Kep
MAKALAH
LAPORAN PENDAHULUAN
“APENDISITIS”
DI SUSUN OLEH:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat tuhan Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya Sehingga telah menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok dengan judul: laporan pendahuluan apendisitis
Berkat bimbingan, dorongan, dan saran dari berbagai pihak, hambatan itu
dapat diatasi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar.........................................................................................................i
Daftar isi…………………………………………………………………………..ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.........................................................................................................3
B. Etiologi.........................................................................................................3
C. Patofisiologi.................................................................................................4
D. Klasifikasi.....................................................................................................
5
E. Manifestasi klinis.........................................................................................5
F. Komplikasi...................................................................................................8
G. Pemeriksaan penunjang................................................................................9
H. Penatalaksanaan medis...............................................................................10
I. Pathway…..................................................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian..................................................................................................12
B. Diagnose.....................................................................................................14
C. Intervensi....................................................................................................14
BAB IV PENUTUP...................................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................................1
7
B. Saran...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini membawa banyak
perubahan dalam kehidupan masyarakat, antara lain adalah perubahan
gaya hidup terutama pada pola makan (stang dalam Novita, 2017).
Pergeseran pola konsumsi pada masyarakat dipengaruhi oleh
perkembangan jumlah dan jenis makanan. Masyarakat dengan kesibukan
bekerja atau berkegiatan yang dilakukan setiap hari meyebabkan mereka
tidak memiliki banyak waktu untuk memasak makanan sendiri. Hal
tersebut menyebabkan masyarakat banyak yang beralih mengkonsumsi
makanan cepat saji. Makanan cepat saji menjadi pilihan karena menurut
sebagian masyarakat dengan harga yang cukup terjangkau serta
pengolahan yang praktis mereka sudah dapat menikmati makanan yang
lezat rasanya (goleman, And Others , 2019) .
Junk food yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan
berbagai gangguan kesehatan, seperti obesitas (kegemukan), diabetes
(kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi), aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah), penyakit jantung koroner, usus buntu
(appendisitis) stroke, kanker dan lain-lain (Ariska &Ali, 2019).
Appendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh
karena angka kejadian appendisitis tinggi di setiap negara. Resiko
perkembangan appendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan
tindakan pembedahan. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur,
hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden
tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden
pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-
30 tahun insiden laki-laki lebih tinggi (Sjamsuhidajat & de jong, 2010).
Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilikus atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12
1
2
jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan
dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan
nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul (Mansjoer, 2011).
Appendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan
komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling membahayakan adalah
perforasi. Perforasi terjadi 24 jam setelah timbul nyeri. Gejalanya
mencakup demam dengan suhu 37,7°C atau lebih tinggi, dan nyeri
abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (RAdwan, 2013)
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep medis dari penyakit APENDISITIS?
2. Bagaiman konsep asuhan keperawatan dari penyakit APENDISITIS?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari penyakit APENDISITIS
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari penyakit
APENDISITIS
2
BAB II
KONSEP MEDIS
1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum
(cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al. 2005) Klasifikasi apendisitis
terbagi atas 3 yakni:
1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan
peritoneum local.
2. Apendisitis rekurens.
3. Appendisitis kronis.
2. Etiologi
Etiologi Apendiks merupakan organ yang belum diketahui
fungsinya tetapi menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kesekum.
Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan dalam
pathogenesis apendiks. (wim de Jong).
Menurut klasifikasi:
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria.
Dan factor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks.
Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor
apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan
dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit (E. histolytica).
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut
kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali
sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk
aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3
4
4
5
5
6
rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke
kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney (seperti gambar). Di titik ini
nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di
daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah
sekitar 37,5- 38,5 derajat celcius.
Kemungkinan appendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan
skor Alvarado:
6
7
7
8
Pembungkusan :
1. Tidak berhasil s.d.a + demam tinggi, dehidrasi, syok,
toksik
2. Berhasil Masa perut kanan bawah, keadaan umum
berangsur membaik
3. Abses Demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat
6. Komplikasi
Yang paling sering adalah:
1. Perforasi
Insidens perforasi 10-32%, rata-rata 20%, paling sering terjadi
pada usia muda sekali atau terlalu tua, perforasi timbul 93% pada
anak-anak di bawah 2 tahun antara 40-75% kasus usia di atas 60
tahun ke atas. Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi insiden meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5°C
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis
meningkat akibat perforasi dan pembentukan abses.
2. Peritonitis
8
9
9
10
10
11
9. Pathway
11
12
12
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah
yang menembus kebelakang sampai pada punggung dan
mengalami demam tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada
colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit
yang sama.
c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak
menyeringai, konjungtiva anemis.
2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema,
TD >110/70mmHg; hipertermi.
3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada
simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan
cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing,
stridor.
4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi dan pendarahan.
13
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena
proses perjalanan penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis,
pucat.
8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai
dengan distensi abdomen.
d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol
dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat
mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
2) Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi
akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai
peristaltik usus kembali normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi
kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat
tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi
akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena
pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu
lamanya setelah pembedahan.
5) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.
14
6) Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
7) Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak
segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan
tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.
a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum,
kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan
abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya
peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
d) Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.
Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.
B. Diagnosa keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual, muntah, anoreksia
2. Kerusakan integritas kulit b.d luka pembedahan
C. Intervensi
1. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual, muntah, anoreksia
Intervensi:
Fluid managemen
15
- Timbang pokok/pembalut jika di perlukan
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, body
adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan.
- Monitor vital sign
- Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori
harian.
- Kolaborasikan pemberian cairan IV
- Monitor status nutrisi
- Berikan cairan IV pada suhu ruangan
- Dorong masukan oral
- Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
- Kolaborasi dengan dokter
- Atur kemungkinan transfuse
- Persiapan untuk tranfusi
Hipovolemia management
- Monitor status termasuk intake dan output cairan
- Pelihara IV line
- Monitor tingkat HB dan hemotokrit
- Monitor tanda vital
- Monitor respon pasien terhadap penambahan intake oral
- Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
- Monitor adanya tanda gagal ginjal
2. Kerusakan integritas kulit b.d luka pembedahan
Intervensi:
Pressure management
- Anjurkan pasien untuk makan pakaian yang longgar
16
- Hindari kerutan pada tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Monitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Insision site care
- Bersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan
pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples
- Monitor proses kesembuhan area insisi
- Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
- Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, gunakan lidi kapas
steril
- Gunakan preparat antiseptik, sesuai program
- Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program.
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Diagnosis segera, perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Pemeriksaan tambahan ultrasonography
(USG) dalam penentuan diagnosis appendisitis menjadi penting untuk
melengkapi pemeriksaan klinis sehingga penegakkan diagnosis menjadi
lebih cepat, tepat dan akurat.
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan dosen
pembimbing apabila terdapat kesalahan pada makalah ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi jilid 2. Jogjakarta.
Medication jogja.
Wijaya, Andra Saferi & Yessie Mariza Putri. 2017. Keperawatan Medikal Bedah
1: Keperawatan dewasa teori dan contoh askep. Yogyakarta. Nuha
Medika
19