“ APENDISTIS ”
DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH:
Kelompok 1
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat allah swt karena curahan
rahmat serta karunianyalah kami pada akhirnya sampai pada tahap
menyelesaikan makalah keperawatan maternitas ini. Kami sekaligus pula
menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk
Ns.sandra, M.kep, Sp.kep, MB. Selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah yang telah menyerahkan kepercayaan kepada kami guna
menyelesaikan makalah tentang " Apendistis ".
Kelompok 1
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.2 Latar belakang
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang umbai
cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah, umumnya nafsu makan berkurang. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney, disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelasnya letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium tetapi terdapat konstipasi. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi (Sjamsuhidajat & Jong, 2004).
1
1.2 Tujuan Pembahasaan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas
Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, dapat memberi pemahaman dan pengetahuan
kepada mahasiswa mengenai bagaimana tindakan Asuhan Keperawatan yang diberikan.
Makalah ini sekiranya dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan mengenai konsep
teori ca.mamae dan mampu membuat asuhan keperawatan dan mengetahui evidence
based sebagai salah satu intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi
yang umumnya berbahaya .peradangan yang terjadi pada appendix vermicularis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak –anak maupun dewasa.
Apendik vermiformis merupakan organ kecil tambahan, berada tepat dibawah katup
ileosekal serta melekat pada sekum. Akibat mekanisme pengosongan diri apendik
vermiformis yang pada umumnya kurang efisien, ditambah ukuran lumen kecil, maka
apendik vermiformis mudah mengalami obstruksi dan rentan terjadi infeksi, hal inilah yang
dikenal dengan apendisitis atau penyakit usus buntu. Apendisitis kerap meresahkan
masyarakat dikarenakan tindakan pembedahan yang menyebabkan hilangnya usus buntu
secara permanen. Pola pikir masyarakat juga masih sering mengaitkan kejadian apendisitis
dengan kebiasaan mengonsumsi makanan pedas, mengandung biji, serta efek menahan
buang air besar (Hartawan, I.G.N Bagus Rai Mulya., Ekawati, Ni Putu., Saputra, Herman.,
Dewi, 2020).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang dikenal oleh orang
awam sebagai penyakit usus buntu. Apendisitis biasanya di tandai dengan nyeri abdomen
periumbilical, mual, muntah, lokalisasi nyeri ke fosa iliaka kanan, nyeri tekan saat dilepas di
sepanjang titik McBurney, dan nyeri tekan pelvis pada sisi kanan ketika pemeriksaan per
rectal (Thomas & Dkk, 2016). Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun (Wedjo, 2019).
3
2.2 Etiologi
2.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi apendisitis yang paling dipahami saat ini adalah terjadinya obstruksi
pada lumen apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri yang
memicu terjadinya respon inflamasi. Reaksi yang terjadi meningkatkan infiltrasi neutrofil
yang menyebabkan terjadinya edema pada jaringan dan peningkatan tekanan intraluminal.
Hal tersebut menimbulkan trombosis dan dapat menyebabkan nekrosis iskemik yang
mengarah pada terjadinya komplikasi dari apendisitis, yaitu perforasi.Tidak semua apendisitis
mengalami perforasi. Namun, perforasi merupakan komplikasi yang paling dikhawatirkan
karena dapat menyebabkan terjadinya peritonitis dan berakhir pada sepsis.Keadaan yang
berbeda tersebut menyebabkan kemungkinan terjadinya variasi dalam penatalaksanaan
apendisitis. Apendisitis yang ringan dapat diatasi dengan pemberian terapi konservatif
dengan menggunakan antibiotik. Sedangkan apendisitis yang disertai adanya komplikasi,
terutama perforasi, membutuhkan tindakan apendektomi segera
Patofisiologi dari apendisitis dimulai dari terinflamasi dan mengalami edema sebagai
akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feses),
tumor, atau beda asing. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal,
sehingga menimbulkan nyeri abdomen dan menyebar secara hebat dan progresif dalam
beberapa jam terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen. Hal tersebut menyebabkan
apendik yang terinflamasi tersebut berisi pus (Smeltzer & Bare, 2020). Menurut bagian bedah
staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2020), patofisiologi apendisitis
mula-mula disebabkan oleh sumbatan lumen. Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh
4
penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Feses yang terperangkap
dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya
menjadi penyebab sumbatan tersebut.sumbatan lumen tersebut menyebabkan keluhan sakit
disekitar umbilikus dan epigastrium, mual dan muntah. Proses selanjutnya adalah invasi
kuman Entamoeba Coli dan spesies bakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa,
lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis kemudian terjadilah peritonitis lokal
kanan bawah, hal ini menyebabkan suhu tubuh mulai naik. Gangren dinding apendiks
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks.
Bila tekanan intra lumen meningkat maka akan terjadi perforasi yang ditandai 7 dengan
kenaikan suhu tubuh dan menetap tinggi. Tahapan peradangan apendisitis dimulai dari
apendisitis akuta yakni sederhana tanpa perforasi, kemudian menuju apendisitis akuta
perforata yani apendisitis gangrenosa.
5
2.4 WOC
6
2.5 Manifestasi Klinis
Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual dan
seringkali muntah.
Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari
ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot
rektus kanan.
Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan,
spasm otot, dan konstipasi atau diare kambuhan.
Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang
menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).
Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar; terjadi distensi
abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus dilakukan adalah
operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan cara
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks
dilakukan drainage.
Penatalaksanaan non medis merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan
perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain dimana dalam
pelaksanaannya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri (Bangun &
Aeni, 2013). Penatalaksanaan non medis terdiri dari intervensi perilaku kognitif yang
meliputi tindakan distraksi, tehnik relaksasi, imajinasi terbimbing, hypnosis, aromaterapi
dan sentuhan terapeutik atau masase (Tamsuri, 2007).
7
c) Hipnosis Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. keefektifan hipnosis tergantung
pada kemudahan hipnotik individu (Smeltzer & Bare, 2005).
1) Perforasi
Apendisitis Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal
sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,5 derajat celcius, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan
leukositosis. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis.
2) Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, nyeri abdomen, demam dan
leukositosis.
3) Abses
Abses merupakan peradangan apendisitis yang berisi pus. Teraba masa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis
gangrene atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
a. Pemeriksaan fisik
8
Auskultasi atau perkusi tidak sangat bermanfaat dalam pasien apendisitis. Palpasi abdomen
yang lembut kritis dalam membuat keputusan, apakah operasi diindikasi kan pada pasien
yang dicurigai apendisitis. Palpasi seharusnya dimulai dalam kuadran kiri bawah, yang
dilanjutkan ke kuadran kiri atas, kuadran kanan atas dan diakhiri dengan pemeriksaan
kuadran kanan ba wah. Kadang-kadang pada apendisitis yang lanjut, dapat dideteksi suatu
massa. Adanya nyeri tekan kua dran kanan bawah dengan spasme otot kuadran kanan bawah
merupakan indikasi untuk operasi, kecuali ada sejumlah petunjuk lain bahwa apendisitis
mungkin bukan diagnosis primer. Pemeriksaan rectum dan pelvis harus dilakukan dalam
semua pasien apendisitis. Pada apendisitis atipik, nyeri mungkin tidak terlokalisasi dari
daerah periumbilicus, tetapi nyeri tekan rectum kuadran kanan bawah dapat dibangkitkan.
Adanya nyeri tekan atau sekret cervix pada wanita muda dengan nyeri kuadran kanan bawah
membawa ke arah diagnosis penyakit peradangan pelvis. Tanda Rovsing bisa positif dengan
adanya apendisitis supurativa. Tanda psoas dan obturator bisa juga ada dalam apendisitis,
tetapi ia kurang dapat diandalkan dibandingkan tanda Rov sing.
Seri abdomen akuta tidak bermanfaat pada pasien yang diagnosis apendisitisnya jelas.
Tetapi pada pasien dengan presentasi atipik yang bisa ada kemungkinan ulkus perforasi,
obstruksi usus atau nefrolitiasis, maka sinar-x mungkin bermanfaat. Pielogram intrave na bisa
menunjukkan kelainan tractus urinarius seperti kolik ginjal. Di masa lampau enema barium
telah diusulkan sebagai tambahan bermanfaat bagi diagnosis apendisitis dalam kasus
berkomplikasi. Karena modali tas ini memakan waktu dan sering menyebabkan hasil yang
samar-samar, maka sekarang ia jarang digu nakan. Khas sejumlah tiga perempat pasien
apendisitis akuta tampil dengan hitung leukosit lebih dari 10.000. Hitung leukosit medium
sekitar 12.000; tetapi hitung leukosit lebih dari 20.000 menyebabkan reevaluasi diagnosis.
Kurang dari 4 persen pasien apendisitis akuta mempunyai hitung jenis normal dan hitung
leukosit total normal. Pemeriksaan urina bermanfaat dalam menyingkirkan sebab lain nyeri
kuadran kanan bawah. Adanya bakteri atau hematuria bermakna menggambarkan etiologi
urina umum untuk nyeri. Tetapi pria muda dalam jumlah bermakna dengan apendisitis akan
tampil dengan kadang-kadang leuko sit di dalam urina.
b. Pemeriksaan Laboratorium
9
3. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material apendiks (fekalit),
ileus terlokalisir Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga 10.000-
18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).
c. Pemeriksaan Radiologi
10
fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora norma kolon. Pengerasan
feces memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk ke saluran appendiks dan
menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan
peradangan pada appendiks.
Pencegahan sekunder meliput i diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk
mencegah timbulnya komplikasi.
11
BAB III
Asuhan Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
12
dan tidur.
3. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian analgetik
jika perlu
13
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.
3 Risiko Setelah dilakukan tindakan Manajemen hypovolemia
Hipovolemia keperawatan Status cairan (I.03116).
berhubungan (L.0328) membaik dengan Observasi :
dengan Kriteria Hasil : 1. Periksa tanda dan
kehilangan 1. Kekuatan nadi gejala hipovolemia.
cairan secara meningkat. 2. Monitor intake dan
aktif (muntah). 2. Membrane output cairan.
(D.0034) mukosa lembap. Terapeutik :
3. Frekuensi nadi 1. Berikan asupan cairan
membaik. oral
4. Tekanan darah Edukasi :
membaik. 1. Anjurkan
5. Turgor kulit memperbanyak asupan
membaik. cairan oral.
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi peberian
cairan IV.
4 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314).
berhubungan keperawatan tingkat Observasi :
dengan kurang ansietas (L.01006) 1. Identivikasi saat tingkat
terpapar menurun dengan Kriteria ansietas berubah.
informasi Hasil : 2. Monitor tanda tanda
(D.0080) 1. Verbalisasi ansietas verbal non
kebingungan verbal.
menurun. 3. Temani klien untuk
2. Verbalisasi mengurangi kecemasan
khawatir akibat jika perlu.
menurun. 4. Dengarkan dengan
14
3. Prilaku gelisah penuh perhatian.
menurun. 5. Gunakan pendekatan
4. Prilaku tegang yang tenang dan
menurun. meyakinkan.
6. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami.
7. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama klien, jika
perlu.
8. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
9. Latih teknik relaksasi.
10. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas jika
perlu.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
15
Komplikasi yang dapat terjadi pada apendisitis adalah perforasi apendiks (komplikasi
mayor) dan infeksi luka. Klasifikasi apendisitis ada tiga yaitu apendisitis akut, apendisitis
rekurens, dan apendisitis kronis. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri visceral di sekitar umbilicus. Pencegahan penyakit apendisitis
dapat dilakukan dengan diet tinggi serat dan minum air putih minimal 8 gelas sehari.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan apendisitis adalah
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis), Resiko
Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive dan Hipertermia berhubungan dengan proses
penyakit (Infeksi pada appendicitis)
4.2 Saran
Dengan demikian disusun makalah ini, kami mengharapkan kepada semua pembaca
agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah inisehingga bisa
menambah pengetahuan kita. Disamping itu saya juga mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca sehingga kami bisa memperbaiki lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Saputro ,nov eko (2018)Asuhan keperawatan pada klien post operasi apendisitis dengan masalah
keperawatan kerusakkan integritas jaringan ,diploma thesis,STIKes Insan Cendikia Medika
Jombang.
Tariani, Ni Made (2021) ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN ANAK
YANG MENGALAMI APENDISITIS AKUT DI IGD RSUD SANJIWANI GIANYAR
TAHUN 2021. Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan 2021.
16
17