Anda di halaman 1dari 68

ANEMIA, ASITES ,EFUSI PLEURA,

PERITONITIS TB,

dr . Dewi Ajeng R.
Identitas • KeadaanUmum
• Kesadaran : compos mentis
• No. RM: 2019309046 • Pasien tampak lemah
• Nama Pasien: sdr. NA • BB : 45kg
• Usia : 20 thun • TB : 160 cm
• Tanggal Di rawat : 2 Aguastus 2019 • Tanda-tanda vital
• Alamat : Brebes • TD : 129/90 mmHg
• Suhu : 38.6°C
• Nadi : 134x/menit
• Pernafasan : 28x/menit
• SpO2 : 94%

Anamnesis
• Keluhan utama : nyeri perut
• Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Pelabuhan nyeri perut disertai dengan mual dan
terkadang sampai muntah , keluhan tersebut dirasakan sudah 2-3 bulan
SMRS. Berat badan Os semakin lama semakin turun , nafsu makan (-).
Batuk (+) sudah lama lebih dari 2 minggu.
Sesak (+), demam (+) , lemas (+) terus menerus .
Menurut keluarga Os sebelum nya os sempat dirawat di Rs lain dengan
keluhan sama tapi tidak membaik akhirnya os pulang paksa,
• OS adalah perokok aktif dalam sehari sekitar 1 bungkus .
Riwayat keluarga : ayah os telah terdiagnosis terkena flek tapi
ayah os mengaku tidak rutin mengkonsusmsi obat yang telah
diberikan dokter .
Riwayat alergi : disangkal
Pemeriksaan fisik
• Kesadaran : E4V5M6
• Tekanan darah : 109/ 81mmHg
• Nadi : 80 x/menit, cepat, kuat
• Pernafasan : 22x/menit
• Suhu : 36,2 C
• Saturasi : 95%
• Tinggi badan : 160
• Berat badan : 45
• Status gizi : kurang
Kepala :
Bentuk : normochepal
Mata : konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-.
pupil bulat dan isokor,
Hidung :, tidak deviasi septum, tidak ada sekret, dan tidak hiperemis.
Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada
tanda radang, membran timpani intak.
Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligi lengkap, gusi tidak hipertropi, lidah tidak kotor,
mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.
Leher
Tidak terlihat pembesaran tiroid
JVP tidak meningkat
KGB teraba membesar

Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Punctum maximum teraba
Perkusi :
Batas jantung kanan : linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : linea midclavicularis sinistra
Batas atas : ICS III sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 2 reguler, murmur(-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi :Pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis
Palpasi : Vokal fremitus kiri bawah sedikit menurun
Perkusi : sedikit redup kiri bawah
Auskultasi menurun di bagian kiri bawah, ronki -/-,
wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi : cembung , distensi (+)
Auskultasi : BU sulit dinilai
Perkusi : shifting dullness (+)
Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai , nyeri tekan (+),
teraba massa (+)

Ekstremitas: pucat , akral hangat


Tatalaksana di IGD
• - IVFD RL 20 TPM
• Inj. Ranitidin 2x50 mg
• Inj. Ondancetron 2x4 mg
• P.o paracetamol 3x500
mg
Follow up 3 agustus 2019
• S : nyeri perut, lemas, sesak (+) • Px penunjang :
• O : TD 109/80 N:80 RR: 20 x/menit
• Hemoglobin : 7,0
Mata : CA +/+, SI -/-
• Leukosit : 6,54
Thorax :
• Hematokrit : 22.0
pulmo :SDV menurun -/+ , redup di bagian
bawah -/+ • Trombosit : 117
Cor : s12 reguller
Abdomen : cembung ,distensi +, shiffting
dullness+, nyeri +, Teraba massa(+) • Kesan : bronchitis kronis
Extremitas : akral hangat , pucat + disertai pleural efusi sinistra
X FOTO THORAX
•Kesan : bronchitis
kronis disertai
pleural efusi sinistra
A : anemia, effusi pleura, asites , tumor intra abdomen ?

P:
- inj. Ranitidin 2x 50 mg
- inj. Ondancetron 2x 4mg
- pro tranfusi 2 PRC
- IVFD Futrolit 20 tpm
- cefixime 2x100 mg
- sohobion 1x1
- ambroxol 4x1
- loratadin 2x1

Pro USg
Follow up 5 agustus 2019
• S : nyeri perut, Lemas • PX Penunjang :
O : TD : 132/72 N : 83 RR :20x/mnit • Hemoglobin : 10,2
Mata : CA +/+ • Leukosit : 8,57
Thorax : • hematokrit :31,1
pulmo :SDV menurun -/+ , redup di bagian • trombosit : 95
bawah -/+
Cor : s12 reguller
Ureum : 13,99
Abdomen : cembung ,distensi +, shiffting
dullness+, nyeri +,teraba massa (+) Kreatinin : 0,5
Extremitas : akral hangat , pucat +
Hasil usg abdomen
A : anemia, asites, efusi pleura, peritonitis TB

P : - inj. Ranitidin 2x 50 mg
- inj. Ondancetron 2x 4mg
- IVFD Futrolit 20 tpm
- cefixime 2x100 mg
- sohobion 1x1
- ambroxol 4x1
- loratadin 2x1
- 4 FDC 0-0-3

Pemeriksaan LED
FOLLOW UP 6 Agustus 2019
• S : nyeri perut, perut bengkak • PX. Penunjang :
O : TD : 132/72 N : 83 RR :20x/mnit • LED 1 JAM : 55.0 (H)
Mata : CA +/+ • Led 2 JAM : 92,0 (H)
Thorax :
pulmo :SDV menurun -/+ , redup di • SGOT :46
bagian bawah -/+
• SGPT : 20
Cor : s12 reguller
Abdomen : cembung ,distensi +,
shiffting dullness+, nyeri +,
Extremitas : akral hangat , pucat +
A : Anemia, efusi pleura,asites, peritonitis , Tb,

P : - inj. Ranitidin 2x 50 mg
- inj. Ondancetron 2x 4mg
- IVFD Futrolit 20 tpm
- cefixime 2x100 mg
- sohobion 1x1
- ambroxol 4x1
- loratadin 2x1
- 4 FDC 0-0-3
- inj. Streptomisin 1gr 0-0-1

- pro pungsi asites


- pemeriksaan gen expert
FOLLOW UP 8 Agustus 2019
• S : nyeri perut, lemas Px. Penunjang :
O : TD : 95/7288 N : 83 RR :20x/mnit - Hemoglobin 9,5
Mata : CA +/+ - Leukosit 4,14
Thorax : - hematokrit 30,01
pulmo :SDV menurun -/+ , redup di - Trombosit : 28 LL
bagian bawah -/+
Cor : s12 reguller
Abdomen : cembung ,distensi +,
shiffting dullness+, nyeri +,
Extremitas : akral hangat , pucat +
A : Anemia, efusi pleura,asites, peritonitis , Tb,

P : - inj. Ranitidin 2x 50 mg
- inj. Ondancetron 2x 4mg
- IVFD Futrolit 20 tpm
- cefixime 2x100 mg
- sohobion 1x1
- ambroxol 4x1
- loratadin 2x1
- 4 FDC 0-0-3
- inj. Streptomisin 1gr 0-0-1
- inj dexamethasone 2x1
FOLLOW UP 10 Agustus 2019
• S : nyeri perut, lemas • Px penunjang :
O : TD : 95/7288 N : 83 RR :20x/mnit • Hemoglobin : 8,7
Mata : CA +/+ • leukosit : 4,54
Thorax : • Hematokrit 26,6
pulmo :SDV menurun -/+ , redup di bagian • trombosit : 20 LL
bawah -/+
Cor : s12 reguller
A : Anemia, efusi pleura,asites,
Abdomen : cembung ,distensi +, shiffting peritonitis , Tb,
dullness+, nyeri +,
Extremitas : akral hangat , pucat + P : terapi lanjut
PRO trannfusi 2 PrC
FOLLOW UP 12 Agustus 2019
• S : lemas, Pusing • Px penunjang :
O : TD : 79/59 N : 68 RR :20x/mnit suhu • Hemoglobin 8,8
36,7
• Leukosit 10,44
Mata : CA +/+
• Hematokrit : 26,6
Thorax :
• Trombosit : 26
pulmo :SDV menurun -/+ , redup di bagian
bawah -/+ * Post tranfusi 1,5 labu PRC
Cor : s12 reguller
Abdomen : cembung ,distensi +, shiffting
dullness+, nyeri +,
Extremitas : akral hangat , pucat +
A : Anemia, efusi pleura,asites, peritonitis Tb,

P : - inj. Ranitidin 2x 50 mg
- inj. Ondancetron 2x 4mg
- IVFD Futrolit 20 tpm
- Ofloxacin 2x400 mg
- sohobion 1x1
- loratadin 2x1
- RHZE 0-0-3
- inj. Streptomisin 1gr 0-0-1
- inj dexamethasone 3x1
Dasar Teori dan
Pembahasan
Anemia
• Anemia didefinisikan sebagai nilai hemoglobin di bawah batas nilai normal sesuai dengan
usia5.
• 2.3.2 Etiologi
• Berdasarkan etiologinya, anemia dapat dibagi menjadi1
• 1. Kurangnya produksi/kegagalan produksi sel darah merah
• a. Anemia aplastik
• a.2 Faktor didapat
• 1. Bahan kimia, seperti benzene, insektisida, dan lain-lain
• 2. Obat-obatan, seperti kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin
(antihistamin), obat sitostatika (myleran, methotrexate, vincristine, dan sebagainya)
• 3. Radiasi
• 4. Idiopatik

• b. Anemia defisiensi
• 1 Anemia defisiensi besi
• 2 Anemia defisiensi asam folat
• 3 Anemia defisiensi vitamin B12
• c. Anemia karena penyakit kronis
• .1 Penyakit ginjal
• .2 Penyakit liver
• .3 Infeksi kronis
• .4 Neoplasia

• d. Anemia Diamond-Blackfan (pure red cell aplasia)
• Pure red cell aplasia (PRCA) merupakan gangguan dimana terjadi kegagalan
maturasi eritrosit. Pada sum-sum tulang tidak terdapat eritroblas yang merupakan
prekursor dari eritrosit. Keadaan ini berbeda dari anemia aplastik, dimana pada
pure red cell aplasia ini produksi leukosit dan trombosit normal7. PRCA dapat
disebabkan oleh kelainan congenital, infeksi virus, atau karena penggunaan obat-
obatan tertentu (Azathioprine, kloramfenikol, tiamfenikol, isoniazid, dll).

• 2. Penghancuran
• Terjadi akibat penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan. a. Faktor
intrasel
• Sickle cell anemia, talasemia, sferositosis congenital, defisiensi enzim
eritrosit (G-6PD, piruvat kinase, glutation reduktase).
• b. Faktor ekstrasel
• Intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan darah,
reaksi hemolitik pada transfusi darah).

• 3. Perdarahan
• a. Perdarahan akut
• b. Perdarahan kronis
• Perdarahan yang bersifat kronis dapat disebabkan oleh perdarahan
gastrointestinal, misalnya karena ulkus peptikum. Selain itu juga dapat
disebabkan oleh proses keganasan, seperti kanker kolon, walaupun jarang terjadi
pada anak-anak. Perdarahan yang bersifat kronis ini akan menyebabkan defisiensi
zat besi.
• 2.3.4 Manifestasi Klinis
• Pada anemia ringan mungkin dapat bersifat asimptomatik.
• Pada anemia terjadi penurun kapasitas pengangkutan oksigen ke jaringan. Oleh
sebab itu manifestasi yang muncul berkaitan dengan keadaan hipoksia jaringan,
seperti kelemahan otot, mudah lelah, takipnea, sesak nafas saat aktivitas,
takikardia, dan dapat pula terjadi gagal jantung kongestif pada anemia yang
berat dengan sebab apapun3.
• Manifestasi sistem saraf pusat dapat berupa sakit kepala, rasa melayang
(dizziness), iritabilitas, daya pikir lambat, penurunan atensi, dan apatis.
• Pemeriksaan Fisik
• Pertama-tama perhatikan habitus pasien. Amati adanya habitus yang tidak
normal, seperti pada pasien dengan malnutrisi atau penyakit kronis. Tanda-
tanda anemia yang dapat ditemukan berupa kulit dan mukosa yang pucat.
Konjungtiva merupakan lokasi yang mudah diperiksa untuk mengidentifikasi
adanya anemia. Spoon nail merupakan tanda yang dapat ditemui pada pasien
dengan anemia defisiensi besi. Kemudian lakukan pemeriksaan sistematis untuk
mempalpasi pembesaran kelenjar getah bening. Adanya limfadenopati dapat
mengindikasikan adanya infeksi atau suatu proses keganasan.
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan darah lengkap dan zat besi
• Untuk menegakkan diagnosis anemia, diperlukan pemeriksaan
darah lengkap, yang mencakup kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit, dan trombosit, serta mean corpuscular volume (MCV),
mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), dan Mean
corpuscular hemoglobin (MCH).
Tabel 4. Anemia mikrositik hipokrom
(MCV < 83 fl; MCHC < 31%)
• Apabila kadar zat besi dalam serum menurun dan TIBC meningkat, maka
diagnosis defisiensi zat besi dapat ditegakkan, terapi zat besi dapat dimulai,
serta dapat dicari penyebab dari defisiensi zat besi tersebut
• Pada anemia makrositik, dapat dilakukan aspirasi sum-sum tulang untuk
menentukan apakah sel darah merah megaloblastik atau tidak. Pada anemia
megaloblastik, penyebab yang utama ialah defisiensi vitamin B12 atau asam
folat.
• Anemia normositik normokrom dapat terjadi pada tiga keadaan, yaitu
perdarahan, hemolisis, dan berkurangnya produksi. Perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk menentukan etiologi dari anemia normositik normokrom.
Tabel 5. Anemia makrositik (MCV >95 fl)

Megaloblastic bone marrow Deficiency of vitamin B-12

Deficiency of folic acid

Drugs affecting deoxyribonucleic acid (DNA) synthesis

Inherited disorders of DNA synthesis

Nonmegaloblastic bone marrow Liver disease

Hypothyroidism and hypopituitarism

Accelerated erythropoiesis (reticulocytes)

Hypoplastic and aplastic anemia

Infiltrated bone marrow


• 3. Sediaan apus darah tepi
• Pada pemeriksaan ini dapat dilihat ukuran dan bentuk (morfologi) dari sel darah
merah. Berbagai kelainan bentuk dari sel darah merah dapat mengarah ke
diagnosis tertentu. Selain itu, adanya Plasmodium falciparum malaria dapat dinilai
dari adanya lebih dari 1 cincin pada sel darah merah.
• 4. Pemeriksaan sum-sum tulang
• Dapat dilakukan aspirasi dan biopsi sum-sum tulang untuk mengidentifikasi
adanya kelainan pada sum-sum tulang.
• 5. Coombs test
• Coombs test dilakukan untuk melihat adanya antibodi yang berikatan dengan sel
darah merah dan menyebabkan destruksi sel darah merah yang prematur
(hemolisis)10. Terdapat dua macam coombs test, yaitu direk dan indirek
• Sedangkan tes coombs indirek dilakukan untuk mendeteksi antibodi dalam
sirkulasi yang belum terikat pada permukaan sel darah merah. Tes ini jarang
dilakukan untuk mendiagnosa suatu penyakit. Seringkali tes coombs indirek ini
dilakukan untuk menentukan apakah seseorang mungkin akan memiliki reaksi
terhadap transfusi darah.
2.3.6 Tatalaksana

• 2.3.6.1 Tatalaksana umum


• Tujuan dari ditegakkannya etiologi dari anemia ialah agar terapi yang diberikan
dapat efektif dan spesifik berdasarkan masing-masing etiologi.
• 2.3.6.2 Transfusi
• Transfusi packed red cells (PRC) dapat diberikan pada pasien dengan perdarahan
aktif atau pada pasien dengan anemia berat yang memberikan gejala. Transfusi
merupakan terapi paliatif dan tidak dapat menjadi substitusi untuk terapi yang
spesifik.
• 2.3.6.3 Terapi nutrisional
• Terapi nutrisional dilakukan pada keadaan anemia karena defisiensi zat besi, vitamin B12,
dan asam folat. Pasien-pasien vegetarian membutuhkan suplemen zat besi dan vitamin
B12.
• 2.3.6.7 Medikamentosa
• Ferrous sulfate
• Merupakan sediaan yang paling sering digunakan sebagai terapi anemia defisiensi besi.
Dosis untuk anak-anak yaitu 3-6 mg Fe/kg/hari dibagi menjadi 3 dosis. Sebagai profilaksis
dapat diberikan dosis 1-2 mg Fe/kg/hari dibagi menjadi 3 dosis, tidak melebihi 15 mg/hari.
Pemberian suplemen ferrous sulfate ini dapat diberikan hingga 2 bulan setelah anemia
terkoreksi untuk mengoptimalkan cadangan zat besi dalam tubuh.

• Carbonyl iron
Satu tablet mengandung 45 mg dan 60 mg zat besi.
• Preparat besi parenteral
b. Vitamin
• Cyanocobalamin (vitamin B12) dan asam folat diberikan untuk terapi
c. Suplemen elektrolit
• Kadar potassium dalam serum dapat menurun akibat terapi cobalamin atau asam folat. Oleh
sebab itu pada pemberian terapi vitamin B12 atau asam folat perlu dilakukan pemantauan
kadar elektrolit serta pemberian suplemen potassium bila diperlukan (potassium chloride).
d. Kortikosteroid
• Diberikan pada keadaan anemia hemolitik autoimun atau idiopatik dengan dosis 2-10
mg/kg/hari1
EFUSI PLEURA
• Definisi: Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi
penumpukan cairan di dalam rongga pleura.6
• Patofisiologi
• Proses penumpukan cairan dapat disebabkan oleh peradangan..
• Efusi cairan yang berupa transudat terjadi apabila hubungan
normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik
menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi
pleura akan melebihi reabsorpi oleh pleura lainnya
• Klasifikasi 6
• Transudat
• (filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh)
terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
reabsorpsi cairan pleural terganggu  ketidakseimbangan tekanan
hidrostatik atau onkotik.
• Biasanya hal ini terdapat pada:
• Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
• Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
• Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
• Menurunnya tekanan intra pleura

• Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:


• Gagal jantung kiri (terbanyak) Sindrom nefrotik
• Obstruksi vena cava superior
• Asites pada sirosis hati
• Eksudat
• merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeable abnormal dan berisi protein transudat  akibat inflamasi oleh
produk bakteri atautumor yang mengenai permukaan pleural.
• Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
• infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura,infark paru,
karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/kolagen/ SLE
(Sistemic Lupus Eritematosis).
• Hidrotoraks dan pleuritis eksudativa terjadi karena infeksi
• Rongga pleura berisi darah  hemotoraks
• Rongga pleura berisi cairan limfe  kilotoraks
• Rongga pleura berisi pus/nanah  empiema/piotoraks
• Rongga pleura berisi udara  pneumotoraks
Manifestasi klinis 1,7
Gejala
• Sesak napas
• Batuk
• Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura
• Tanda
• Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
• Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
• Diagnosis
• Anamnesis1,7
• Sesak napas
• Batuk
• Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura

• Pemeriksaan fisik1,7
• Pada pemeriksaan fisik paru, dapat didapatkan :
• Inspeksi : pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena. Ruang
interkostal menonjol (efusi pleura berat)
• Palpasi : fremitus vocal dan raba berkurang pada bagian yang terkena.
• Perkusi : perkusi meredup di atas efusi pleura
• Auskultasi : suara napas berkurang di atas efusi pleura
• Pemeriksaan Penunjang
• Foto Thoraks (X-Ray)
• Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik.
• Tatalaksana
Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri dan sesak yang
dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis pleura, dan mencegah
kekambuhan.8
• Aspirasi cairan pleura
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik. Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi berulang atau dengan
pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage (WSD).
• Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke
dalam rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif
• Pembedahan
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena
efusi pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu
keganasan dan pembedahan menimbulkan resiko yang besar.
Tuberkulosis peritonitis
• Tuberkulosis peritonitis merupakan suatu peradangan pada
peritoneum parietal atau viseral yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat pada penyakit ini sering
mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem gastrointestinial,
mesenterium, dan organ genitalia interna.1
• PATOGENESIS
• Patogenesis Tuberkulosis peritonitis didahului oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang menyebar secara hematogen ke organ-organ di luar paru
termasuk peritoneum. Dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan
tubuh dapat mengakibatkan terjadinya Tuberkulosis peritonitis.
• Pada peritoneum terjadi tuberkel dengan massa perkijuan yang dapat
membentuk satu kesatuan (konfluen). Pada perkembangan selanjutnya dapat
terjadi penggumpalan atau pembentukan nodul tuberkulosis pada omentum di
daerah epigastrium dan melekat pada organ-organ abdomen dan lapisan viseral
maupun parietal sehingga dapat menyebabkan obstruksi usus dan pada akhirnya
dapat mengakibatkan tuberkulosis peritonitis.
• Terjadinya Tuberkulosis peritonitis melalui beberapa cara, yaitu :1,2
• Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
• Melalui dinding usus yang terinfeksi
• Dari kelenjar limfe mesenterium
• Melalui tuba fallopi yang terinfeksi
Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa,
yaitu : 1
• Bentuk eksudatif
• Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk
asites yang banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan
berisi cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak
dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih
kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau
pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.
• Bentuk adhesive
• Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan
tidak banyak dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi
perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan
peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor,
kadangkadang terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena
adanya perlengketanperlengketan. Kadang-kadang terbentuk
fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus dan
peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini
sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi
• Bentuk campuran
• Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi
melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk
cairan dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis
menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat
penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian
bentuk adhesive.
• IV. GEJALA KLINIS
• Sebagian besar gejala klinis Tuberkulosis peritonitis memperlihatkan gejala
yang non-spesifik dan perjalanan klinis yang lambat, dan sulit dibedakan dengan
penyakit intraabdominal lainnya sehingga cukup rumit untuk menegakkan
diagnosis. Gejala klinis sangat bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala
timbul perlahan-lahan sampai berbulan-bulan sehingga sering penderita tidak
menyadari keadaan ini.2
• Keluhan dan gejala yang didapatkan seperti : sakit perut , pembengkakan
perut, asites, penurunan berat badan, anoreksia,demam, diare,konstipasi,
batuk,dan keringat malam.1,2,5,6,7,8
Tabel 1. Keluhan pasien Tuberkulosis Peritonitis
bersumber dari beberapa penelitian.1,5,6,7,8
Keluhan Sulaiman A Manohar dkk Tarim Akin Kai Ming Chow VH Chong,N Ming-Leun Hu
1975-1979 1984-1988 dkk dkk Rajendran dkk
30 pasien 45 pasien 1988-1997 1989-2000 1995-2004 2000-2006
% % 23 pasien 60 pasien 10 pasien 14 pasien
% % % %

Sakit perut 57 35,9 82 73 60 71,4


Pembengkakan 50 73,1 96 93 70 57,1
perut Dari beberapa hasil penelitian diatas
Batuk 40 - 20 -
menunjukkan bahwa gejala yang paling
Demam 30 53,9 69 58 60 35,7
banyak didapatkan pada pasien
Keringat malam 26 - - -
Tuberkulosis Peritonitis yaitu :
Anoreksia 30 46,9 73 - 60 -
Berat badan 23 44,1 80 - 40 42,9 pembengkakan perut, sakit
menurun perut,demam,dan penurunan berat
mencret 20 - - 10 - badan.
konstipasi - - - 21,4
• Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah
asites,demam,pembengkakan perut dan nyeri perut,
hepatomegali,dan terlibatnya paru dan pleura (atas dasar
foto thoraks).

• Fenomena papan catur yang selalu dikatakan karakteristik pada


penderita Tuberkulosis peritonitis ternyata tidak sering
dijumpai.Fenomena papan catur yaitu pada perabaan
didapatkan adanya massa yang diselingi perabaan lunak,
kadang-kadang didapatkan pada obstruksi usus.1
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang didapatkan, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan laboratorium maupun penunjang, banyak metode yang dapat digunakan
dalam membuat diagnosis. Setiap metode memiliki kelebihan, kekurangan, dan keterbatasan. Diantaranya ditampilkan
pada tabel dibawah ini :9
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian dari beberapa metode pemeriksaan.9

Metode Keuntungan dan kerugian

Kultur Membutuhkan waktu yang lama

Smear Diangnosis yang cepat

Biopsi Invasive

PCR (polymerase chain reaction) Diagnosis yang cepat


Positif-palsu dan negatif
(mahal)
• Pemeriksaan Laboratorium.
• Pada Pemeriksaan Laboratorium yaitu pemeriksaan darah rutin
sering dijumpai adanya anemia penyakit kronis, leukositosis
ringan ataupun leukopenia, trombositosis, gangguan faal hati
dan sering dijumpai laju endap darah (LED) yang meningkat.
Pada pemeriksaan tes tuberkulin hasilnya sering negatif. 1
• Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya
memperlihatkan eksudat dengan protein > 3 gr/dl, dengan
jumlah sel diatas 100-3000sel/ml. Biasanya lebih dari 90% adalah
limfosit .Cairan asites yang perulen dapat ditemukan begitu juga
cairan asites yang bercampur darah (serosanguinous).
• Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) didapatkan hasil kurang
dari 5 % yang menunjukkan hasil positif dan dengan kultur
cairan ditemukan kurang dari 20% hasilnya positif.
• Pemeriksaan cairan asites lain yang sangat membantu, cepat
dan non invasive adalah pemeriksaan ADA (adenosin deminase
activity), interferon gama (IFNϒ) dan PCR. Dengan kadar ADA >
33 u/l mempunyai Sensitifitas 100%. Spesifitas 95%, dan dengan
Cutt off > 33 u/l mengurangi false positif dari sirosis hati atau
keganasan. Pada sirosis hati konsentrasi ADA signifikan lebih
rendah dari Tuberculosis Peritoneal (14 ± 10,6 u/l) .1
•.
• Pemeriksaan Penunjang
• USG (Ultrasonografi )
• Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam
rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-
kantong).Gambaran USG tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan
yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga
abdomen, massa didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe
retroperitoneal, adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus dan
penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa secara teliti. 1
• CT Scan
• Pemeriksaan CT Scan pada Tuberculosis Peritonitis tidak memberikan
gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum
yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan
adanya gejala klinik dari tuberculosis peritoneal. 1
• Peritonoskopi (Laparoskopi)
• Peritonoskopi / laparoskopi merupakan pemeriksaan makroskopi yang
sangat berguna untuk menegakkan diagnosa Tuberkulosis Peritonitis. Laparaskopi
adalah cara yang relatif aman, mudah, dan terbaik untuk mendiagnosa
Tuberkulosis peritonitis. Pada salah satu penelitian dilaporkan bahwa laparoskopi
dapat mendiagnosis hingga 94%, tetapi diagnosis ini harus dikonfirmasi oleh
pemeriksaan histologi. Laparoskopi baik digunakan untuk mendapatkan diagnosa
pasien-pasien muda dengan gejala sakit perut yang tidak jelas penyebabnya.
Laparoskopi dengan biopsi merupakan gold standar untuk diagnosis Tuberkulosis
Peritonitis.
• Laparatomi
• Dahulu laparotomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa
yangs erring dilakukan, namunsaat ini banyak penulis
menganggap pembedahan hanya dilakukan jika dengan cara
yang lebih sederhana tidak meberikan kepastian diagnosa atau
jika dijumpai indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus,
perforasi, adanya cairan asites yang bernanah.1
• VI. TERAPI
• Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan
tuberkulosis paru, obat-obat seperti :
streptomisin,INH,Etambutol,Ripamficin dan pirazinamid
memberikan hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah
2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan biasanya
mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih. 1,6
• Untuk pengobatan Tuberkulosis pada organ lain, seperti TB
perironitis ini, lama pengobatan dapat diberikan 9-12 bulan.
• Kortikosteroid diberikan 1 - 2mg/kgBB selama 1 - 2 minggu pertama. Pada
keadaan obstruksi usus karena perlengketan perlu dilakukan tindakan operasi.
Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat mengurangi
perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites.
• Dan juga terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan
kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah
endemis dimana terjadi resistensi terhadap Mikobakterium tuberculosis.
• Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien
dengan tuberculosis peritoneal mendapatkan bahwa pemberian kortikosteroid
sebagai obat tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sakit perut dan
sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi sesudah
pengobatan terlihat bahwa partikel menghilang namun di beberapa tempat
masih dilihat adanya
• perlengketan.1,6,14
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai