Anda di halaman 1dari 23

Dosen Pengampuh : Wa Ode Rahmadania, S.Kep., Ns., M.

Kep

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN

“APENDISITIS”

DI SUSUN OLEH:

Fika Ramadani Putri : P202101063

Since Triangraini : P202101048

Muh. Faridsyah Sowenggila : P202101080

Maha Dinar : P202101090

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat tuhan Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya Sehingga telah menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok dengan judul: laporan pendahuluan apendisitis
Berkat bimbingan, dorongan, dan saran dari berbagai pihak, hambatan itu
dapat diatasi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa makalah ini


masih jauh dari sempurna karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya hasil
yang optimal. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Kendari, 18 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar.........................................................................................................i

Daftar isi…………………………………………………………………………..ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi.........................................................................................................3
B. Etiologi.........................................................................................................3
C. Patofisiologi.................................................................................................4
D. Klasifikasi.....................................................................................................
5
E. Manifestasi klinis.........................................................................................5
F. Komplikasi...................................................................................................8
G. Pemeriksaan penunjang................................................................................9
H. Penatalaksanaan medis...............................................................................10
I. Pathway…..................................................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian..................................................................................................12
B. Diagnose.....................................................................................................14
C. Intervensi....................................................................................................14
BAB IV PENUTUP...................................................................................................

A. Kesimpulan.................................................................................................1
7
B. Saran...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini membawa banyak
perubahan dalam kehidupan masyarakat, antara lain adalah perubahan
gaya hidup terutama pada pola makan (stang dalam Novita, 2017).
Pergeseran pola konsumsi pada masyarakat dipengaruhi oleh
perkembangan jumlah dan jenis makanan. Masyarakat dengan kesibukan
bekerja atau berkegiatan yang dilakukan setiap hari meyebabkan mereka
tidak memiliki banyak waktu untuk memasak makanan sendiri. Hal
tersebut menyebabkan masyarakat banyak yang beralih mengkonsumsi
makanan cepat saji. Makanan cepat saji menjadi pilihan karena menurut
sebagian masyarakat dengan harga yang cukup terjangkau serta
pengolahan yang praktis mereka sudah dapat menikmati makanan yang
lezat rasanya (goleman, And Others , 2019) .
Junk food yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan
berbagai gangguan kesehatan, seperti obesitas (kegemukan), diabetes
(kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi), aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah), penyakit jantung koroner, usus buntu
(appendisitis) stroke, kanker dan lain-lain (Ariska &Ali, 2019).
Appendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh
karena angka kejadian appendisitis tinggi di setiap negara. Resiko
perkembangan appendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan
tindakan pembedahan. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur,
hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden
tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden
pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-
30 tahun insiden laki-laki lebih tinggi (Sjamsuhidajat & de jong, 2010).
Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilikus atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12

1
2

jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan
dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan
nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul (Mansjoer, 2011).
Appendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan
komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling membahayakan adalah
perforasi. Perforasi terjadi 24 jam setelah timbul nyeri. Gejalanya
mencakup demam dengan suhu 37,7°C atau lebih tinggi, dan nyeri
abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (RAdwan, 2013)
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep medis dari penyakit APENDISITIS?
2. Bagaiman konsep asuhan keperawatan dari penyakit APENDISITIS?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari penyakit APENDISITIS
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari penyakit
APENDISITIS

2
BAB II
KONSEP MEDIS
1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum
(cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al. 2005) Klasifikasi apendisitis
terbagi atas 3 yakni:
1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan
peritoneum local.
2. Apendisitis rekurens.
3. Appendisitis kronis.
2. Etiologi
Etiologi Apendiks merupakan organ yang belum diketahui
fungsinya tetapi menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kesekum.
Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan dalam
pathogenesis apendiks. (wim de Jong).
Menurut klasifikasi:
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria.
Dan factor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks.
Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor
apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan
dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit (E. histolytica).
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut
kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali
sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk
aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.

3
4

3. Appendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut


kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh didinding
apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik),
dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.
3. Patofisiologi
Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbangan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur
karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.
Obstruktsi tersebut menyebabkan mukus diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi mukosa pada
saat inilah terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.
Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan
bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan
apendiksitis sukuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene stadium ini disebut
dengan apendiksitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini
pecah akan terjadi apendiksitis perforasi.
Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrate apendukularis, peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.Anak-anak karena

4
5

omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendik


lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang
tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2003).
4. Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut
dan appendisitis kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum
lokal. Gajala appendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronis
Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa,
dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara
1-5%.
5. Manifestasi klinisi
Gejala awal yang khas,yang merupakan gejala klasik apendisitis
adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan

5
6

rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke
kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney (seperti gambar). Di titik ini
nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di
daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah
sekitar 37,5- 38,5 derajat celcius.
Kemungkinan appendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan
skor Alvarado:

The modified Alvarado score Skor


Gejala  Perpindahan nyeri dari ulu hati ke 1
perut kanan bawah 1
 Mual-muntah 1
 Anoreksia
Tanda  Nyeri di perut kanan bawah 2
 Nyeri lepas 1

 Demam diatas 37,5 C 1

Pemeriksaan lab Leukositosis 2


Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari modified Alvarado score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul

6
7

sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada


letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut;
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah
tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa
nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat
melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan
mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas
mayor yang menegang dari dorsal
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis, Bila apendiks terletak di
dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan
rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang
(diare).
3. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung
kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena
rangsangannya dindingnya. Hubungan patofisiologi dan
manifestasi klinis apendisitis:(Wim de Jong).
Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinis apendisitis: (wim de
jong)

Kelainan patologi Keluhan dan tanda


Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah
pusat, mungkin kolik
Apendisitis mukosa Nyeri tekan kanan bawah
(rangsangan autonomic)
Radang diseluruh ketebalan Nyeri sentral pindah kekanan
dinding bawah, mual dan muntah
Apendisitis komplit radang Rangsangan peritoneum local
perito neum parietale apendiks (somatic), nyeri pada gerak

7
8

aktif dan pasif, defans


muskuler local
Radang alat/jaringan yang Genitalia interna, uruter, m.
menempel pada apendiks psoas mayor, kantung kemih,
rectum
Apendisitis gengrenosa Demam sedang, takikardia,
mulai toksik, leukositosis
Perforasi Nyeri dan defan muskuler
seluruh perut

Pembungkusan :
1. Tidak berhasil s.d.a + demam tinggi, dehidrasi, syok,
toksik
2. Berhasil Masa perut kanan bawah, keadaan umum
berangsur membaik
3. Abses Demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat
6. Komplikasi
Yang paling sering adalah:
1. Perforasi
Insidens perforasi 10-32%, rata-rata 20%, paling sering terjadi
pada usia muda sekali atau terlalu tua, perforasi timbul 93% pada
anak-anak di bawah 2 tahun antara 40-75% kasus usia di atas 60
tahun ke atas. Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi insiden meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5°C
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis
meningkat akibat perforasi dan pembentukan abses.
2. Peritonitis

8
9

Adalah trombofebitis septik pada sistem vena porta ditandai


dengan panas tinggi 39°C-40°C menggigil dan ikterus merupakan
penyakit yang relatif jarang.
a. Tromboflebitis supuratif dari sistem portal, jarang terjadi tetapi
merupakan komplikasi yang letal.
b. Abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain.
c. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fisik.
- Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling)
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang
(distensi)
- Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg
sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis
akut.
- Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai
di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah
(psoas sign).
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah
bila - pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa
nyeri juga.
- Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla),
lebih - menunjang lagi adanya radang usus buntu.
- Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan
positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas,
sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka
Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum
akan lebih menonjol.
2. Pemeriksaan laboratorium

9
10

Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-


18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan radiologi
- Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu)
- Ultrasonografi (USG) CT scan.
- Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram.
8. Penatalaksanaan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan
kejadian perforasi. Teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik
sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit,
pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih
rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen
dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk
diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada
wanita. A! D (Birnbaum BA)

10
11

9. Pathway

11
12

12
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah
yang menembus kebelakang sampai pada punggung dan
mengalami demam tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada
colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit
yang sama.
c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak
menyeringai, konjungtiva anemis.
2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema,
TD >110/70mmHg; hipertermi.
3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada
simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan
cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing,
stridor.
4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi dan pendarahan.

13
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena
proses perjalanan penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis,
pucat.
8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai
dengan distensi abdomen.
d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol
dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat
mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
2) Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi
akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai
peristaltik usus kembali normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi
kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat
tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi
akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena
pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu
lamanya setelah pembedahan.
5) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.

14
6) Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
7) Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak
segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan
tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.
a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum,
kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan
abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya
peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
d) Pemeriksaan Laboratorium
 Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.
 Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.
B. Diagnosa keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual, muntah, anoreksia
2. Kerusakan integritas kulit b.d luka pembedahan

C. Intervensi
1. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual, muntah, anoreksia
Intervensi:
 Fluid managemen

15
- Timbang pokok/pembalut jika di perlukan
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, body
adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan.
- Monitor vital sign
- Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori
harian.
- Kolaborasikan pemberian cairan IV
- Monitor status nutrisi
- Berikan cairan IV pada suhu ruangan
- Dorong masukan oral
- Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
- Kolaborasi dengan dokter
- Atur kemungkinan transfuse
- Persiapan untuk tranfusi
 Hipovolemia management
- Monitor status termasuk intake dan output cairan
- Pelihara IV line
- Monitor tingkat HB dan hemotokrit
- Monitor tanda vital
- Monitor respon pasien terhadap penambahan intake oral
- Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
- Monitor adanya tanda gagal ginjal
2. Kerusakan integritas kulit b.d luka pembedahan
Intervensi:
 Pressure management
- Anjurkan pasien untuk makan pakaian yang longgar

16
- Hindari kerutan pada tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Monitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
 Insision site care
- Bersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan
pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples
- Monitor proses kesembuhan area insisi
- Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
- Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, gunakan lidi kapas
steril
- Gunakan preparat antiseptik, sesuai program
- Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program.

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Apendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Diagnosis segera, perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Pemeriksaan tambahan ultrasonography
(USG) dalam penentuan diagnosis appendisitis menjadi penting untuk
melengkapi pemeriksaan klinis sehingga penegakkan diagnosis menjadi
lebih cepat, tepat dan akurat.
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan dosen
pembimbing apabila terdapat kesalahan pada makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat,Erwin.2020. Karya Tulis Ilmiah: Asuhan Keperawatan Pada Klien


Dengan Appendicitis yang di rawat di rumah sakit. Tidak Diterbitkan.
Jurusan Keperawatan Prodi D-III Keperawatan. Politeknik Kesehatan.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi jilid 2. Jogjakarta.
Medication jogja.

Wijaya, Andra Saferi & Yessie Mariza Putri. 2017. Keperawatan Medikal Bedah
1: Keperawatan dewasa teori dan contoh askep. Yogyakarta. Nuha
Medika

19

Anda mungkin juga menyukai