Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan
atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dapat
mempengaruhi perubahan, penyimpangan atau tidak berfungsinya
secara optimal setiap unit yang terdapat dalam sistem hayati tubuh
manusia, baik secara individu, keluarga, ataupun masyarakat dan
ekosistem. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling
berhubungan lebih sering dibandingkan dengan manusia lain yang
berada diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi
keperluan barang dan jasa yang penting untuk menunjang
kehidupan sehari-hari.
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat
kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah – masalah lain
diluar kesehatan sendiri. Demikian pula pemecahan masalah
kesehatan masalah, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya
sendiri, tapi harus dilihat dari segi – segi yang ada pengaruhnya
terhadap masalah “ sehat sakit “ atau kesehatan tersebut.
Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam
suatu tempat, saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal
serta mempunyai minat dan interest yang sama (WHO). Komunitas
adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang
sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi
yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang
mempunyai interest yang sama (Riyadi, 2007).
Menurut WHO (1959), keperawatan komunitas adalah
bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan
ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial,
sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara
keseluruhan guna meningkatkan kesehatan, penyempumaan
kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan
penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu,
keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi
masyarakat secara keseluruhan. Keperawatan kesehatan komunitas
menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa dari praktik kesehatan
masyarakat yang dilakukan untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan masyarakat.
Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat
menyeluruh dengan tidak membatasi pelayanan yang diberikan
kepada kelompok umur tertentu, berkelanjutan dan melibatkan
masyarakat. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa perawatan kesehatan komunitas adalah suatu bidang dalam
ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara
keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran
serta masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif dan
preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu
ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk
ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal.
Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat
termasuk individu, keluarga, dan kelompok yang beresiko tinggi
seperti keluarga penduduk di daerah kumuh, daerah terisolasi dan
daerah yang tidak terjangkau termasuk kelompok siswa di sekolah.
Dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas pelajar
intervensi dibuat untuk seluruh pelajar dan lingkungan sekolah
sehingga diharapkan suatu hasil yang berarti untuk civitas
akademika sendiri.
Professional kesehatan lebih banyak meluangkan waktu
dengan lansia dalam perawatan kesehatan, karena itu mereka harus
berfokus untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan
khususnya. Lansia memerlukan bantuan yang lebih besar dalam
identifikasi, definisi, dan resolusi masalah yang mempengaruhi
mereka. Insiden masalah kesehatan kronis yang lebih besar,
kemajuan teknologi dan masalah ekonomi, social, dan kesehatan
kontemporer masa kini mendorong professional perawatan
kesehatan berfokus pada peningkatan harapan dan kualitas hidup.
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan
dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi
peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan
warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah
karena dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan
berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh keluarga,
masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan
pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini
karena pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik,
mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi
kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita
gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak
semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan
setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama
sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik,
diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih
mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari lansia?
2. Perubahan apa saja yang terjadi pada lansia?
3. Permasalahan apa yang timbul pada lansia?
4. Bagaimana peran perawat terhadap lansia?

C. TUJUAN
a) Tujuan umum
Agar mahasiswa /mahasiswi keperawatan Universitas
Jenderal Soedirman memperoleh informasi dan gambaran tentang
Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Kelompok Khusus Lansia.
b) Tujuan khusus
1) Mampu menjelaskan konsep teori tentang kelompok khusus lansia.
2) Mampu melaksanakan pengkajian pada kelompok khusus lansia
dengan masalah yang ada.
3) Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada komunitas
kelompok khusus lansia.
4) Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan
komunitas pada kelompok khusus lansia.
5) Mampu menerapkan rencana keperawatan pada asuhan
keperawatan komunitas pada kelompok khusus lansia.
6) Mampu meyimpulkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan

komunitas pada kelompok khusus lansia yang bermasalah.

D. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Lansia dan Masyarakat Umum
Memberikan gambaran kesehatan guna meningkatkan status
kesehatan lansia di komunitas.
2. Mahasiswa / Penyusun
Menambah pengetahuan dan mampu membuat serta memberikan
asuhan keperawatan lansia sehingga nantinya diharapkan mampu
mengembangkan asuhan keperawatan terhadap lansia dimasa
mendatang.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya
antara usia 65 dan 75 tahun. Jumlah kelompok usia ini meningkat
drastic dan ahli demografi memperhitungkan peningkatan populasi
lansia sehat terus menigkat sampai abad selanjutnya (Potter &
Perry, 2005).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses
penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia
menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga
aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek
ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia
adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara
ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari
pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat,
bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua,
seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan
masyarakat (Ismayadi, 2004).
Menurut Constantinidies menua (menjadi tua) adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan
mempertahankan fungsi formalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Menurut organisasi dunia (WHO) lanjut usia meliputi usia
pertengahan (middleage) adalah kelompok usia 45-59 tahun, Usia
lanjut (elderly) adalah kelompok usia 60-74 tahun, Usia lanjut (old)
adalah kelompok usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old)
adalah kelompok usia diatas 90 tahun.
Asuhan keperawatan lansia mengahadapi tantangan khusus
karena perbedaan fisiologis, kognitif, dan kesehatan psikososial.
Lansia bervariasi pada tingkat kemampuan fungsional. Mayoritas
merupakan anggota komunitas yang aktif, terlibat, dan produktif.
Hanya sedikit yang telah kehilangan kemampuan untuk merawat
diri sendiri, bingung atau merusak diri, dan tidak mampu mebuat
keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan mereka.

a) Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia


Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia
juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup
sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan
akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara
rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan
aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan
semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai
banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi
pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik.
Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri.
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow menyatakan
bahwa kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik
(physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti
pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. (2) Kebutuhan
ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan
dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan
akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3)
Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk
bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui
paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan
hobby dan sebagainya (4) Kebutuhan harga diri (esteem needs)
adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan
keberadaannya, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self
actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan
kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar
pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan
berperan dalam kehidupan. Sejak awal kehidupan sampai berusia
lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar
(Setiati,2000). Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia
membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman
terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan
tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga dan
lingkungannya . Jika kebutuhankebutuhan tersebut tidak terpenuhi
akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia
yang akan menurunkan kemandiriannya (Ismayadi, 2004).
b) Teori – teori Proses
Menua
Sebenarnya secara individual
1. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda
2. Masing – masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda
3. Tidak ada satu faktorpun ditemukan untuk mencegah proses menua

Ada beberapa teori tentang proses penuaan, antara lain:


1. Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies tertentu . Setiap spesies mempunyai di dalam nukleinya
suatu jam genetik yang telah di putar menurut suatu replikasi
tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan
replikasi sel bila tidak berputar.. Jadi menurut konsep ini jika jam
ini berhenti, kita akan mati meskipun tanpa disertai kecelakaan
lingkungan atau penyakit terminal. Konsep “ genetic clock”
didukung oleh kenyatan bahwa ini cara menerangkan mengapa
pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan harapan hidup
yang nyata.
2. Teori Mutasi Genetik (somatic mutatie theori )
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul – molekul DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi.
3. Teori “ pemakaian dan rusak “
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan se –sel tubuh lelah
terbakar.
4. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut “
teori akumulasi dari produk sisa”.
5. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
6. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan
gizi.
7. Reaksi dari kekebaian sendiri ( auto immunne theori)
Didalam metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga tubuh menjadi lemah dan sakit.
8. “ Teori imonologi saw virus”
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh.
9. Teori stres menua akibat terjadi hilangnya sel – sel yang bisa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kesetabilan lingkungan internal, kelebihan usaha
dan stres menyebabkan sel –sel tubuh lelah terpakai.
10. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat dibentuk dialam bebas, tidak stabil radikal
bebas ( kelompok atom ) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan –
bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel –sel tidak dapat regenerasi.
11. Teori rantai silang
Sel – sel yang tua dan usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
12. Theori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah yang membelah
setelah sel- sel mati.

c) Perubahan – perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia


Perubahan – perubahan fisik
1. Sel
a. Lebih sedikit jumlahnya
b. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan kurangnya cairan
intramuskuler
c. Menurunnya porposi protein di otak, otot,ginjal, darah dan hati
d. Terganggunya mekanisme perbaikan sel
e. Otak menjadi atropis beratnya berkurang 5-10%
2. Sistem pernafasan
a. Cepat menurunnya persarafan
b. Lambannya dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya
dengan stres.
c. Mengecilnya saraf panca indra: berkurangnya penglihatan,
hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan rasa,.
Lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin.
d. Kurangnya sensitif pada sentuhan
3. Sistem Pendengaran
a. Prebiakusis ( gangguan dalam pendengaran ), hilangnya
kemampuan atau daya pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi dan atau nada – nada tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit mengerti kata, 50% terjadi pada usia diatas 65 tahun.
b. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis
c. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkanya kreatin
d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stres
4. Sistem penglihatan
a. Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
b. Kornea lebih berbentuk sferis atau bola, lensa lebih suram atau
kekeruhan pada lensa menjadi katarak, jelas menyebabkan
gangguan penglihatan
c. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan menjadi lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya
gelap
d. Hilangnya daya akomodasi, menurunya lapang pandang,
menurunnya membedakan warna biru atau hijau.
5. Sistem kardiovaskuler
a. Elastisitas dinding vaskuler menurun,katup jantung menebal dan
menjadi kaku.
b. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, menyebabkan kontraksi dan
volumenya.
c. Kehilangan elestisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari
tidur ke duduk, atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan
tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing
mendadak).
d. Tekanan darah meningkat diakibatkan meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer, sistolik normal kurang lebih 170 mmHg,
diastolik normal kurang lebih 90 mmHg
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan tuhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
termostat, yaitu menetapkan suhu teratur, kemunduran terjadi
akibat berbagai faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemui
antara lain:
a. Temperatur tubuh menurun atau hipotermi secara fisiologis kurang
lebih 35 derajat celcius ini akibat metabolisme menurun.
b. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem Respirasi
a. Otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktifitas silia
b. Paru – paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun dan kedalaman bernafas menurun.
c. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang
d. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, karbodioksida
pada arteri tidak berganti
e. Kemampuan untuk batuk berkurang
f. Kemampuan pegas, dinding dada dan kekuatan otot pernafasan
akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
8. Sistem gastrointestinal
a. Kehilangan gigi penyebab utama adanya periondontal disease
b. Indra pengecap menurun dan esofagus melebar
c. Lambung : rasa lapar menurun asam lambung menurun, waktu
mengosongkan menurun
d. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi
e. Liver : makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah
f. Menciutnya ovari dan uterus
g. Atropi payudara
h. Pada laki – laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur – angsur.
i. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun
j. Selaut lendir menurun
9. Sistem Genitourinaria
Ginjal: mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50% fungsi tubulus berkurang.
a. Vesika urinaria : otot – otot menjadi lemah, kapasitas menurun
sampai 200ml, atau dapat menyebabkan buang air kecil meningkat,
vasikaurinaria susah dikosongkan sehingga mengakibatkan
meningkatnya retensi urin.
b. Pembesaran prostat kurang lebih 75 % dialami oleh pria diatas 65
% tahun
c. Atrofi vulva
10. Sistem Endokrin
a. Produksi dari hampir semua hormon menurun.
b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
c. Pitutari: pertumbuhan hormon ada terapi lebih rendah dan hanya
didalam pembuluh darah,berkurangnya produksi dari
ACT,TSH,FSH dan LH.
d. Menurunnya aktifitas tiroid menurunnya BMR dan daya pertukaran
zat
e. Menurunnya produksi aldosteron
f. Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron,
estrogen dan testosteron

11. Sistem kulit


a. Kulit keriput atau mengkerut
b. Permukaan kulit kasar dan bersisik
c. Menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit
menurun.
d. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
e. Rambut dan hidung dan telinga menebal.
f. Berkurangnya elastisitas kulit akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularitas
g. Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
kuku kaki tumbuh secara berlebihan, kuku menjadi pudar dan
kurang bercahaya.
h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
12. Sistem muskoloskeletal
a. Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh
b. Kiposis, pinggang lutut dan jari –jari pergelangan terbatas
geraknya.
c. Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek.
d. Persendian membesar dan kaku
e. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis
f. Atropi serabut otot, sehingga gerak menjadi lambat, otot kram dan
tremor.

B. Tugas Perkembangan Lansia


Peck mengonseptualisasikan tiga tugas yang berisi pengaruh
dari hasil konflik antara perbedaan integritas dan keputusasaan.
 Perbedaan ego versus preokupasi peran kerja. Tugas ini
membutuhkan pergeseran sistem nilai seseorang, yang
memungkinkan lansia untuk mengevaluasi ulang mendefinisikan
kembali pekerjaan mereka. Penilaian ulang ini mengrahkan lansia
untuk mengganti peran yang sudah hilang dengan peran dan
aktivitas baru. Selanjutnya, lansia mampu menemukan cara-cara
baru memandang diri mereka sendiri sebagai orangtua dan okupasi.
 Body transcendence versus preokupasi tubuh. Sebagian besar
lansia mengalami beberapa penurunan fisik. Untuk beberapa orang,
kesenangan dan kenyamanan berarti kesejahteraan fisik. Orang-
orang tersebut mungkin mengalami kesulitan terbesar dalam
mengabaiakan status fisik mereka. Orang lain memiliki
kemampuan untuk terlibat dalam kesenangan psikologi dan
aktivitas sosial sekalipun mereka mengalami perubahan dan
ketidaknyamanan fisik. Peck mengemukakan bahwa dalam sistem
nilai mereka, ”sumber-sumber kesenangan sosial dan mental dan
rasa menghormati diri sendiri mengabaikan kenyamanan fisik
semata.”
 Transendensi ego versus preokupasi ego. Peck mengemukakan
bahwa cara paling konstruktif untuk hidup di tahun-tahun terakhir
dapat didefinisikan dengan : ”hidup secara dermawan dan tidak
egois yang merupakan prospek dari kematian personal-the night of
the ego, yang bisa disebut-paras dan perasaan kurang penting
dibanding pengetahuan yang telah diperoleh seseorang untuk masa
depan yang lebih luas dan lebih panjang daripada yang dapat
dicakup oleh ego seseorang.” manusia menyelesaikan hal ini
melalui warisan mereka, anak-anak mereka, kontribusi mereka
pada masyarakat, dan persahabatan mereka. Mereka ”ingin
membuat hidup lebih aman, lebih bermakna, atau lebih bahagia
bagi orang-orang yang meneruskan hidup setelah kematian.”
Untuk mengklarifikasi, ”individu yang panjang umur cenderung
lebih khawatir tentang apa yang mereka lakukan daripada tentang
siapa mereka sebenarnya, mereka hidup di luar diri mereka sendiri
daripada kepribadian mereka sendiri secara egosentris.
(Stanley & Beare, 2006).
D. Sikap perawat terhadap lansia
Perawatan gerontologi atau gerontik adalah ilmu yang
mempelajari dan memberikan pelayanan kepada orang lanjut usia
yang dapat terjadi di berbagai tatanan dan membantu orang lanjut
usia tersebut untuk mencapai dan mempertahankan fungsi yang
optimal. Perawat gerontologi mengaplikasikan dan ahli dalam
memberikan pelayanan kesehatan utama pada lanjut usia dank
keluarganya dalam berbagai tatanan pelayanan. Peran lanjut
perawat tersebut independen dan kolaburasi dengan tenaga
kesehatan profesional.
Lingkup praktek keperawatan gerontologi adalah
memberikan asuhan keperawatan, malaksanakan advokasi dan
bekerja untuk memaksimalkan kemampuan atau kemandirian
lanjuy usia, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan,
mencegah dan meminimalkan kecacatan dan menunjang proses
kematian yang bermartabat. Perawat gerontologi dalam prakteknya
menggunakan managemen kasus, pendidikan, konsultasi ,
penelitian dan administrasi.
Penting bagi perawat untuk mengkaji sikapnya pada
penuaan karena sikap tersebut mempengaruhi asuhan keperawatan.
Untuk memberi asuhan yang efektif, perawat harus menciptakan
sikap positif terhadap lansia. Sikap negatif dapat mengakibatkan
penurunan rasa nyaman, adekuat, dan kesejahteraan klien. Lebih
jauh lagi, sikap tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas
asuhan. Klien dalam fasilitas perawatan jangka panjang memberi
tantangan khusus bagi perawat. Klien ini sering kali memandang
diri sendiri sebagai pecundang, dan mungkin masyarakat juga
memandang mereka seperti itu. Perawat dapat meningkatkan
kemandirian dan harga diri klien yang merasa bahwa hidup tidak
lagi berharga.
Perawat harus menjelaskan sikap pribadi dan nilai tentang
lansia untuk memberikan perawatan paling efektif. Usia,
pendidikan, pengalaman kerja, dan lembaga pekerjaan seorang
perawat mempengaruhi stereotip. Pengalaman pribadi dengan
lansia sebagai anggota keluarga dapat juga mempengaruhi sikap.
Karena lansia menjadi lebih lazim dalam pelayanan kesehatan,
maka penting sekali bagi perawat untuk mengembangkan
pendekatan asuhan yang positif bagi klien lansia.

 Pendekatan perawatan lanjut usia


a. Pendekatan fisik
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian
yaitu :
- Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain.
- Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang
mengalami kelumpuhan atau sakit.

b. Pendekatan psikis
Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan
sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing,
sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang
akrab.

c. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya
perawatan dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan
berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk
menciptakan sosialisasi mereka.

C. Permasalahan yang timbul Pada Lansia


Berikut ini kita bicarakan masalah kesehatan lansia.
1. Permasalah Umum
a. Bersarnya jumlah penduduk lansia dan tingginya prosentase
kenaikan lansia memerlukan upaya peningkatan kualitas pelayanan
dan pembinaan kesehatan bagi lanjut usia. Jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2000 akan meningkat menjadi 209.535.49.
jiwa dan jumlah lansianya 15.262.199., berarti 7.28% (Anwar,1994
). Menurut Kinsilla dan Taeuber ( 1993) peningkatan penduduk
lansia dalam waktu 1990-2000 sebesar 41% dan merupakan yang
tertinggi didunia ( Darmojo, 1999:1).
b. Jumlah lansia miskin makin banyak
c. Nilai perkerabatan melemah, tatanan masyarakat makin
individualistik
d. Rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional yang melayani
lansia
e. Terbatasnya sarana dan fasilitas pelayanan bagi lansia
f. Adanya dampak pembangunan yang merugikan seperti urbanisasi
dan popuilasi pada kehidupan dan penghidupan lansia.

2. Permasalahan Khusus
Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian
dari seluruh kalangan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan dapat
berakibat jangka pendek maupun jangka panjang bagi
penderitannya, hal ini membutuhkan penanggulangan yang
menyeluruh dan terpadu. Hipertensi menimbulkan angka
morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) yang tinggi.
Penyakit hipertensi menjadi penyebab kematian 7,1juta orang di
seluruh dunia, yaitu sekitar 13% dari total kematian, prevalensinya
hamper sama besar baik di negara berkembang maupun negara
maju (Sani, 2008). Perkembangan penyakit hipertensi berjalan
perlahan tetapi secara potensial sangat berbahaya. Hipertensi
merupakan faktor risiko utama dari penyakit jantung dan stroke.
Pengendalian hipertensi belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Rata-rata,pengendalian hipertensi baru berhasil
menurunkan prevalensi hingga 8% dari jumlah keseluruhan.
Berdasarkan data WHO dari 50% penderita hipertensi yang
diketahui ,25% yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5% yang
diobati dengan baik. Data Depkes (2007) menunjukkan, di
Indonesia ada 21% penderita hipertensi dan sebagian besar tidak
terdeteksi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007) juga menunjukkan
cakupan tenaga kesehatan terhadap kasus hipertensi di masyarakat
masih rendah, hanya 24,2% untuk prevalensi hipertensi di
Indonesia yang berjumlah 32,2%.
Data Riskesdas 2007 juga menyebutkan bahwa prevalensi
hipertensi di Indonesia berkisar 30% dengan insiden komplikasi
penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan (52%)
dibandingkan laki-laki (48%). Data lain menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi
pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita
hipertensi berakhir pada stroke.
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan
sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi lain
yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi

35
kelompok normal, prahipertensi, Hipertensi derajat I dan derajat 2
pada Tabel 1 (Udjianti, 2010)
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah
Diastolik

Patogenesis
Hipertensi esensial adalah penyakit multilaktolial yang timbal
terutama karena lnteraksi antara faktor-faktor risiko tertentu.
Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan
darah tersebut adalah:
1. Faktor risiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras,
obesitas, merokok, genetis
2. Sistem saraf simpatis
a. Tonus simpatis
b. Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan
vasokontriksi: endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi
remodeling dari endotel, otot polos dan interstisium jugs
memberikan kontribusi akhir
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada cistern
renin, angiotensin dan aldosteron

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam


pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi nimus dasar
Tekanan Darah=Curah Jantung x Tahanan Pefifer
Kerusakan organ target

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara


langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target
yang tuition ditenwi pada pasien hipertensi adalah:
1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina atau infark miokardium
c. Gagal jantung
2. Otak
a. Syok atau transient ischemic attack
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati
Faktor risiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi
antara lain adalah:
a. Merokok
b. Obesitas
c. Kurangnya aktivitas fisik
d. Dislipidernia
e. Diabetes mellitus
f. Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit
g. Umur (laki-laki >55 tahun, perempuan 65 tahun)
h. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular
prematur (laki-laki <55 tahun, perempuan < 65 tahun)
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah
sistolik >140 mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting
untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah
diastolik:
1. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah
115/75 mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10
mm/Hg
2. Risiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten,
dan independen dari faktor risiko lainnya
3. Individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk
mengalami hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari
seluruh kalangan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan dapat
berakibat jangka pendek maupun jangka panjang bagi
penderitannya, hal ini membutuhkan penanggulangan yang
menyeluruh dan terpadu. Hipertensi menimbulkan angka
morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) yang tinggi.
Penyakit hipertensi menjadi penyebab kematian 7,1juta orang di
seluruh dunia, yaitu sekitar 13% dari total kematian, prevalensinya
hamper sama besar baik di negara berkembang maupun negara
maju (Sani, 2008). Perkembangan penyakit hipertensi berjalan
perlahan tetapi secara potensial sangat berbahaya. Hipertensi
merupakan faktor risiko utama dari penyakit jantung dan stroke.

Pengendalian hipertensi belum menunjukkan hasil yang


memuaskan. Rata-rata,pengendalian hipertensi baru berhasil
menurunkan prevalensi hingga 8% dari jumlah keseluruhan.
Berdasarkan data WHO dari 50% penderita hipertensi yang
diketahui ,25% yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5% yang
diobati dengan baik. Data Depkes (2007) menunjukkan, di
Indonesia ada 21% penderita hipertensi dan sebagian besar tidak
terdeteksi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007) juga menunjukkan
cakupan tenaga kesehatan terhadap kasus hipertensi di masyarakat
masih rendah, hanya 24,2% untuk prevalensi hipertensi di
Indonesia yang berjumlah 32,2%.

Data Riskesdas 2007 juga menyebutkan bahwa prevalensi


hipertensi di Indonesia berkisar 30% dengan insiden komplikasi
penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan (52%)
dibandingkan laki-laki (48%). Data lain menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi
pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita
hipertensi berakhir pada stroke.
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan
sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi lain
yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi
Patogenesis
Hipertensi esensial adalah penyakit multilaktolial yang timbal
terutama karena lnteraksi antara faktor-faktor risiko tertentu.
Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan
darah tersebut adalah:
1. Faktor risiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras,
obesitas, merokok, genetis

2. Sistem saraf simpatis


a. Tonus simpatis
b. Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan
vasokontriksi: endotel pembuluh darah berperan utama,
tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstisium
jugs memberikan kontribusi akhir
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada
cistern renin, angiotensin dan aldosteron
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam
pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi nimus dasar
Tekanan Darah=Curah Jantung x Tahanan Pefifer
Kerusakan organ target

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara


langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target
yang tuition ditenwi pada pasien hipertensi adalah:
1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina atau infark miokardium
c. Gagal jantung
2. Otak
a. Syok atau transient ischemic attack
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati
Faktor risiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi
antara lain adalah:
a. Merokok
b. Obesitas
c. Kurangnya aktivitas fisik
d. Dislipidernia
e. Diabetes mellitus
f. Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit
g. Umur (laki-laki >55 tahun, perempuan 65 tahun)
h. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki-laki
<55 tahun, perempuan < 65 tahun)
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg merupakan
faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan
darah diastolik:

a. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat
dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mm/Hg
b. Risiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari
faktor risiko lainnya
c. Individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami hipertensi
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian multidimensional meliputi kesehatan mental dan fisik, fungsi tubuh, dan
situasi social. Pengkajian yang difokuskan pada pengkajian unutk etiologi fisiologis,
psikologis, dan lingkungan dari kondisi gangguan mental pada lanjut usia yag dirawat
(Kushariyadi, 2010).
Menurut Anderson E dan McFarlene, dalam model asuhan keperawatan pengkajian
secara umum meliputi inti komunitas yaitu penduduk serta delapan subsistem yang
mempengaruhinya. Inti komunitas, perlu dikaji tentang pendidikan, pekerjaan, agama,
keyakinan/nilai yang dianut serta data-data tentang subsistem sebagai berikut :.

1. Data inti
a. Demografi, Karekteristik Umur Dan Sex, Vital Statistik
Data demograf kelompok atau komunitas yang terdiri : jumlah penduduk lansia dalam
wilayah, umur, pendidikan, jenis kelamin, vital stastistik, pekerjaan, agama, nilai – nilai,
keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok atau komunitas yang dapat dicontohkan sebagai
berikut :
Jumlah penduduk : 987 jiwa
a) Laki – laki : 523 jiwa
b) Perempuan : 464 jiwa
Pendidikan penduduk : Para penduduk mayoritas berpendidikan hingga lulus SLTA dan
beberapa diantaranya perguruan tinggi.
Suku Bangsa : Suku Jawa
Status perkawinan : Menikah dan kebanyakan penduduk di komunitas tersebut adalah
janda (lansia) karena kebanyakan pasangannya meninggal.
Nilai dan kepercayaan : Nilai dan norma para masyarakat masih mengenal nilai kesopanan,
gotong royong dan kerukunan antar warganya. Hal ini dapat dilihat dari adanya kegiatan-
kegiatan kemasyarakatan yang masih terus berjalan. Seperti: kerja bakti, arisan, dan takziyah.
: Mayoritas beragama Islam dan beberapa diantaranya beragama nasrani

2. Data subsistem
a. Lingkungan fisik
1) Kualitas udara
Keadaan udara di daerah tempat tinggal lansia beriklim sejuk atau panas, apakah terdapat
polusi udara yang dapat mengganggu pernafasan warga atau tidak.
2) Kualitas air
Sumber air yang digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keadaan saluran air
disekitar rumah.
3) Tingkat kebisingannya
Adanya sumber suara / bising yang dapat mengganggu keadaan lansia, contohnya seperti
pabrik.
4) Jarak antar rumah/ kepadatan
Jarak antar rumah satu dengan yang lainnya, apakah saling berdempetan.
b. Pendidikan
Riwayat pendidikan, pendidikan terakhir dan juga apakah ada sarana pendidikan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pengetahuan warga.
c. Keamanan dan transportasi
Keadaan penjagaan lingkungan sekitar seperti adanya siskamling, satpam atau polisi. Apakah
dari keamaan tersebut menimbulkan stress atau tidak. Sarana transportasi yang digunakan
warga untuk mobilisasi sehari menggunakan kendaraan umum atau kendaraan pribadi.
d. Politik dan pemerintahan
Kebijakan yang ada didaerah tersebut apakah cukup menunjang sehingga memudahkan
komunitas mendapat pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan.
e. Pelayanan social dan kesehatan
Tersedianya tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan) untuk
melakukan deteksi dini gangguan atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi
serta karakteristik pemakaian fasilitas pelayanan kesehatan.

f. Komunikasi
Sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk saling
berkomunikasi antar warga atau untuk mendapatkan informasi dari luar misalnya televisi,
radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada komunitas.
g. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan, masih bekerja atau tidak, bagaimana
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
h. Rekreasi
Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan apakah biayanya terjangkau oleh
komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stress.

B.Analisis data
a. Diagnosa keperawatan
Untuk menentukan masalah kesehatan pada masyarakat dapatlah dirumuskan diagnosa
keperawatan komunitas yang terdiri dari :
 Masalah (Problem)
Yaitu kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang terjadi.
 Penyebab (Etiologi)
Yang meliputi perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, lingkungan fisik dan
biologis, psikologis dan sosial serta interaksi perilaku dengan lingkungan.
 Tanda dan Gejala (Sign and Sympton)
Yaitu informasi yang perlu untuk merumuskan diagnosa serta serangkaian petunjuk timbulnya
masalah.

No. Data Problem Etiologi


1 Ds: Diabetes pada lansia Kebiasaan hidup lansia yang tidak
- Kader posyandu terkontrol
mengatakan 35% lansia
menderita diabetes
namun jarang
memeriksakan
kondisinya.
Do:
- Lansia menkonsumsi
makanan dengan tidak
terkontrol dan hanya
berada di rumah setiap
harinya
2 DS: Bidan desa Hipertensi Ketidakpatuhan lansia dalam mengikuti
mengatakan lansia posyandu lansia
banyak yang menderita
hipertensi dan lansia
malas mengikuti
posyandu lansia yang
diselengarakan setiap
bulannya.
3. Ds: Resiko kerusakan Perubahan status kesehatan
- Banyak warga yang integritas kulit
mengeluh gatal-gatal
pada tubuhnya.
Do:
- Tubuh terlihat bintik-
bintik merah.

Diagnosa :
1. Diabetes berhubungan dengan kebiasaan hidup lansia yang tidak terkontrol.
2. Hipertensi berhubungan dengan ketidakpatuhan lansia dalam mengikuti posyandu lansia.
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan status kesehatan.

b. Kriteria Penapisan
Dx. Kep Kriteria penapisan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Dx. 1 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 42
Dx. 2 4 3 4 4 3 3 2 4 3 3 3 4 40
Dx.3 4 3 3 4 3 4 2 3 3 3 3 4 39

Keterangan :
1. Sesuai degan peran perawat komunitas.
2. Jumlah yang beresiko
3. Besarnya resiko
4. Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan
5. Minat masyarakat
6. Kemungkinan untuk diatasi
7. Sesuai program pemerintah
8. Sumber daya tempat
9. Sumber daya waktu
10. Sumber daya dana
11. Sumber daya peralatan
12. Sumber daya manusia

Skor :
1 = sangat rendah
2 = rendah
3 = cukup
4 = tinggi
5 = sangat tinggi
Jumlah skor 121

c. Rencana Tindakan
Diagnosa Tujuan jangka pendek Tujuan jangka panjang
Diabetes berhubungan Setelah dilakukan Setelah dilakukan
dengan kebiasaan hidup tindakan keperawatan tindakan keperawatan
lansia yang tidak selama 4 selama 8 minggu,
terkontrol ditandai minggu, komunitas komunitas diharapkan
dengan 35 % lansia diharapkan: angka diabetes (kadar
menderita diabetes 1. Lansia mampu glukosa) pada lansia dapat
mengontrol asupan menurun
makanan sehari harinya
dan dapat melakukan
sedikit aktivitas.
2. Lansia rutin setiap
bulannya menghadiri
kegiatan posyandu lansia
yang diadakan.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, E.T. (2006). Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik. Jakarta : EGC.

Basford, Lynn. & Slevin, Oliver. (2006). Teori & Praktik Keperawatan Pendekatan Integral
pada Asuhan Pasien. Jakarta : EGC

Ismayadi. (2004). Asuhan Keperawatan Dengan Reumatik (Artritis Treumatoid) Pada Lansia.
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Kushariyadi. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia dengan Demensia pada Home
Care. Universita Muhammadiyah Malang

Kushariyadi. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik Edisi kedua. Jakarta: EGC

Potter, Patricia. A. & Anne Griffin Perry.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC

Riyadi. Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan Masyarakat, retieved may 12nd

Stanlet, Mickey. & Beare, Patricia Gauntlett. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi
kedua. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai