Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“HIDRONEFROSIS”

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Widya Aprilia Ningsih 19031035


2. Suci Rahmadani 20031002
3. Rini Aina 20031011
4. Suheddri 20031007
5. Selpia Putri 20031030
6. Anjelly Corolla 20031022
7. Meykhe Fandriati 20031037
8. Ridho Arbaad Runanda 20031015
9. Marcella Tiodora 20031031
10. Raher Anzelina 20031033
11. Akmal alamsyah 20031001

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU

TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena curahan rahmat serta
karunianyalah kami pada akhirnya sampai pada tahap menyelesaikan makalah Keperawatan
Medikal Bedah II “HIDRONEFROSIS”.

Kami sekaligus pula menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak banyaknya untuk
bapak selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang telah menyerahkan
kepercayaaan kepada kami guna menyelesaikan makalah ini.kami juga sadar bahwa pada makalah
ini ditemukan banyak kekurangan serta jauh dari kata sempurna

Dengan demikian,kami benar menantinya adanya kritik dan saran untuk perbaikan
makalah yang hendak kami tulis dimasa yang selanjtnya,menyadari tidak ada suatu hal yang
sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif kami berharap makalah ini bisa menempati oleh
setiap pihak terutama untuk para pembaca,penulis memohon maaf yang sebesar besarnya jika ada
kekurangan yang tidak berkenan dihati.

Pekanbaru, 16 april 2022

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………….

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………….


1.2 Tujuan penulisan ……………………………………………………………………….
1.2.1 Tujuan Umum……………………………………………………………….
1.2.2 Tujuan Khusus……………………………………………………………….

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Dan Klasifikasi………………………………………………………………….

2.2 Etiologi……………………………………………………………………………………

2.4 Manifestasi Klinis………………………………………………………………………..

2.5 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………………………..

2.6 Patologis……………………………………………………………………………………….

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Non Medis……………………………………………………….

2.8 WOC………………………………………………………………………………………….

BAB III ASKEP…………………………………………………………………………………..

BAB IV PENUTUP………………………………………………………………………………

4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………………..

4.2 Saran……………………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hidronefrosis adalah ginjal dengan penumpukan urin dan distensi pada panggul oleh
berbagai entitas seperti malformasi, refluks ureter vesikalis (Hafiz, Maulana, & Hapsari,
2016). Hidronefrosis adalah pelebaran pielokal yang hasilnya berbagai penghalang
mekanik atau fungsional, penyebab dan kemungkinan pada sebagian besar terjadi karena
malformasiurin.

Pada pria dan wanita dengan rasio 2 : 1 telah terjadi 1 per 1500, dengan mendominasi
ginjal kiri di sebelah kanan dengan temuan rasio 1,5 : 1 bilateralitas dalam 15 hingga
20% kasus (Ningsih, Sapta, & Fernando, 2016).

Angka kejadian hidronefrosis di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 34% kemudian
meningkat menjadi 85%. Pada keberhasilan tindakan operasi angka kejadian mengalami
penurunan dari 85% menjadi 50%. (Hafiz, Maulana, & Hapsari, 2016). Pada penyakit
hidronefrosis terdapat batu yang dapat menyumbat aliran urine sehingga dilakukan
tindakan yang dapat mengeluarkan batu tersebut dengan beberapa cara yaitu penggunaan
alat ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy), tindakan endurologi, terapi
medikamentosa, bedah laparoskopi, atau bedah terbuka. Tindakan yang dilakukan pada
hidronefrosis adalah dilakukan bedah terbuka (Purnomo, 2011).

Proses pembedahan ini menimbulkan berbagai keluhan salah satunya nyeri. Nyeri
merupakan pengalaman tidak menyenangkan dari sensori dan emosional dari tubuh yang
disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan (Purnomo, 2011). Akibat dari nyeri tersebut
pasien tampak gelisah dan merasa tidak nyaman. Tindakan yang dilakukan oleh perawat
dirumah sakit dalam mengurangi skala nyeri adalah diberikan obat analgetik seperti
ketorolac. Selain obat farmakologi perawat juga memberikan tindakan non farmakologi
seperti kompres hangat. Kompres hangat merupakan tindakan lebih spesifik dalam
penerapan system saraf bagian pusat sehingga lebih efektif dan meningkatkan kelancaran
sirkulasi darah serta mempercepat dalam pemulihan nyeri hidronefrosis (Rahman,
Handayani, Sumarni, & Mallongi, 2017).

Dari hasil penelitian Susilo (2019) Tentang Pengaruh dari Pemberian Kompres
Hangat untuk Pemulihan Fungsi Peristal usus oleh pasien post operasi section Caesaria
dengan Anastesi SAB di kamar bersalin RSUD Nganjuk. Salah satu cara untuk
mengurangi skala nyeri yaitu dengan pemberian kompres hangat menggunakan prinsip
penghantaran panas dengan suhu panas yang ditempelkan didaerah yang sakit untuk
melancarkan sirkulasi darah dan dapat menurunkan ketegangan otot agar menjadi rileks.

4
Rasa hangat dari air ini dapat melancarkan aliran darah yang mengalami perubahan
fungsi dan dapat mengurangi ketegangan otot yang menjadikan tubuh merasa relaks dan
nyaman (Nida & Sari, 2016).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah mampu membuat asuhan
keperawatan dengan permasalahan penyakit Hidronefrosis

1.2.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep drfinisi ,etiologi,manifestasi
klinis,patosiologi,pemeriksaan penunjang ,penatalaksanaan ,komplikasi,WOC
2. Mampu membuat asuhan keperawatan penyakit Hidronefrosis dari pengkajian,analisa
data,diagnose keperawatan intervensi sampai evaluasi
3. Mampu mengetahui evidence based terkait intervensi penyakit menular seksual pada
ibu hamil.
1.3 Manfaat Penulisan
Makalah ini sekiranya dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan mengenai konsep
teori penyakit Hidronefrosis dan mampu membuat asuhan keperawatan dan mengetahui
evidence based sebagai salah satu intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Dan Klasifikasi

2.1.1Definisi

Hidronefrosis berarti “dilatasi, melebar atau pembengkakan” saluran kemih. Kata


”hidro” berarti air, “nefro” berarti ginjal dan “sis” adalah peradangan. Hidronefrosis
bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri melainkan manifestasi dari penyakit atau
kondisi yang menyebabkan dilatasi ginjal. Normalnya urin mengalir keluar dari ginjal
dengan tekanan rendah, namun apabila ada sumbatan di aliran tersebut mengakibatkan
tekanan meningkat dan terjadi arus balik sehingga terakumulasinya cairan urin di ginjal.
Hal ini yang disebut Hidronefrosis. (MS, 2013).

National Kidney Foundation (2014) mengatakan bahwa Hydronephrosis adalah


pembengkakan pada ginjal yang menghalangi urine. Ini dapat terjadi ketika urin tidak
dapat mengalir keluar dari ginjal menuju kandung kemih karena ada halangan atau
obstruksi. Hydronephrosis dapat terjadi pada satu atau dua ginjal sekaligus. Jadi,
hidronefrosis ialah sebuah manifestasi klinis penyakit yaitu berupa dilatasi abnormal
pelvis ginjal dan kaliks di sebuah atau kedua ginjal oleh penumpukan urin yang
disebabkan oleh obstruksi pada sepanjang saluran kemih atau terganggunya fungsi
kandung kemih.

2.1.2 Klasifikasi

The Society of Fetal Urology (SFU) mengklasifikasikan Hidronefrosis menggunakan


angka 0-4 untuk menggambarkan tingkat dilatasi renal yang terlihat pada gambaran
radiologis. Berfokus pada derajat pelebaran renal dankaliks, distorsi kaliks,dan derajat
penipisan parenkim (jaringan tepi luar ginjal). Grade 0 tidak ada dilatasi, grade 1 ada
dilatasi sebagian kecil, sedangkan grade 4 dilatasi yang sudah parah. Ada 4 grade
hidronefrosis berdasarkan gambaran radiologis, antara lain :

a. Hidronefrosis grade 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk
blunting, alias tumpul.

b. Hidronefrosis grade 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk
flattening, alias mendatar.

c. Hidronefrosis grade 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa
adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol.
6
d. Hidronefrosis grade 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor

2.2 Etiologi

a. Obstruksi

1). Penyebab di dalam saluran kemih ( intraluminal, misalnya katup kongenital pada
ureter posterior, batu, tumor pelvis renalis, ureter, vesika urinaria dan urethra )

2). Penyebab yang terletak pada dinding saluran air kemih, misalnya hipertrofi otot
dinding setempat, striktura ureter atau uretra.

3). Penyebab dari luar, yang menekan saluran kemih, misalnya oleh tumor sekitar
saluran kemih, hiperplasi atau karsinoma prostat, arteria renalis yang menekan ureter,
fibrosis retroperitoneal,dsb.

4). Ureter proksimal disilang oleh variasi pembuluh darah yang menuju kutub bawah
ginjal. Pembuluh darah ini akan menekan ureter proksimal sehingga terjadi gangguan
pengosongan pelvis ( Basuki, 2015 ).

b. Kelainan neuromuskuler, misalnya akibat spina bifida, paraplegi, tabes dorsalis, dan
sklerosis multiple.

c. Pada kehamilan, terutama pada primipara, terjadi pelebaran fisiologik pada ureter dan
pelvis. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini karena mengurangi
kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Kelainan
ini reversible dan segera menghilang setelah melahirkan.

d. Sebab-sebab yang tidak diketahui misalnya pada hidronefrosis idoipatik congenital tidak
ditemukan kelainan.

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hidronefrosis tergantung dari penyebabnya. Kasus


hidronefrosis semakin sering ditemukan pada beberapa negara misalnya Amerika
Serikat. Insiden hidronefrosis di Amerika Serikat, mencapai 3,1%. Sebanyak 2,9%
terjadi pada wanita dan 3,3% pada pria. Obstruksi merupakan penyebab utama terjadinya
hidronefrosis dengan keluhan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain yaitu interval sejak mulai obstruksi sampai berobat ( akut atau
kronik ), adanya infeksi, penyebab obstruksi ( intrinsik/ekstrinsik ), unilateral atau
bilateral, derajat obstruksi parsial atau total ( Sing et al., 2012; Sukmagara dan Danarto,
2015 ).

2.5 Pemeriksaan Penunjang


7
a. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada
kasus-kasus urologi.
Urine mempunyai pH yang bersifat asam, yaitu rata-rata: 5,5 - 6,5. Jika didapatkan pH
yang relatif basa kemungkinan terdapat infeksi oleh bakteri pemecah urea, sedangkan
jika pH yang terlalu asam kemungkinan terdapat asidosis pada tubulus ginjal atau ada
batu asam urat (Purnomo, 2003).

b. Foto Polos Abdomen


Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu
radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu
asam urat bersifat non opak (radio-lusen) (Purnomo, 2014).

Gambar 1. Terlihat gambaran radioopak membentuk pelvis renalis yang


membesar. Menandakan batu pada kalix minor dan kalix mayor. Pada gambaran
radiologis disebut dengan Batu Staghorn

8
Gambar 2. Terlihat gambaran radioopak setinggi vertebra lumbal 4 menandakan
adanya batu di ureter

Gambar 3. Terlihat radio – opak di daerah vesica urinaria menandakan adanya


batu di vesica urinaria

c. BNO-IVP
Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang dapat menggambarkan
keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras radio- opak. Pencitraan ini dapat
menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal. Indikasi dari BNO
– IVP yaitu nefrolithiasis, nefritis adanya keganasan, kista dll. Kontraindikasi dari
penggunaan BNO – IVP adalah ureum yang meningkat, adanya riwayat hipertensi,
diabetes mellitus dll (Haque and Roekmantara, 2014). Sebelumnya pasien harus
dilakukan skin test terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ada alergi pada bahan
kontras. Pemeriksaan faal ginjal juga diperlukan untuk mempersiapkan pasien
menjalani pemeriksaan foto BNO-IVP yang bertujuan untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal (Purnomo, 2003).

Teknik pelaksanaannya, yaitu pertama kali dibuat foto polos abdomen (sebagai kontrol).
Setelah itu bahan kontras disuntikkan secara intra vena, dan dibuat foto serial beberapa
menit hingga satu jam, dan foto setelah miksi. Jika terdapat keterlambatan fungsi ginjal,
pengambilan foto diulangi setelah jam ke-2, jam ke-6, atau jam ke 12 (Purnomo, 2014).

9
1. Fase Ekskresi (3 – 5 Menit)
Melihat apakah ginjal mampu mengekskresikan kontras yang
dimasukkan.
2. Fase Nefrogram (5 -15 Menit)
Fase dimana kontras menunjukkan nefron ginjal, pelvis renalis, ureter proximal.

Gambar 4. Fase Nefrogram normal

Gambar 5. Fase nefrogram tetapi ureter sebelah kanan tidak terisi menandakan adanya
obstruksi
3. Fase Uretrogram (30 Menit)
Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis dan ureter proksimal
terisi maksimal dan ureter distal mulai mengisi kandung kemih.

Gambar 6. Terlihat gambaran klingkin yang menandakan adanya batu pada ureter kanan
bagian proximal.
4. Fase Vesica Urinaria Full Blast (45 Menit)

10
Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, pelvis renalis, ureter hingga
kandung kemih.

Gambar 7. Kontras tidak memenuhi vesica urinaria menandakan kemungkin batu pada
vesica urniaria.

5. asca miksi
Menilai sisa kontras (residu urine) dan divertikel pada buli-buli.
d. Ultrasonografi
Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah menangkap gelombang bunyi ultra yang
dipantulkan oleh organ-organ (jaringan) yang berbeda kepadatannya. Pemeriksaan ini
tidak invasif dan tidak menimbulkan efek radiasi. USG dapat membedakan antara massa
padat (hiperekoik) dengan massa kistus (hipoekoik), sedangkan batu non opak yang tidak
dapat dideteksi dengan foto ronsen akan terdeteksi oleh USG sebagai echoic shadow
(Purnomo, 2003).
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada
keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil (Dhar and Denstedt, 2009). Pemeriksaan USG dapat menilai
adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow),
hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal (Tubagus, 2017).
Pada kalkulus USG didiagnosis ketika area hiperekoik (karena pengasifikasi) terlihat
dengan bayangan akustik. USG tidak dapat membedakan pengasifikasian dari penyebab
lain (misalnya haematoma terkalsifikasi) dari kalkulus. Namun opasitas terkalsinasi
dalam sinus ginjal biasanya dari kalkulus. USG juga dapat mendeteksi batu ginjal USG
dapat menunjukkan bayangan akustik, USG juga dapat mengungkapkan hidronefrosis
(Mittermayer, 1986).

11
Gambar 8. Kalkulus ginjal (antara callipers) dengan bayangan.

a. CT Scan
Merupakan pemeriksaan gold standart pada pasien dengan urolithiasis. Sensitivitas dan
spesifitasnya paling baik (Sandhu et al., 2018).
CT scan spiral non kontras sekarang menjadi modalitas pencitraan pilihan pada pasien
yang hadir dengan kolik ginjal akut. Ini cepat dan sekarang lebih murah daripada
pyelogram intravena (IVP). Ini gambar struktur peritoneal dan retroperitoneal lainnya
dan membantu ketika diagnosis tidak pasti. Itu tidak tergantung pada teknisi radiologi
yang berpengalaman untuk mendapatkan pandangan miring yang tepat ketika ada
kebingungan dengan gas usus yang terlalu berlebihan di perut yang tidak disiapkan
(Mittermayer, 1986).
Batu asam urat divisualisasikan tidak berbeda dari batu kalsium oksalat. Kalkulumi
matriks memiliki jumlah kalsium yang memadai untuk divisualisasikan dengan mudah
oleh CT scan. HU dapat membantu memprediksi jenis dan kekerasan batu. Batu kalsium
oksalat monohidrat, misalnya, sering memiliki HU > 1000, sedangkan batu asam urat
sering memiliki HU < 500. Peningkatan penggunaan CT scan juga telah meningkatkan
paparan radiasi terhadap pasien batu, terutama yang memiliki penyakit berulang. CT
scan harus digunakan ketika diagnosis ragu dan tidak boleh digunakan secara rutin untuk
diagnosis (Dhar and Denstedt, 2009) .
Pada gambar 9. memperlihatkan kalkulus di ureter atas kiri. Gambar axial.

12
2.6 Patofisiologi

Penyumbatan yang terjadi di manapun di sepanjang saluran kemih atas akan


menyebabkan peningkatan tekanan di dalam ginjal karena ginjal tidak mampu
membuang urin ke kandung kemih. Penyebab yang paling umum penyumbatan tersebut
adalah batu ginjal serta penyumbatan sambungan ureteropelvik yang disebabkan oleh
penyempitan intrinsik dari ureter atau pembuluh di atasnya.

Penyumbatan yang terjadi di saluran kemih bawah juga dapat menyebabkan


peningkatan tekanan akibat kembalinya urin ke ginjal. Penyebab umum termasuk
disfungsi kandung kemih adalah neurogenic bladder dan penyumbatan uretra (seperti
katup uretra posterior pada bayi laki-laki) atau kompresi (seperti dari hipertrofi prostat
pada orang laki-laki dewasa).

Apa pun penyebabnya, penyumbatan tersebut akan meningkatkan tekanan yang


ditransmisikan ke jaringan halus yang membentuk sistem filtrasi di dalam ginjal, yang
pada akhirnya dapat mengakibatkan infeksi, pembentukan batu, atau kegagalan fungsi.
Komplikasi tambahan yang timbul dari penyumbatan saluran kemih bawah termasuk
stagnasi aliran urin yang juga dapat menyebabkan infeksi pada kandung kemih.
Penyumbatan dapat juga diakibatkan adanya tumor di panggul yang menekan ureter atau
uretra, seperti pada penderita kanker leher rahim stadium lanjut (stadium IIIA sampai
IVB).

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Non Medis

Nefrostomy yaitu sebuah tindakan medis dengan memasukan sebuah kateter/selang


lewat kulit di bagian belakang (punggung) ke dalam ginjal (Fitriana, 2014). Sedangkan,
penatalaksanaan untuk mencegah gagal ginjal akut menjadi gagal ginjal kronik perawat
harus memantau kesimbangan cairan pasien. Peran perawat yaitu sebagai pelaksana dan
pendidik. Peran sebagai pelaksana yaitu perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan secara profesional seperti memberikan dukungan positif kepada pasien agar
memiliki perasaan yang baik pada diri sendiri. Dapat mengendalikan ketegangan dan
rasa cemas dalam proses sebelum maupun sesudah operasi yang bertujuan untuk
pengeluaran batu serta menjaga pasien terjadi risiko hipotermia dan kekurangan cairan
13
saat operasi. Peran perawat post operatif hidronefrostomy adalah pemantauan kondisi
pasien dan selang yang terpasang, kaji adanya tanda tanda perdarahan, adanya infeksi di
sekitar selang, pantau output urine dan membuang jika kantung penampung sudah penuh,
melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital selama 30 menit selama 4 jam pertama post
operatif dan kemudian dilakukan setiap shift. Peran perawat sebagai pendidik adalah
perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang definisi
batu ginjal, faktorfaktor penyebab batu ginjal, gejala batu ginjal, akibat batu ginjal dan
pencegahan batu ginjal dalam rangka meningkatkan pengetahuan pasien dan
meningkatkan kualitas kehidupan menjadi lebih optimal. Membantu dalam spiritual klien
dalam beribadah ketika sakit.Pencegahan terjadinya batu ginjal berulang dilakukan untuk
menurunkan angka kekambuhan pada masalah yang serupa. Pencegahan ini dapat
diberikan sebagai discharge planning (perencanaan pulang) pada pasien. Discharge
planning (perencanaan pulang) adalah suatu proses pelayanan kesehatan yang akan
diberikan mulai sejak pasien masuk rumah sakit sampai pasien pulang dalam
meningkatkan atau mempertahankan derajat kesehatannya (Darliana, 2012). Melalui
discharge planning, angka kejadian batu ginjal berulang dapat berkurang. Selain
pencegahan terjadinya batu ginjal berulang, keluarga mampu merawat selang nefrostomy
yang dipasang pada pasien dengan selalu memantau urin pada penampung dan
membuang jika sudah penuh, memantau adanya tanda tanda perdarahan dan infeksi
seperti kemerahan, bengkak pada kulit sekitar selang.

2.8 WOC

14
15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Gambaran kasus
Seorang laki-laki berusia 60 tahun dengan inisial Tn.K, datang ke UGD
RSUD Ahmad Yani Metro dengan keluhan nyeri di pinggang kiri sejak 1 minggu
yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke paha, dan perut bagian
kiri atas. Nyeri dirasakan makin berat terutama saat beraktifitas sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan nyeri pada saat buang air kecil
(BAK). Pasien juga mengeluhkan urine yang keluar sedikit. BAK berpasir
dirasakan, Penderita lalu berobat ke dokter umum namun keluhan dirasakan tidak
hilang.
Sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit penderita mulai mengeluh
perasaan tidak enak dan pegal-pegal di pinggang kirinya. Pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat penyakit apapun di dalam keluarganya. Pada keluarga pasien
juga tidak ditemukan riwayat tekanan darah tinggi maupun riwayat penyakit
kencing manis, asma, maupun jantung. Pasien memiliki kebiasaan minum-
minuman bersoda dan jarang meminum air putih serta tidak diimbangi dengan
kegiatan olah raga rutin. Pasien mengaku tidak pernah mengonsumsi minuman
beralkohol.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien yaitu kesadaran compos
mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi
88x/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,20C, dan Indeks Massa Tubuh
(IMT) 29,3 kg/m2 . Pada pemeriksaan palpasi regio flank sinistra didapatkan tanda
ballotement (+) dan pada perkusi nyeri ketok costovertebrae angle sinistra (+).
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah
lengkap, kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya
ditemukan peningkatan kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000- 10.000/μl);
kimia darah tidak ditemukan peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam
urat; urin lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+), peningkatan
kadar eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-11/LPB (0-5/LPB).

16
2. Pengkajian
a. Biodata Pasien
Nama : Tn K.
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 60 Tahun
Diagnosa Medis : Hidronefrosis
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan nyeri di pinggang kiri sejak 1 minggu yang lalu
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mersakan nyeri pada saat buang air kecil dan Pasien juga
mengeluhkan urine yang keluar sedikit.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
4) Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram)
c. Keadaan Umum
1) Kesadaran/GCS : Composmentis (sadar penuh)
2) Tanda-Tanda Vital :
TD : 110/80 mmHg Suhu : 36,20°C
RR : 20x/menit Nadi : 88x/menit
IMT : 29,3 Kg
d. Pengkajian Head To Toe
1) Mata : Conjungtiva terlihat anamis
2) Mulut : Mukosa bibir pasien tampak kering, gigi lengkap
3) Hidung : Simetris, tidak ada pendarahan dalam lubang hidung
4) Telingan : Simetris, serumen (+) kiri kanan dalam batas normal
5) Leher : Tidak ada pembesaran kelemjar tiroid.
6) Toraks
a) Jantung : Batas jantung dalam batas normal S1 > S2, regular,
tidak ada suara jantung tambahan
b) Paru : Premitus kiri kanan, nyeri tekan tidak ada, sonor
seluruh lapang paru, suara napas vesikuler.

17
7) Abdomen : Perut datar, bising usus dalam keadaan normal, tidak teraba
masa, pada pasien dengan hidronefrosis berat palpasai ginjal dapat
teraba. Dengan hidronefrosis bilateral, edem ekstremitas bawah dapat
terajdi. Sudut kostovertebral pada satu sisi yang terkena sering
lemmbut.ada nya kembung pada kandung kemih teraba jelas menambah
bukti bahwa adanya obstruksi saluran kemih
8) Ekstremitas : Tidak ada depormitas, tidak ada edema, tonus otot cukup.

3. Analisa Masalah
No DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
1 DS : Obstruksi total/sebagian total Nyeri akut
 Pasien mengeluhkan nyeri alitan urin
dipinggang kiri sejak satu
Obstruksi akut
minggu yang lalu
 Nyeri dirasakan makin berat
Nyeri pinggang
terutama pada saat
beraktivitas
Nyeri akut
DO :
 TTV :
 TD : 110/80 mmHg
 Nadi : 88x/menit
 Suhu : 36,20°C
 Pernafasan : 20x/menit

18
2 Ds : Obstruksi total sebagian total Hambatan eliminasi urin
 Pasien mengatakan urin aliran urin
yang keluar sedikit
DO : Penyempitan uteter atau uretra
 Pasien tampak tidak nyaman
dan meringis kesakitan
Urin yang keluar sedikit

Hambatan eliminasi urin

4. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d . patologis penyakit.
2) Hambatan eliminasi urine b.d sedikitnya urine yang keluar

5. Rencana Asuhan Keperawatan


DIAGNOSA NOC NIC
Nyeri akut b.d Tingkat Nyeri (2102) Manajemen Nyeri (1410)
patologis
penyaikit Defenisi : Keparahan dari nyeri yang Defenisi : Pengurangan atau
(00132) diamati atau dilaporkan. reduksi nyeri sampai pada
tingkat kenyamanan yang
Kriteria Hasil : dapat diterima oleh pasien
1. Nyeri yang dilaporkan dalam periode penyembuhan
dipertahankan pada berat (1) di yang segera dari kerusakan
tingkatkan ke ringan (4). jaringan dari penyebab yang
2. Panjang episode nyeri bisa diidentifikasi misalnya
dipertahankan pada berat (1) trauma, pembedahan atau

19
ditingkatkan ke tidak ada (5). cedera
3. Ekspresi nyeri wajah
dipertahankan pada berat (1) Aktivitas-Aktivitas :
ditingkat kan ke tidak ada (5). 1. Lakukan pengkajian
4. Tidak bisa beristirahat nyeri yang
dipertahankan pada cukup berat komperhensif yang
(2) ditingkat kan ke tidak ada meliputi lokasi,
(5). karateristik, onset
atau durasi, frekuensi
dan kualitas,
intensitas serta apa
yang mengurangi
nyeri.
2. Monitor nyeri
menggunakan alat
ukur yang palit dan
reliyabel.
3. Yakinkan bahwa
pasien menerima
perawatan analgesic
yang tepat sebelum
nyeri semakin parah
atau sebelum
aktivitas yang
memicu nyeri.
4. Berikan pengobtan
nonfarmokologi
dengan pasien untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
yang tepat.

20
5. Beritahu dokter
bahwa tingkat nyeri
tidak berhasil.
6. Sediakan informasi
yang akurat pada
keluarga dan pasien
mengenai
pengalaman nyeri
pasien.
Hambatan Eliminasi Urin (0503) Perawatan Retensi Urin
eliminasi urine (0620)
b.d sedikitnya Defenisi : Pengumpulan dan
urine yang keluar pembuangan urin Defenisi : Bantuan dalam
(00016) menghilangkan distensi
Kriteria Hasil : kandung kemih.
1. Pola eliminasi dipertahankan
pada sangat terganggu (1) Aktivitas-Aktivitas :
ditingkat kan ke tidak 1. Tentukan jumlah dan
terganggu (5). karateristik dari
2. Jumlah urin dipertahankan pada output urin.
sangat terganggu (1) di Misalnya pola
tingkatkan ke tidak terganggu pengeluarean urin,
(5). fungsi kognitif,
3. Nyeri saat kencing masalah urinary yang
dipertahankan pada berat (1) sebenarnya ada.
ditingkat kan ke tidak ada (5). 2. Stimulasi reflex
4. Retensi urin dipertahankan kandung kemih
pada berat (1) ditingkatkan ke dengan membasahi
tidak ada (5). abdomen dengan air
dingin, memberikan
sentuhan pada paha

21
bagian dalam atau air
yang mengalir.
3. Monitor intake dan
output.
4. Bantu toileting pada
interval yang regular.
5. Rujuk pada spesialis
perkemihan sesuai
kebutuhan.

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hidronefrosis bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri melainkan manifestasi


dari penyakit atau kondisi yang menyebabkan dilatasi ginjal. Normalnya urin mengalir
keluar dari ginjal dengan tekanan rendah, namun apabila ada sumbatan di aliran tersebut
mengakibatkan tekanan meningkat dan terjadi arus balik sehingga terakumulasinya
cairan urin di ginjal. Hal ini yang disebut Hidronefrosis. (MS, 2013).

Ada 4 grade hidronefrosis berdasarkan gambaran radiologis, antara lain :

a. Hidronefrosis grade 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk
blunting, alias tumpul.

b. Hidronefrosis grade 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk
flattening, alias mendatar.

c. Hidronefrosis grade 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa
adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol.

d. Hidronefrosis grade 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor

4.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit
banyak bisa menambah penegtahuan pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah
kami selanjutnya

23
DAFTAR PUSTAKA

Basuki. (2015). buku dasar-dasar urologi. malang: sagung seto : 212.

Sukmagara, J., Danarto, H.R. 2015. Prognosis of obstructive nephropathy patients after percutaneous
nephrostomy. Indonesian Journal of urology

MEDFARM: Jurnal Farmasi dan Kesehatan, Vol.10, No.1, 2021, Hal.35-46 e-ISSN : 2715-9957
p-ISSN: 2354-8487

24

Anda mungkin juga menyukai