Anda di halaman 1dari 70

ASUHAN KEPERAWATAN TN.

B DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE


(CHF) DI RUANG WISNUMURTI RSUP DR. SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik

Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

Galuh Ayu Nur Widati (P07120520016)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
Gelisah dan cemas
Kongesti vaskuler
pulmonal
Edema
Penurunan curah
jantung
Gallop atrial (S3)
Gallop ventrikel (S4)
Crackles paru
Disritmia
Gagal jantung kiri
Bunyi nafas mengi
Pulsus alternans
Pernafasan cheyne-
stokes
Bukti-bukti radiologi
tentang kongesti
pulmonal
Dyspneu
Batuk
Manifestasi Klinis
Mudah lelah

- Disritmia
- Malfungsi katub
Peningkatan JVP
Etiologi - Abnormalitas Otot
Edema
Jantung
Curah jantung rendah
- Ruptur Miokard
Disritmia
S3 dan S4
Hiperresonan pada
Gagal jantung kanan NYHA I: Timbul sesak
perkusi
pada aktifitas fisik
Pitting edema 8.
berat
Hepatomegali
NYHA II: Timbul sesak
Anoreksia
pada aktifitas fisik
Nokturia
sedang
Kelemahan Klasifikasi Gagal
NYHA III: Timbul sesak
Jantung
pada aktifitas fisik
ringan
Pembebanan jantung
NYHA IV:Timbul sesak
yang berlebihan dapat
pada aktifitas fisik
meningkatkan curah
Congestive Heart sangat ringan atau
jantung menurun,
Failure (CHF) istirahat
maka akan terjadi
redistribusi cairan dan
elektrolit (Na) melalui
Edema pulmoner akut
pengaturan cairan oleh
Hiperkalemia
ginjal dan
Patofisiologi Komplikasi Perikarditis
vasokonstriksi perifer
Hipertensi
dengan tujuan untuk
Anemia
memperbesar aliran
balik vena ke dalam
ventrikel sehingga Gagal jantung kongestif
meningkatkan tekanan (CHF) adalah keadaan
akhir diastolik dan patofisiologis berupa
menaikan kembali kelainan fungsi
curah jantung. jantung, sehingga
jantung tidak mampu
memompa darah untuk
Tirah baring Tirah Pengertian
memenuhi kebutuhan
Diet
metabolisme jaringan
Oksigen
atau kemampuannya
Terapi Diuretik
hanya ada kalau
Digitalis Digitalis Penatalaksanaan
disertai peninggian
Inotropik Positif
volume diastolik secara
Sedatif
abnormal.
Pembatasan Aktivitas
Fisik dan Istirahat
CHF

Kegagalan ventrikel kiri

Peningkatan cairan / afterload dan


preload Pemeriksaan penunjang :
1. Foto thoraks
2. Pemriksaan labotarium
Edema Paru

Breathing (B1) Blood(B2) Brain (B3) Bladder(B4) Bowel (B5) Bone(B6)

Penurunan injeksi Cardiac output menurun Edema paru


Peningkatan afterload dan Perfusi Suplai o2 menurun
ventrikel kiri preload
jaringan
Peningkatan tekanan A vas RAA Defesiensi nutrisi Gan uan supla o2 e
atrium kiri Penurunan stoke volume seluruh ubuh
pen n a an adner c
Suplai O2 ke otak s mpa s
Peningkatan volume dan Nausea
Cardiac output menurun menular
tekanan vena pulmonalis Kelemahan
Vaso on r s s s em s en n a an K
Sesak nafas Penurunan curah Anoreksia
Vaso on ra s njal Intoleransi aktivitas
jantung Hipoksia jaringan en n a an K
Ketidak efektifan Re ens ur n
pola nafas Kurang nutrisi dari
pusing kebutuha tubuh
Kelebihan volume
(Sudoyo, Ar W.2010.Keperawatan Medikal Bedah.Ja ar a:EGC) cairan

Gangguan pola
tidur
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)/ GAGAL JANTUNG KONGESTIF

A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien
dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi)
guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah
untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa
dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam.
Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan,
kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti,
2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi
jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).

B. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:
(Mansjoer dan Triyanti, 2007)
kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari
tanpa keluhan.
kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah
baring.
C. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/
berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD),
stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output)
adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada
jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2)
Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3)
Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua
atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi
denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien
dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk
kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan
filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-
angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler
perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan
cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium,
yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

E. Manifestasi klinik
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah
jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan cairan
mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena
sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan
dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari jantung ke
jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler
akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).
Sumber: Niken Jayanthi (2010)
F. Studi Diagnostik CHF
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik
metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko
CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar
atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi
ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan
kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)

G. Penatalaksanaan

Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:


1. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan
pembatasan aktivitas.
2. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.
Penatalaksanaan Medis
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2
melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan
aritmia.
b. Digitalisasi
1). dosis digitalis
a). Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24 jam
dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
b). Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c). Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2). Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia
lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3). Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
a). Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
b). Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)
Terapi Lain:
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup jantung,
iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan
keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah,
mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah
garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien
stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan
kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit
dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7. Hentikan rokok dan alkohol
8. Revaskularisasi koroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Primer
1. Airways
a. Sumbatan atau penumpukan sekret
b. Wheezing atau krekles
2. Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun
Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
1. Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f. Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus,
bedah jantung, dan disritmia.
3. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah
cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7. Postur, kegelisahan, kecemasan
8. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan faktor
pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
Pemeriksaan Fisik
1. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi
perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi
jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
4. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
5. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat,
dan pitting edema.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi,
hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis
dan kemungkinan thrombus atau emboli
4. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
5. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium oleh
ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
6. Cemas b/d penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan peran dalam
lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen.
7. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan pengetahuan penyakitnya, tindakan yang dilakukan,
obat obatan yang diberikan, komplikasi yang mungkin muncul.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria


No Intervensi
Hasil
1 Penurunan curah jantung Cardiac Pump Cardiac Care
b/d respon fisiologis otot effectiveness Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
jantung, peningkatan Circulation Status Catat adanya disritmia jantung
frekuensi, dilatasi, Vital Sign Status Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
hipertrofi atau Kriteria Hasil: Monitor status kardiovaskuler
peningkatan isi Tanda Vital dalam Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
sekuncup rentang normal (Tekanan Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
darah, Nadi, respirasi) Monitor balance cairan
Dapat mentoleransi Monitor adanya perubahan tekanan darah
aktivitas, tidak ada Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
kelelahan Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
Tidak ada edema Monitor toleransi aktivitas pasien
paru, perifer, dan tidak Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
ada asites Anjurkan untuk menurunkan stress
Tidak ada penurunan Vital Sign Monitoring
kesadaran Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor adanya pulsus paradoksus dan pulsus alterans
Monitor jumlah dan irama jantung dan monitor bunyi jantung
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru, pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2 Pola Nafas tidak efektif Respiratory status : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Ventilation Pasang mayo bila perlu
Definisi : Pertukaran Respiratory status : Lakukan fisioterapi dada jika perlu
udara inspirasi dan/atau Airway patency Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
ekspirasi tidak adekuat Vital sign Status Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Faktor yang Berikan bronkodilator ……….
berhubungan : Setelah dilakukan Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Hiperventilasi tindakan keperawatan Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Penurunan selama…. Pasien Monitor respirasi dan status O2
energi/kelelahan menunjukan keefektifan Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Perusakan/pelemahan pola napas, dibuktikan Pertahankan jalan nafas yang paten
muskuloskletal dengan : Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Obesitas Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
- Kelelahan otot Kriteria Hasil : Monitor vital sign
pernafasan Mendemonstrasikan Informasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
- Hipoventilasi batuk efektif dan suara memperbaiki pola nafas
sindrom nafas yang bersih, tidak Ajarkan bagaimana batuk secara efektif
- Nyeri ada sianosis dan dyspneu Monitor pola nafas
- Kecemasan (mampu mengeluarkan
- Disfungsi sputum, mampu bernafas
Neuromuskuler dengan mudah, tidak ada
- Injuri tulang pursed lips)
belakang Menunjukkan jalan
DS nafas yang paten (klien
- Dyspnea tidak merasa tercekik,
- Nafas pendek irama nafas, frekuensi
DO pernafasan dalam rentang
- Penurunan tekanan normal, tidak ada suara
inspirasi/ekspirasi nafas abnormal)
- Penurunan pertukaran Tanda Tanda vital
udara permenit dalam rentang normal
- Menggunakan otot (tekanan darah, nadi,
pernafasan tambahan pernafasan)
- Orthopnea
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi
berlangsung
sangat lama
- Penurunan kapasitas
vital respirasi < 11-
24x/menit

3 Perfusi jaringan tidak Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
efektif b/d menurunnya Tissue Prefusion : Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
curah jantung, cerebral panas/dingin/tajam/tumpul
hipoksemia jaringan, Kriteria Hasil : Monitor adanya paretese
asidosis dan a. mendemonstrasikan Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi
kemungkinan thrombus status sirkulasi Gunakan sarun tangan untuk proteksi
atau emboli Tekanan systole Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
dandiastole dalam rentang Monitor kemampuan BAB
Definisi : yang diharapkan Kolaborasi pemberian analgetik
Penurunan pemberian Tidak ada Monitor adanya tromboplebitis
oksigen dalam ortostatikhipertensi Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
kegagalan memberi Tidak ada tanda
makan jaringan pada tanda peningkatan
tingkat kapiler tekanan intrakranial
Batasan karakteristik : (tidak lebih dari 15
Renal mmHg)
- Perubahan tekanan b. mendemonstrasikan
darah di luar batas kemampuan kognitif yang
parameter ditandai dengan:
- Hematuria berkomunikasi
- Oliguri/anuria dengan jelas dan sesuai
- Elevasi/penurunan dengan kemampuan
BUN/rasio kreatinin menunjukkan
Gastro Intestinal perhatian, konsentrasi dan
- Secara usus hipoaktif orientasi
atau tidak ada memproses informasi
- Nausea membuat keputusan
- Distensi abdomen dengan benar
- Nyeri abdomen atau c. menunjukkan
tidak terasa lunak fungsi sensori motori
(tenderness) cranial yang utuh : tingkat
Peripheral kesadaran mambaik, tidak
- Edema ada gerakan gerakan
- Tanda Homan positif involunter
- Perubahan
karakteristik kulit
(rambut, kuku,
air/kelembaban)
- Denyut nadi lemah
atau tidak ada
- Diskolorisasi kulit
- Perubahan suhu kulit
- Perubahan sensasi
- Kebiru-biruan

- Perubahan tekanan
darah di ekstremitas
- Bruit
- Terlambat sembuh
- Pulsasi arterial
berkurang
- Warna kulit pucat
pada elevasi, warna
tidak kembali pada
penurunan kaki
Cerebral
- Abnormalitas bicara
- Kelemahan
ekstremitas atau paralis
- Perubahan status
mental
- Perubahan pada
respon motorik
- Perubahan reaksi
pupil
- Kesulitan untuk
menelan
- Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar
- Perubahan frekuensi
respirasi di luar batas
parameter
- Penggunaan otot
pernafasan tambahan
- Balikkan kapiler > 3
detik (Capillary refill)
- Abnormal gas darah
arteri
- Perasaan ”Impending
Doom” (Takdir
terancam)
- Bronkospasme
- Dyspnea
- Aritmia
- Hidung kemerahan
- Retraksi dada
- Nyeri dada

Faktor-faktor yang
berhubungan :
- Hipovolemia
- Hipervolemia
- Aliran arteri terputus
- Exchange problems
- Aliran vena terputus
- Hipoventilasi
- Reduksi mekanik
pada vena dan atau
aliran darah arteri
- Kerusakan transport
oksigen melalui alveolar
dan atau membran
kapiler
- Tidak sebanding
antara ventilasi dengan
aliran darah
- Keracunan enzim
- Perubahan
afinitas/ikatan O2
dengan Hb
- Penurunan
konsentrasi Hb dalam
darah
4 Gangguan pertukaran Respiratory Status : Gas Airway Management
exchange
gas b/d kongesti paru,
Respiratory Status : Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
hipertensi pulmonal, ventilation Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Vital Sign Status Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
penurunan perifer yang
Kriteria Hasil : Pasang mayo bila perlu
mengakibatkan asidosis Mendemonstrasikan Lakukan fisioterapi dada jika perlu
peningkatan ventilasi dan Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
laktat dan penurunan
oksigenasi yang adekuat Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
curah jantung. Memelihara kebersihan Lakukan suction pada mayo
paru paru dan bebas dari Berika bronkodilator bial perlu
tanda tanda distress Barikan pelembab udara
Definisi : Kelebihan atau
pernafasan Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
kekurangan dalam
Mendemonstrasikan batuk Monitor respirasi dan status O2
oksigenasi dan atau
efektif dan suara nafas
pengeluaran
yang bersih, tidak ada
karbondioksida di dalam
sianosis dan dyspneu Respiratory Monitoring
membran kapiler alveoli
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Batasan karakteristik :
dengan mudah, tidak ada Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi
- Gangguan
pursed lips) otot supraclavicular dan intercostal
penglihatan
Tanda tanda vital dalam Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Penurunan CO2
rentang normal Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
- Takikardi
stokes, biot
- Hiperkapnia
Catat lokasi trakea
- Keletihan
Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan paradoksis )
- somnolen Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
- Iritabilitas tambahan
- Hypoxia Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
- kebingungan jalan napas utama
- Dyspnoe Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
- nasal faring
- AGD Normal
- sianosis
- warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman)
- Hipoksemia AcidBase Managemen
- hiperkarbia
- sakit kepala ketika Monitro IV line
bangun Pertahankanjalan nafas paten
- frekuensi dan Monitor AGD, tingkat elektrolit
kedalaman nafas Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
abnormal Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
Faktor faktor yang Monitor pola respirasi
berhubungan : Lakukan terapi oksigen
- ketidakseimbangan Monitor status neurologi
perfusi ventilasi Tingkatkan oral hygiene
- perubahan membran
kapiler-alveolar
5 Kelebihan volume cairan Electrolit and acid base Fluid management
b/d berkurangnya curah balance Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
jantung, retensi cairan Fluid balance Pasang urin kateter jika diperlukan
dan natrium oleh ginjal, Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
hipoperfusi ke jaringan Kriteria Hasil: urin )
perifer dan hipertensi Terbebas dari edema, Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
pulmonal efusi, anaskara Monitor vital sign
Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena
leher, asites)
Definisi : Retensi cairan Bunyi nafas bersih, Kaji lokasi dan luas edema
isotomik meningkat tidak ada Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
Batasan karakteristik : dyspneu/ortopneu Monitor status nutrisi
- Berat badan meningkat Terbebas dari distensi Berikan diuretik sesuai interuksi
pada waktu yang singkat vena jugularis, reflek Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
- Asupan berlebihan hepatojugular (+) 130 mEq/l
dibanding output Memelihara tekanan Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
- Tekanan darah vena sentral, tekanan Fluid Monitoring
berubah, tekanan arteri kapiler paru, output Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
pulmonalis berubah, jantung dan vital sign Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan
peningkatan CVP dalam batas normal (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
- Distensi vena jugularis Terbebas dari hati, dll )
- Perubahan pada pola kelelahan, kecemasan Monitor serum dan elektrolit urine
nafas, dyspnoe/sesak atau kebingungan Monitor serum dan osmilalitas urine
nafas, orthopnoe, suara Menjelaskanindikator Monitor BP, HR, dan RR
nafas abnormal (Rales kelebihan cairan Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
atau crakles), Monitor parameter hemodinamik infasif
kongestikemacetan paru, Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
pleural effusion Monitor tanda dan gejala dari odema
- Hb dan hematokrit
menurun, perubahan
elektrolit, khususnya
perubahan berat jenis
- Suara jantung SIII
- Reflek hepatojugular
positif
- Oliguria, azotemia
- Perubahan status
mental, kegelisahan,
kecemasan
Faktor-faktor yang
berhubungan :
- Mekanisme pengaturan
melemah
- Asupan cairan berlebihan
- Asupan natrium berlebihan
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA PROGRAM STUDI
PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN

Hari/Tanggal : Rabu, 10 Februari 2021


Jam : 09.00 WIB
Tempat : Wisnumurti PJT RSUP dr Sardjito
Oleh : Galuh Ayu Nur Widati
Sumber data : Klien, rekam medik
Metode : Observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, dan dokumentasi

A. PENGKAJIAN
1. Identitas

a. Klien
1) Nama Klien : Tn B
2) Tempat Tgl Lahir : Sampang, 16-03-1969
3) Umur : 52 tahun
4) Jenis Kelamin : Laki laki
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMP sederajat
7) Pekerjaan : Karyawan Swasta
8) Suku / Bangsa : Jawa
9) Alamat : Terban, Pringgokusuman, Gondokusuman,
Yogyakarta
10) Diagnosa Medis : CHF CF III ec DA:LA, riwayat CAD1VD
PPCI, Hepatitis B Kronis, Riwayat
hipertiroid
11) No. RM : 019369XXX
12) Tanggal Masuk RS : 03/02/2021

b. Penanggung Jawab / Keluarga


1) Nama : Nn.B
2) Umur : 19 tahun
3) Pendidikan :-
4) Pekerjaan : Pelajar
5) Alamat : Terban, Pringgokusuman, Gondokusuman, Yogyakarta
6) Hubungan dengan Klien : Anak
7) Status perkawinan : Belum kawin

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehata Klien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian
Klien mengeluh merasa lemas, mual dan tidak nafsu makan
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk RS :
Saat di IGS Sardjito klien mengeluh sesak nafas (+)
b) Riwayat Kesehatan Klien :
2 HSMRS klien mengeluh sesak nafas, memberat saat tidur,
DD/OP/PND (+), kaki bengkak (-), batuk (+) dengan dahak
warna kekuningan, riwayat minum melebihi 1000 cc, BAK
lancar, nyeri dada (-), mual (-), muntah (-).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanggal 2 Juli 2020 klien dirawat di ICCU dengan Recent MCI
anterior, CAD1VD PPCI, selama perawatan mengalami episode
EPA berulang. Klien memiliki riwayat merokok.

4) Riwayat Kesehatan Dahulu


a) Penyakit yang pernah diderita
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat stroke, Hepatitis B
kronik didiagnosa Juli 2020. Riwayat eutiroid hipertiroksemia
on terapi (Propilitiourasil tab 1x50mg) Klien mengatakan tidak
memiliki riwayat penyakit asma. Klien mengatakan tidak
memiliki riwayat diabetes melitus
b) Riwayat Hospitalisasi
Tanggal 2 Juli 2020 klien dirawat di ICCU.
Tanggal 16 Juli 2020, 1 November 2020 dan 22 Januari 2021
Klien dirawat dengan keluhan yang sama karena CHF e.c
Overhidrasi. Sebelum masuk ke bangsal Wisnumurti klien
dirawat di ruang Dahlia 2. Klien rutin kontrol di poli jantung
RS Sardjito. Terapi rutin Poli Jantung RS. Sardjito:
- Clopidogrel tab 1x75 mg
- Miniaspi tab 1x8 mg
- Vbloc tab 2x3. 125 mg
POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021
- Candesartan tab 2x2. 5mg
- Furosemid tab 1x40 mg
- Lansoprazole cap 1x30 mg
- N Asetylcysteine cap 2x200 mg
- Cetirizine tab 1x1 mg
c) Riwaya Injury
Klien tidak memiliki riwayat jatuh sbelumnya.
d) Riwaya Imunisasi
Klien mengatakan tidak mengetahui secara pasti imunisasi
yang dilakukan lengkap atau tidak.

b. Riwayat Kesehatan Keluarga

1) Genogram

Ny.Y Tn.S Ny.S Tn.W

Ny. P Ny. T Tn.R Tn.B Tn.K

Nn.B

Keterangan :

Keterangan :

: Laki-laki : Tinggal Serumah : Klien

: Perempuan : Meninggal
: Garis Menikah : Garis Keturunan

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


2) Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit sama
dengan Klien.

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


3. Kesehatan Fungsional (11 Pola Gordon)

1) Nutrisi- metabolik

a. Sebelum sakit
Klien makan 3x sehari dengan porsi penuh tanpa adanya pantangan
makanan lainnya. Klien biasa makan dirumah dengan cara makan dikunyah
lama. Klien membatasi minum air atas saran dokter, Klien minum <1000
cc/ hari.

b. Selama sakit
Klien mengatakan nafsu makan berkurang karena rasa mual. Klien
mendapat diit bubur halus selama sakit dengan porsi yang disedikan dari
RS, namun tidak dimakan karena Klien merasa mual. Klien hanya
menghabiskan ¼ porsi makan.
2) Eliminasi
a. Sebelum sakit
Klien bisa BAB, dengan frekuensi 1 hari sekali.
Klien BAK kurang lebih 3-4 kali per hari secara mandiri.
b. Selama sakit : Selama di rumah sakit klien baru BAB 1x. Klien memakai
selang kateter untuk membantu eliminasi urine dengan jumlah urin di hari
pengkajian adalah 115 cc . Klien mengatakan urinnya kuning pekat, bau
khas urine, serta tidak bercampur darah.

3) Aktivitas /latihan

a. Keadaan aktivitas sehari – hari


a. Sebelum sakit
Klien biasanya melakukan aktivitas dasar seperti makan, minum, toileting,
berpakaian dengan mandiri. Klien mengatakan merasa sesak jika
melakukan aktivitas berat. Klien tidur selama ± 8 jam sehari. Klien tidak
mengonsumsi obat tidur.
b. Selama sakit
Klien mengatakan masih merasa lemas, aktivitas makan, mandi, toileting
dibantu sebagian, kegiatan mobilisasi duduk di tempat tidur.

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


b. Keadaan pernafasan
a. Sebelum sakit
Klien mengatakan merasa sesak nafas jika melakukan aktivitas yang berat
dan saat tidur.
b. Setelah sakit
Klien terpasang nasal kanul 2 lpm

c. Keadaan Kardiovaskuler
a. Sebelum sakit
Klien mengatakan mudah lelah jika melakukan aktivitas berat. Klien
mengatakan merasa sesak saat melakukan aktivitas yang berat dan saat tidur
b. Setelah sakit
Klien mobilisasi duduk diatas tempat tidur. Klien mengatakan masih merasa
lemas. TD: 70/58. N: 90, Nadi perifer teraba lemah.

(1) Skala ketergantungan

KETERANGAN
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Bathing √
Toileting √
Eating √
Moving √
Ambulasi √
Walking √
Keterangan :

0 = Mandiri/ tidak tergantung apapun

1 = dibantu dengan alat

2 = dibantu orang lain

3 = Dibantu alat dan orang lain

4 = Tergantung total

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


4) Istirahat – tidur
a. Sebelum sakit
Klien tidur dengan nyaman kurang lebih 7-8 jam perhari.
b. Selama sakit
Klien mengatakan frekuensi tidur berkurang karena lingkungan yang baru. Klien
tidur jam 12.00 dan bangun jam 04.30.

5) Persepsi, pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan

a. Sebelum sakit : klien mengatakan bahwa sakit merupakan kondisi yang tidak
mengenakan sehingga klien selalu berusaha untuk menjaga kesehatannya.

b. Selama sakit : ketika merasa sakit, klien langsung berobat dan memeriksakan diri
ke rumah sakit.
6) Pola Toleransi terhadap stress-koping
Klien mempunyai koping yang adaptif terhadap penyakitnya. Klien menganggap
penyakitnya adalah cobaan dari Allah. Klien mengatasi rasa stress dengan
bercengkrama dan sesekali bercanda dengan anak dan istrinya.
7) Pola hubungan peran
Klien menjalani hubungan yang baik dengan keluarganya dan juga menjalankan
perannya sebagaimana mestinya. Klien selalu didampingi oleh keluarganya
8) Kognitif dan persepsi
Status mental klien sadar, bicara lancar tidak ada gangguan, penglihatan normal, tidak
terdapat gangguan pada pendengaran, Klien tidak menggunakan kaca mata atau lensa
kotak.
9) Persepsi diri-Konsep diri
a. Gambaran Diri
Klien merasa dirinya mengalami sakit sehingga membutuhkan pertolongan medis.
b. Harga Diri
Klien merasa terbebani karena tidak dapat beraktivitas dan mencari nafkah seperti
biasa. Klien tampak selalu kooperatif terhadap perawat yang merawatnya
c. Peran Diri
Selama ini Klien berperan sebagai suami dan ayah dari anak nya , Klien juga
berperan membantu perekonomian keluarganya.
d. Ideal Diri
POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021
Klien mengatakan ingin segera sembuh sehingga bisa melakukan aktifitas seperti
biasa dan kembali berkumpul dengan keluarga.
e. Identitas Diri

Klien mengenali dirinya berharap bisa menjadi seorang ayah yang baik untuk
anaknya dan tidak membuat repot.
10) Reproduksi dan kesehatan.
Klien sudah menikah dan dikaruniai 1 anak perempuan. Klien tidak menderita
gangguan pada organ reproduksi.
11) Keyakinan dan Nilai
a. Sebelum sakit
Klien mengatakan menjalankan ibadah dan berdoa kepada Allah SWT
b. Setelah sakit
Klien mengatakan ia berdoa agar segera diberi kesembuhan dan dapat
menjalankan aktivitasnya seperti biasa.

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

1) Kesadaran : Composmentis

2) Status Gizi :TB = 165 cm

BB = 50 Kg
IMT = 18.4 = (berat kurang)

3) Tanda Vital : TD = 70/58 mmHg Nadi =90x/mnt

Suhu = 36,6 °C RR = 22x/mnt


Saturasi O2 = 98%

b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo – Caudal)


1) Kulit
Turgor kulit lembab, turgor kembali < 2 detik, warna sawo matang.
2) Kepala
a. Kepala : Simetris, bentuk mesocephal, warna rambut hitam kecoklatan,
tidak terdapat lesi .
b. Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikteris, pupil isokor, kesan
mata tampak terlihat sembab, fungsi penglihatan baik.
c. Hidung : simetris, terpasang alat bantu nafas O2 2 lpm , tidak terpasang
NGT, fungsi penciuman baik.
d. Mulut : membran mukosa bibir tampak kering, mulut terlihat bersih,
keadaan lidah merah, tidak ada kelainan, kemampuan bicara baik.
e. Telinga : simetris, tampak bersih .
3) Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, ada pembengkakan vena jugularis
5+2 cmH2O, nadi karotis teraba
4) Tengkuk
Tidak ada kaku kuduk
5) Dada
a. Paru- Paru
a) Inspeksi

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada bekas jahitan.
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, vokal fermitus kanan kiri sama.
c) Perkusi
Sonor
d) Auskultasi
Terdengar suara vesikuler.
b. Jantung
a) Inspeksi
dada simetris, tidak ada massa abnormal
b) Palpasi
tidak ada nyeri tekan
c) Perkusi
pekak
d) Auskultasi
Suara murmur S1 S2 (+)
6) Payudara
-

7) Punggung
Bentuk tulang punggung normal tidak ada kelaianan bentuk tulang punggung,
tidak terdapat lesi.

8) Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada bekas jahitan.
b) Auskultasi
Bising usus 18 x/menit.
c) Perkusi
Terdengar suara timpani.
d) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa abnormal

9) Anus dan Rectum


Tidak terkaji

10) Genetalia
Jenis kelamin laki laki , terpasang kateter urin.

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


11) Ekstremitas
a) Atas
Terpasang IV line Hari ke 1 dengan dobutamin titrasi 5mcg/kgBB pada
tangan kiri.

b) Bawah
Tidak adanya krepitasi dan fraktur, tidak tampak adanya edema.
Kekuatan otot : Keterangan :
5 = normal
4 = mampu melakukan gerakan
normal tetapi tidak mampu
melawan tahanan maksimal
pemeriksa
3 = mampu melakukan gerakan
mengangkat dua sendi atau lebih,
tidak bisa melawan tahanan
sedang
2 = mampu melakukan gerakan dua
sendi atau lebih, tidak bisa
melawan tahanan minimal.
1 = hanya bisa menggerakan ujung
jari
0 = tidak bisa menggerakan sama
sekali
Tangan Tangan
kanan kiri
5 5
Kaki Kaki kiri
kanan 5
5

Pengkajian VIP score (Visual Infusion Phlebithis) Skor visual


flebitis pada luka tusukan infus :

Tanda yang ditemukan Skor Rencana Tindakan


Tempat suntikan tampak sehat 0 Tidak ada tanda flebitis
- Observasi kanula
Salah satu dari berikut jelas: 1 Mungkin tanda dini flebitis
 Nyeri tempat suntikan - Observasi kanula
 Eritema tempat suntikan
Dua dari berikut jelas : 2 Stadium dini flebitis
 Nyeri sepanjang kanula - Ganti tempat kanula
 Eritema
 Pembengkakan

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


Semua dari berikut jelas : 3 Stadium moderat flebitis
 Nyeri sepanjang kanula  Ganti kanula
 Eritema  Pikirkan terapi
 Indurasi
Semua dari berikut jelas : 4 Stadium lanjut atau awal
tromboflebitis
Nyeri sepanjang kanula
Eritema  Ganti kanula
Indurasi  Pikirkan terapi
Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas : 5 Stadium lanjut tromboflebitis
 Nyeri sepanjang kanula  Ganti kanula
 Eritema  Lakukan terapi
 Indurasi
 Venous cord teraba
 Demam

*)Lingkari pada skor yang sesuai tanda yang muncul

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


Pengkajian risiko jatuh (Morse)

NO PENGKAJIAN SKALA Skoring Skoring Skoring


1 2 3
11/02/20 12/02/20 13/02/20
21 21 21
1. Riwayat jatuh: apakah Klien pernah Tidak 0 0 0 0
jatuh Ya 25
dalam 3 bulan terakhir?
2. Diagnosa sekunder: apakah Klien Tidak 0 15 15 15
memiliki Ya 15
lebih dari satu penyakit?
3. Alat Bantu jalan: 0 0 0
- Bed rest/ dibantu perawat 0
- Kruk/ tongkat/ walker 15
- Berpegangan pada benda-benda di 30
sekitar
4. Terapi Intravena: apakah saat ini Klien Tidak 0 20 20 20
terpasang infus? Ya 20

5. Gaya berjalan/ cara berpindah: 10 10 10


- Normal/ bed rest/ immobile (tidak 0
dapat bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ 20
diseret)
6. Status Mental 0 0 0
- Klien menyadari kondisi dirinya 0
- Klien mengalami keterbatasan daya 15
ingat
Total Nilai 45 45 45

Paraf & Nama Petugas yang Menilai

Keterangan :
Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan

Tidak berisiko 0 – 24 Perawatan dasar

Risiko rendah 25 – 44 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar

Risiko tinggi ≥ 45 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Patologi Klinik
Tabel 3.4 Pemeriksaan laboratorium Tn H di Ruang Wisnumurti
di Rumah Sakit RSUP dr Sardjito Yogyakarta Tanggal 10/02/2021

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI


RUJUKAN
Hematologi
Eritrosit 4,29 10^3/uL 4.60-6.00
Hemoglobin 10.5 g/dL 13.0 – 18.0
Hematokrit 31.3 % 40.0-54.0
Trombosit 633 10^3/uL 150 – 450
Hemostatis
APTT 39.1 Detik 31,4 – 40.8
PPT 15.0 14.0-15.8
INR 1,27 0.90-1.10
Hitung Jenis
Kimia Klinik
Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu 98 mg/dl 70-200
Fungsi Ginjal
BUN 28.20 mg/dl 6.00-20.00
Creatinin Darah 1,65 mg/dl 0.70-1.20

(Sumber Data Sekunder : RM Klien )

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


Tabel 3.5 Hasil Pemeriksaan EKG
Klien Tn B di Ruang Wisnumurti RSUP dr Sardjito Tanggal 10/02/2020

(Sumber Data Sekunder : RM Klien)

6. Terapi
Tabel 3.6 Pemberian Terapi Klien Tn H di Ruang Wisnumurti RSUP dr Sardjito

Terapi 11/02/2021 12/02/2021 13/02/2021


Titrasi Dobutamin 5 mcg/kgBB Dobutamin 3mcg/kgBB Dobutamin (standby off)
Injeksi Furosemid 20mg/12 jam Furosemid 20mg/12 jam Furosemid 20mg/12 jam
Oral Captopril 25mg/8 jam Ramipril 2x5mg Ramipril 2x5mg
- Paracetamol 500mg Paracetamol 500mg
(ekstra) (ekstra)
Miniaspi 80mg/24 jam Miniaspi 80mg/24 jam Miniaspi 80mg/24 jam
Clopidogrel 75mg/24 jam Clopidogrel 75mg/24 Clopidogrel 75mg/24 jam
jam
Propiltiurasil Propiltiurasil Propiltiurasil 50mg/12jam
50mg/12jam 50mg/12jam
ISDN 5 mg (KP) ISDN 5 mg (KP) ISDN 5 mg (KP)
Allupurinol 100mg/24jam Allupurinol Allupurinol 100mg/24jam
100mg/24jam
POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021
Digoxin 0,125/24 jam Digoxin 0,125/24 jam Digoxin 0,125/24 jam
(pagi) (pagi) (pagi)
Vbloc 125mg/24 jam Vbloc 125mg/24 jam Vbloc 125mg/24 jam
(sore) (sore) (sore)

(Sumber Data Sekunder : RM Klien)

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


ANALISA DATA
Tabel 3.7 Analisa Data
Klien Tn.B di Ruang Wisnumurti PJT RSUP dr Sardjito Tanggal 11/02/2021

No Tanggal/jam Data fokus Etiologi Masalah


keperawatan
1 11/02/2021 DS : Perubahan Penurunan
10.30 - Klien mengeluh masih lemas kontraktilitas curah jantung
- klien mengatakan merasa lemas dan jantung (SDKI
sesak apabila melakukan aktivitas berat D.0008)
- klien mengatakan mengalami sesak
saat tidur
DO :
- TD: 70/58 mmHg
- Nadi teraba lemah
- Urin output 115 (<0.5-1cc/kgBB)
- Suara murmur S1 S2 (+)

2 11/02/2021 DS : Ketidak- Intoleransi


10.30 - Klien mengatakan masih seimbangan aktivitas
merasa lemas antara suplai (SDKI
- Klien mengatakan merasa lelah dan D.0056)
dan sesak apabila melakukan kebutuhan
aktivitas berat oksigen
DO : (Kondisi
- Klien tampak lemas CHF)
- Klien mobilisasi duduk di
tempat tidur
- Tekanan darah : 70/58 mmHg
3 11/02/2021 DO : Efek prosedur Risiko Infeksi
10.00 - Klien terpasang IV line Hari ke invasif ( SDKI
1 pada tangan kiri dengan D.0142)
dobutamin 5mcg/KgBB

4. 11/02/2021 DS: Hipotensi Risiko jatuh


10.00 - Klien mengeluh lemas (SDKI
DO : D.0143)
- Pengkajian risiko jatuh skala
morse nilai 45 (Risiko Jatuh
Tinggi)
- Terpasang IV line
- Klien memiliki lebih dari 1
diagnosa medis
- TD: 70/58 mmHg

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASAR PRIORITAS

1. Penurunan Curah Jantung b.d perubahan kontraktilitas jantung ditandai dengan: Klien mengeluh masih
lemas, klien mengatakan merasa lemas dan sesak apabila melakukan aktivitas berat, klien mengatakan
mengalami sesak saat tidur, TD: 70/58 mmHg, Nadi teraba lemah, Urin output 115 (<0.5-1cc/kgBB),
Suara murmur S1 S2 (+)

2. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen (kondisi
CHF) ditandai dengan: Klien mengatakan masih merasa lemas, Klien mengatakan merasa lelah dan
sesak apabila melakukan aktivitas berat, Klien tampak lemas, Klien mobilisasi duduk di tempat tidur,
Tekanan darah : 70/58 mmHg

3. Risiko Infeksi b.d Efek Prosedur Invasif

4. Risiko Jatuh b.d Hipotensi

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Nama Klien : Tn B Ruang: Wisnumurti


Hari/ No DIAGNOSA PERENCANAAN
Tgl/ Jam Dx KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN TTD
Kamis 1. Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Jantung (I.02075) GALUH
11/02/2021 jantung b.d selama 3 x 24 jam, curah jantung Observasi : AYU
11.00 perubahan meningkat (L.02008) meningkat dengan - Identifikasi tanda dan gejala penurunan
kontraktilitas kriteria hasil: curah jantung (dispneu, kelelahan, edema,
1. Dispneu menurun (5) ortopnea)
2. Oliguria cukup menurun (4) - Monitor tekanan darah
3. Tekanan darah cukup membaik - Monitor intake dan output cairan
(4) - Monitor saturasi oksigen
Terapeutik :
- Posisikan pasien semifowler/fowler
- Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi >94%
Edukasi :
- Anjurkan beraktivitas sesuai toleransi
- Anjurkan aktvitas fisik secara bertahap
- Ajarkan pasien menghitung intake dan
output cairan
Kolaborasi :
- Kelola pemberian antiaritmia (digoxin tab
0.125/ 24 jam)
Kamis 2. Intoleransi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Energi (I.05178) GALUH
11/02/2021 Aktifitas selama 3 x 24 jam diharapkan toleransi Observasi : AYU
11.00 berhubungan aktivitas (L.05047) meningkat dengan - Identifikasi penggunaan energi penyebab
dengan hipotensi kriteria hasil: kelelahan
1. Keluhan lelah cukup menurun (4) - Monitor pola dan jam tidur
2. Frekuensi nadi menurun (5) Terapeutik :
POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021
3. Dispneu setelah aktivitas cukup - Sediakan lingkungan yang nyaman dan
menurun (4) rendah stimulus
Edukasi :
- Anjurkan melakukan aktifitas secara
bertahap
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi tengtang cara
meningkatkan pola asupan makanan
Kamis 3. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan infeksi (I.14539)
11/02/2021 efek prosedur selama 3 x 24 jam, tingkat infeksi Observasi : GALUH
11.00 invasif menurun (L.14137) dengan kriteria - Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik AYU
hasil: Terapeutik :
1. Demam cukup menurun (4) - Batasi jumlah pengunjung
2. Kemerahan cukup menurun (4) - Pertahankan teknik aseptik
3. Bengkak cukup menurun (4) Edukasi :
- Jelaskan tanda gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan
Kamis 4. Risiko jatuh b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan jatuh (I.14540) GALUH
11/02/2021 hipotensi selama 3 x 24 jam tingkat jatuh menurun Observasi : AYU
11.00 (L.14138) dengan kriteria hasil: - Identifikasi faktor risiko jatuh
1. Jatuh dari tempat tidur menurun - Identifikasi risiko jatuh setiap shift
(5) Terapeutik :
2. Jatuh saat duduk menurun (5) - Pasang handrail pada tempat tidur
- Atur tempat tidur pada posisi terendah
- Dekatkan bel pemanggil dekat dengan
pasien
Edukasi :
- Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


D. PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Klien: Tn B Ruang: Wisnumurti


Hari
KODE
/ PELAKSANAAN EVALUASI/RESPON TTD
Tgl/ DX
Jam
Kamis DX - Melakukan identifikasi gejala penurunan DS : GALUH
11/02/ 1 curah jantung - Klien mengatakan sesak berkurang AYU
2021 - Mengelola pemberian terapi oksigen - Klien mengatakan masih merasa lemas
08:00 DO :
- Klien tampak lemah
- Klien terpasang oksigen nasal kanul 2
lpm
Mengelola terapi digoxin tab 0.125/24 jam DS: GALUH
09.00 Klien mngatakan tidak ada rasa berdebar AYU
DO:
Terapi digoxin masuk 0.125mg/24 jam

- Memonitor tekanan darah dan saturasi DS:


11.00 oksigen - Klien mengatakan nyaman dengan posisi GALUH
- Megatur posisi pasien semi fowler semifowler AYU
DO :
- TD: 70/58 mmHg
- SpO2: 98%
- Posisi klien semifowler
Memonitor Balance Cairan
13.30 DO : GALUH
I: 562 cc AYU
08:30 O: 115 cc
1. Melakukan kolaborasi pemberian analgetik BC:
DS: -+112 RIZKA
Paracetamol 500 mg. DO:- Warna urin kuning pekat AMELIA
POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021
- obat masuk via oral : DAN
Metil Prednisolon GALUH
- tidak ada tanda- tanda alergi AYU
GALUH
08.30 DX 2 Menganjurkan pasien melakukan mobilisasi DS : AYU
bertahap Klien mengatakan menegrti dan akan latihan
bergerak sedikit demi sedikit
DO :
Klien dapat mobilisasi duduk di tempat tidur

-
09.00 DX 3 - Memonitor tanda gejala infeksi lokal dan DS: GALUH
sistemik - Klien mengatakan mengerti tanda gejala
- Menjelaskan tanda gejala infeksi lokal dan infeksi
sistemik - klien mengatakan luka tusukan infus tidak
terasa nyeri
DO:
- Tusukan infus Hari ke 1 idak ada kemerahan
dan edema pada luka tusukan infus
- Terpasang DC Hari ke 4
- Suhu 36,6 derajat celcius
09.30 DX - Memasang handrail pada tempat tidur DO: GALUH
4 - Mengatur tempat tidur klien pada posisi - Handrail terpasang dengan benar
terendah - tempat tidur diatur pada posisi terendah

10.00 - Mengidentifikasi risiko jatuh DO: Skala morse 45 (Risiko tinggi)

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


Jumat,
12/02/ DX 1
2021
08.30 - Mengelola terapi digoxin tab 0.125/24 jam DS: Klien mengatakan tidak merasa berdebar GALUH
dan sesak nafas

11.00 - Mengidentifikasi tanda dan gejala DS: GALUH


penurunan curah jantung - Klien mengatakan sesak berkurang
- Memonitor tekanan darah - Klien masih merasa lemah
- Memonitor saturasi DO
- Tekanan darah 80/53 mmHg
- Saturasi 98%

13.30 - Memonitor balance cairan DO: GALUH


I:1363 cc
O: 1300 cc
BC: +63
- Warna urin kuning jernih

08.30 DX 2 - Menganjurkan klien melakukan mobilisasi DS: klien mengatakan masih lemas GALUH
bertahap DO: klien mobilisasi duduk di tempat tidur

09.00 DX 3 - Memonitor tanda gejala infeksi DS: Klien mengatakan tidak ada rasa nyeri pada GALUH
area tusukan IV line
DO:
- Tidak ada kemerahan dala area tusukan
- Terdapat edema pada area tusukan
- Suhu tubuh 36.2 drajat celcius
- Terpasang IV line hari ke 2
- Terpasang DC hari ke 5

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


13.00 DX 4 - Mengidentifikasi risiko jatuh DS: klien mengatakan mobilisasi di tempat tidur
- Memasang handrail DO:
- skala morse 45 (Risiko tinggi)
- Handrail terpasang
Sabtu DX 1 - mengidentifikasi gejala penurunan curah DS: GALUH
13/02/ jantung - Klien mengatakan tidak ada rasa
2021 - mengelola pemberian antiaritmia berdebar setelah meminum obat
08.30 - mengelola pemberian terapi oksigen - Klien mengatakan sesak berkurang
DO:
- Obat digoxin 0,125/24 jam masuk
- Klien terpasang nasal kanul 2 lpm

11.00 - memonitor tekanan darah DO: GALUH


- memonitor saturasi - TD: 91/56 mmHg
- SpO2: 96%

13.30 - memonitor balance cairan DO: GALUH


I: 1050cc
O: 1600cc
BC: -550

11.00 DX 3 - Memonitor tanda gejala infeksi DS: Klien mengatakan badan terasa gemreges GALUH
- Mempertahankan teknik aseptik DO:
- terdapat edema pada area tusukan
- tidak terdapat kemerahan pada area tusukan
- Suhu tubuh: 37,3 derajat celcius (masuk ekstra
paracetamol oral 500 mg jam 06.00)
- terpasang IV line hari ke 3
- terpasangn DC hari ke 6

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


09.00 DX 4 DO: Risiko jatuh skala morse 45 (Risiko GALUH
- Menilai risiko jatuh Tinggi)

POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021


E. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien: Tn.B Ruang: Wisnumurti
HR/
EVALUASI
TGL/ PELAKSANAAN (S O A P) TTD
JAM/
SHIF
Kamis Manajemen Nyeri S: GALUH
11/02/20 - Melakukan identifikasi gejala penurunan curah - Klien mengatakan sesak berkurang AYU
21 jantung - Klien mengatakan masih merasa lemas
13.00 - Mengelola pemberian terapi oksigen - Klien mngatakan tidak ada rasa berdebar
(Pagi) - Mengelola terapi digoxin tab 0.125/24 jam - Klien mengatakan nyaman dengan posisi
- Memonitor tekanan darah dan saturasi oksigen semifowler
- Megatur posisi pasien semi fowler - Klien mengatakan mengerti dan akan latihan
- Memonitor Balance Cairan bergerak sedikit demi sedikit
Intoleransi Aktifitas - Klien mengatakan mengerti tanda gejala infeksi
Menganjurkan pasien melakukan mobilisasi bertahap - Klien mengatakan luka tusukan infus tidak terasa
Risiko Infeksi nyeri
- Memonitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik O:
- Menjelaskan tanda gejala infeksi lokal dan sistemik - Klien tampak lemah
Risiko jatuh - Klien terpasang oksigen nasal kanul 2 lpm
- Memasang handrail pada tempat tidur - Terapi digoxin masuk 0.125mg/24 jam
- Mengatur tempat tidur klien pada posisi terendah - TD: 70/58 mmHg
- Mengidentifikasi risiko jatuh - SpO2: 98%
- Posisi klien semifowler
I: 562 cc
O: 115 cc
BC: +112
- Warna urin kuning pekat
- Klien dapat mobilisasi duduk di tempat tidur
- Tusukan infus Hari ke 1 tidak ada kemerahan dan
edema pada area tusukan infus
- Terpasang DC Hari ke 4
- Suhu 36,6 derajat celcius
- Skala morse 45 (Risiko tinggi)

A:
- Penurunan curah jantung teratasi sebagian
- Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
- Risiko infeksi teratasi sebagian
- Risiko jatuh teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Perawatan jantung
- Identifikasi tanda dan gejala penurunan curah
jantung (dispneu, kelelahan, edema, ortopnea)
- Monitor tekanan darah
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
>94%
- Kelola pemberian antiaritmia (digoxin tab 0.125/
24 jam)
Manajemen energy
- Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Pencegahan Infeksi
- Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik
- Batasi jumlah pengunjung
- Pertahankan teknik aseptik
Pencegahan jatuh
- Identifikasi faktor risiko jatuh
- Identifikasi risiko jatuh setiap shift
- Pasang handrail pada tempat tidur
- Atur tempat tidur pada posisi terendah
- Dekatkan bel pemanggil dekat dengan
-
Jumat Perawatan Jantung DS GALUH
12/02/ - Mengelola terapi digoxin tab 0.125/24 jam DS: Klien mengatakan tidak merasa berdebar dan sesak AYU
2021 - Mengidentifikasi tanda dan gejala penurunan curah nafas
13.00 jantung
(Shift - Memonitor tekanan darah DS:
Pagi) - Memonitor saturasi - Klien mengatakan sesak berkurang
- Memonitor balance cairan - Klien masih merasa lemah
Intoleransi aktivitas - klien mengatakan masih lemas
- Menganjurkan klien melakukan mobilisasi bertahap - Klien mengatakan tidak ada rasa nyeri pada area
Pencegahan infeksi tusukan IV line
- Memonitor tanda dan gejala infeksi - klien mengatakan mobilisasi di tempat tidur
- Mempertahankan teknik aseptic DO
Pencegahan jatuh - Tekanan darah 80/53 mmHg
- Mengidentifikasi risiko jatuh - Saturasi 98%
- Memasang handrail I:1363 cc
O: 1300 cc
BC: +63
- Warna urin kuning jernih
- klien mobilisasi duduk di tempat tidur
- Tidak ada kemerahan dala area tusukan
- Terdapat edema pada area tusukan
- Suhu tubuh 36.2 drajat celcius
- Terpasang IV line hari ke 2
- Terpasang DC hari ke 5
- skala morse 45 (Risiko tinggi)
- Handrail terpasang
A:
- Penurunan curah jantung teratasi sebagian
- Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
- Risiko infeksi teratasi sebagian
- Risiko jatuh teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Perawatan jantung
- Identifikasi tanda dan gejala penurunan curah
jantung (dispneu, kelelahan, edema, ortopnea)
- Monitor tekanan darah
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
>94%
- Kelola pemberian antiaritmia (digoxin tab 0.125/
24 jam)
Manajemen energy
- Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Pencegahan Infeksi
- Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik
- Batasi jumlah pengunjung
- Pertahankan teknik aseptik
Pencegahan jatuh
- Identifikasi faktor risiko jatuh
- Identifikasi risiko jatuh setiap shift
- Pasang handrail pada tempat tidur
- Atur tempat tidur pada posisi terendah
- Dekatkan bel pemanggil dekat dengan

Sabtu Perawatan jantung S: GALUH


13/02/20 - mengidentifikasi gejala penurunan curah jantung DS: AYU
21 - mengelola pemberian antiaritmia - Klien mengatakan tidak ada rasa berdebar setelah
13.00 - mengelola pemberian terapi oksigen meminum obat
(shift - memonitor tekanan darah - Klien mengatakan sesak berkurang
pagi) - memonitor saturasi - Klien mengatakan badan terasa gemreges
- memonitor balance cairan Perawatan jantung DO:
Pencegahan Infeksi - Obat digoxin 0,125/24 jam masuk
- Memonitor tanda gejala infeksi - Klien terpasang nasal kanul 2 lpm
- Mempertahankan teknik aseptic - TD: 91/56 mmHg
- SpO2: 96%
Pencegahan jatuh I: 1050cc
- Mengidentifikasi risiko jatuh O: 1600cc
- BC: -550
- terdapat edema pada area tusukan
- tidak terdapat kemerahan pada area tusukan
- Suhu tubuh: 37,3 derajat celcius (masuk ekstra
paracetamol oral 500 mg jam 06.00)
- terpasang IV line hari ke 3
- terpasang DC hari ke 6
- Risiko jatuh skala morse 45 (Risiko Tinggi)
A:
- Penurunan curah jantung teratasi sebagian
- Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
- Risiko infeksi teratasi sebagian
- Risiko jatuh teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Perawatan jantung
- Identifikasi tanda dan gejala penurunan curah
jantung (dispneu, kelelahan, edema, ortopnea)
- Monitor tekanan darah
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
>94%
- Kelola pemberian antiaritmia (digoxin tab 0.125/
24 jam)
Manajemen energy
- Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Pencegahan Infeksi
- Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik
- Batasi jumlah pengunjung
- Pertahankan teknik aseptic
- Ganti tusukan infus baru
- Lepas DC seteah Bladder training (minimal 3x
terasa kencing)
Pencegahan jatuh
- Identifikasi faktor risiko jatuh
- Identifikasi risiko jatuh setiap shift
- Pasang handrail pada tempat tidur
- Atur tempat tidur pada posisi terendah
- Dekatkan bel pemanggil dekat dengan
BUKU PANDUAN MK KEPERAWATAN DASAR PROFESI NERS
POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan Asuhan Keperawatan


Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam, dapat disimpulkan bahwa:
1. Diagnosa penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas jantung teratasi sebagian
2. Diangnosa intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
teratasi sebagian
3. Diagnosa risiko infeksi b.d efek prosedur invasive teratasi sebagian
4. Diagnosa risiko jatuh b.d hipotensi teratasi sebagian

B. Pembahasan
Asuhan keperawatan pada Tn.B dengan CHF dilakukan dalam waktu 3x24 jam di
bangsal Wisnumurti RSUP Dr. Sardjito. Berdasarkan WOC yang terlampir, disebutkan bahwa
diagnosa ketidakefektifan pola nafas akan muncul dikarenakan penurunan injeksi dari ventrikel
kiri yang akan menyebabkan tekanan pada vena pulmonalis yang akan menimbulkan gejala
sesak nafas. Namun pada asuhan keperawatan ini penulis tidak memunculkan diagnosa ketidak
efektifan pola nafas dikarenakan dari hasil wawancara dan pemeriksaan fisik yang tidak
menunjang penegakan diagnosa. Perlu diketahui sebelumnya, Pasien masuk dengan keluhan
sesak nafas, sekalipun saat tidur Tn.B merupakan pasien yang pernah mendapatkan perawatan
di bangsal Dahlia dan memiliki obar rutin yang dikonsumsi dirumah. Berdasarkan hasil
wawancara dan progres perawatan yang tercatat di CPPT dalam RM keluhan dyspnea pada
Tn.B telah teratasi, RR dalam batas normal.
Diagnosa penurunan curah jantung diangkat melihat dari tekanan darah Tn.B yang
menurun drastis dengan rata-rata MAP kurang dari 60 bahkan dengan titrasi dobutamin yang
semakin hari diturunkan. Diagnosa penurunan curah jantung belum teratasi dengan kondisi
pasien dan riwayat CHF kronis serta waktu perawatan yang terbatas. Selain itu diagnosa
intoleransi aktivitas diangkat dengan melihat kondisi pasien yang lemah serta pertimbangan
untuk mengurangi aktivitas berat guna meringankan beban kerja jantung. Selain itu diagnosa
risiko infeksi diangkat berhubungan dengan pemasangan infus dengan titrasi dobutamin
teratasi sebagian dikarenakan pada hari perawatan terakhir pasien mengalami edema pada area
tusukan infus dan hipertemia.
NurseLine Journal
Vol. 2 No. 2 Nopember 2017 p-ISSN 2540-7937 e-ISSN 2541-464X

DEEP BREATHING EXERCISE DAN ACTIVE RANGE OF MOTION EFEKTIF


MENURUNKAN DYSPNEA PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE

(DEEP BREATHING EXERCISE AND ACTIVE RANGE OF MOTION EFFECTIVELY RE-


DUCE DYSPNEA IN CONGESTIVE HEART FAILURE PATIENTS)

Novita Nirmalasari1*
1
Prodi Ners STIKes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
2
Prodi Magister Keperawatan Poltekes Kemenkes Semarang
3
Prodi Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang
*e-mail: novitanirmalasari@gmail.com

ABSTRAK

Kata kunci: Dsypnea merupakan manifestasi klinis congestive heart failure (CHF) akibat kurangnya
active range of suplai oksigen karena penimbunan cairan di alveoli. Merupakan faktor penting yang
motion memengaruhi kualitas hidup pasien. Penimbunan tersebut membuat jantung tidak mampu
congestive heart memompa darah dengan maksimal. Dampak perubahan terjadi peningkatan sensasi dys-
failure pnea pada otot respiratori. Penatalaksanaan non farmakologi berupa tindakan bertujuan
deep breathing ex- menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan
ercise mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung. Penelitian bertujuan mengetahui
dyspnea pengaruh deep breathing exercise dan active range of motion terhadap dyspnea pada
pasien CHF. Penelitian menggunakan desain quasi experimental pre-post test dengan
kelompok kontrol melibatkan 32 responden dengan teknik stratified random sampling.
Alat ukur penelitian menggunakan modified Borg scale. Intervensi dengan memberikan
deep breathing exercise sebanyak 30 kali dilanjut dengan active range of motion masing-
masing gerakan 5 kali. Intervensi sebanyak 3 kali sehari selama 3 hari. Waktu penelitian
bulan April-Juni 2017 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU
Muhammadiyah Gamping. Analisis data menggunakan paired t-test menunjukkan p<0,001
pada kelompok intervensi dan p=0,001 pada kelompok kontrol. Analisis dengan Mann
Withney menunjukkan hasil intervensi deep breathing exercise dan active range of
motion lebih efektif daripada intervensi standar rumah sakit atau semi fowler dalam
menurunkan dyspnea (p=0,004, alfa=0,05). Peneliti merekomendasikan penerapan deep
breathing exercise dan active range of motion sebagai bentuk pilihan intervensi dalam
fase inpatient untuk mengurangi dyspnea pada pasien CHF.

ABSTRACT

Keywords: Dyspnea is a clinical manifestation of congestive heart failure (CHF) due to lack of
active range of oxygen supply because of accumulation of fluid in the alveoli. This is an important
motion factor that affects the quality of life of patients. The accumulation makes the heart
congestive heart unable to pump up to the maximum. The effect in respiratory muscle increases the
failure sensation of dyspnea. Non-pharmacological management is measures aimed to
deep breathing ex- maintain physical stability, avoid behaviors that can aggravate the condition, and
ercise detect early symptoms of worsening heart failure. The purpose of this study was to
dyspnea evaluate the influence of deep breathing exercise and active range of motion on
160 NurseLine Journal Vol. 2 No. 2 Nopember 2017: 159-165

dyspnea in CHF patients. This study was quasi-experiment with pretest-posttest with
control group design that involved 32 respondents by stratified random sampling.
modified Borg scale was used as data collecting tool. The intervention of deep
breathing exercise was conducted thirty times, and active range of motion was per-
formed five times for each movement. The intervention was done three times a day
for 3 days. This study was carried out from April to June 2017 in PKU
Muhammadiyah Hospital Yogyakarta and PKU Muhammadiyah Gamping Hospital
Yogyakarta. Paired t-test showed p<0.001 in the intervention group and p=0.001
in the control group. Mann Whitney test showed that intervention of deep breathing
exercise and active range of motion is more effective than hospital standard inter-
vention in decreasing dyspnea (p=0.004; alfa=0.05). This study recommends the
application of deep breathing exercise and active range of motion as a method to
reduce dyspnea in patients with CHF.

PENDAHULUAN berfungsi dengan maksimal dalam memompa darah.


Dampak lain yang muncul adalah perubahan yang
Penyakit jantung dan pembuluh darah terjadi pada otot-otot respiratori. Hal-hal tersebut
merupakan salah satu masalah kesehatan utama di mengakibatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh
negara maju maupun berkembang. Penyakit ini terganggu sehingga terjadi dyspnea (Johnson, 2008;
menjadi penyebab nomor satu kematian di dunia Wendy, 2010).
dengan diperkirakan akan terus meningkat hingga Dyspnea pada pasien CHF juga dipengaruhi
mencapai 23,3 juta pada tahun 2030 (Yancy, 2013; oleh aktivitas pasien sehingga New York Heart
Depkes, 2014). Masalah tersebut juga menjadi Assosiation (NYHA) membagi CHF menjadi 4
masalah kesehatan yang progresif dengan angka kategori berdasarkan tanda dan gejala dari aktivitas
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di Indonesia yang dilakukan (Johnson, 2010; Wendy; 2010). Pasien
(Perhimpunan Dokter Kardiovaskuler, 2015). Hasil dengan NYHA IV akan terengah-engah setiap hari
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI bahkan saat aktivitas ringan atau saat beristirahat.
Tahun 2013, prevalensi penyakit gagal jantung di In- Hal ini karena dyspnea berpengaruh pada penurunan
donesia mencapai 0,13% dan yang terdiagnosis dokter oksigenasi jaringan dan produksi energi sehingga
sebesar 0,3% dari total penduduk berusia 18 tahun kemampuan aktifitas pasien sehari-hari juga akan
ke atas. Prevalensi gagal jantung tertinggi berdasarkan menurun yang dapat menurunkan kualitas hidup
diagnosis dokter berada di Provinsi Daerah Istimewa pasien (Sepdianto, 2013). Penelitian yang berbentuk
Yogyakarta yaitu sebesar 0,25% (Depkes, RI 2014; systematic review dan meta analisis mengungkapkan
PERKI, 2015). Prevelensinya yang terus meningkat rehabilitasi gagal jantung dilakukan pada gagal jantung
akan memberikan masalah penyakit, kecacatan dan dengan resiko rendah dan sedang (NYHA II dan III)
masalah sosial ekonomi bagi keluarga penderita, (Sagar, 2015).
masyarakat, dan Negara (Depkes RI, 2014, Ziaeian, Perawat sebagai pemberi asuhan
2016). Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit PKU keperawatan melalui tindakan mandiri dan kolaboratif
Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan data jumlah memfasilitasi pasien untuk menyelesaikan masalah.
penderita congestive heart failure (CHF) yang dirawat Diagnosa keperawatan klien yang muncul pada pasien
pada tahun 2015 dan 2016 tanpa penyakit penyerta dengan dyspnea yaitu perubahan pola nafas dapat
selain penyakit pernafasan sebanyak 328 pasien diberikan intervensi seperti pemberian posisi semi-
(Rekam Medis PKU Yogya, 2017). fowler dan kolaborasi dengan dokter dalam
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien pemberian oksigen (NANDA, 2014; NIC, 2015).
CHF antara lain dyspnea, fatigue dan gelisah. Dysp- Pelaksanaan di rumah sakit PKU Muhammadiyah
nea merupakan gejala yang paling sering dirasakan Yogyakarta dan PKU Muhammadiyah Gamping
oleh penderita CHF. Hasil wawancara dengan 8 or- Yogyakarta belum sepenuhnya melakukan intervensi
ang pasien di rumah sakit menyatakan bahwa 80% secara mandiri pada rehabilitasi jantung. Standar
pasien menyatakan bahwa dyspnea mengganggu Operasional Prosedur yang dimiliki rumah sakit
mereka seperti aktivitas sehari-hari menjadi bersifat umum. Hasil wawancara dengan rehabilitasi
terganggu. CHF mengakibatkan kegagalan fungsi medik didapatkan data bahwa program rehabilitasi
pulmonal sehingga terjadi penimbunan cairan di al- jantung pada pasien meliputi 3 sesi meliputi
veoli. Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat pemanasan, fase latihan, dan pendinginan
Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of Motion 161

menggunakan ergocycle. METODE


Penatalaksanaan farmakologi yang dilakukan
seperti pemberian glikosida jantung, terapi diuretik, Penelitian ini menggunakan desain quasy ex-
dan terapi vasodilator. Penatalaksanaan non periment dengan rancangan pretest-posttest control
farmakologi yang dapat dilakukan yaitu edukasi, ex- group design di RS PKU Muhammadiyah
ercise dan peningkatan kapasitas fungsional. Salah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping
satu penyelesaian masalah dyspnea yang dapat Yogyakarta. Teknik pemilihan responden adalah
dilakukan dengan pemberian oksigenasi untuk dengan metode stratified random sampling dengan
menurunkan laju pernafasan. Pemberian posisi dan klasifikasi grade CHF NYHA II dan III. Randomisasi
breathing exercise dapat dilakukan untuk mengurangi pada kedua stratifikasi tersebut didapatkan dengan
usaha serta meningkatkan fungsi otot pernafasan. membagi jumlah sampel dengan jumlah stratifikasi
Latihan fisik yang dapat ditoleransi juga menjadi berdasarkan NYHA sehingga masing-masing
penatalaksanaan dalam meningkatkan perfusi jaringan klasifikais NYHA mendapatkan proporsi responden
dan memperlancar sirkulasi (Smeltzer, 2008; Sani, yang hampir sama. Randomisasi alokasi sebagai
2007). kelompok kontrol dan intervensi menggunakan kertas
AHA merekomendasikan latihan fisik dengan cara mengambil kertas yang bertuliskan
dilakukan pada pasien dengan CHF yang sudah stabil. kelompok kontrol atau intervensi. Responden diambil
Latihan fisik dilakukan 20-30 menit dengan frekuensi dengan kriteria inklusi yakni pasien dengan status
3-5 kali setiap minggu. Sebelum memulai latihan fisik, hemodinamik stabil, pasien CHF NYHA II dan III,
pasien dengan CHF memerlukan penilaian yang pasien yang tidak mengalami kelemahan pada kedua
komprehensif untuk stratifikasi risiko dan dianjurkan ekstremitas, pasien berusia 18 tahun, dan pasien yang
untuk beristirahat jika kelelahan. Latihan ini mendapatkan terapi farmakologi yang sama. Kriteria
merupakan salah satu latihan yang berada di rumah eksklusi adalah pasien yang disertai penyakit neuro-
sakit (inpatient) yang dapat dilakukan oleh pasien musculo-skeletal, sistemik berat, gangguan mental dan
dengan NYHA II dan III. Manajemen aktivitas komunikasi dan penyakit pernafasan. Total responden
bertahap pada pasien tersebut merupakan kegiatan berjumlah 32 orang yang dibagi menjadi kelompok
fisik yang ringan dan teratur sehingga kondisi sirkulasi kontrol dan intervensi. Kelompok kontrol hanya
darah perifer dan perfusi jaringan dapat diperbaiki mendapatkan intervensi standar rumah sakit
(Pina, 2003; Adsett, 2010). sedangkan kelompok intervensi mendapatkan
Breathing exercise merupakan latihan untuk intervensi standar rumah sakit dan intervensi deep
meningkatkan pernafasan dan kinerja fungsional breathing exercise dan active range of motion.
(Cahalin, 20145). Salah satu breathing exercise yang Karakteristik responden didapatkan dari data
dapat dilakukan adalah deep breathing exercise yaitu rekam medis dan wawancara kepada pasien. Setelah
aktivitas keperawatan yang berfungsi meningkatkan responden menandatangani informed concent,
kemampuan otot-otot pernafasan untuk meningkatkan peneliti melakukan pengukuran dyspnea sebelum
compliance paru dalam meningkatkan fungsi ventilasi intervensi dengan menggunakan modified Borg scale
dan memperbaiki oksigenasi (Smelzer, 2008; Price, yang merupakan pengembangan dari Borg scale.
2006). Penelitian tentang breathing exercise pada Nilai dyspnea antara 0 sampai 10 dengan skor
pasien gagal jantung yang dilakukan oleh Sepdianto terendah adalah 0 berarti pasien tidak ada kesulitan
(2013) dilakukan selama 15 menit sebanyak 3 kali bernafas dan skor tertinggi adalah 10 yang berarti
sehari dalam waktu 14 hari. Hasil dari penelitian ini pasien kesulitan bernafas normal. instrumen ini diisi
menunjukkan p=0,000 dalam penurunan dyspnea. oleh pasien dengan didampingi peneliti. Pengukuran
Penelitian yang berbentuk systematic review pada dyspnea dilakukan 15 menit sebelum intervensi
27 penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik dapat dimulai. Setelah pre-test dilakukan, peneliti melakukan
meningkatkan saturasi oksigen (p=0,004) dan kualitas intervensi sesuai dengan standar operasional prosedur
hidup (0,006) pada pasien gagal jantung (Babu, 2010; (SOP) deep breathing exercise dan active range
Jewiss, 2016). Penggunaan deep breathing exer- of motion yang telah dibuat sebelumnya pada
cise dan active range of motion sebagai intervensi kelompok intervensi. Intervensi dilakukan setelah 48
keperawatan dalam menurunkan dyspnea pada pasien jam pasien masuk rumah sakit, Latihan diawali dengan
CHF belum banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini melakukan deep breathing exercise yang dilakukan
mendorong peneliti untuk mengetahui pengaruh deep selama 5 siklus (1 siklus 1 menit yang terdiri dari 5
breathing exercise dan active range of motion kali nafas dalam dengan jeda 2 detik setiap 1 kali
terhadap dyspnea pada pasien CHF. nafas) dilanjutkan dengan active range of motion
162 NurseLine Journal Vol. 2 No. 2 Nopember 2017: 159-165

secara bertahap dengan masing-masing gerakan pada kelompok intervensi adalah p<0,001 sedangkan
dilakukan selama 5 kali. Latihan tersebut dilakukan pada kelompok kontrol adalah p=0,001. Hal ini berarti
tiga kali sehari selama 3 hari. Pada kelompok kontrol ada penurunan nilai dyspnea yang bermakna pada
mendapatkan intervensi sesuai dengan prosedur di hari pertama sampai ketiga pada kedua kelompok.
rumah sakit yaitu pemberian posisi dan oksigenasi. Tabel 3 menunjukkan hasil dari uji beda antar
Peneliti melakukan post-test setelah 15 menit dari kelompok kontrol dan intervensi adalah 0,004. Hal ini
berakhirnya intervensi pada hari ketiga. berarti intervensi deep breathing exercise dan ac-
Data yang telah didapat akan dilakukan tive range of motion lebih efektif daripada intervensi
analisa. Karakteristik responden yang meliputi usia standar rumah sakit atau semi fowler dalam
yang terbagi menjadi 3 kategori, jenis kelamin, menurunkan dyspnea.
penyakit penyerta, klasifikasi NYHA, dan terapi
farmakologi dideskripsikan dalam analisa univariat. PEMBAHASAN
Uji komparasi dilakukan pada kelompok kontrol dan
intervensi. Analisis perbedaan dyspnea setelah Proses penuaan akan menyebabkan
intervensi deep breathing exercise dan active range aterosklerosis sehingga aliran darah dan nutrisi
of motion pada kelompok intervensi dan kelompok jaringan terhambat sehingga akan mengganggu perfusi
kontrol menggunakan selisih mean pre test dan post jaringan dan meningkatkan tekanan vaskuler perifer
test dari setiap pengukuran selama 3 hari pengamatan. (Smeltzer, 2007). Penelitian Widagdo (2015)
Uji normalitas menunjukkan data terdistribusi normal menunjukkan bahwa distribusi penyakit CHF
sehingga menggunakan analisis paired t-test untuk meningkat pada usia 40 tahun ke atas. Hal ini sesuai
mengetahui perbedaan pretest dan posttest. Analisis dengan hasil penelitian yang telah didapatkan oleh
lebih lanjut menggunakan uji Mannwithney untuk peneliti bahwa responden paling banyak berusia >60
mengetahui perbedaan dyspneu antara kelompok tahun.
kontrol dan perlakuan karena data tidak terdistribusi Hasil penelitian yang telah dilakukan
normal. menunjukkan distribusi responden sebagian besar
adalah perempuan dengan jumlah 18 responden
HASIL (56,3%) sehingga sejalan dengan penelitian Caroline
(2011) yang menyatakan bahwa penyakit CHF lebih
Karakteristik Responden banyak terjadi pada perempuan dengan persentase
Tabel 1 menunjukkan distribusi karakteristik 57,5% dalam penelitiannya. Perempuan dengan usia
responden pada kelompok eksperimen dan kontrol. >60 pada umumnya mengalami menopause yang
Usia paling banyak pada responden berdasarkan usia, menyebabkan kolesterol LDL meningkat sehingga
mayoritas responden berusia >60 tahun yaitu pada perempuan lebih banyak menderita penyakit jantung.
kelompok kontrol sebanyak 68,8% dan kelompok Penyakit hipertensi menjadi penyakit yang paling
intervensi sebanyak 50%. Distribusi responden banyak dialami oleh responden selain penyakit CHF
berdasarkan jenis kelamin pada sebagian besar adalah yang dimiliki. Prosentase mencapai 43,8% pada
perempuan dengan jumlah 18 responden (56,3%). kelompok intervensi dan 62,5% pada kelompok
Penyakit penyerta terbanyak pada kedua kelompok kontrol. Hal ini karena peningkatan tekanan darah
adalah hipertensi dengan prosentase 43,8% pada yang bersifat kronis membuat jantung memompa
kelompok intervensi dan 62,5% pada kelompok dengan sangat kuat untuk mendorong darah ke dalam
kontrol. Berdasarkan klasifikasi CHF menurut NYHA arteri sehingga otot-otot jantung menebal dan
didapatkan masing-masing 50% untuk NYHA II dan membesar. Hal ini mengakibatkan irama jantung
NYHA III. Responden kelompok kontrol dan menjadi kaku sehingga irama denyut nadi tidak
intervensi mendapatkan intervensi farmakologi yang teratur. Pemompaan yang kurang efektif ini dapat
sama dengan persentase terbesar pada pemberian mengakibatkan gagal jantung (Riaz, 2012).
obat diuretik sebanyak 43,7%. kelompok intervensi Karakteristik responden yang lain adalah
sebanyak 50% dan kelompok kontrol sebanyak dalam pemberian obat diuretik sudah sesuai
43,8%. didasarkan pada guideline yang menyatakan bahwa
gagal jantung yang disertai dengan overload cairan
Pengaruh Deep Breathing Exercise dan Active dan fungsional diberikan diuretik (Yancy, 2013;
Range of Motion Terhadap Dyspnea pada Pasien Eshaghian, 2006). Diurerik bermanfaat untuk
CHF mengatasi retensi cairan yang terjadi pada pasien
Tabel 2 menunjukkan hasil yang didapatkan dengan gagal jantung. Diuretik berfungsi untuk
Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of Motion 163

Tabel 1. Karakteristik Responden di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta

Intervensi Kontrol Total


Variabel
n (%) n(%) n(%)
Usia
18 – 45 tahun 2 (12,5) 1 (6,3) 4 (12,5)
46 – 60 tahun 6 (37,5) 4 (25,0) 9 (28,1)
> 60 tahun 8 (50,0) 11 (68,8) 19 (59,4)
Jenis kelamin
Laki-laki 7 (43,8) 7 (43,8) 14 (43,8)
Perempuan 9 (56,3) 9 (56,3) 18 (56,2)
Penyakit penyerta
Hipertensi 7 (43,8) 10 (62,5) 17 (53,1)
Diabetes melitus 4 (25,0) 3 (18,8) 7 (21,9)
Gagal ginjal 3 (18,8) 1 (6,3) 4 (12,5)
Anemia 1 (6,3) 1 (6,3) 2 (6,2)
Gastritis 1 (6,3) 1 (6,3) 2 (6,2)
Klasifikasi CHF
NYHA II 8 (50,0) 8 (50,0) 8 (50)
NYHA III 8 (50,0) 8 (50,0) 8 (50)
Terapi farmakologi
Diuretik 8 (50,0) 6 (37,5) 14 (43,7)
Vasodilator 5 (31,3) 3 (18,8) 8 (25,0)
Diuretik dan vasodilator 3 (18,8) 7 (43,8) 10 (31,3)

Tabel 2. Hasil Uji Beda Nilai Dyspnea Sebelum dan Sesudah Deep Breathing Exercise dan Active Range of
Motion di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta

Kelompok Mean SD 95 %CI t p


Intervensi 2,87 1,147 2,26 – 3,48 10,02 0,000
Kontrol 1,50 1,366 0,77 – 2,23 4,39 0,001

Tabel 3. Pengaruh Latihan Deep Breathing Exercise dan Active Range of Motion Terhadap Dyspnea Pasien
CHF di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta

Intervensi Kontrol
Variabel Dyspnea Mann-Whitney U p
MRSR MRSR
Hari 1-3 20.84333,50 12.16194.50 58.500 0.004

menghambat reabsorpsi dari natrium atau klorida penyakit kardiovaskuler merupakan sebuah adaptasi
(Felker, 2011). terhadap stimulus yang ada. Kemampuan adaptasi
Dalam analisis uji beda, penelitian Widagdo terhadap fungsi fisiologis yang dalam hal ini adalah
(2015) menunjukkan bahwa intervensi deep breath- pernafasan menjadi hal utama untuk terbebas dari
ing exercise dan active range of motion efektif dan kondisi tersebut.
menurunkan dyspnea pasien CHF. Hal ini terlihat dari Deep breathing exercise merupakan
penurunan secara bermakna sebelum dan sesudah aktivitas keperawatan yang berfungsi meningkatkan
diberikan tindakan. Intervensi deep breathing exer- kemampuan otot-otot pernafasan untuk meningkatkan
cise dan active range of motion merupakan non- compliance paru dalam meningkatkan fungsi ventilasi
farmakologis untuk membantu memenuhi kebutuhan dan memperbaiki oksigenasi. Oksigenasi yang adekuat
oksigenasi pasien dengan mengembangkan teori akan menurunkan dyspnea (Smeltzer, 2008; Price,
adaptasi Roy. Pasien dengan masalah dyspnea pada 2006). Latihan pernafasan juga akan meningkatkan
164 NurseLine Journal Vol. 2 No. 2 Nopember 2017: 159-165

relaksasi otot, menghilangkan kecemasan, SARAN


menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang
tidak berguna dan tidak terkoordinasi, melambatkan Intervensi ini dapat dijadikan penatalaksanaan
frekuensi pernafasan dan mengurangi kerja non-farmakologis pada pasien CHF dan dapat
pernafasan. Pernafasan yang lambat, rileks dan dikembangkan perawat dengan mempertahankan
berirama membantu dalam mengontrol klien saat kemampuan pasien dalam melakukan intervensi
mengalami dyspnea (Westerdahl, 2014; Muttaqin, tersebut. Intervensi dapat dilakukan sebagai bentuk
2012). Latihan pernapasan dapat mengoptimalkan pilihan dalam pelayanan kesehatan fase inpatient untuk
pengembangan paru dan meminimalkan penggunaan mengurangi dyspnea dalam meningkatkan kualitas
otot bantu pernapasan. Dengan melakukan latihan hidup pada pasien CHF.
pernapasan secara teratur, maka fungsi pernafasan
akan membaik (Potter, 2005). KEPUSTAKAAN
Range of motion (ROM) merupakan latihan
gerak dengan menggerakkan sendi seluas gerak sendi. Adsett J, Hons B. 2010. Evidence Based Guidelines
Latihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan aliran for Exercise and Chronic Heart Failure.
darah ke otot sehingga meningkatkan perfusi jaringan Funded by Pathways Home Project 2007/
perifer (Babu, 2010). Pergerakan tubuh yang sifatnya 2008. Queensland Government.
teratur sangat penting untuk menurunkan resistensi Arthur C. Guyton. 2006. Textbook of Medical Physi-
pembuluh darah perifer melalui dilatasi arteri pada ology. Ed. Eleven. Philadelphia PA: Elsevier
otot yang bekerja sehingga meningkatkan sirkulasi Saunders.
darah. Sirkulasi darah yang lancar akan melancarkan Babu, Abraham Samuel. 2010. Protocol-Guided
transportasi oksigen ke jaringan sehingga kebutuhan Phase-1 Cardiac Rehabilitation in Patients
oksigen akan terpenuhi dengan adekuat. Latihan fisik with ST-Elevation Myocardial Infarction in
akan meningkatkan curah jantung. Peningkatan curah A Rural Hospital. Heart views. 11(2):52-6.
jantung akan meningkatkan volume darah dan hemo- Bernardi L, Spadacini G, Bellwon J, Hajric R,
globin sehingga akan memperbaiki penghantaran Roskamm H, Frey AW. 1998. Effect of
oksigen di dalam tubuh. Hal ini akan berdampak pada Breathing Rate on Oxygen Saturation and
penurunan dyspnea (Artur, 2006). Exercise Performance in Chronic Heart Fail-
Penelitian ini didukung oleh penelitian ure. The Lancet. 351 (9112)
sebelumnya yang menunjukkan breathing exercise Bosnak-guclu M, Arikan H, Savci S, Inal-ince D.
pada pasien dengan gagal jantung didapatkan hasil 2011. Effects of inspiratory muscle training
sangat efektif dalam menurunkan derajat dyspnea in patients with heart failure. Respiratory
2,14 poin (p=0,000) dan meningkatkan saturasi oksigen Medicine. (16).
pada pasien gagal jantung sebesar 0,8% (p=0,000) Cahalin LP, Arena RA. 2015. Breathing exercises
(Sepdianto, 2013). Hasil penelitian lain yang dilakukan and inspiratory muscle training in heart fail-
oleh Bernadi (1998) didapatkan bahwa dengan ure. Heart Fail Cli. 11(1):149-72. [Online].
intervensi latihan nafas dalam selama satu bulan pada Available from: http://search.ebscohost.com/
50 pasien gagal jantung menunjukkan peningkatan l o g i n . a s p x ? d i r e c t = t r u
saturasi dari 92,5% (SD 0,3) menjadi 93,2% (SD 0,4) e & d b = c m e d m & A N = 2 5
dengan p<0,005. Hasil penelitian yang dilakukan oleh 432483&site=ehost-live. Diakses 25 Agustus
Bosnak yang dilakukan pada pasien dengan gagal 2016.
jantung juga mendukung penelitian ini. Hasil Depkes RI. 2014. Lingkungan Sehat, Jantung Sehat.
menunjukkan bahwa latihan pernafasan menurunkan 2014. [Online]. Available from http://
dyspnea dari 2,42 1,73 menjadi 1,42 1,31 (Bosnak, w w w. d e p k e s . g o . i d / a r t i c l e / v i e w /
2011). 201410080002/lingkungan-sehat-jantung-
sehat.html. Diakses 25 Agustus 2016.
SIMPULAN Eshaghian S, Horwich TB FG. 2006. Relation of Loop
Diuretic Dose to Mortality in Advanced Heart
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas Failure. Am J Cardiol. 97(12).
maka dapat disimpulkan bahwa intervensi deep Felker GM, Lee KL BD. 2011. Diuretic Strategies in
breathing exercise dan active range of motion Patients With Acute Decompensated Heart
efektif menurunkan dyspnea pada pasien dengan con- Failure. N Engl J Med. 364(9).
gestive heart failure (CHF). Jewiss D, Ostman C, Smart NA. 2016. The effect of
Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of Motion 165

resistance training on clinical outcomes in dan Kebidanan. 1(8)


heart failure?: A systematic review and meta- Smeltzer, Susanna and B. Bare. 2008. Textbook of
analysis. Int J Cardiol;221:674-81. [Online]. Medical Surgical Nursing: Brunner and
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/ Suddarth's. 11th ed. Philadelpia: Lippincott
j.ijcard.2016.07.046 William Wilkins.
Johnson, Miriam J and Stephen G. Oxberry. 2008. Wendy C. 2010. Dyspnoea and Oedema in Chronic
Review of the Evidence for the Management Heart Failure. Pract Nurse. 39(9)
of Dyspnoea in People with Chronic Heart Westerdahl E, Urell C, Jonsson M, Bryngelsson I-L,
Failure. Current Opinion in Supportive and Hedenstrom H, Emtner M. 2014. Deep
Palliative Care. 2:84-88 Breathing Exercises Performed 2 Months
Johnson, Miriam J and Stephen G. Oxberry. 2010. Following Cardiac Surgery A Randomized
The Management of Dyspnoea in Chronic Controlled Trial. Journal Cardiopulmonary
Heart Failure. Current Opinion in Support- Rehabilitation Prev. 34(1):34-42.
ive and Palliative Care. 4: 63-68. Widagdo, Fatoni, Darwin Karim, Ririn Novayellinda.
Muttaqin, Arif. 2012Buku Ajar Asuhan Keperawatan 2015. Faktor-Faktor yang berhubungan
Klien dengan Gangguan Sistem dengan Kejadian Rawat Inap di Rumah Sakit
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: pada Pasien CHF. [Online]. Available from:
Salemba Medika. http://download.portalgaruda.org/
NANDA International, Inc. 2014. NURSING DIAG- article.php?article=294779
NOSES: DEFINITIONS & CLASSIFICA- & v a l = 6 4 4 7 & t i t l e = FA K TO R -
TION 2015-2017. Tenth Edition. Edited by. FA K T O R % 2 0 YA N G % 2 0 B E R
T. Heather Herdman, PhD, RN, FNI. Wiley HUBUNGAN%20DENGAN%20KEJADIAN%20RAW
Blackwell. AT % 2 0 I N A P % 2 0 U L A N G % 2
Nursing Interventions Classifications (NIC). 6th Edi- 0 D I R U M A H % 2 0 S A K I T % 2 0 PA D
tion. Missouri: Mosby Elsevier A%20PASIEN%20CHF
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular. 2015. Yancy, Clyde W., et al. 2013. ACCF/AHA Practice
Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi Guideline 2013 ACCF / AHA Guideline for
pertama. PERKI. the Management of Heart Failure A Report
Piña IL, Apstein CS, Balady GJ, Belardinelli R, of the American College of Cardiology Foun-
Chaitman BR, Duscha BD, et al. 2003. Ex- dation/American Heart Association Task
ercise and heart failure: A statement from Force on Practice Guidelines. ACCF/AHA
the American Heart Association Committee Practice Guideline.;128:e240-e327
on Exercise, Rehabilitation, and Prevention. Ziaeian, Boback and Gregg C. Fonarow. 2016. Epi-
Circulation.107(8):1210-25. demiology and etiology of Heart Failure. Nat
Price, Sylvia A dan Lorainne M. Wilson. 2006. Publ Gr. 1-11. [Online]. Available from: http:/
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses /dx.doi.org/10.1038/nrcardio.2016.25.
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rekam Medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
2017. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan
Dasar 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.
Sagar VA, Davies EJ, Briscoe S, Coats AJS, Dalal
HM, Lough F, et al. 2015. Exercise-based
rehabilitation for heart failure?: systematic
review and meta-analysis.
Sani A. 2007. Heart Failure: Current Paradigm.
Cetakan pertama. Jakarta: Medya Crea.
Sepdianto, Tri Cahyo dan Maria Diah Ciptaning Tyas.
2013. Peningkatan Saturasi Oksigen Melalui
Latihan Deep Diaphragmatic Breathing pada
Pasien Gagal Jantung. Jurnal Keperawatan
BAB II
RESUME JURNAL

A. Nama Peneliti
Novita Nurmalasari
B. Tempat dan waktu penelitian :
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping
C. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh deep breathing exercise dan active range of
motion terhadap dyspnea pada pasien CHF
D. Metode Penelitian
1. Metode penelitian:
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Quasi eksperimental pre-post test.
2. Populasi dalam penelitian:
Sampel diseleksi dari populasi dengan stratified random sampling. Sampel yang
didapatkan sebanyak 32 orang dengan kriteria inklusi yakni pasien dengan status
hemodinamik stabil, pasien CHF NYHA II dan III, pasien tidak mengalami kelemahan
pada kedua ekstremitas, pasien berusia 18 tahun keatas dan mendapatkan terapi
farmakologis yang sama. Responden yang masuk dalam kritria inklusi akan dilakukan
randomisasi dengan cara mengambil kertas bertuliskan kelompok intervensi atau
kelompok kontrol. Kelompok intervensi akan mendapatkan intervensi deep breathing
exercise dan active range of motion sementara kelompok kontrol akan mendapatkan
intervensi sesuai prosedur rumah sakit yaitu posisi semi fowler.
3. Uji statistik:
Data dianalisis menggunakan uji Mann Whitney
A. Hasil penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi deep breathing exercise dan active range
of motion lebih efektif daripada intervensi standar rumah sakit atau posisi semi fowler dan
oksigenasi dalam menurunkan dyspnea
BAB III
ANALISA JURNAL

A. Analisa Penelitian
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pasien dengna CHF yang kemudian dipilih
menggunakan metode stratified random sampling dengan klasifikasi grade CHF NYHA II
dan NYHA III dengan masing-masing grade yang memiliki proporsi responden yang
hampir sama dengan metode randomisasi mengguanakan kertas yang bertuliskan kelompok
intervensi atau kontrol.
2. Intervention
Intervensi dilakukan setelah 48 jam pasien masuk rumah sakit, Latihan diawali
dengan melakukan deep breathing exercise yang dilakukan selama 5 siklus (1
siklus 1 menit yang terdiri dari 5 kali nafas dalam dengan jeda 2 detik setiap 1 kali
nafas) dilanjutkan dengan active range of motion secara bertahap dengan masing-
masing gerakan dilakukan selama 5 kali. Latihan tersebut dilakukan tiga kali sehari
selama 3 hari. Pada kelompok control mendapatkan intervensi sesuai dengan
prosedur di rumah sakit yaitu pemberian posisi dan oksigenasi. Peneliti melakukan
post-test setelah 15 menit dari berakhirnya intervensi pada hari ketiga.
3. Compare
Pada kelompok kontrol dilakukan intervensi sesuai standar rumah sakit yaitu
pemberian posisi semifowler dan oksigenasi
4. Output
Analisis dengan Mann Withney menunjukkan hasil intervensi deep breathing
exercise dan active range of motion lebih efektif daripada intervensi standar rumah
sakit atau semi fowler dalam menurunkan dyspnea (p=0,004, alfa=0,05).

B. Hubungan hasil penelitian dengan kondisi riil di lapangan


Kondisi di lapangan dalam hal ini adalah bangsal Wisnumurti di gedung Pusat
Jantung Terpadu RSUP Dr. Sardjito yang khusus merawat pasien dengan gangguan
jantung dan kardiovaskular dengan komplikasi penyakit lain didapatkan kebanyakan
pasien dengan CHF mengalami keluhan sesak nafas. Untuk mengatasi masalah ini
intervensi pengaturan posisi, kolaborasi oksigenasi, pemantauan balance cairan telah
dilakukan. Penggunaan intervensi deep breathing exercise dan active range of motion
pada belum pernah dilakukan untuk mengatasi masalah dyspnea pada pasien dengan
CHF. Dengan adanya penelitian ini diharapkan penerapan intervensi deep breathing
exercise dan active range of motion bisa dilakukan dalam upaya menurunkan keluhan
dyspnea pada pasien dengan CHF.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi deep breathing exercise dan active
range of motion lebih efektif daripada intervensi standar rumah sakit atau posisi semi
fowler dan oksigenasi dalam menurunkan dyspnea, oleh karena itu intervensi deep
breathing exercise dan active range of motion dapat menjadi intervensi alternatif lain
dalam mengurangi keluhan dyspnea pada pasien dengan CHF
DAFTAR PUSTAKA

Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut
dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006.
Semarang: UNDIP

Brunner & Suddarth. 2017. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Sudoyono, Ari W. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai