pemeriksaan
mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk
menjadi kanker payudaranya meningkat.
 Overweight atau Obese setelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause
meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen
utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione
menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas
berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang.
 Kurangnya aktivitas fisik :
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk
menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu
mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.
 Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol
akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan
berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum,
sehingga akan meningkatkan risiko kanker.

3.3 Insidensi
Tabel 1.1. Persentase insidensi dari kanker payudara herediter, familial, dan
sporadik

12
Sporadic breast cancer 65–75%

Familial breast cancer 20–30%

Hereditary breast cancer 5–10%

BRCA-1a 45%

BRCA-2 35%

p53 (Li-Fraumeni syndrome) 1%

STK11/LKB1 (Peutz-Jeghers syndrome) <1%

PTEN (Cowden disease) <1%

MSH2/MLH1 (Muir-Torre syndrome) <1%

ATM (Ataxia-telangiectasia) <1%

Unknown 20%
a
Affected gene. SOURCE: Adapted with permission from Martin AM et al. 47

Risk Factors Estimated Relative


Risk

Advanced age >4

Family history

 Family history of ovarian cancer in women < >5


50y

 One first-degree relative >2

 Two or more relatives (mother, sister) >2

Personal history

 Personal history 3-4

13
 Positive BRCA1/BRCA2 mutation >4

 Breast biopsy with atypical hyperplasia 4-5

 Breast biopsy with LCIS or DCIS 8-10

Reproductive history

 Early age at menarche (< 12 y) 2

 Late age of menopause 1.5-2

 Late age of first term pregnancy (>30 2


y)/nulliparity

Use of combined estrogen/progesterone HRT 1.5-2

Current or recent use of oral contraceptives 1.25

Lifestyle factors

 Adult weight gain 1.5-2

 Sedentary lifestyle 1.3-1.5

 Alcohol consumption 1.5

DCIS = ductal carcinoma in situ; HRT = hormone replacement therapy; LCIS =


lobular carcinoma in situ.

3.4 Klasifikasi kanker payudara


1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk
pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum
menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring
bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul

14
dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai
kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada
hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada
mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter
melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker
payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak
ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi
penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu
sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel
normal. Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua,
disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal
perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk
tak beraturan.

15
A B
Gambar Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar
dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang
digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari
kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati
dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika
Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya
kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal
carcinoma) sepanjang hidupnya.

16
Gambar Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun
1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae,
dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya
berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan
mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat
dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan
untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified
radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker
invasif.

Invasive ductal carcinoma


a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik)
ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause or
postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan
keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak
permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan
garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan
payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan
gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar
4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker
payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan
ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan.

17
20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary
carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari
sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk
dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau
tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer,
dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker
ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau
invasive lobular carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain
dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif,
biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada
wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat
tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-
kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan
5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term
survival mendekati 100%.

II. Invasive lobular carcinoma (10%)


Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas,
dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin

18
dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma).
Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang
tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.

III. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

Distribusi lokasi tumor menurut histologisnya pada semua pasien 1

Location Lobular (%) Ductal (%) Combination (%)

Nipple 2.2 1.7 1.9

Central 6.0 5.3 6.1

Upper inner 7.3 9.2 8.3

Lower inner 3.8 4.7 3.9

Upper outer 37.0 36.9 37.1

Lower outer 5.8 6.4 5.7

Axillary tail 0.8 0.8 0.6

Overlapping* 18.6 18.2 19.9

NOS (not otherwise specified) 18.6 16.8 16.5


*Lesions overlap between two quadrants within the breast.
3.5 Stadium
Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer

19
Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ

Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan :


Paget's disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan
menurut ukuran tumor)

T1 Tumor ≤ 2 cm

T1mic Microinvasion ≤ 0.1

T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c Tumor > 1 cm tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3 Tumor > 5 cm

T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding


dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara,


atau ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama

T4c Kriteria T4a dan T4b

T4d Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah


diangkat)

20
N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan


atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling


melekat atau melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary


ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke
KGB aksilla ipsilateral

N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa


keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB
supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB
infraklavikula atau aksilla ipsilateral

N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)

pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau
tidak dilakukan pemeriksaan patologi)

pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada


pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :
Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor
kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya
dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler

21
pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC


(+), IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm

pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR)

pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR)

pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak

pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara


mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak

pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB
aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB
internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla

pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara


klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

22
pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau
secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1
atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB
aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB
internal mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau
metastasis ke KGB infraklavikula

pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral


dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3
metastasis ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary
dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi
KGB sentinel, tidak tampak secara klinis

pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan
atau dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali
dengan lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel
dari KGB. Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa
diseksi KGB aksila yang selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti
pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.

23
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer:
AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.

TNM Stage Groupings

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1a N0 M0

Stage IIA T0 N1 M0

T1a N1 M0

T2 N0 M0

Stage IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stage IIIA T0 N2 M0

T1a N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stage IIIB T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stage IIIC Any T N3 M0

Stage IV Any T Any N M1

a
T1 termasuk T1 mic.
(American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed)

3.6 Penegakan Diagnosis


1. Anamnesis
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.

24
 Benjolan
 Kecepatan tumbuh
 Rasa sakit
 Nipple discharge
 Nipple retraksi dan sejak kapan
 Krusta pada areola
 Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi
 Perubahan warna kulit
 Benjolan ketiak
 Edema lengan
b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, al :
 Nyeri tulang (vertebra, femur)
 Rasa penuh di ulu hati
 Batuk
 Sesak
 Sakit kepala hebat, dll
c. Faktor-faktor risiko
 Usia penderita
 Usia melahirkan anak pertama
 Punya anak atau tidak
 Riwayat menyusukan
 Riwayat menstruasi
 menstruasi pertama pada usia berapa
 keteraturan siklus menstruasi
 menopause pada usia berapa
 Riwayat pemakaian obat hormonal
 Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain.
 Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
 Riwayat radiasi dinding dada
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi

25
Inspeksi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat
edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6

b. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang
teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6

3. Pemeriksaan Radiodiagnostik
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi.6

26
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik
ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas
gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1
sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray
thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat
digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai
2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO
memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran
lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC
memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan memungkinkan
kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara dengan
tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran
mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain massa padat
dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan asimetris jaringan
mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran mikrokalsifikasi ini
merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang mungkin merupakan
satu-satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi lebih akurat daripada
pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat
akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center
Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus
dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun,
pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan
mammografi. Protokol Peraboi disebutkan bahwa wanita diatas 35 tahun – 50
tahun pemeriksaan mammografi setiap 2 tahun sedangkan pada wanita
diatas 50 tahun setiap 1 tahun.
Pada suatu penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi
sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada populasi
yang dilakukan skrining dengan mammografi.7
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan

27
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan
dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas
dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa
payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau
bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma
mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga
berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk
mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan
lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis
dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan
diameter ≤ 1 cm.6
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka kemungkinan
untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.6
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.7
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah
pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi
false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat
false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan
menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA

28
adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi
semuanya menunjukkan hasil negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core
needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di
klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan
hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya
negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa
biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil
sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-
needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja
atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-
needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker
sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.
Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara
inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil
akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan
histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada
karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae
antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio
bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor
receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan
epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53. 6

29
3.7 Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer
Society 4 :
Wanita berumur ≥ 50 tahun harus melakukan screening mammogram secara
terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.
Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara
sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh dokter,
dianjurakan setiap 3 tahun dan mammografi setiap 2 tahun sekali
Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri
mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila
menemukan kelainan.
Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun.
Wanita termasuk risiko tinggi bila :
- Mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
- Mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang
memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah
melakukan pemeriksaan genetik
- Mempunyai risiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- Pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun
- Mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-
Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki
salah satu sindrom-sindrom ini.
Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap
tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau
tidak.
- Mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- Mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ
(DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH),
atau atypical lobular hyperplasia (ALH)

30
- Mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada
pemeriksaan mammogram
Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik tiap
tahun.
Penilaian risiko kanker payudara6

Faktor risiko Relative


Risk

Usia menarche (tahun)

>14 1.00

12–13 1.10

<12 1.21

Umur (tahun)

Pasien tanpa saudara yg menderita kanker

<20 1.00

20–24 1.24

25–29 or nullipara 1.55

≥ 30 1.93

Pasien dengan saudara dekat tingkat satu yg menderita kanker

<20 1.00

20–24 2.64

25–29 or nullipara 2.76

≥ 30 2.83

Pasien dengan saudara dekat tingkat dua yg menderita kanker

<20 6.80

20–24 5.78

25–29 or nullipara 4.91

31
≥30 4.17

Breast biopsies (n)

Pasien berumur < 50 tahun saat konseling

0 1.00

1 1.70

2 2.88

Pasien berumur 50 tahun saat konseling

0 1.00

1 1.27

2 1.62

Atypical hyperplasia

No biopsies 1.00

At least 1 biopsy, no atypical hyperplasia 0.93

No atypical hyperplasia, hyperplasia status unknown for at least 1 1.00


biopsy

Atypical hyperplasia in at least 1 biopsy 1.82

3.8. Prosedur Terapi (menurut Protokol Peraboi, 2013)


Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk
stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi
multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan
pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk
karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.7

A. Modalitas terapi

 Operasi
 Radiasi
 Kemoterapi

32
 Hormonal terapi
 Molecular targeting therapy (biology therapy)

Operasi :
 BCS (Breast Conserving Surgery)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi
tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan
pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor
payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy,
mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini merupakan
terapi standar untuk wanita dengan karsinoma mammae invasif stadium I
atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi tumor primer dan
radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan garis
lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas
karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh
jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas
dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor
hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla
ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional.
Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada
aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel
node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak
dilakukan.7
 Simpel mastektomi
Pengangkatan kel. Mammae + nipple-areola complex + fascia pectoralis
superficialis tanpa pengangkatan KGB
 Radikal mastektomi modifikasi
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis
mayor dan M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I
dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis
minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan anatomis pada Modified
radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian

33
lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm
dari lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subcalvia.
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering
dari mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus.
Pemasangan closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari
komplikasi ini. Kateter dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30
ml/hari. Infeksi luka jarang terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan
terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat
jarang terjadi setelah mastektomi dan sebaiknya dilakukan eksplorasi dini
luka untuk mengontrol pendarahan dan memasang ulang closed-system
suction drainage. Insidensi lymphedema fungsional setelah modified radical
mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla ekstensif, terapi radiasi,
adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktor-faktor predisposisi. 6
 Radikal mastektomi
Pengangkatan kel mammae +mm. Pectoralis +KGB axilla
Radiasi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae.
Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan
diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk
stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.6
Kemoterapi :
 Harus kombinasi
 Kombinasi yang dipakai
 CMF
 CAF, CEF
 Taxane + Doxorubicin
 Capecetabin
 Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada
karsinoma mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran
kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai

34
1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka
kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak
menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat
kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk
diberikan kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain
siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor
hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan
cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan
NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified radical
mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti
terapi radiasi. 6
 Kemoterapi Neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang
diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan
apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut
adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti
mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila
diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi
radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan
digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut,
sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. 6

Hormonal :
 Ablative : bilateral ovarektomi
 Additive : Tamoxifen
 Optional :
 Aromatase inhibitor
 GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) , dsb.

35
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa
reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini
ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih
berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen
menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap
anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor
hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal
yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas
yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi
pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah
karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun.
Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada
terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor
hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium
IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.6

3.9 Pilihan Terapi Berdasarkan Stadium


1. Kanker payudara stadium 0 (TIS / T0, N0M0)
Terapi definitif pada T0 bergantung pada pemeriksaan histopatologi. Lokasi
didasarkan pada hasil pemeriksaan radiologi.
Dilakukan : - BCS
- Mastektomi simple
Indikasi BCS

o T 3 cm.
o Pasien menginginkan mempertahankan payudaranya.
Syarat BCS

o Keinginan penderita setelah dilakukan informed consent.


o Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan.
o Tumor tidak terletak sentral.
o Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk
kosmetik pasca BCS.

36
o Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda keganasan
lain yang difus (luas).
o Tumor tidak multipel.
o Belum pernah terapi radiasi di dada.
o Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen.
o Terdapat sarana radioterapi yang memadai.

2. Kanker payudara stadium dini dini / operabel (stadium I dan II)


Dilakukan tindakan operasi :
- Breast Conserving Therapy (BCT) (harus memenuhi persyaratan
tertentu)
- Radikal mastectomi
- Radikal mastectomi modifikasi
- Terapi adjuvan :
o Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node (+)
o Pemberiannya tergantung dari :
- Node (+)/(-)
- ER / PR
- Usia pre menopause atau post menopause
o Dapat berupa :
- Radiasi
- Kemoterapi
- Hormonal terapi
Adjuvant therapi pada NODE NEGATIVE (KGB histopatologi negatif)

Menopausal Status Hormonal Receptor High Risk

Premenopause ER (+) / PR (+) Kh + Tam / Ov


ER (-) / PR (-) Kh
Post menopause ER (+) / PR (+) Tam + Khemo
ER (-) / PR (-) Kh
Old Age ER (+) / PR (+) Tam + Khemo

37
ER (-) / PR (-) Kh

Adjuvant therapi pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi positif)

Menopausal Status Hormonal Receptor High Risk


Premenopausal ER (+) / PR (+) Kh + Tam / Ov
ER (-) and PR (-) Kh
Post menopausal ER (+) / PR (+) KH + Tam
ER (-) and/ PR (-) Kh
Old Age ER (+) / PR (+) Tam + Khemo
ER (-) and PR (-) Kh

- Kemoterapi adjuvant bila :


o Grade III
o TNBC
o Ki 67 bertambah kuat
o Usia muda
o Emboli lymphatic dan vascular
o KGB > 3
Khemoterapi : Kombinasi CAF (CEF) , CMF, AC
Khemoterapi adjuvant : 6 siklus
Khemoterapi paliatif : 12 siklus
Khemoterapi neoadjuvant : 3 siklus pra terapi primer + 3 siklus
pasca terapi primer

- Kombinasi CAF
Dosis C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari 1
A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1
Interval : 3 minggu
- Kombinasi CEF
Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1

38
E : Epirubicin 50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/ m2 hari 1
Interval : 3 minggu
- Kombinasi CMF
Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2 hari 1 s/d 14
M : Metotrexate 40 mg/ m2 IV hari 1 & 8
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV hari 1 & 8
Interval : 4 minggu
- Kombinasi AC
Dosis A : Adriamicin
C : Cyclophospamide
- Optional :
 Kombinasi Taxan + Doxorubicin
 Capecitabine
 Gemcitabine

- Radiasi bila :
o Setelah tindakan operasi terbatas (BCT)
o Tepi sayatan dekat / tidak bebas tumor
o Tumor sentral / medial
o KGB (+) >3 atau dengan ekstensi ekstrakapsuler
Acuan pemberian radiasi sbb :

- Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila


beserta supraklavikula, kecuali :
- Pada keadaan T < = T2 bila cN = 0 dan pN , maka tidak
dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula.
- Pada keadaan tumor dimedial/sentral diberikan tambahan radiasi
pada mamaria interna.
- Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy,booster dilakukan sbb :
- Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi
sayatan dekat tumor atau post BCS)
- Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik

39
atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis
20Gy kecuali pada aksila 15 Gy
- Hormonal terapi :
Macam terapi hormonal
1. Additive : pemberian tamoxifen
2. Ablative : bilateral oophorectomi (ovarektomi bilateral)
Dasar pemberian : 1.Pemeriksaan Reseptor ER + PR + ;
ER + PR – ;
ER - PR +
2. Status hormonal
Additive : Apabila ER - PR +
ER + PR – (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR)
ER - PR +
Ablasi : Apabila
 Tanpa pemeriksaan reseptor
 Premenopause
 Menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+)
 Perjalanan penyakit slow growing & intermediated growing
3. Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)
A. Operabel (III A)
o Mastektomi simpel + radiasi dengan kemoterapi adjuvant
dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi target
o Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan kemoterapi
adjuvant, dengan/tanpa hormonal, dengan/ tanpa terapi target
o Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau tanpa BCT atau
mastektomi simple, dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi
target
B. Inoperabel (III B)
o Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi + kemoterapi + hormonal
terapi
o Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi +
kemoterapi + radiasi + terapi hormonal + dengan/tanpa terapi target

40
o Kemoradiasi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi dengan/
tanpa radiasi adjuvan dengan/ kemoterapi + dengan/ tanpa terapi

target 


4. Kanker payudara stadium lanjut


Prinsip :
o Sifat terapi paliatif
o Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi
hormonal)
o Terapi lokoregional (radiasi dan bedah) apabila diperlukan Hospice
home care

3.10Prognosis
Prognosis kanker payudara dapat ditentukan berdasarkan beberapa faktor
yaitu:
a. Stadium klinik
Tabel Prognosis kanker payudara berdasarkan stadium klinik
Stadium Klinik 5 tahun (%)
0 100%
I 100%
IIA 92%
IIB 81%
IIIA 67%
IIIB 54%
IIIC ?
IV 20%

b. Keterlibatan histologik KGB aksila


Tabel Prognosis kanker payudara berdasarkan keterlibatan histologik KGB
aksila
KGB aksila 5 tahun (%) 10 tahun (%)
Tidak ada 80 65

41
1-3 KGB 65 40
> 3 KGB 30 15
c. Ukuran tumor
Tabel 5. Prognosis kanker payudara berdasarkan ukuran tumor
Ukuran tumor (cm) 10 tahun (%)
<1 80
3-4 55
5-7,5 45

d. Histologi
Kanker yang poor differentiated, metaplasia dan grade tinggi
mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan kanker yang well
differentiated.
e. Reseptor hormon
Pasien dengan kanker yang bersifat ER positif mempunyai waktu
survival yang lebih lama dibandingkan pasien dengan kanker yang bersifat
ER negatif.

3.11Rehabilitasi
- Pra operatif
- Latihan pernafasan
- Latihan batuk efektif
- Pasca operatif
Hari 1-2
- Latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan dan jari
lengan daerah yang dioperasi.
- Untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara penuh.
- Untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik.
- Latihan relaksasi otot leher dan toraks.
- Aktif mobilisasi.
Hari 3-5
- Latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap).

42
- Latihan relaksasi.
- Aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani.
Hari 6 dan seterusnya
- Bebas gerakan.
- Edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha
untuk mencegah/menghilangkan timbulnya lymphedema.

3.12Follow Up
Sebagian besar rekurensi (>50%) biasanya terjadi dalam 2 tahun sesudah
pembedahan, tetapi rekurensi bisa terjadi sampai dengan 20 tahun pasca bedah.
Follow up ditunjukan untuk menemukan rekuransi dini. Beberapa senter
di Indonesia menganjurkan interval kontrol sebagai berikut:
1. Tahun 1 dan 2 : kontrol setiap 2 bulan.
2. Tahun 3 s/d 5 : kontrol setiap 3 bulan
3. Tahun > 5 : kontrol setiap 6 bulan
atau
1. 6 bulan pertama : kontrol setiap 1 bulan
2. 6 bulan s/d 3 tahun : kontrol setiap 3 bulan
3. > 3 tahun s/d 5 tahun : kontrol setiap 6 bulan
4. > 5 tahun : kontrol setiap tahun
Pemeriksaan meliputi:
- SADARI setiap bulan
- Pemeriksaan fisik oleh dokter tiap kali kontrol
- Pemeriksaan imaging:
 Mamografi setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama, kontralateral
tiap tahun atau bila ada indikasi
 Thorax foto setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama
 USG abdomen/liver setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama atau
bila ada indikasi
 Lab/marker tiap 2-3 bulan
 Bone scan setiap 2 tahum atau jika ada indikasi.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.


2. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli
Bedah Onkologi Indonesia. Semarang.2003
3. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara.
Medika; Januari 2000. Jakarta.
4. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
7. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas
Publishing House PVT LTD.
8. Protokol PERABOI 2003

44

Anda mungkin juga menyukai