Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“ APENDISTIS ”

DOSEN PEMBIMBING :

Ns.Sandra, M.kep, Sp.kep, MB.

DISUSUN OLEH:

Kelompok 1

Desriana fadillah 20031004 Afriani 20031029

Diana maya septa 20031039 Putri puspita sari 20031045

Retno Wianda Sari 20031014 Wahyu bela sapira 20031017

Tiara Afrianti Nur 20031005 Marcella tiodora 20031031

Suci Rahmadani 20031002 Ghina utami 20031044

Raher Enzelina 20031033 Rizaldi Zuhendri 20031043

Selpia putri 20031030 Cici Amini 20031038

Widya Aprilia N. 19031035

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HANGTUAH PEKANBARU

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat allah swt karena curahan
rahmat serta karunianyalah kami pada akhirnya sampai pada tahap
menyelesaikan makalah keperawatan maternitas ini. Kami sekaligus pula
menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk
Ns.sandra, M.kep, Sp.kep, MB. Selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah yang telah menyerahkan kepercayaan kepada kami guna
menyelesaikan makalah tentang " Apendistis ".

Kami juga sadar bahwa pada makalah ini ditemukan banyak


kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. dengan demikian, kami benar
benar menantinya adanya kritik dan saran untuk perbaikan makalah yang
hendak kami tulis di masa yang selanjutnya, menyadari tidak ada suatu hal
yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif. Kami berharap
makalah sederhana ini bisa dimengerti oleh setiap pihak terutama untuk
para pembaca. penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada
kekurangan yang tidak berkenan di hati.

Pekanbaru, 28 Mei 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ..............................................................................................................


DAFTAR ISI ..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Pemnbahasaan ....................................................................................................... 2
1.3 Manfaat Pembahasaan....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Apendestis ........................................................................................................... 3
2.2 Etiologi Apendisitis ........................................................................................................... 4
2.3 Patofisiologis Apendetis ................................................................................................... 4
2.4 WOC Apendestis ............................................................................................................... 6
2.5 Manifestasi Klinis Apendistis ........................................................................................... 7
2.6 Penatalaksanaan Medis Non Medis.................................................................................. 7
2.7 Komplikasi Apendistis ...................................................................................................... 8
2.8 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................... 8
2.9 Pencegahan Tersier, sekunder & primer ........................................................................ 10
BAB III
3.1 Asuhan Keperawatan Apendistis ...................................................................................... 12
BAB IV PENUTUP
4.1 kesimpulan ......................................................................................................................... 16
4.2 Saran................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 17
BAB I

PENDAHULUAN
1.2 Latar belakang

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis dan


merupakan penyebab akut abdomen paling sering (Pierce & Neil, 2007). Apendisitis akut
dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks,
dan cacing askaris yang menyumbat (Haryono, 2012).

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang umbai
cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah, umumnya nafsu makan berkurang. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney, disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelasnya letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium tetapi terdapat konstipasi. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi (Sjamsuhidajat & Jong, 2004).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Bali kejadian apendisitis merupakan 10 penyakit


terbanyak tahun 2015 dan 2016. Pada tahun 2015 banyak kasus apendisitis mencapai 1.590
kasus, dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 menjadi 1.617 kasus (Dinas Kesehatan
Provinsi Bali, 2017). Berdasarkan hasil penelitian Lubis (2019) di RSUP H. Adam Malik
Medan, pada pasien post apendiktomi didapatkan 51,9% responden berusia 26-35 tahun,
25,9% responden berusia 36-46 tahun, dan 22,2% responden berusia 17-25 tahun. Hal ini
dipengaruhi oleh pola makan yang kurang baik pada usia tersebut. Memang hal ini tidak
terjadi pada setiap orang, tapi seperti kita ketahui bahwa usia 20-40 tahun bisa dikategorikan
sebagai usia produktif, karena orang yang berada pada usia tersebut melakukan banyak sekali
kegiatan dan kurang memperhatikan pola hidup dan pola makan yang sehat (Arifuddin, dkk,
2017).

1
1.2 Tujuan Pembahasaan

1.2.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas
Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, dapat memberi pemahaman dan pengetahuan
kepada mahasiswa mengenai bagaimana tindakan Asuhan Keperawatan yang diberikan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan memahami konsep defenisi, etiologi, manifestasi klinis,


patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksana, dan WOC.
2. Mampu membuat asuhan keperawatan pada penyakit apendititis .

1.3 Manfaat Pembahasaan

Makalah ini sekiranya dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan mengenai konsep
teori ca.mamae dan mampu membuat asuhan keperawatan dan mengetahui evidence
based sebagai salah satu intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi
yang umumnya berbahaya .peradangan yang terjadi pada appendix vermicularis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak –anak maupun dewasa.

Apendik vermiformis merupakan organ kecil tambahan, berada tepat dibawah katup
ileosekal serta melekat pada sekum. Akibat mekanisme pengosongan diri apendik
vermiformis yang pada umumnya kurang efisien, ditambah ukuran lumen kecil, maka
apendik vermiformis mudah mengalami obstruksi dan rentan terjadi infeksi, hal inilah yang
dikenal dengan apendisitis atau penyakit usus buntu. Apendisitis kerap meresahkan
masyarakat dikarenakan tindakan pembedahan yang menyebabkan hilangnya usus buntu
secara permanen. Pola pikir masyarakat juga masih sering mengaitkan kejadian apendisitis
dengan kebiasaan mengonsumsi makanan pedas, mengandung biji, serta efek menahan
buang air besar (Hartawan, I.G.N Bagus Rai Mulya., Ekawati, Ni Putu., Saputra, Herman.,
Dewi, 2020).

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang dikenal oleh orang
awam sebagai penyakit usus buntu. Apendisitis biasanya di tandai dengan nyeri abdomen
periumbilical, mual, muntah, lokalisasi nyeri ke fosa iliaka kanan, nyeri tekan saat dilepas di
sepanjang titik McBurney, dan nyeri tekan pelvis pada sisi kanan ketika pemeriksaan per
rectal (Thomas & Dkk, 2016). Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun (Wedjo, 2019).

3
2.2 Etiologi

Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga


terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis
umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah
fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari
obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya
Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan
Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies
bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu7: Bakteri aerob fakultatif Bakteri
anaerob Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus
Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus species

2.3 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi apendisitis yang paling dipahami saat ini adalah terjadinya obstruksi
pada lumen apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri yang
memicu terjadinya respon inflamasi. Reaksi yang terjadi meningkatkan infiltrasi neutrofil
yang menyebabkan terjadinya edema pada jaringan dan peningkatan tekanan intraluminal.
Hal tersebut menimbulkan trombosis dan dapat menyebabkan nekrosis iskemik yang
mengarah pada terjadinya komplikasi dari apendisitis, yaitu perforasi.Tidak semua apendisitis
mengalami perforasi. Namun, perforasi merupakan komplikasi yang paling dikhawatirkan
karena dapat menyebabkan terjadinya peritonitis dan berakhir pada sepsis.Keadaan yang
berbeda tersebut menyebabkan kemungkinan terjadinya variasi dalam penatalaksanaan
apendisitis. Apendisitis yang ringan dapat diatasi dengan pemberian terapi konservatif
dengan menggunakan antibiotik. Sedangkan apendisitis yang disertai adanya komplikasi,
terutama perforasi, membutuhkan tindakan apendektomi segera

Patofisiologi dari apendisitis dimulai dari terinflamasi dan mengalami edema sebagai
akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feses),
tumor, atau beda asing. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal,
sehingga menimbulkan nyeri abdomen dan menyebar secara hebat dan progresif dalam
beberapa jam terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen. Hal tersebut menyebabkan
apendik yang terinflamasi tersebut berisi pus (Smeltzer & Bare, 2020). Menurut bagian bedah
staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2020), patofisiologi apendisitis
mula-mula disebabkan oleh sumbatan lumen. Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh

4
penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Feses yang terperangkap
dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya
menjadi penyebab sumbatan tersebut.sumbatan lumen tersebut menyebabkan keluhan sakit
disekitar umbilikus dan epigastrium, mual dan muntah. Proses selanjutnya adalah invasi
kuman Entamoeba Coli dan spesies bakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa,
lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis kemudian terjadilah peritonitis lokal
kanan bawah, hal ini menyebabkan suhu tubuh mulai naik. Gangren dinding apendiks
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks.
Bila tekanan intra lumen meningkat maka akan terjadi perforasi yang ditandai 7 dengan
kenaikan suhu tubuh dan menetap tinggi. Tahapan peradangan apendisitis dimulai dari
apendisitis akuta yakni sederhana tanpa perforasi, kemudian menuju apendisitis akuta
perforata yani apendisitis gangrenosa.

5
2.4 WOC

6
2.5 Manifestasi Klinis

Menurut Baughman dan Hackley (2016), manifestasi klinis apendisitis meliputi :

 Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual dan
seringkali muntah.
 Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari
ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot
rektus kanan.
 Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan,
spasm otot, dan konstipasi atau diare kambuhan.
 Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang
menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).
 Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar; terjadi distensi
abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk

2.6 Penatalaksanaan Medis & Non Medis

2.6.1 Penatalaksanaan Medis

1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnosa apendisitis telah


ditegakan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko perforasi.

2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pembedahan dilakukan.

3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.

4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus dilakukan adalah
operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan cara
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks
dilakukan drainage.

2.6.2 Penatalaksanaan non medis

Penatalaksanaan non medis merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan
perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain dimana dalam
pelaksanaannya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri (Bangun &
Aeni, 2013). Penatalaksanaan non medis terdiri dari intervensi perilaku kognitif yang
meliputi tindakan distraksi, tehnik relaksasi, imajinasi terbimbing, hypnosis, aromaterapi
dan sentuhan terapeutik atau masase (Tamsuri, 2007).

a) Distraksi Distraksi merupakan suatu suatu tindakan pengalihan nyeri dengan


memberikan stimulus yang menyenangkan dan menyebabkan pelepasan endorphin
(Smeltzer & Bare, 2005).

b) Relaksasi Relaksasi adalah sebuah keadaan dimana seseorang terbebas dari


tekanan dan kecemasan atau kembalinya keseimbangan (equilibirium) setelah terjadinya
gangguan (Kusyati, 2006).

7
c) Hipnosis Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. keefektifan hipnosis tergantung
pada kemudahan hipnotik individu (Smeltzer & Bare, 2005).

d) Aromaterapi Aromaterapi adalah suatu metode dalam relaksasi yang


menggunakan minyak esensial dalam pelaksanaannya berguna untuk meningkatkan
kesehatan fisik, emosi dan spirit seseorang (Solehati & Kosasih, 2015).

e) Stimulasi dan masase Masase didefinisikan sebagai tindakan penekanan oleh


tangan pada jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligamen tanpa menyebabkan
pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi,
dan atau meningkatkan sirkulasi (Henderson, 2006).

2.7 Komplikasi Apendiksitis

Komplikasi yang terjadi pasca operasi menurut Mansjoer (2012) :

1) Perforasi
Apendisitis Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal
sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,5 derajat celcius, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan
leukositosis. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis.
2) Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, nyeri abdomen, demam dan
leukositosis.
3) Abses
Abses merupakan peradangan apendisitis yang berisi pus. Teraba masa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis
gangrene atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

2.8 Pemeriksaan Penunjang Apendisitis

a. Pemeriksaan fisik

Pasien apendisitis jarang memperlihatkan tanda toksisitas sistemik. Ia bisa berjalan


dalam cara agak membungkuk. Sikapnya di ranjang cenderung tak bergerak, sering dengan
tungkai kanan fleksi (Gambar 8). Inspeksi langsung abdomen biasanya tak jelas serta

8
Auskultasi atau perkusi tidak sangat bermanfaat dalam pasien apendisitis. Palpasi abdomen
yang lembut kritis dalam membuat keputusan, apakah operasi diindikasi kan pada pasien
yang dicurigai apendisitis. Palpasi seharusnya dimulai dalam kuadran kiri bawah, yang
dilanjutkan ke kuadran kiri atas, kuadran kanan atas dan diakhiri dengan pemeriksaan
kuadran kanan ba wah. Kadang-kadang pada apendisitis yang lanjut, dapat dideteksi suatu
massa. Adanya nyeri tekan kua dran kanan bawah dengan spasme otot kuadran kanan bawah
merupakan indikasi untuk operasi, kecuali ada sejumlah petunjuk lain bahwa apendisitis
mungkin bukan diagnosis primer. Pemeriksaan rectum dan pelvis harus dilakukan dalam
semua pasien apendisitis. Pada apendisitis atipik, nyeri mungkin tidak terlokalisasi dari
daerah periumbilicus, tetapi nyeri tekan rectum kuadran kanan bawah dapat dibangkitkan.
Adanya nyeri tekan atau sekret cervix pada wanita muda dengan nyeri kuadran kanan bawah
membawa ke arah diagnosis penyakit peradangan pelvis. Tanda Rovsing bisa positif dengan
adanya apendisitis supurativa. Tanda psoas dan obturator bisa juga ada dalam apendisitis,
tetapi ia kurang dapat diandalkan dibandingkan tanda Rov sing.

Seri abdomen akuta tidak bermanfaat pada pasien yang diagnosis apendisitisnya jelas.
Tetapi pada pasien dengan presentasi atipik yang bisa ada kemungkinan ulkus perforasi,
obstruksi usus atau nefrolitiasis, maka sinar-x mungkin bermanfaat. Pielogram intrave na bisa
menunjukkan kelainan tractus urinarius seperti kolik ginjal. Di masa lampau enema barium
telah diusulkan sebagai tambahan bermanfaat bagi diagnosis apendisitis dalam kasus
berkomplikasi. Karena modali tas ini memakan waktu dan sering menyebabkan hasil yang
samar-samar, maka sekarang ia jarang digu nakan. Khas sejumlah tiga perempat pasien
apendisitis akuta tampil dengan hitung leukosit lebih dari 10.000. Hitung leukosit medium
sekitar 12.000; tetapi hitung leukosit lebih dari 20.000 menyebabkan reevaluasi diagnosis.
Kurang dari 4 persen pasien apendisitis akuta mempunyai hitung jenis normal dan hitung
leukosit total normal. Pemeriksaan urina bermanfaat dalam menyingkirkan sebab lain nyeri
kuadran kanan bawah. Adanya bakteri atau hematuria bermakna menggambarkan etiologi
urina umum untuk nyeri. Tetapi pria muda dalam jumlah bermakna dengan apendisitis akan
tampil dengan kadang-kadang leuko sit di dalam urina.

b. Pemeriksaan Laboratorium

1. SDP: Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai 75%,


2. Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.

9
3. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material apendiks (fekalit),
ileus terlokalisir Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga 10.000-
18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).

c. Pemeriksaan Radiologi

1. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.


2. Ultrasonografi (USG)
3. CT Scan
4. Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram

2.9 Pencegahan Primer, sekunder, tersier

2.9.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian


appendicitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat.
Upaya yang dilakukan antara lain:

a.Diet tinggi serat

Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan


insidens timbulnya berbagai macam penyaki. Hasil penelitian membuktikan bahwa
diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
pencernaan. Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa,
dan pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan
keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding
kolon.

b.Defekasi yang teratur

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces.


Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan
makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang
sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristalt Frekuensi defekasi yang
jarang akan mempengaruhi konsistensi feces yang lebih padat sehingga terjadi
konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan

10
fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora norma kolon. Pengerasan
feces memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk ke saluran appendiks dan
menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan
peradangan pada appendiks.

2.9.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder meliput i diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk
mencegah timbulnya komplikasi.

2.9.3 Pencegahan tersier

Dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi pencegahan sakunder.


Pencegahan tersier di fokuskan pada perbaikan kembali kearah stabilitas sistem klien secara
optima. Tujuan utamnya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap treson untuk
mencegah reaksi timbul kembali atau regresi sehingga dapat pertahankan energi. Pencegahan
tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer

11
BAB III

Asuhan Keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis).


(D.0077)
 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi). (D.0077)
 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis).
(D.0130)
 Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (muntah).
(D.0034)
 Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)
 Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
 Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142)
PERENCANAAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238).
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi :
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi ,
fisiologi (inflamasi (L.08066) dapat karakteristik, durasi,
appendicitis).(D.0077) menurun dengan frekuensi, kulaitas
Kriteria Hasil : nyeri, skala nyeri,
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun. 2. Identifikasi respon
2. Meringis nyeri non verbal.
menurun 3. Identivikasi factor
3. Sikap protektif yang memperberat
menurun. dan memperingan
4. Gelisah nyeri.
menurun. Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri.
2. Fasilitasi istirahat

12
dan tidur.
3. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian analgetik
jika perlu

2 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia


berhubungan keperawatan diharapkan (I.15506).
dengan proses termoregulasi (L.14134) Observasi :
penyakit membaik dengan Kriteria 1. Identifikasi penyebab
(Infeksi pada Hasil : hipertermia.
appendicitis). 1. Menggigil 2. Monitor suhu tubuh.
(D.0130) menurun. 3. Monitor haluaran urine.
2. Takikardi menurun. Terapeutik :
3. Suhu tubuh 1. Sediakan lingkungan
membaik. yang dingin.
4. Suhu kulit 2. Longgarkan atau
membaik. lepaskan pakaian.
3. Berikan cairan oral
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian

13
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.
3 Risiko Setelah dilakukan tindakan Manajemen hypovolemia
Hipovolemia keperawatan Status cairan (I.03116).
berhubungan (L.0328) membaik dengan Observasi :
dengan Kriteria Hasil : 1. Periksa tanda dan
kehilangan 1. Kekuatan nadi gejala hipovolemia.
cairan secara meningkat. 2. Monitor intake dan
aktif (muntah). 2. Membrane output cairan.
(D.0034) mukosa lembap. Terapeutik :
3. Frekuensi nadi 1. Berikan asupan cairan
membaik. oral
4. Tekanan darah Edukasi :
membaik. 1. Anjurkan
5. Turgor kulit memperbanyak asupan
membaik. cairan oral.
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi peberian
cairan IV.
4 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314).
berhubungan keperawatan tingkat Observasi :
dengan kurang ansietas (L.01006) 1. Identivikasi saat tingkat
terpapar menurun dengan Kriteria ansietas berubah.
informasi Hasil : 2. Monitor tanda tanda
(D.0080) 1. Verbalisasi ansietas verbal non
kebingungan verbal.
menurun. 3. Temani klien untuk
2. Verbalisasi mengurangi kecemasan
khawatir akibat jika perlu.
menurun. 4. Dengarkan dengan

14
3. Prilaku gelisah penuh perhatian.
menurun. 5. Gunakan pendekatan
4. Prilaku tegang yang tenang dan
menurun. meyakinkan.
6. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami.
7. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama klien, jika
perlu.
8. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
9. Latih teknik relaksasi.
10. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas jika
perlu.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Apendisitis dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.


Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui tetapi terjadinya apendisitis ini
umumnya karena bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya hal itu,
diantaranya sumbatan dari lumen apendiks, adanya timbunan tinja yang keras (fekolit), tumor
apendiks, namun juga dapat terjadi karena pengikisan mukosa apendiks akibat parasit seperti
E.Hystalitica. Makanan rendah serat juga akan menimbulkan kemungkinan terjadinya hal
tersebut.

15
Komplikasi yang dapat terjadi pada apendisitis adalah perforasi apendiks (komplikasi
mayor) dan infeksi luka. Klasifikasi apendisitis ada tiga yaitu apendisitis akut, apendisitis
rekurens, dan apendisitis kronis. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri visceral di sekitar umbilicus. Pencegahan penyakit apendisitis
dapat dilakukan dengan diet tinggi serat dan minum air putih minimal 8 gelas sehari.

Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan apendisitis adalah
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis), Resiko
Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive dan Hipertermia berhubungan dengan proses
penyakit (Infeksi pada appendicitis)

4.2 Saran

Dengan demikian disusun makalah ini, kami mengharapkan kepada semua pembaca
agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah inisehingga bisa
menambah pengetahuan kita. Disamping itu saya juga mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca sehingga kami bisa memperbaiki lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

DAPUS: JIMKI Volume 8 No.2 | Maret – Agustus 2020

Indonesian Children. 2009.Apendisitis Akut atau Usus Buntu

Saputro ,nov eko (2018)Asuhan keperawatan pada klien post operasi apendisitis dengan masalah
keperawatan kerusakkan integritas jaringan ,diploma thesis,STIKes Insan Cendikia Medika
Jombang.

Buku ajar bedah bagian 1 hal 498

Tariani, Ni Made (2021) ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN ANAK
YANG MENGALAMI APENDISITIS AKUT DI IGD RSUD SANJIWANI GIANYAR
TAHUN 2021. Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan 2021.

16
17

Anda mungkin juga menyukai