Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

HALAMAN JUDUL

Disusun oleh:
Tasya Tamaya
2110221057

Pembimbing:
dr. Ardentry, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
RSUD PASAR MINGGU
PERIODE MARET-MEI 2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas Kepaniteraan Klinik
Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Disusun Oleh:
Tasya Tamaya (2110221057)

Jakarta, 7 Aprll 2022


Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing

dr. Ardentry, Sp.A, M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena kasih dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang berjudul
“Dengue Hemorrhagic Fever” di Departemen Ilmi Kesehatan Anak RSUD Pasar
Minggu.
Dalam menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini, penulis mengucapkan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, dr. Ardentry, Sp.A, M.Kes selaku dokter
pembimbing, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan ilmunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini, masih terdapat
banyak kekerungan dan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang
berkepentingan, untuk pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya.

Jakarta, 8 April 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan 2
Kata Pengantar 3
Daftar isi 4
BAB I Status Pasien 5
Identitas Pasien 5
Identitas Orang Tua 5
Anamnesis 5
Pemeriksaam Fisik 8
Pemeriksaan Penunjang 12
Resume 12
Disgnosa Banding 13
Diagnosa Kerja 13
Tatalaksana 14
Prognosis 14
BAB II Tinjauan Pustaka 15
Definisi 15
Etiologi 15
Epidemiologi 16
Patofisiologi 17
Klasifikasi DBD 20
Manifestasi Klinis 22
Pemeriksaan Penunjang 25
Tatalaksana 28
Prognosis 33
BAB III Analisis Kasus 34
Daftar Pustaka 37

4
BAB I
STATUS PASIEN
I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. RF
No Rekam Medis : 0424xx
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 8 Tahun 5 bulan
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 1 November 2013
Pendidikan : Sekolah Dasar
Dirawat : Ruang Melati 1 RSUD Pasar Minggu

I.1.1 IDENTITAS ORANGTUA/WALI


Ibu
Nama : Ny. N
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan :-
Penghasilan :-
Agama : Islam
Tanggal berkunjung : 03 April 2022
Tanggal pemeriksaan : 05 April 2022
I.1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien tanggal 5 April 2022
puku 07.00 di ruang perawatan melati 1 lantai 7 RSUD Pasar Minggu.
I.1.3 Keluhan Utama
Demam
I.1.4 Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 2 hari SMRS (Jum’at pagi), ibu pasien mengeluh anaknya demam tinggi
terukur 40oC, demam dirasakan menetap sepanjang hari, ibu pasien memberikan
paracetamol kepada pasien dan demamnya turun hingga 38.2oC namun kemudian
demam naik kembali, demam disertai dengan nyeri kepala dan badan lemas,
mimisan, gusi berdarah dan bintik-bintik merah di sangkal, BAB cair 4 kali sehari
dengan konsistensi lunak mberampas, berwarna coklat, tidak berbau, tidak berlendir
dan tidak berdarah. mual dirasakan namun tidak disertai dengan muntah, napsu

5
makan dan mimun pasien berkurang, dan pasien tampak lemas, batuk dan pilek tidak
dirasakan oleh pasien
Keluhan saat ini (H-4) demam sudah tidak di rasakan dengan suhu terukur
36.4oC, sejak pagi kedua kelopak mata pasien bengkak, nyeri pada kelopak mata dan
penurunan fungsi pengelihatan di sangkal oleh pasien, nyeri perut dirasakan terutama
pada bagian tengah dan kanan, mual dirasakan, tidak terdapat muntah, BAB
dirasakan 2 kali pada pagi hari dengan konsistensi lunak, tidak terdapat darah dan
lendir, BAK pagi ini 900cc terukur sejak pukul 12 malam tanggal 4 april 2022 hingga
pukul 7 pagi 5 april 2022.
Ibu pasien tidak menyadari sekitar rumah pasien yang memiliki keluhan
serupa. Lingkungan rumah pasien padat penduduk dan banyak genangan air, pasien
tidak memliki riwayat berpergian ketempat endemik malaria.
I.1.5 Riwayat Kelahiran
Tempat kelahiran : klinik bidan
Penolong persalinan : bidan
Cara persalinan : spontan, tanpa penyulit
Masa gestasi : cukup bulan, 38 minggu
Keadaan bayi:
- Berat lahir : 3000 gram
- Panjang : tidak diketahui
- Lingkar kepala : tidak diketahui
- Langsung menangis
- Saat lahir, bayi berwarna merah muda. Tidak ada kulit berwarna biru, kuning,
ataupun pucat. Tidak ada kejang saat lahir.
- Tidak ditemukan kelainan bawaan
- Nilai Apgar tidak diketahui
I.1.6 Riwayat Perkembangan
I.1.6.1 Motorik Kasar
Mengagkat kepala : pasien dapat mengangkat kepala pada usia 3 bulan
Tengkurap : tengkurap tanpa bisa berbalik saat berusia 5 bulan
Duduk : duduk tanpa dibbantu usia 10 bulan
Berdiri : berdiri sendiri tanpa dibantu saat usia 12 bulan
Berjalan : berjalan sendiri pada saat usia 15 bulan

6
I.1.6.2 Bahasa
Bicara : berbicara memanggil mama dan papa pada saat usia
11 bulan
I.1.6.3 Motor halus dan kognitif
Menulis : dapat mulai menulis usia 15 bulan
Membaca : dapat membaca sebelum masuk sekolah dasar
Kesimpulan : tidak ada gangguan dalam riwayat pertumbuhan dan perkembangan
pasien
I.1.7 Riwayat Nutrisi
ASI ekslusif sampai usia 6 bulan. Mulai usia 6 bulan, anak diberi ASI dan bubur
susu. Mulai usia 8 bula, anak diberi makanan lunak.
Kesulitan makan: Berdasarkan pengakuan ibu pasien, nafsu makan pasien kurang
baik.
I.1.8 Riwayat Imunisasi
Jenis Lahir 1bulan 2bulan 3bula 4bulan 6bulan 9bulan 12bulan 18bulan
Imunisasi n
Hep.B    
Polio    
BCG 
DTP   
HiB   
MR 
PCV   
Rotaviru   
s
Varisella 
Influenza 
Kesimpulan : pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai pedoman IDAI

I.1.9 Riwayat keluarga


No Usia Jenis kelamin Hidup Lahir mati Abortus Mati
1 Ayah, 40 th Laki-laki 
2 Ibu, 36 th Perempuan 

7
3 Anak, 8 th Laki-laki 
Saat ini pasien tinggal bersama orang tua pasien
I.1.10 Masalah Dalam Keluarga : Tidak ada
I.1.11 Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan Rumah
Pasien tinggal di perumahan, tinggal bersama kedua orang tua. Lingkungan
perumahan pasien padat penduduk antara satu rumah dengan rumah lainnya, menurut
orangtua lingkungan rumah cukup bersih. Rumah diatur agar memiliki sirkulasi dan
paparan sinar matahari yang baik. Orangtua pasien juga mengatakan bahwa untuk
kehidupan berkeluarga ini juga berkecukupan baik dari segi pangan, papan dan
sandang.
I.2 PEMERIKSAAN FISIK
1.2.1 Status Generalis :
- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang d
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda Vital :
o Tekanan Darah : 88/62 mmHg
o Nadi : 109x/menit, isi cukup, kuat angkat dan ekualitas sama
o Respirasi : 26x/menit, regular
o Suhu : 36.4o C
o Saturasi O2 : 100%
Rangsang Meningeal :
- Kaku kuduk : negative
- Laseq : negative
- Kerniq : negative
- Brudzinski I : negative
- Brudzinski II : negative
I.2.2 Antropometri
- Usia : 8 tahun 5 bulan
- Berat Badan : 25 kg
- Tinggi Badan : 124 cm
BB/U : Presentil 10-90 (Gizi baik)
TB/U : Presentil 10-90 (Gizi baik)
BB/TB : 25/27 x 100% = 92.5% (Gizi baik)

8
Kesimpulan : Status gizi baik

I.2.3 KELAINAN MUKOSA KULIT/SUBKUTAN YANG MENYELURUH


- Pucat : Tidak ada
- Sianosis : Tidak ada
- Ikterus : Tidak ada
- Perdarahan : Tidak ada
- Oedem : Tidak ada
- Turgor : Baik
- Lemak bawah kulit : Ada
I.2.4 KEPALA
- Bentuk : normocephalli, bulat, simetris dan tidak ada lesi
- Rambut : warna coklat, distribusi merata dan tidak mudah
dicabut

9
- UUB : tertutup, datar
- Kulit Kepala : tidak ada lesi
- Sutura : tidak teraba
- Wajah : sedikit lemas, nyeri tekan sinus (-), pucat pada wajah
dan bibir (-), tidak ada facies cooley
- Mata : Edema palpebral (+), konjungtiva anemis (-), sclera
ikterik (-), pupil isokor dengan diameter 2mm, reflex
cahaya langsung dan tidak langsung (+) ODS, kornea
jernih, edema kornea (-), lensa mata jernih (+), gerakan
bola mata baik ke segala arah, visus tidak dinilai
- Telinga : normotia, tidak ada hiperemis, secret atau serumen di
liang telinga normal
- Hidung : bentuk datar, tidak ada deviasi septum, tidak ada
pernafasan cupping hidung, konka
normal, tidak ada epistaksis
- Mulut : bibir kering, tidak sianosis, pucat dan tidak ada celah.
Lidah simetris, gerakan ke semua arah (+), celah pada
langit-langit (-), tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis
(-), mukosa tidak ada tanda inflamasi, gusi tidak ada
perdarahan atau hiperplasi
I.2.5 LEHER
Leher simetris, tidak didapati adanya lesi, pergerakan tidak ada kesulitan, gerakan
baik ke segala arah. Tiroid teraba disamping cartilage cricoid, tidak ada pembesaran,
tidak ada tanda deviasi trakea, tidak ada pembesaran KGB.
I.2.6 THORAKS
I.2.6.1 COR
- Inspeksi : simetris kanan kiri, tidak ada lesi, iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Tidak terdapat hipersonor pada kedua lapang paru, batas
jantung sulit ditentukan
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, tidak ada murmur, tidak ada
gallop

10
I.2.6.2 PULMO
- Inspeksi : normochest, tidak ada lesi, pergerakan dada simetris dextra
dan sinistra, tidak ada retraksi pernapasan
- Palpasi : tactil fremitus tidak teraba, tidak ada massa/nodul,
tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara napas vesicular, tidak ada ronkhi, tidak ada
wheezing
I.2.7 ABDOMEN
- Inspeksi : tidak ada hernia umbilikaslis, bentuk datar, simetris,
tidak ada distensi abdomen
- Auskultasi : terdengar bising usus normoperistaltik, ± 4 kali/menit
- Palpasi : supel, nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen
terutama regio epigastric dan lumbar dextra,
teraba hepatomegaly 3 cm dibawah arcus costae, tidak
teraba perbesaran limpa, tidak teraba masa, ginjal tidak
teraba
- Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
I.2.8 EKSTRIMITAS
Telapak tangan tidak tampak pucat, kulit tidak ikterik, kulit tidak kering, akral
hangat pada keempat ekstrimitas, tidak ada sianosis, tidak ada edema, CRT <2 detik,
hipotonus dan nyeri tekan tidak ada.
I.2.9 REFLEKS
Kanan Kiri
Fisiologis
Biceps : (+)(+) (+)(+)
Triceps : (+)(+) (+)(+)
Knee Patella : (+)(+) (+)(+)
Tendon Achilles : (+)(+) (+)(+)
Patologis
Babinski : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
11
Oppenheim : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
I.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

HASIL HASIL HASIL NILAI RUJUKAN


04-04-22 05-04-22 06-04-22
HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 15.9 17.0 15.8 11.5-15.5 g/dL
Hematokrit 44 50 46 35-45 %
Eritrosit 5.84 6.34 5.66 4.0 – 5.2 juta/ μL
Leukosit 3400 5000 10100 4.500-13.500/ μL
Trombosit 34.000 26.001 39.000 150.000-400.000/ μL
Eelektrolit
Natrium 128 135 132-145 mEq/L
Kalium 4.00 3.60 3.10-5.10 mEq/L
Clorida 101 105 96-111 mEq/K

CRP 12.3 <5

I.4 RESUME
Sejak 2 hari SMRS (Jum’at pagi), ibu pasien mengeluh anaknya demam
tinggi terukur 40oC, demam dirasakan menetap sepanjang hari, ibu pasien
memberikan paracetamol kepada pasien dan demamnya turun hingga 38.2 oC namun
kemudian demam naik kembali, tanda perdarahan seperti mimsan, ptekie, gusi
berdarah, BAB darah di sangkal. BAB cair 4 kali sehari dengan konsistensi lunak
berampas, berwarna coklat, tidak berbau, tidak berlendir dan tidak berdarah. mual
dirasakan namun tidak disertai dengan muntah.
Keluhan saat ini (H-4) demam sudah tidak di rasakan dengan suhu terukur
36.4oC, sejak pagi kedua kelopak mata pasien bengkak, nyeri pada kelopak, mata
nyeri perut dirasakan terutama pada bagian tengah dan kanan, mual dirasakan, tidak
terdapat muntah, BAB dirasakan 2 kali pada pagi hari dengan konsistensi lunak, tidak
terdapat darah dan lendir. Pasien tidak napsu makan namun makanan masih masuk

12
sedikit, minum masih mau namun tidak banyak.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien compos mentis dengan keadaan
umum pasien tampak sakit sedang, dengan tekanan darah 88/62, nadi 109x/menit,
pernapasan 26x/menit, suhu 36.4oC, pada pemeriksaan antropometri didapatkan status
gizi pasien adalah gizi baik. pada pemeriksaan head to toe, ditemukan adanya edema
palpebra tidak disertai dengan penurunan visus, tidak ditemukan adanya pembesaran
KGB, jantung dan paru dalam batas normal, pemeriksaan abdomen ditemukan perut
datar, super, bising usus positif normal, nyeri tekan pada seluru lapang abdomen
terutama pada bagan kanan atas, teraba hepatomegali 3 cm dibawah arcus costae,
tidak teraba adanya massa dan pembesaran lien, pada ektremitas pasien teraba akral
hangat, dengan CRT <2 detik, tidak tampak adanya sianosis dan edema, refleks
fisiologis dan patologis dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang pada tanggal 4 april 2022 dtemukan adanya
peningkatan Hb: 15.9, Ht: 44 dan penurunan leukosit: 3400 dan trombosit 34.000 dan
Natrium 128, pada pemeriksaan laboratorium tanggal 5 April 2022 didapatkan hasil
Hb: 17, Ht: 50, Leukosit: 5000, Trombosit: 26.000, pada tanggal 7 April 2022 dengan
hasil Hb: 15.8, Ht: 46, Leukost 10100, trombosit: 39.000, natrium: 135, CRP 12.3.
I.5 DIAGNOSA BANDING
a. Dengue Hemorrhagic Fever Grade I
b. Dengue Fever
c. Dengue Hemorrhagic Fever Grade II
d. Diare Akut Tanpa Dehidrasi
e. Dispepsia Syndrome
f. Hiponatremia
1.6 DIAGNOSA KERJA
a. Dengue Hemorrhagic Fever Grade I
b. Diare Akut Tanpa Dehidrasi
c. Dispepsia Syndrome
d. Hipronatremia
1.7 TATALAKSANA
a. Diet Lunak
b. IVFD NaCl 0.9% 125cc/jam
c. Antipiretik – Paracetamol 250 mg x 3 bila demam
d. Omeprazole 20 mg x 1
13
e. Zink 20 mg x 1 selama 10 hari
1.8 PROGNOSIS
Dubia at Bonam

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue hemorrhagic fever (DHF)
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang berbahaya karena dapat
menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang singkat. Gejala klinis DBD
umunya berupa demam tinggi yang berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari.
Tanda dan gejala perdarahan yang biasanya muncul pertama kali sangat khas yaitu
berupa bitnik-bintik merah (petechia). Gejala yang khas umumnya terjadi pada DBD
maupun demam dengue (DD) adalah berupa demam tinggi yang terus menerus, tanda
perdarah seperti test tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah trombosit ≥
100.000/mm3, dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh.
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian
besar wilayah tropis dan subtropis, terutama di Asia Tenggara, Amerika, dan Karibia.
Host alami DBD adalah manusia, sedangkan agentnya adalah virus dengue yang
termasuk dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus.1,2
II.2 Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue , yang masuk
dalam genus Flavivirus , famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. Virus dengue menghasilkan satu rantai polipeptida berupa 3 protein struktural
(Capsid = C ; Pre-Membrane = prM dan Envelope = E) dan 7 protein Non-Struktural
(NS1, NS2A , NS2B , NS3 , NS4A , NS4B dan NS5). Protein NS1 merupakan satu-
satunya protein nonstruktural yang dapat disekresikan oleh sel pejamu mamalia tapi
tidak oleh nyamuk , sehingga dapat ditemukan dalam darah pejamu sebagai antigen
NS1. Virus dengue dibagi menjadi 4 serotipe yaitu DEN-1 , DEN-2 , DEN-3 dan
DEN-4 yang dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 yang paling banyak.3,4
Virus dengue ditransmisikan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
yang telah terinfeksi virus dengue. Distribusi nyamuk Aedes aegypti ini berada di
negara yang memiliki daerah tropis dan subtropis. Nyamuk betina Aedes aegypti
menghabiskan waktu hidupnya di sekeliling rumah yang menjadikan bahwa nyamuk
15
Aedes aegypti ini merupakan hewan antropofilik (afinitas tinggi untuk menggigit
manusia) dan multiple-bite (dapat menggigit lebih dari satu individu) untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya. Nyamuk lainnya selain Aedes aegypti adalah Aedes
albopictus dan Aedes polynesiensis. Cara penularannya adalah nyamuk menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Lalu virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari sebelum dapat ditularkan kembali pada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya , namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus
dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (inefektif). Di tubuh manusia , virus
memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari sebelum menimbulkan penyakit. Penularan
dari manusia yang sedang mengalami viremia , yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5
hari setelah demam.4
II.3 Epidemiologi
Demam darah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk
pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai
2% pada tahun 1999.4
Berdasarkan WHO, sekitar 50 sampai 100 juta kasus infeksi dengue terjadi
setiap tahunnya. Dari kasus-kasus ini, sekitar 500.000 berlanjut menjadi demam
berdarah dengue yang menyebabkan 22.000 kematian. Dilaporkan pula kasus dengue
di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat mencapai 1,2 juta kasus di tahun 2008
dan melebihi 3 juta di tahun 2013.8 Pada Tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak
126.675 penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya
meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni
sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita meninggal dunia pada
tahun 2014.5 Mayoritas kematian terutama terjadi pada anak-anak di bawah usia 15
tahun. 6
Kasus DBD pada tahun 2018 berjumlah 65.602 kasus, dengan jumlah kematian
sebanyak 467 orang. Jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya, yaitu 68.407
kasus dan jumlah kematian sebanyak 493 orang. Angka kesakitan DBD tahun 2018

16
menurun dibandingkan tahun 2017, yaitu dari 26,10 menjadi 24,75 per 100.000
penduduk.7

Gambar 1. Angka kesakitan demam berdarah dengue per 100.000 penduduk


tahun 2010-2018.7

Pada awal tahun 2019 data yang masuk sampai tanggal 29 Januari 2019
tercatat jumlah penderita DBD sebesar 13.683 penderita, dilaporkan dari 34 Provinsi
dengan 132 kasus diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih tinggi jika
dibandingkan dengan bulan Januari tahun sebelumnya (2018) dengan jumlah
penderita sebanyak 6.167 penderita dan jumlah kasus meninggal sebanyak 43 kasus.8
II.4 Patofisiologi
Pada penularan virus dengue terdapat 3 faktor penting yang memegang
peranan dalam proses penularannya, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus
dengue ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus,
dan Aedes polynesiensis. Nyamuk aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus tersebut
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekalinya virus
tersebut masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk tersebut, maka virus itu
akan selamanya hidup dalam tubuh nyamuk tersebut. Dalam tubuh manusia, virus
dengue memerlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila
nyamuk mengigit manusia yang sedang mengalami viremia.9

17
Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tetapi mekanisme
patofisiologinya berbeda dan hal ini yang menyebabkan perbedaan klinisnya.
Perbedaanya yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa
mengarah ke kondisi renjatan. Renjatan ini disebabkan karena kebocoran plasma
yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue (DD) hal ini tidak terjadi.
Manifestasi DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan
berkembang di dalam peredarah darah dan akan ditangkap oleh markrofag. Makrofag
akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag
menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini
akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih
banyak virus. T-Helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus dan juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibody. Terdapat tiga jenis antobodi yang telah dikenali, yaitu antibodi
netralisasi, antobodi hemagglutinasi, dan antibodi fiksasi komplemen.10
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi dan otot, malaise, dan gejala
lainnya. Terdapat juga manifestasi perdarahan karena terjadinya agregasi trombosit
yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia pada DD ini bersifat
ringan. Mekanisme patofisiologi DBD hingga kini belum diketahui secara pasti,
namun terdapat teori yang dapat menjelaskan patofisiologi dari DBD, yaitu teori
“secondary heterologous infection theory”.10
Proses terjadinya syok pada DBD berdasarkan teori infeksi sekunder
(“secondary heterologous infection theory) terjadi akibat infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibody yang akan terjadi
dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menhasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi
virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatkan virus dalam jumlah yang banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya
akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada
pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan
berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan

18
kenailakan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan
didalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi
secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal,
oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah terjadinya
kematian.10

Gambar 2. Patofisiologi Syok Pada DBD.10


Proses terjadinya perdarahan pada DBD disebabkan karena adanya agregasi
trombosit. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membrane trombosit yang mengakibatkan pengeluaran ADP
(adenosin diphosphate), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (Reticulo
Endothelial System) sehingga terjadilah trombositopenia. Agreagasi trombosit ini
akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III yang mengakibatkan terjadinya
koagulapati konsumtif (KID/Koagulasi Intravaskular Deseminata), yang ditandai
dengan adanya peningkatan FDP (Fibronogen Degradation Product) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan ganguan
fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tapi
tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan
aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga
memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan dari trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel
kapiler. Yang pada akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.10

19
Gambar 3. Patofisiologi Perdarahan Pada DBD.10

II.4.1 Pembesaran Hepar


Hepar merupakan salah satu organ target dari infeksi virus dengue.
Pembesaran hati atau hepatomegali umumnya muncul pada fase demam hari ketiga
sampai keempat. Virus dengue bereplikasi dalam sel hepar menyebabkan jejas
hepatoseluler. Dampak virus terhadap hepatosit dan sel kupffer melalui beberapa
mekanisme yaitu efek langsung, efek sitokin proinflamasi dan efek radikal bebas
(ROS) terhadap hepatosit dan sel kupfer. Virus dengue dapat menginduksi disfungsi
mitokondria dan kematian sel dikarenakan protein virus atau produknya berinteraksi
dengan membran mitokondria sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran
mitokondria, perubahan fisiologi membran mitokondria dan produksi reactive oxygen
species (ROS) yang berlebihan Akibatnya sel mengalami gangguan fungsi dan
terbentuk councilman bodies sehingga terjadi fragmentasi DNA dan apoptosis
hepatosit menyebabkan kadar SGOT serum meningkat. Nekrosis hepar terjadi akibat
insufisiensi sirkulasi mikro yang menyebabkan hepatoseluler mengalami iskemia,
inflamasi akut karena pengaruh sitokin proinflamasi dan mediator yang tidak terlepas
dari keterlibatan sistem retikuloendotelial, kompleks imun, aktivitas komplemen,
antigen-antibodi, agregasi trombosit dan perubahan endotel selama infeksi
berlangsung.18
II.5 Klasifikasi Derajat DBD
Secara umum, dengue dapat diklasifikasikan menjadi demam dengue (DD)
dan demam berdarah dengue (DBD). Demam dengue merupakan dengue tanpa

20
disertai tanda bahaya dari kebocoran plasma, sedangkan demam berdarah dengue
merupakan dengue yang dapat disertai dengan bahaya dari kebocoran plasma.11
Berdasarkan dari tingkatnya (grade), DBD dapat dibagi menjadi 4 kelas dengan
gejala klinis dari masing-masing derajat berupa:11
a. Derajat 1: demam disertai dengan gejala umum yang tidak khas, dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah tourniquet test yang positif.
b. Derajat 2: terdapat perdarahan spontan (mimisan, perdarahan gusi, menorrhagia
pada anak wanita) yang bersamaan dengan manifestasi klinis pada derajat 1.
c. Derajat 3: terdapat kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi yang menyempit atau hipotensi dengan akral yang dingin
dan lembab serta pasien tampak gelisah (kegagalan sirkulasi/ syok).
d. Derajat 4: renjatan berat (profound shock) dengan nadi atau tekanan darah yang
tidak dapat diukur.
Fase pada DBD dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase
pemulihan (fase konvalesens). Pada fase demam umumnya ditandai dengan demam
yang mendadak tinggi, terus menerus, disertai nyeri kepala, nyeri otot seluruh badan,
nyeri sendi, dan kemerahan pada kulit khususnya kulit wajah (flushing). Gejala lain
seperti nafsu makan berkurang, mual dan muntah, sering juga ditemukan. Pada fase
demam umumnya sulit dibedakan dengan penyakit bukan dengue, maupun antara
penyakit dengue berat dan yang tidak berat. Bila diperiksa laboratorium darah,
biasanya ada penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) pada fase ini. Dan pada
fase ini umumnya jumlah trombosit dan nilai hematokrit sering kali masih dalam
batas normal. Fase ini biasanya berlangsung selama 2-7 hari.12
Fase kritis umumnya terjadi paling sering pada hari ke 4-6 (dapat terjadi lebih awal
pada hari ke-3 atau lebih lambat pada hari ke-7) sejak dari mulai sakit demam. Pada
fase ini terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler sehingga akan
terjadi perembesan plasma (plasma leakage), sehingga darah menjadi kental, dan
apabila tidak mendapat terapi cairan yang memadai dapat menyebabkan syok sampai
kematian. Pada fase ini sering disertai tanda bahaya berupa muntah yang terus
menerus, nyeri perut, perdarahan pada kulit, hidung, gusi, sampai terjadi muntah
darah dan buang air besar berdarah. Pada fase ini juga dapat ditemukan badan yang
dingin terutama pada ekstremitas ujung tangan dan kaki sebagai tanda syok, tampak
lemas, bahkan terjadi penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan
penurunan jumlah trombosit yang disertai peningkatan nilai hematokrit yang nyata.12
21
Fase pemulihan biasanya berlangsung dalam waktu 48-72 jam yang ditandai oleh
perbaikan keadaan umum, nafsu makan mulai pulih, anak tampak lebih ceria, dan
pengeluaran air kemih (diuresis) cukup atau lebih banyak dari biasanya. Pada
pemeriksaan laboratorium darah, nilai hematokrit akan mengalami penurunan sampai
stabil dalam rentang normal dan disertai peningkatan jumlah trombosit secara cepat
menuju nilai normal.12

Gambar 3. Fase DBD.12


II.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi dengue sangat bervariasi dan sulit untuk dibedakan
dari penyakit infeksi lain terutama pada fase awal perjalanan penyakitnya. Oleh
karena itu, diperlukan petunjuk kapan suatu infeksi dengue harus dicurigai, petunjuk
ini dapat berupa tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan laboratorium rutin.
Berdasarkan dari gejala klinisnya, infeksi dengue dapat dibagi menjadi demam
dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan expanded dengue syndrome.13
a. Demam Dengue (DD):13
Didapatkan demam tinggi yang mendadak (biasanya ≥ 39oC), ditambah dua
atau lebih gejala/ tanda penyerta sebagai berikut:
 Nyeri kepala.
 Nyeri belakang bola mata.
 Nyeri otot dan tulang.
 Ruam kulit.

22
 Manifestasi perdarahan.
 Leukopenia (leukosit ≤ 5.000/ µL).
 Trombositopenia (trombosit < 150.000/ µL).
 Peningkatan hematokrit 5-10%.
b. Demam Berdarah Dengue (DBD):13,3
Diagnosis DBD dapat ditegakkan jika terdapat lebih dari 2 gejala klinis
disertai dengan trombositopenia (trombosit < 100.000/ µL) dan hemokonsentrasi ≥
20%. Berikut ini adalah tanda dan gejala DBD:
 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, dan terus-menerus.
 Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena,
maupun uji touniquet positif.
 Trombositipenia (trombosit < 100.000/ µL).
 Adanya kebocoran plasma akibat dari peningkatan permeabilitas vaskular
yang ditandai dengan:
- Peningkatan hematokrit ≥ 20%.
- Adanya efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia/ hypoalbuminemia.
 Adanya hepatomegali. Umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, dan umumnya didapatkan 2-4 cm dibawah arcus costae kanan
dan dibawah procesus xipoideus.
 Adanya syok.
 Tanda bahaya (warning sign) untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya syok pada penderita DBD dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Warning Signs Syok Pada DBD.13
Warning signs.
Klinis  Demam turun tetapi keadaan anak memburuk.
 Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen.
 Muntah persisten.
 Letargi, gelisah.
 Perdarahan mukosa.
 Pembesaran hati.
 Akumulasi cairan.

23
 Oliguria.
Laboratorium  Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan
jumlah trombosit.
Demam berdarah dengue dengan syok (Dengue Shock Syndrome/ DSS) dapat
ditegakkan apabila:
 Memenuhi kriteria demam berdarah dengue.
 Ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang dekompensasi.
Tabel 2. Tanda dan Gejala Syok Terkompensasi.13
Tanda dan gejala syok terkompensasi.
 Takikardi.
 Takipnea.
 Tekanan nadi (perbedaan antara sistolik dan diastolik) < 20 mmHg.
 Waktu pengisian kapiler (CRT/ Capillary Refill Time) > 2 detik.
 Kulit dingin.
 Produksi urine (urine output) menurun.
 Anak gelisah.
Tabel 3. Tanda dan Gejala Syok Dekompensasi.13
Tanda dan gejala syok dekompensasi.
 Takikardi.
 Nadi cepat dan kecil.
 Pernapasan kusmaull atau hiperpnoe.
 Sianosis.
 Kulir lembab dan dingin.
 Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
Expanded Dengue Syndrome (EDS):
Memenuhi kriteria DD atau DBD baik yang disertai syok maupun tidak,
dengan manifestasi klinis komplikasi infeksi virus dengue atau dengan manifestasi
klinis yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala13:
a. Kelebihan cairan.
b. Gangguan elektrolit.
c. Ensefalopati.

24
d. Ensefalitis.
e. Perdarahan hebat.
f. Gagal ginjal akut.
g. Haemolytic uremic syndrome.
h. Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, pericarditis.
i. Infeksi ganda.
II.7 Pemeriksaan Penunjang
II.7.1 Pemeriksaan Laboratorium.
a. Pemeriksaan hematokrit (Ht).
Tujuan dilakukannya pemeriksaan hematokrit pada penderita DBD adalah
untuk mengetahui adanya hemokonsentrasi yang terjadi pada penderita DBD. Pada
penderita DBD, hematokrit meningkat sampai lebih dari 20%. Gejala klinis demam
yang mendadak dan tinggi berlangsung dalam waktu 2-7 hari dengan gambaran/
manifestasi perdarahan ditambah adanya peningkatan nilai hematokrit dan penurunan
jumlah trombosit merupakan pedoman dalam menegakkan diagnosis DBD.
Peningkatan nilai hematokrit merupakan petunjuk adanya peningkatan permeabilitas
kapiler dan bocornya plasma. Namun, kadar ini dapat dipengaruhi oleh adanya
penggantian cairan awal dan perdarahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi
pada perawatan penderita DBD dengan pemeriksaan hematokrit. Pada penderita DBD
perlu dilakukan pemeriksaan Ht setiap 2 jam sekali selama 6 jam. Apabila
hemokonsentrasinya semakin membaik, maka dapat diperlambat menjadi setiap 4
jam sampai keadaan klinis pasien membaik.14
b. Pemeriksaan trombosit.
Selain hemokonsentrasi, yang selalu hampir terjadi pada penderita DBD
adalah trombositopenia. Penurunan jumlah trombosit di bawah 100.000/ µl darah
biasanya ditemukan antara hari ke 3-8 hari dari sakitnya. Pemeriksaan jumlah
trombosit ini dilakukan pertama kali saat pasien didiagnosis sebagai pasien DBD.
Pemeriksaan trombosit perlu dilakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah
trombosit tersebut tetap normal atau menurun. Nilai normal kadar trombosit berkisar
150.000-400.000/ µl darah. Penderita DBD umumnya diperbolehkan pulang setelah
jumlah trombosit mencapai minimal 50.000/ µl darah dan fungsi agregasinya baik
serta hematokritnya stabil.14,15
c. Pemeriksaan leukosit.

25
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis
sedang. Leukopenia dapat terjadi pada hari demam pertama dan ke-3 pada 50% kasus
DBD ringan. Hal ini Sebagian besar disebabkan oleh adanya degenerasi sel PMN
yang matur dan pembentukan sel PMN muda. Leukopenia mencapai puncaknya
sesaat sebelum demam turun dan normal kembali pada 2-3 hari setelah demam turun.
Penurunan trombosit umumnya mengikuti turunnya leukosit dan mencapai
puncaknya bersamaan dengan turunnya demam. Nilai rujukan untuk jumlah leukosit
normalnya berkisar 5.000-11.000/ µl darah.14,10
II.7.2 Pemeriksaan Serologi.
a. Uji IgG dan IgM dengue.
Pemeriksaan serologi IgG/ IgM dengue merupakan parameter yang spesifik
dalam menegakkan diagnosis dengue. Kedua antobodi ini muncul 5-7 hari setelah
terinfeksi virus. Hasil negative bisa saja muncul karena pemeriksaan dilakukan pada
awal terjadinya infeksi. IgG yang positif memiliki nilai diagnostic bila disertai
dengan gejala yang mendukung terjadinya demam berdarah dengue. Pemeriksaan
IgG dan IgM ini juga bisa digunakan untuk membedakan infeksi primer atau
sekunder.17
Infeksi primer umumnya terjadi pada pasien tanpa riwayat terkena infeksi
virus dengue sebelumnya. Pada pasien ini dapat dideteksi IgG muncul secara lambat
dengan titer yang rendah. Hingga terkadang tidak terbaca dalam pemeriksaan dengue
rapid test, sedangkan infeksi sekunder terjadi pada pasien dengan riwayat paparan
virus dengue sebelumnya. Kekebalan terhadap virus dengue yang sama atau homolog
muncul seumur hidup. Namun, setelah beberapa waktu bisa terjadi infeksi dengan
serotipe virus dengue yang berbeda. Pada awalnya akan muncul antibody IgG seiring
pada masa demam yang merupakan respon memori dari sel imun. Selain itu juga
muncul respon antibody IgG terhadap infeksi virus dengue yang baru.17

26
Gambar 4. Hasil Uji Serologi Pada Infeksi Primer dan Sekunder Dengue.

b. Uji NS-1 (Non-Struktural 1).


Ag NS-1 (Antigen Non- Struktural 1) dapat mendeteksi virus dengue lebih
awal bahkan pada hari pertama onset demam. Sensitivitas pemeriksaan antigen NS-1
cukup tinggi, yaitu berkisar antara 63% - 93,4% dengan spesifisitas 100%, sama
tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Namun, hasil negative
antigen NS-1 belum bisa menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.18
Hubungan sensitivitas pemeriksaan Ag NS-1 dengan onset demam telah
banyak diteliti sebelumnya. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa sinsitivitas
pemeriksaan AgNS-1 tidak begitu tinggi pada hari pertama demam, yaitu hanya
sebesar 50%. Sensitivitas tertinggi diperoleh pada hari kedua demam, yaitu sebesar
100%. Selanjutnya, sensitivitas akan menurun yaitu sebesar 71,4% pada hari ke-3
demam dan 75% pada hari ke-4 demam. Penelitian lain yang membandingkan hasil
pemeriksaan AgNS-1 pada fase akut dan fase pemulihan (kovalensens), didapatkan
AgNS-1 pada fase akut sebanyak 71,2%, sedangkan pada fase konvalesens AgNS-1
yang positif hanya sebanyak 6,38%. Sensitivitas pemeriksaan AgNS-1 yang tinggi
pada fase awal demam terjadi karena protein NS-1 bersirkulasi dalam konsentrasi
tinggi dalam darah pasien selama awal fase akut. Penelitian terbaru menyebutkan
bahwa titer AgNS-1 terdeteksi tinggi selama pasien pada fase akut infeksi. Antigen
ini dapat dideteksi baik pada infeksi primer maupun infeksi sekunder. AgNS-1 dapat
dideteksi dalam darah mulai dari hari pertama hingga hari ke-9 setelah onset demam.
Pada fase tersebut, sensitivitas pemeriksaan AgNS-1 lebih baik dibandingkan
pemeriksaan antibody IgM.18

27
Gambar 5. Grafik NS-1 Pada Infeksi Primer dan Sekunder Dengue.

II.8 Tatalaksana
Terapi infeksi dengue hanyalah pengelolaan cairan yang adekuat menurut WHO.18

Gambar 6. Dengue case management.18


Inti dari penatalaksanaan DBD adalah terapi cairan yang baik. Terapi supportif ini
sesuai dengan patogenesis DBD yang disebabkan kebocoran plasma. Bila terapi

28
cairan yang diberikan tidak adekuat, pasien anak akan rentan mengalami syok
ataupun expanded dengue syndrome.18
II.8.1 DBD tanpa syok (derajat I dan II).
Terapi medikamentosa:15
c. Berikan antipiretik untuk mengatasi demam dan nyerinya, dianjurkan pemberian
paracetamol.
d. Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasida atau antiemetic) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
e. Terapi suportif:15
f. Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan perdarahan.
g. Kunci keberhasilan terapi suportif terletak pada kemampuan untuk mengatasi
masa peralihan dari fase demam ke fase syok dengan baik (dapat disebut juga
time of fever differvesence).
h. Cairan intravena diperlukan apabila:
- Anak terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi yang
dapat mempercepat terjadinya syok.
- Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
II.8.2 DBD disertai syok/ DSS (derajat III dan IV).17
a. Berikan pengganti volume plasma segera dengan cara memberikan cairan
kristaloid intravena, seperti larutan ringer laktat 10-20 ml/ KgBB secara bolus
diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap berikan
ringer laktat 20 ml/ KgBB ditambah cairan koloid (seperti Dekstran 40, Albumin,
Hidroksi etil starch 6%) 20-30 ml/ KgBB/ jam, maksimal 1500 ml/ hari.
b. Pemberian cairan 10 ml/ KgBB/ jam tetap diberikan 1-4 jam pasca syok. Volume
cairan diturunkan menjadi 7 ml/ KgBB/ jam, selanjutnya 5 ml lalu 3 ml apabila
tanda vital dan diuresis baik.
c. Jumlah urine 1 ml/ KgBB/ jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik.
d. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi pada 48 jam setelah syok
teratasi.
e. Berikan terapi oksigen 2-4 L/ menit pada syok DBD.
f. Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok.
g. Indikasi pemberian darah jika terdapat perdarahan secara klinis.
h. Tanda perdarahan pada syok DBD:
29
- Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok masih menetap,
hematokrit turun, maka diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar
10 ml/ KgBB (transfusi darah).
- Apabila kadar hematokrit tetap > 40%, maka berikan darah dalam volume
kecil.
- Plasma segar beku dan suspense trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulopati atau koagulasi intravascular desiminata (KID) pada syok berat
yang menimbulkan perdarahan masif.
- Pemberian transfuse suspense trombosit pada KID harus selalu disertai plasma
segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah perdarahan
yang lebih hebat.
Kriteria memulangkan pasien:17
- Apabila tidak ada demam selama 24 jam tanpa antipiretik.
- Nafsu makan membaik.
- Secara klinis tampak perbaikan.
- Kadar hematokrit stabil.
- Tiga hari setelah syok teratasi.
- Jumlah trombosit > 50.000/ ml.

30
Gambar 7. Tatalaksana DBD Derajat I dan II.17

31
Gambar 8. Tatalaksana DBD Derajat III dan IV atau DSS.17
II.8.3 Penggantian Volume Plasma
Dasar dari pathogenesis DBD adalah perembesan plasma, maka dasar
pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Dengan demikian,
penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan hati-hati. Pemilihan jenis
dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari usia dan berat badan pasien serta
derajat kehilangan plasma sesua dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada
anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak
dengan usia yang sama. Kebutuhan ciran rumatan dapat diperhitungkan dari tabel
holiday segar. Misalnya untuk anak dengan berat badan 40 kg, maka cairan rumatan
yang diberikan adalah 1500 + (50x20) = 2500 ml/ 24 jam. Oleh karena kecepatan
perembesan plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat
suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan
kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Perlu
diketahui, bahwa penggantian volume yang berlebihan dan terus menerus setelah
perembesan plasma berhenti akan mengakibatkan distress nafas sebagai akibat dari

32
edema paru. Demikian pula pada fase konvalesens terjadi reabsorbsi cairan
ekstravaskuler, dan akan menyebabkan edema paru dan distress pernafasan apabila
cairan intravena tetap diberikan.17
II.8.4 Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun
secara kimiawi yaitu:16
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
modifikasi dan manipulasi tempat perkembangbiakan nyamuk, yaitu sebagai berikut:
1) Modifikasi Lingkungan
 Perbaikan Persediaan Air
Jika persediaan air berpipa tidak adekuat dan hanya keluar pada jam-jam tertentu
atau tekanan airnya rendah, ada anjuran untuk menyimpan air dalam berbagai jenis
wadah. Hal ini akhirnya akan memperbanyak tempat perkembangbiakan nyamuk Ae.
aegypti. Sebagian besar wadah yang digunakan memiliki ukuran yang besar dan berat
(misal : gentong air) dan tidak mudah untuk dibuang atau dibersihkan. Di daerah
pedesaan, sumur tidak terpakai dan tidak tercemar akan menjadi tempat
perkembangbiakan Ae. aegypti. Dengan demikian, sangatlah penting apabila
persediaan air minum dialirkan dalam jumlah, mutu, dan konsistensi yang layak
untuk mengurangi keharusan dan penggunaan wadah penyimpanan air yang dapat
berfungsi sebagai habitat larva yang paling produktif.
 Tangki atau Reservoir diatas atau bawah Tanah Anti-Nyamuk
Jika habitat larva juga mencakup tanki atau bangunan pelindung jaringan pipa
air, bangunan atau benda tersebut harus anti-nyamuk. Demikian pula, sumur atau
tanki penyimpanan di bawah harus memiliki struktur yang anti-nyamuk.
2) Manipulasi Lingkungan
 Drainase Instalasi persediaan Air
Tumpah atau bocornya air dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi, katup
air, pintu air, hidran kebakaran, meteran air, dsb., menyebabkan air menggenang dan
dapat menjadi habitat yang penting untuk larva Ae. aegypti jika tindakan pencegahan
tidak dilakukan.

33
 Penyimpanan Air Rumah Tangga
Sumber utama perkembangbiakan Ae. aegypti sebagian besar daerah perkotaan
di Asia Tenggara adalah wadah penyimpanan air untuk kebutuhan rumah tangga yang
mencakup gentong air untuk kebutuhan rumah tangga yang mencakup gentong air
dari tanha liat, keramik serta teko semen yang dapat menampung 200 liter air, drum
logam berkapasitas 210 liter (50 galon), dan wadah yang berukuran lebih kecil untuk
menampung air bersih atau air hujan. Wadah penyimpan air harus ditutup dengan
tutup yang pas dan rapat yang harus ditempatkan kembali dengan benar setelah
mengambil air. Salah satu mengenai keefektifan metode tersebut baru-baru ini
diperlihatkan di Thailand.
 Bagian Luar Bangunan
Desain bangunan penting untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes.
Pipa aliran dari talang atap sering tersumbat dan menjadi lokasi perkembangbiakan
nyamuk Aedes. Dengan demikian perlu dilakukan
II.9 Prognosis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak
dideteksi lebih dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring
trombosit dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit
<100.000/ul dan hematokrit meningkat waspadai DSS.10

BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien demam sudah sejak 2 hari sebelum pasien di bawa ke rumah sakit. demam
muncul tiba-tiba dan terukur dengan thermometer adalah 40oC. Demam yang diderita
hanya turun saat pasien mengkonsumsi obat dan turun mencapai suhu 38,2 oC. demam
disertai nyeri kepala dan lemas mimisan, gusi berdarah dan bintik-bintik merah di
sangkal, mual muntah di sangkal, BAB cair disangkal, napsu makan dan mimun
pasien berkurang, dan pasien tampak lemas. Pada fase demam umumnya ditandai

34
dengan demam yang mendadak tinggi, terus menerus, disertai nyeri kepala, nyeri otot
seluruh badan, nyeri sendi, dan kemerahan pada kulit khususnya kulit wajah
(flushing), fase demam pada demam berdarah biasanya bertahan pada hari-1 hingga
hari ke-3 dan turun pada saat masuk fase kritris, yaitu hari ke-4 hingga hari ke-6.
Gusi berdarah, mimisan dan bintik-bintik merah di sangkal oleh pasien merupakan
tanda bahwa pada pasien tidak didapatkan adanya perdarahan spontan yang dapat
terjadi pada demam berdarah. BAB cair 4 kali sehari dengan konsistensi lunak
berampas, berwarna coklat, tidak berbau, tidak berlendir dan tidak berdarah. mual
dirasakan namun tidak disertai dengan muntah, tidak di temukan adanya tanda-tanda
dehidrasi.
Keluhan saat dilakukan pemeriksaan demam sudah masuk hari ke-4 dan tidak
demam dengan suhu terukur 36.4oC, dimana hari ke-4 sudak masuk fase kritis, Pada
fase ini terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler sehingga akan
terjadi kebocoran plasma (plasma leakage), kebocoran plasma terbukti dengan
adanya peningkatan kadar hematokrit dan penurunan kadar natrium pada pemerksaan
laboratorum, dan terdapatnya cairan didalam rongga serosa (efusi pleura, asites, dan
hepatomegali).
Nyeri perut dirasakan oleh pasien, terutama pada bagian tengah atas dan kanan
atas, dimana secara anatomi hepar terletak dibagian atas kanan perut, nyeri perut
dapat diakibatkan karena terjadi pembengkakan pada organ hepar, dimana dari
pemerksaan fisik ditemukan adanya hepatomegali 3 cm dibawah arcus costae,
sehingga nyeri pada perut kanan atas dapat dihubungkan dengan hepatomegaly pada
demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever, hepatomegali diakibatkan
karena adanya kebocoran plasma, selain itu sel hepatosit dan kupffer adalah target
primer dari virus dengue. Nyeri tekan perut pada bagian tengah atas secara anatomi
terletak pada gaster, keluhan juga disertai dengan adanya mual namun tidak terdapat
muntah, yang berkemungkinan berkaitan dengan peningkatan asam lambung.
Pada pemeriksaan fisik lainnya ditemukana adanya edema palpebral yang sangat
mendukung adanya kebocoran plasma, disaat terjadi kebocoran plasma, akan terjadi
ekstravasasi cairan, jaringan pada palbera terdiri dari jaringan longgar, sehingga
cairan yang terektravasasi dari intravascular akan menuju palpebral terlebih dahulu,
edema palpebral, pada komplkasi mata dengue dapat terjadi penurunan visus, dimana
kasus yang paling sering di keluhkan adalah mata menjad lebih buram, skotoma,
nyeri ocular, dan pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya edema macula, optic
35
neuropathy yang di tandai dengan adanya pembengkakan pada optic disc, hyperemia,
bahkan dapat terjadi perdarahan disc, perdarahan juga sering ditemukan pada
subkonungtiva dengan pasien yang memliki trombosit relative rendah.
Jantung dan paru pasien dalam batas normal, dimana menandakan tidak adanya
tanda efusi pleura yang disebabkan karena adanya kebocoran plasma, pemeriksaan
abdomen ditemukan perut datar, super, bising usus positif normal, nyeri tekan pada
seluruh lapang abdomen terutama pada bagian kanan atas, teraba hepatomegali 3 cm
dibawah arcus costae, tidak teraba adanya massa dan pembesaran lien, hepatomegali
pada demam dengue disebabkan karena virus dengue bereplikasi dalam sel hepar
yang menyebabkan jejas hepatoseluler, selain itu virus dengue menyerang hepatosit
dan sel kupfer. Pada pemeiksaan ektremitas pasien teraba akral hangat, dengan CRT
<2 detik, tidak tampak adanya sianosis dan edema, dimana menunjukan tidak
adaganya gangguan perfusi terhadap jaringan perifer, refleks fisiologis dan patologis
dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang pada tanggal 4 april 2022 dtemukan adanya peningkatan
Hb: 15.9, Ht: 44 dan penurunan leukosit: 3400 dan trombosit 34.000 dan Natrium
128, pada pemeriksaan laboratorium tanggal 5 April 2022 didapatkan hasil Hb: 17,
Ht: 50, Leukosit: 5000, Trombosit: 26.000, pada tanggal 7 April 2022 dengan hasil
Hb: 15.8, Ht: 46, Leukost 10100, trombosit: 39.000, natrium: 135, CRP 12.3 pada
pasien di temukan adanya peningkatan hematokrit yang dimana menunjukan
terjadinya hemokonsentrasi yang disebabkan oleh adanya kebocoran plasma, selain
itu pada pasien di termukan adanya trombositopenia akibat adanya agregasi trombosit
akibatnya terbentuknya kompleks virus antibodi. Leukopenia pada infeksi dengue
disebabkan karena adanya penekanan sumsum tulang akibat dari proses infeksi virus
secara langsung ataupun karena mekanisme tidak langsung melalui produksi sitokin-
sitokin proinflamasi yang menekan sumsum tulang. Leukopenia dan trombositopenia
merupakan dua temuan laboratorium yang sering ditemukan pada perjalanan penyakit
DBD.
Dimana pada pasien ini dapat di simpulkan berdasarkan derajat/grading DHF
merupakan DHF derajat satu dengan warning sign, dimana menurut klasifikasi DHF,
demam disertai dengan gejala umum yang tidak khas dan tidak disertai dengan
adanya perdarahan spontan. Warning sign yang terdapat pada pasien ini adalah nyeri
tekan pada abdomen, akumulasi cairan yang di tandai dengan adanya edema palbera,
hepatomegali yang teraba 3 cm dibawah arcus costae saat di lakukan pemeriksaan

36
fisik, dan peningkatan hematorkrit yang disertai dengan adanya penurunan trombosit
pada saat dilakukan pemerksaan laboratorium.
Tatalaksana yang di berikan adalah terapi cairan NaCl 0.9% 125cc/ jam, dimana
saya menggunakan algoritma IDAI, dimana pada DHF derajat 1 dan 2 dapat di
berikan cairan RL atau NaCl 6-7 ml/kg/jam sembari memantau hemodinamik,
Hematokrit, dan trombosit setiap 6 jam, bila terjadi penurunan trombosit 2 kali
pemeriksaan tetesan dapat dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam, dimana pada pasien sudah
diberikan cairan menggunakan rumus 5mlx25kg = 125ml/kg/jam, dikarenakan
hemodinamik pasien teritung stabil, dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
perbaikan.
Antipiretik diberikan bila pasien dengan demam, pemberian antipiretik dilakukan
bila pasien terdapat demam, dosis yang diberikan pada pasien adalah
10-15mg/kgbb/kali, diberikan sebanyak 3 kali sehari, dosis yang diambil adalah
10mg x 25kg = 250mg/kali, pemberian omeprazole atas indikasi klinis pasien berupa
mual dan nyeri tekan regio epigastric, pemberian omeprazole dengan dosis 20 mg
sekali sehari. Zink diberikan atas indikasi BAB cair yang di rasakan oleh pasien,
pemberiak zink dengan dosis 20mg pada pasien dengan usia diatas 6 bulan selama 10
hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Syakir, MNF. 2018. Karakteristik gejala klinis dan derajat penyakit demam berdarah
dengue pada anak dan dewasa di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun.
Makassar: FK Universitas Hasanuddin.
2. Candra, A. 2010. Demam berdarah dengue: epidemiologi, pathogenesis, dan faktor
risiko penularan. Aspirator.
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/1787
37
3. Soedarmo, SS, Garna, H , Hadinegoro SR, Satari HI. 2015. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
4. Hadinegoro, SR, Moedjito, I, Chairulfatah, A. 2014. Pedoman Diagnosis dan Tata
Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
http://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-opac?id=2847
5. Sanyaolu, A, Okorie, C, Badaru, O, Adetona, K, Ahmed, M. 2017. Global
Epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An Update. Rev Artic.
6. Kemenkes. Angka kesakitan demam berdarah dengue per 100.000 penduduk tahun
2010-2018. h 218.
7. Sukohar, A. 2014. Demam berdarah dengue (DBD). Medula.
8. Yusoff, NSBM. 2018. Demam berdarah dengue. Bali: FK Universitas Udayana.
9. Japiter, C. 2017. Aktivasi platelet sebagai respons pada demam berdarah dengue
(DBD). Medan: FK Universitas Sumatera Utara.
10. WHO. 2012. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
New Edition. Geneva: World Health Organization.
https://apps.who.int/iris/handle/10665/44188
11. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2017. Pedoman
pencegahan dan pengendalian demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
12. Purwanto. 2012. Pemeriksaan laboratorium pada penderita demam berdarah dengue.
Media Litbang Kesehatan.
13. Masihor, JJG, Mantik, MFJ, Memah, M, Mongan, AE. 2013. Hubungan jumlah
trombosit dan jumlah leukosit pada pasien anak demam berdarah dengue. Jurnal e-
Biomedik.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/4152
14. Charisma, AM, Farida, EA, Anwari, F. 2020. Diagnosis dengue melalui deteksi
antibodi immunoglobulin G spesifik dalam sampel urine dengan teknik ELISA.
Aspirator.
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/2366
15. Miamunah, S. 2020. Tinjauan pustaka: pemeriksaan antigen non struktural-1 sebagai
deteksi dini infeksi akut virus dengue. Essence of Scientific Medical Journal.
16. Pudjiadi, AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. 2009. Pedoman pelayanan medis ikatan
dokter anak Indonesia. Jakarta: IDAI.

38
17. Kliegman, RM, Stanton, BF, Schor, NF, Geme, J, et al. 2015. Nelson textbook of
pediatrics. 8th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
https://www.worldcat.org/title/nelson-textbook-of-pediatrics/oclc/909902899
18. Samanta, J., & Sharma, V. (2015). Dengue and its effects on liver. World journal of
clinical cases, 3(2), 125–131. https://doi.org/10.12998/wjcc.v3.i2.125

39

Anda mungkin juga menyukai