Disusun Oleh :
- Disritmia
- Malfungsi katub
Peningkatan JVP
Etiologi - Abnormalitas Otot
Edema
Jantung
Curah jantung rendah
- Ruptur Miokard
Disritmia
S3 dan S4
Hiperresonan pada
Gagal jantung kanan NYHA I: Timbul sesak
perkusi
pada aktifitas fisik
Pitting edema 8.
berat
Hepatomegali
NYHA II: Timbul sesak
Anoreksia
pada aktifitas fisik
Nokturia
sedang
Kelemahan Klasifikasi Gagal
NYHA III: Timbul sesak
Jantung
pada aktifitas fisik
ringan
Pembebanan jantung
NYHA IV:Timbul sesak
yang berlebihan dapat
pada aktifitas fisik
meningkatkan curah
Congestive Heart sangat ringan atau
jantung menurun,
Failure (CHF) istirahat
maka akan terjadi
redistribusi cairan dan
elektrolit (Na) melalui
Edema pulmoner akut
pengaturan cairan oleh
Hiperkalemia
ginjal dan
Patofisiologi Komplikasi Perikarditis
vasokonstriksi perifer
Hipertensi
dengan tujuan untuk
Anemia
memperbesar aliran
balik vena ke dalam
ventrikel sehingga Gagal jantung kongestif
meningkatkan tekanan (CHF) adalah keadaan
akhir diastolik dan patofisiologis berupa
menaikan kembali kelainan fungsi
curah jantung. jantung, sehingga
jantung tidak mampu
memompa darah untuk
Tirah baring Tirah Pengertian
memenuhi kebutuhan
Diet
metabolisme jaringan
Oksigen
atau kemampuannya
Terapi Diuretik
hanya ada kalau
Digitalis Digitalis Penatalaksanaan
disertai peninggian
Inotropik Positif
volume diastolik secara
Sedatif
abnormal.
Pembatasan Aktivitas
Fisik dan Istirahat
CHF
Gangguan pola
tidur
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien
dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi)
guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah
untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa
dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam.
Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan,
kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti,
2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi
jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).
B. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:
(Mansjoer dan Triyanti, 2007)
kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari
tanpa keluhan.
kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah
baring.
C. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/
berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD),
stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output)
adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada
jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2)
Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3)
Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua
atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi
denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien
dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk
kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan
filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-
angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler
perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan
cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium,
yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
E. Manifestasi klinik
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah
jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan cairan
mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena
sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan
dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari jantung ke
jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler
akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).
Sumber: Niken Jayanthi (2010)
F. Studi Diagnostik CHF
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik
metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko
CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar
atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi
ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan
kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)
G. Penatalaksanaan
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Primer
1. Airways
a. Sumbatan atau penumpukan sekret
b. Wheezing atau krekles
2. Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun
Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
1. Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f. Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus,
bedah jantung, dan disritmia.
3. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah
cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7. Postur, kegelisahan, kecemasan
8. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan faktor
pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
Pemeriksaan Fisik
1. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi
perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi
jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
4. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
5. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat,
dan pitting edema.
2 Pola Nafas tidak efektif Respiratory status : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Ventilation Pasang mayo bila perlu
Definisi : Pertukaran Respiratory status : Lakukan fisioterapi dada jika perlu
udara inspirasi dan/atau Airway patency Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
ekspirasi tidak adekuat Vital sign Status Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Faktor yang Berikan bronkodilator ……….
berhubungan : Setelah dilakukan Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Hiperventilasi tindakan keperawatan Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Penurunan selama…. Pasien Monitor respirasi dan status O2
energi/kelelahan menunjukan keefektifan Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Perusakan/pelemahan pola napas, dibuktikan Pertahankan jalan nafas yang paten
muskuloskletal dengan : Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Obesitas Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
- Kelelahan otot Kriteria Hasil : Monitor vital sign
pernafasan Mendemonstrasikan Informasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
- Hipoventilasi batuk efektif dan suara memperbaiki pola nafas
sindrom nafas yang bersih, tidak Ajarkan bagaimana batuk secara efektif
- Nyeri ada sianosis dan dyspneu Monitor pola nafas
- Kecemasan (mampu mengeluarkan
- Disfungsi sputum, mampu bernafas
Neuromuskuler dengan mudah, tidak ada
- Injuri tulang pursed lips)
belakang Menunjukkan jalan
DS nafas yang paten (klien
- Dyspnea tidak merasa tercekik,
- Nafas pendek irama nafas, frekuensi
DO pernafasan dalam rentang
- Penurunan tekanan normal, tidak ada suara
inspirasi/ekspirasi nafas abnormal)
- Penurunan pertukaran Tanda Tanda vital
udara permenit dalam rentang normal
- Menggunakan otot (tekanan darah, nadi,
pernafasan tambahan pernafasan)
- Orthopnea
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi
berlangsung
sangat lama
- Penurunan kapasitas
vital respirasi < 11-
24x/menit
3 Perfusi jaringan tidak Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
efektif b/d menurunnya Tissue Prefusion : Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
curah jantung, cerebral panas/dingin/tajam/tumpul
hipoksemia jaringan, Kriteria Hasil : Monitor adanya paretese
asidosis dan a. mendemonstrasikan Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi
kemungkinan thrombus status sirkulasi Gunakan sarun tangan untuk proteksi
atau emboli Tekanan systole Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
dandiastole dalam rentang Monitor kemampuan BAB
Definisi : yang diharapkan Kolaborasi pemberian analgetik
Penurunan pemberian Tidak ada Monitor adanya tromboplebitis
oksigen dalam ortostatikhipertensi Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
kegagalan memberi Tidak ada tanda
makan jaringan pada tanda peningkatan
tingkat kapiler tekanan intrakranial
Batasan karakteristik : (tidak lebih dari 15
Renal mmHg)
- Perubahan tekanan b. mendemonstrasikan
darah di luar batas kemampuan kognitif yang
parameter ditandai dengan:
- Hematuria berkomunikasi
- Oliguri/anuria dengan jelas dan sesuai
- Elevasi/penurunan dengan kemampuan
BUN/rasio kreatinin menunjukkan
Gastro Intestinal perhatian, konsentrasi dan
- Secara usus hipoaktif orientasi
atau tidak ada memproses informasi
- Nausea membuat keputusan
- Distensi abdomen dengan benar
- Nyeri abdomen atau c. menunjukkan
tidak terasa lunak fungsi sensori motori
(tenderness) cranial yang utuh : tingkat
Peripheral kesadaran mambaik, tidak
- Edema ada gerakan gerakan
- Tanda Homan positif involunter
- Perubahan
karakteristik kulit
(rambut, kuku,
air/kelembaban)
- Denyut nadi lemah
atau tidak ada
- Diskolorisasi kulit
- Perubahan suhu kulit
- Perubahan sensasi
- Kebiru-biruan
- Perubahan tekanan
darah di ekstremitas
- Bruit
- Terlambat sembuh
- Pulsasi arterial
berkurang
- Warna kulit pucat
pada elevasi, warna
tidak kembali pada
penurunan kaki
Cerebral
- Abnormalitas bicara
- Kelemahan
ekstremitas atau paralis
- Perubahan status
mental
- Perubahan pada
respon motorik
- Perubahan reaksi
pupil
- Kesulitan untuk
menelan
- Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar
- Perubahan frekuensi
respirasi di luar batas
parameter
- Penggunaan otot
pernafasan tambahan
- Balikkan kapiler > 3
detik (Capillary refill)
- Abnormal gas darah
arteri
- Perasaan ”Impending
Doom” (Takdir
terancam)
- Bronkospasme
- Dyspnea
- Aritmia
- Hidung kemerahan
- Retraksi dada
- Nyeri dada
Faktor-faktor yang
berhubungan :
- Hipovolemia
- Hipervolemia
- Aliran arteri terputus
- Exchange problems
- Aliran vena terputus
- Hipoventilasi
- Reduksi mekanik
pada vena dan atau
aliran darah arteri
- Kerusakan transport
oksigen melalui alveolar
dan atau membran
kapiler
- Tidak sebanding
antara ventilasi dengan
aliran darah
- Keracunan enzim
- Perubahan
afinitas/ikatan O2
dengan Hb
- Penurunan
konsentrasi Hb dalam
darah
4 Gangguan pertukaran Respiratory Status : Gas Airway Management
exchange
gas b/d kongesti paru,
Respiratory Status : Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
hipertensi pulmonal, ventilation Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Vital Sign Status Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
penurunan perifer yang
Kriteria Hasil : Pasang mayo bila perlu
mengakibatkan asidosis Mendemonstrasikan Lakukan fisioterapi dada jika perlu
peningkatan ventilasi dan Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
laktat dan penurunan
oksigenasi yang adekuat Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
curah jantung. Memelihara kebersihan Lakukan suction pada mayo
paru paru dan bebas dari Berika bronkodilator bial perlu
tanda tanda distress Barikan pelembab udara
Definisi : Kelebihan atau
pernafasan Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
kekurangan dalam
Mendemonstrasikan batuk Monitor respirasi dan status O2
oksigenasi dan atau
efektif dan suara nafas
pengeluaran
yang bersih, tidak ada
karbondioksida di dalam
sianosis dan dyspneu Respiratory Monitoring
membran kapiler alveoli
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Batasan karakteristik :
dengan mudah, tidak ada Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi
- Gangguan
pursed lips) otot supraclavicular dan intercostal
penglihatan
Tanda tanda vital dalam Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Penurunan CO2
rentang normal Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
- Takikardi
stokes, biot
- Hiperkapnia
Catat lokasi trakea
- Keletihan
Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan paradoksis )
- somnolen Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
- Iritabilitas tambahan
- Hypoxia Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
- kebingungan jalan napas utama
- Dyspnoe Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
- nasal faring
- AGD Normal
- sianosis
- warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman)
- Hipoksemia AcidBase Managemen
- hiperkarbia
- sakit kepala ketika Monitro IV line
bangun Pertahankanjalan nafas paten
- frekuensi dan Monitor AGD, tingkat elektrolit
kedalaman nafas Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
abnormal Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
Faktor faktor yang Monitor pola respirasi
berhubungan : Lakukan terapi oksigen
- ketidakseimbangan Monitor status neurologi
perfusi ventilasi Tingkatkan oral hygiene
- perubahan membran
kapiler-alveolar
5 Kelebihan volume cairan Electrolit and acid base Fluid management
b/d berkurangnya curah balance Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
jantung, retensi cairan Fluid balance Pasang urin kateter jika diperlukan
dan natrium oleh ginjal, Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
hipoperfusi ke jaringan Kriteria Hasil: urin )
perifer dan hipertensi Terbebas dari edema, Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
pulmonal efusi, anaskara Monitor vital sign
Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena
leher, asites)
Definisi : Retensi cairan Bunyi nafas bersih, Kaji lokasi dan luas edema
isotomik meningkat tidak ada Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
Batasan karakteristik : dyspneu/ortopneu Monitor status nutrisi
- Berat badan meningkat Terbebas dari distensi Berikan diuretik sesuai interuksi
pada waktu yang singkat vena jugularis, reflek Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
- Asupan berlebihan hepatojugular (+) 130 mEq/l
dibanding output Memelihara tekanan Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
- Tekanan darah vena sentral, tekanan Fluid Monitoring
berubah, tekanan arteri kapiler paru, output Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
pulmonalis berubah, jantung dan vital sign Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan
peningkatan CVP dalam batas normal (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
- Distensi vena jugularis Terbebas dari hati, dll )
- Perubahan pada pola kelelahan, kecemasan Monitor serum dan elektrolit urine
nafas, dyspnoe/sesak atau kebingungan Monitor serum dan osmilalitas urine
nafas, orthopnoe, suara Menjelaskanindikator Monitor BP, HR, dan RR
nafas abnormal (Rales kelebihan cairan Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
atau crakles), Monitor parameter hemodinamik infasif
kongestikemacetan paru, Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
pleural effusion Monitor tanda dan gejala dari odema
- Hb dan hematokrit
menurun, perubahan
elektrolit, khususnya
perubahan berat jenis
- Suara jantung SIII
- Reflek hepatojugular
positif
- Oliguria, azotemia
- Perubahan status
mental, kegelisahan,
kecemasan
Faktor-faktor yang
berhubungan :
- Mekanisme pengaturan
melemah
- Asupan cairan berlebihan
- Asupan natrium berlebihan
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA PROGRAM STUDI
PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Klien
1) Nama Klien : Tn B
2) Tempat Tgl Lahir : Sampang, 16-03-1969
3) Umur : 52 tahun
4) Jenis Kelamin : Laki laki
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMP sederajat
7) Pekerjaan : Karyawan Swasta
8) Suku / Bangsa : Jawa
9) Alamat : Terban, Pringgokusuman, Gondokusuman,
Yogyakarta
10) Diagnosa Medis : CHF CF III ec DA:LA, riwayat CAD1VD
PPCI, Hepatitis B Kronis, Riwayat
hipertiroid
11) No. RM : 019369XXX
12) Tanggal Masuk RS : 03/02/2021
1) Genogram
Nn.B
Keterangan :
Keterangan :
: Perempuan : Meninggal
: Garis Menikah : Garis Keturunan
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit sama
dengan Klien.
1) Nutrisi- metabolik
a. Sebelum sakit
Klien makan 3x sehari dengan porsi penuh tanpa adanya pantangan
makanan lainnya. Klien biasa makan dirumah dengan cara makan dikunyah
lama. Klien membatasi minum air atas saran dokter, Klien minum <1000
cc/ hari.
b. Selama sakit
Klien mengatakan nafsu makan berkurang karena rasa mual. Klien
mendapat diit bubur halus selama sakit dengan porsi yang disedikan dari
RS, namun tidak dimakan karena Klien merasa mual. Klien hanya
menghabiskan ¼ porsi makan.
2) Eliminasi
a. Sebelum sakit
Klien bisa BAB, dengan frekuensi 1 hari sekali.
Klien BAK kurang lebih 3-4 kali per hari secara mandiri.
b. Selama sakit : Selama di rumah sakit klien baru BAB 1x. Klien memakai
selang kateter untuk membantu eliminasi urine dengan jumlah urin di hari
pengkajian adalah 115 cc . Klien mengatakan urinnya kuning pekat, bau
khas urine, serta tidak bercampur darah.
3) Aktivitas /latihan
c. Keadaan Kardiovaskuler
a. Sebelum sakit
Klien mengatakan mudah lelah jika melakukan aktivitas berat. Klien
mengatakan merasa sesak saat melakukan aktivitas yang berat dan saat tidur
b. Setelah sakit
Klien mobilisasi duduk diatas tempat tidur. Klien mengatakan masih merasa
lemas. TD: 70/58. N: 90, Nadi perifer teraba lemah.
KETERANGAN
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Bathing √
Toileting √
Eating √
Moving √
Ambulasi √
Walking √
Keterangan :
4 = Tergantung total
a. Sebelum sakit : klien mengatakan bahwa sakit merupakan kondisi yang tidak
mengenakan sehingga klien selalu berusaha untuk menjaga kesehatannya.
b. Selama sakit : ketika merasa sakit, klien langsung berobat dan memeriksakan diri
ke rumah sakit.
6) Pola Toleransi terhadap stress-koping
Klien mempunyai koping yang adaptif terhadap penyakitnya. Klien menganggap
penyakitnya adalah cobaan dari Allah. Klien mengatasi rasa stress dengan
bercengkrama dan sesekali bercanda dengan anak dan istrinya.
7) Pola hubungan peran
Klien menjalani hubungan yang baik dengan keluarganya dan juga menjalankan
perannya sebagaimana mestinya. Klien selalu didampingi oleh keluarganya
8) Kognitif dan persepsi
Status mental klien sadar, bicara lancar tidak ada gangguan, penglihatan normal, tidak
terdapat gangguan pada pendengaran, Klien tidak menggunakan kaca mata atau lensa
kotak.
9) Persepsi diri-Konsep diri
a. Gambaran Diri
Klien merasa dirinya mengalami sakit sehingga membutuhkan pertolongan medis.
b. Harga Diri
Klien merasa terbebani karena tidak dapat beraktivitas dan mencari nafkah seperti
biasa. Klien tampak selalu kooperatif terhadap perawat yang merawatnya
c. Peran Diri
Selama ini Klien berperan sebagai suami dan ayah dari anak nya , Klien juga
berperan membantu perekonomian keluarganya.
d. Ideal Diri
POLKESYO TAHUN AKADEMIK 2020-2021
Klien mengatakan ingin segera sembuh sehingga bisa melakukan aktifitas seperti
biasa dan kembali berkumpul dengan keluarga.
e. Identitas Diri
Klien mengenali dirinya berharap bisa menjadi seorang ayah yang baik untuk
anaknya dan tidak membuat repot.
10) Reproduksi dan kesehatan.
Klien sudah menikah dan dikaruniai 1 anak perempuan. Klien tidak menderita
gangguan pada organ reproduksi.
11) Keyakinan dan Nilai
a. Sebelum sakit
Klien mengatakan menjalankan ibadah dan berdoa kepada Allah SWT
b. Setelah sakit
Klien mengatakan ia berdoa agar segera diberi kesembuhan dan dapat
menjalankan aktivitasnya seperti biasa.
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : Composmentis
BB = 50 Kg
IMT = 18.4 = (berat kurang)
7) Punggung
Bentuk tulang punggung normal tidak ada kelaianan bentuk tulang punggung,
tidak terdapat lesi.
8) Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada bekas jahitan.
b) Auskultasi
Bising usus 18 x/menit.
c) Perkusi
Terdengar suara timpani.
d) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa abnormal
10) Genetalia
Jenis kelamin laki laki , terpasang kateter urin.
b) Bawah
Tidak adanya krepitasi dan fraktur, tidak tampak adanya edema.
Kekuatan otot : Keterangan :
5 = normal
4 = mampu melakukan gerakan
normal tetapi tidak mampu
melawan tahanan maksimal
pemeriksa
3 = mampu melakukan gerakan
mengangkat dua sendi atau lebih,
tidak bisa melawan tahanan
sedang
2 = mampu melakukan gerakan dua
sendi atau lebih, tidak bisa
melawan tahanan minimal.
1 = hanya bisa menggerakan ujung
jari
0 = tidak bisa menggerakan sama
sekali
Tangan Tangan
kanan kiri
5 5
Kaki Kaki kiri
kanan 5
5
Keterangan :
Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan
6. Terapi
Tabel 3.6 Pemberian Terapi Klien Tn H di Ruang Wisnumurti RSUP dr Sardjito
1. Penurunan Curah Jantung b.d perubahan kontraktilitas jantung ditandai dengan: Klien mengeluh masih
lemas, klien mengatakan merasa lemas dan sesak apabila melakukan aktivitas berat, klien mengatakan
mengalami sesak saat tidur, TD: 70/58 mmHg, Nadi teraba lemah, Urin output 115 (<0.5-1cc/kgBB),
Suara murmur S1 S2 (+)
2. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen (kondisi
CHF) ditandai dengan: Klien mengatakan masih merasa lemas, Klien mengatakan merasa lelah dan
sesak apabila melakukan aktivitas berat, Klien tampak lemas, Klien mobilisasi duduk di tempat tidur,
Tekanan darah : 70/58 mmHg
-
09.00 DX 3 - Memonitor tanda gejala infeksi lokal dan DS: GALUH
sistemik - Klien mengatakan mengerti tanda gejala
- Menjelaskan tanda gejala infeksi lokal dan infeksi
sistemik - klien mengatakan luka tusukan infus tidak
terasa nyeri
DO:
- Tusukan infus Hari ke 1 idak ada kemerahan
dan edema pada luka tusukan infus
- Terpasang DC Hari ke 4
- Suhu 36,6 derajat celcius
09.30 DX - Memasang handrail pada tempat tidur DO: GALUH
4 - Mengatur tempat tidur klien pada posisi - Handrail terpasang dengan benar
terendah - tempat tidur diatur pada posisi terendah
08.30 DX 2 - Menganjurkan klien melakukan mobilisasi DS: klien mengatakan masih lemas GALUH
bertahap DO: klien mobilisasi duduk di tempat tidur
09.00 DX 3 - Memonitor tanda gejala infeksi DS: Klien mengatakan tidak ada rasa nyeri pada GALUH
area tusukan IV line
DO:
- Tidak ada kemerahan dala area tusukan
- Terdapat edema pada area tusukan
- Suhu tubuh 36.2 drajat celcius
- Terpasang IV line hari ke 2
- Terpasang DC hari ke 5
11.00 DX 3 - Memonitor tanda gejala infeksi DS: Klien mengatakan badan terasa gemreges GALUH
- Mempertahankan teknik aseptik DO:
- terdapat edema pada area tusukan
- tidak terdapat kemerahan pada area tusukan
- Suhu tubuh: 37,3 derajat celcius (masuk ekstra
paracetamol oral 500 mg jam 06.00)
- terpasang IV line hari ke 3
- terpasangn DC hari ke 6
A:
- Penurunan curah jantung teratasi sebagian
- Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
- Risiko infeksi teratasi sebagian
- Risiko jatuh teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Perawatan jantung
- Identifikasi tanda dan gejala penurunan curah
jantung (dispneu, kelelahan, edema, ortopnea)
- Monitor tekanan darah
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
>94%
- Kelola pemberian antiaritmia (digoxin tab 0.125/
24 jam)
Manajemen energy
- Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Pencegahan Infeksi
- Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik
- Batasi jumlah pengunjung
- Pertahankan teknik aseptik
Pencegahan jatuh
- Identifikasi faktor risiko jatuh
- Identifikasi risiko jatuh setiap shift
- Pasang handrail pada tempat tidur
- Atur tempat tidur pada posisi terendah
- Dekatkan bel pemanggil dekat dengan
-
Jumat Perawatan Jantung DS GALUH
12/02/ - Mengelola terapi digoxin tab 0.125/24 jam DS: Klien mengatakan tidak merasa berdebar dan sesak AYU
2021 - Mengidentifikasi tanda dan gejala penurunan curah nafas
13.00 jantung
(Shift - Memonitor tekanan darah DS:
Pagi) - Memonitor saturasi - Klien mengatakan sesak berkurang
- Memonitor balance cairan - Klien masih merasa lemah
Intoleransi aktivitas - klien mengatakan masih lemas
- Menganjurkan klien melakukan mobilisasi bertahap - Klien mengatakan tidak ada rasa nyeri pada area
Pencegahan infeksi tusukan IV line
- Memonitor tanda dan gejala infeksi - klien mengatakan mobilisasi di tempat tidur
- Mempertahankan teknik aseptic DO
Pencegahan jatuh - Tekanan darah 80/53 mmHg
- Mengidentifikasi risiko jatuh - Saturasi 98%
- Memasang handrail I:1363 cc
O: 1300 cc
BC: +63
- Warna urin kuning jernih
- klien mobilisasi duduk di tempat tidur
- Tidak ada kemerahan dala area tusukan
- Terdapat edema pada area tusukan
- Suhu tubuh 36.2 drajat celcius
- Terpasang IV line hari ke 2
- Terpasang DC hari ke 5
- skala morse 45 (Risiko tinggi)
- Handrail terpasang
A:
- Penurunan curah jantung teratasi sebagian
- Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
- Risiko infeksi teratasi sebagian
- Risiko jatuh teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Perawatan jantung
- Identifikasi tanda dan gejala penurunan curah
jantung (dispneu, kelelahan, edema, ortopnea)
- Monitor tekanan darah
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
>94%
- Kelola pemberian antiaritmia (digoxin tab 0.125/
24 jam)
Manajemen energy
- Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Pencegahan Infeksi
- Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik
- Batasi jumlah pengunjung
- Pertahankan teknik aseptik
Pencegahan jatuh
- Identifikasi faktor risiko jatuh
- Identifikasi risiko jatuh setiap shift
- Pasang handrail pada tempat tidur
- Atur tempat tidur pada posisi terendah
- Dekatkan bel pemanggil dekat dengan
B. Pembahasan
Asuhan keperawatan pada Tn.B dengan CHF dilakukan dalam waktu 3x24 jam di
bangsal Wisnumurti RSUP Dr. Sardjito. Berdasarkan WOC yang terlampir, disebutkan bahwa
diagnosa ketidakefektifan pola nafas akan muncul dikarenakan penurunan injeksi dari ventrikel
kiri yang akan menyebabkan tekanan pada vena pulmonalis yang akan menimbulkan gejala
sesak nafas. Namun pada asuhan keperawatan ini penulis tidak memunculkan diagnosa ketidak
efektifan pola nafas dikarenakan dari hasil wawancara dan pemeriksaan fisik yang tidak
menunjang penegakan diagnosa. Perlu diketahui sebelumnya, Pasien masuk dengan keluhan
sesak nafas, sekalipun saat tidur Tn.B merupakan pasien yang pernah mendapatkan perawatan
di bangsal Dahlia dan memiliki obar rutin yang dikonsumsi dirumah. Berdasarkan hasil
wawancara dan progres perawatan yang tercatat di CPPT dalam RM keluhan dyspnea pada
Tn.B telah teratasi, RR dalam batas normal.
Diagnosa penurunan curah jantung diangkat melihat dari tekanan darah Tn.B yang
menurun drastis dengan rata-rata MAP kurang dari 60 bahkan dengan titrasi dobutamin yang
semakin hari diturunkan. Diagnosa penurunan curah jantung belum teratasi dengan kondisi
pasien dan riwayat CHF kronis serta waktu perawatan yang terbatas. Selain itu diagnosa
intoleransi aktivitas diangkat dengan melihat kondisi pasien yang lemah serta pertimbangan
untuk mengurangi aktivitas berat guna meringankan beban kerja jantung. Selain itu diagnosa
risiko infeksi diangkat berhubungan dengan pemasangan infus dengan titrasi dobutamin
teratasi sebagian dikarenakan pada hari perawatan terakhir pasien mengalami edema pada area
tusukan infus dan hipertemia.
NurseLine Journal
Vol. 2 No. 2 Nopember 2017 p-ISSN 2540-7937 e-ISSN 2541-464X
Novita Nirmalasari1*
1
Prodi Ners STIKes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
2
Prodi Magister Keperawatan Poltekes Kemenkes Semarang
3
Prodi Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang
*e-mail: novitanirmalasari@gmail.com
ABSTRAK
Kata kunci: Dsypnea merupakan manifestasi klinis congestive heart failure (CHF) akibat kurangnya
active range of suplai oksigen karena penimbunan cairan di alveoli. Merupakan faktor penting yang
motion memengaruhi kualitas hidup pasien. Penimbunan tersebut membuat jantung tidak mampu
congestive heart memompa darah dengan maksimal. Dampak perubahan terjadi peningkatan sensasi dys-
failure pnea pada otot respiratori. Penatalaksanaan non farmakologi berupa tindakan bertujuan
deep breathing ex- menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan
ercise mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung. Penelitian bertujuan mengetahui
dyspnea pengaruh deep breathing exercise dan active range of motion terhadap dyspnea pada
pasien CHF. Penelitian menggunakan desain quasi experimental pre-post test dengan
kelompok kontrol melibatkan 32 responden dengan teknik stratified random sampling.
Alat ukur penelitian menggunakan modified Borg scale. Intervensi dengan memberikan
deep breathing exercise sebanyak 30 kali dilanjut dengan active range of motion masing-
masing gerakan 5 kali. Intervensi sebanyak 3 kali sehari selama 3 hari. Waktu penelitian
bulan April-Juni 2017 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU
Muhammadiyah Gamping. Analisis data menggunakan paired t-test menunjukkan p<0,001
pada kelompok intervensi dan p=0,001 pada kelompok kontrol. Analisis dengan Mann
Withney menunjukkan hasil intervensi deep breathing exercise dan active range of
motion lebih efektif daripada intervensi standar rumah sakit atau semi fowler dalam
menurunkan dyspnea (p=0,004, alfa=0,05). Peneliti merekomendasikan penerapan deep
breathing exercise dan active range of motion sebagai bentuk pilihan intervensi dalam
fase inpatient untuk mengurangi dyspnea pada pasien CHF.
ABSTRACT
Keywords: Dyspnea is a clinical manifestation of congestive heart failure (CHF) due to lack of
active range of oxygen supply because of accumulation of fluid in the alveoli. This is an important
motion factor that affects the quality of life of patients. The accumulation makes the heart
congestive heart unable to pump up to the maximum. The effect in respiratory muscle increases the
failure sensation of dyspnea. Non-pharmacological management is measures aimed to
deep breathing ex- maintain physical stability, avoid behaviors that can aggravate the condition, and
ercise detect early symptoms of worsening heart failure. The purpose of this study was to
dyspnea evaluate the influence of deep breathing exercise and active range of motion on
160 NurseLine Journal Vol. 2 No. 2 Nopember 2017: 159-165
dyspnea in CHF patients. This study was quasi-experiment with pretest-posttest with
control group design that involved 32 respondents by stratified random sampling.
modified Borg scale was used as data collecting tool. The intervention of deep
breathing exercise was conducted thirty times, and active range of motion was per-
formed five times for each movement. The intervention was done three times a day
for 3 days. This study was carried out from April to June 2017 in PKU
Muhammadiyah Hospital Yogyakarta and PKU Muhammadiyah Gamping Hospital
Yogyakarta. Paired t-test showed p<0.001 in the intervention group and p=0.001
in the control group. Mann Whitney test showed that intervention of deep breathing
exercise and active range of motion is more effective than hospital standard inter-
vention in decreasing dyspnea (p=0.004; alfa=0.05). This study recommends the
application of deep breathing exercise and active range of motion as a method to
reduce dyspnea in patients with CHF.
secara bertahap dengan masing-masing gerakan pada kelompok intervensi adalah p<0,001 sedangkan
dilakukan selama 5 kali. Latihan tersebut dilakukan pada kelompok kontrol adalah p=0,001. Hal ini berarti
tiga kali sehari selama 3 hari. Pada kelompok kontrol ada penurunan nilai dyspnea yang bermakna pada
mendapatkan intervensi sesuai dengan prosedur di hari pertama sampai ketiga pada kedua kelompok.
rumah sakit yaitu pemberian posisi dan oksigenasi. Tabel 3 menunjukkan hasil dari uji beda antar
Peneliti melakukan post-test setelah 15 menit dari kelompok kontrol dan intervensi adalah 0,004. Hal ini
berakhirnya intervensi pada hari ketiga. berarti intervensi deep breathing exercise dan ac-
Data yang telah didapat akan dilakukan tive range of motion lebih efektif daripada intervensi
analisa. Karakteristik responden yang meliputi usia standar rumah sakit atau semi fowler dalam
yang terbagi menjadi 3 kategori, jenis kelamin, menurunkan dyspnea.
penyakit penyerta, klasifikasi NYHA, dan terapi
farmakologi dideskripsikan dalam analisa univariat. PEMBAHASAN
Uji komparasi dilakukan pada kelompok kontrol dan
intervensi. Analisis perbedaan dyspnea setelah Proses penuaan akan menyebabkan
intervensi deep breathing exercise dan active range aterosklerosis sehingga aliran darah dan nutrisi
of motion pada kelompok intervensi dan kelompok jaringan terhambat sehingga akan mengganggu perfusi
kontrol menggunakan selisih mean pre test dan post jaringan dan meningkatkan tekanan vaskuler perifer
test dari setiap pengukuran selama 3 hari pengamatan. (Smeltzer, 2007). Penelitian Widagdo (2015)
Uji normalitas menunjukkan data terdistribusi normal menunjukkan bahwa distribusi penyakit CHF
sehingga menggunakan analisis paired t-test untuk meningkat pada usia 40 tahun ke atas. Hal ini sesuai
mengetahui perbedaan pretest dan posttest. Analisis dengan hasil penelitian yang telah didapatkan oleh
lebih lanjut menggunakan uji Mannwithney untuk peneliti bahwa responden paling banyak berusia >60
mengetahui perbedaan dyspneu antara kelompok tahun.
kontrol dan perlakuan karena data tidak terdistribusi Hasil penelitian yang telah dilakukan
normal. menunjukkan distribusi responden sebagian besar
adalah perempuan dengan jumlah 18 responden
HASIL (56,3%) sehingga sejalan dengan penelitian Caroline
(2011) yang menyatakan bahwa penyakit CHF lebih
Karakteristik Responden banyak terjadi pada perempuan dengan persentase
Tabel 1 menunjukkan distribusi karakteristik 57,5% dalam penelitiannya. Perempuan dengan usia
responden pada kelompok eksperimen dan kontrol. >60 pada umumnya mengalami menopause yang
Usia paling banyak pada responden berdasarkan usia, menyebabkan kolesterol LDL meningkat sehingga
mayoritas responden berusia >60 tahun yaitu pada perempuan lebih banyak menderita penyakit jantung.
kelompok kontrol sebanyak 68,8% dan kelompok Penyakit hipertensi menjadi penyakit yang paling
intervensi sebanyak 50%. Distribusi responden banyak dialami oleh responden selain penyakit CHF
berdasarkan jenis kelamin pada sebagian besar adalah yang dimiliki. Prosentase mencapai 43,8% pada
perempuan dengan jumlah 18 responden (56,3%). kelompok intervensi dan 62,5% pada kelompok
Penyakit penyerta terbanyak pada kedua kelompok kontrol. Hal ini karena peningkatan tekanan darah
adalah hipertensi dengan prosentase 43,8% pada yang bersifat kronis membuat jantung memompa
kelompok intervensi dan 62,5% pada kelompok dengan sangat kuat untuk mendorong darah ke dalam
kontrol. Berdasarkan klasifikasi CHF menurut NYHA arteri sehingga otot-otot jantung menebal dan
didapatkan masing-masing 50% untuk NYHA II dan membesar. Hal ini mengakibatkan irama jantung
NYHA III. Responden kelompok kontrol dan menjadi kaku sehingga irama denyut nadi tidak
intervensi mendapatkan intervensi farmakologi yang teratur. Pemompaan yang kurang efektif ini dapat
sama dengan persentase terbesar pada pemberian mengakibatkan gagal jantung (Riaz, 2012).
obat diuretik sebanyak 43,7%. kelompok intervensi Karakteristik responden yang lain adalah
sebanyak 50% dan kelompok kontrol sebanyak dalam pemberian obat diuretik sudah sesuai
43,8%. didasarkan pada guideline yang menyatakan bahwa
gagal jantung yang disertai dengan overload cairan
Pengaruh Deep Breathing Exercise dan Active dan fungsional diberikan diuretik (Yancy, 2013;
Range of Motion Terhadap Dyspnea pada Pasien Eshaghian, 2006). Diurerik bermanfaat untuk
CHF mengatasi retensi cairan yang terjadi pada pasien
Tabel 2 menunjukkan hasil yang didapatkan dengan gagal jantung. Diuretik berfungsi untuk
Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of Motion 163
Tabel 1. Karakteristik Responden di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta
Tabel 2. Hasil Uji Beda Nilai Dyspnea Sebelum dan Sesudah Deep Breathing Exercise dan Active Range of
Motion di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
Tabel 3. Pengaruh Latihan Deep Breathing Exercise dan Active Range of Motion Terhadap Dyspnea Pasien
CHF di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
Intervensi Kontrol
Variabel Dyspnea Mann-Whitney U p
MRSR MRSR
Hari 1-3 20.84333,50 12.16194.50 58.500 0.004
menghambat reabsorpsi dari natrium atau klorida penyakit kardiovaskuler merupakan sebuah adaptasi
(Felker, 2011). terhadap stimulus yang ada. Kemampuan adaptasi
Dalam analisis uji beda, penelitian Widagdo terhadap fungsi fisiologis yang dalam hal ini adalah
(2015) menunjukkan bahwa intervensi deep breath- pernafasan menjadi hal utama untuk terbebas dari
ing exercise dan active range of motion efektif dan kondisi tersebut.
menurunkan dyspnea pasien CHF. Hal ini terlihat dari Deep breathing exercise merupakan
penurunan secara bermakna sebelum dan sesudah aktivitas keperawatan yang berfungsi meningkatkan
diberikan tindakan. Intervensi deep breathing exer- kemampuan otot-otot pernafasan untuk meningkatkan
cise dan active range of motion merupakan non- compliance paru dalam meningkatkan fungsi ventilasi
farmakologis untuk membantu memenuhi kebutuhan dan memperbaiki oksigenasi. Oksigenasi yang adekuat
oksigenasi pasien dengan mengembangkan teori akan menurunkan dyspnea (Smeltzer, 2008; Price,
adaptasi Roy. Pasien dengan masalah dyspnea pada 2006). Latihan pernafasan juga akan meningkatkan
164 NurseLine Journal Vol. 2 No. 2 Nopember 2017: 159-165
A. Nama Peneliti
Novita Nurmalasari
B. Tempat dan waktu penelitian :
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping
C. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh deep breathing exercise dan active range of
motion terhadap dyspnea pada pasien CHF
D. Metode Penelitian
1. Metode penelitian:
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Quasi eksperimental pre-post test.
2. Populasi dalam penelitian:
Sampel diseleksi dari populasi dengan stratified random sampling. Sampel yang
didapatkan sebanyak 32 orang dengan kriteria inklusi yakni pasien dengan status
hemodinamik stabil, pasien CHF NYHA II dan III, pasien tidak mengalami kelemahan
pada kedua ekstremitas, pasien berusia 18 tahun keatas dan mendapatkan terapi
farmakologis yang sama. Responden yang masuk dalam kritria inklusi akan dilakukan
randomisasi dengan cara mengambil kertas bertuliskan kelompok intervensi atau
kelompok kontrol. Kelompok intervensi akan mendapatkan intervensi deep breathing
exercise dan active range of motion sementara kelompok kontrol akan mendapatkan
intervensi sesuai prosedur rumah sakit yaitu posisi semi fowler.
3. Uji statistik:
Data dianalisis menggunakan uji Mann Whitney
A. Hasil penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi deep breathing exercise dan active range
of motion lebih efektif daripada intervensi standar rumah sakit atau posisi semi fowler dan
oksigenasi dalam menurunkan dyspnea
BAB III
ANALISA JURNAL
A. Analisa Penelitian
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pasien dengna CHF yang kemudian dipilih
menggunakan metode stratified random sampling dengan klasifikasi grade CHF NYHA II
dan NYHA III dengan masing-masing grade yang memiliki proporsi responden yang
hampir sama dengan metode randomisasi mengguanakan kertas yang bertuliskan kelompok
intervensi atau kontrol.
2. Intervention
Intervensi dilakukan setelah 48 jam pasien masuk rumah sakit, Latihan diawali
dengan melakukan deep breathing exercise yang dilakukan selama 5 siklus (1
siklus 1 menit yang terdiri dari 5 kali nafas dalam dengan jeda 2 detik setiap 1 kali
nafas) dilanjutkan dengan active range of motion secara bertahap dengan masing-
masing gerakan dilakukan selama 5 kali. Latihan tersebut dilakukan tiga kali sehari
selama 3 hari. Pada kelompok control mendapatkan intervensi sesuai dengan
prosedur di rumah sakit yaitu pemberian posisi dan oksigenasi. Peneliti melakukan
post-test setelah 15 menit dari berakhirnya intervensi pada hari ketiga.
3. Compare
Pada kelompok kontrol dilakukan intervensi sesuai standar rumah sakit yaitu
pemberian posisi semifowler dan oksigenasi
4. Output
Analisis dengan Mann Withney menunjukkan hasil intervensi deep breathing
exercise dan active range of motion lebih efektif daripada intervensi standar rumah
sakit atau semi fowler dalam menurunkan dyspnea (p=0,004, alfa=0,05).
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi deep breathing exercise dan active
range of motion lebih efektif daripada intervensi standar rumah sakit atau posisi semi
fowler dan oksigenasi dalam menurunkan dyspnea, oleh karena itu intervensi deep
breathing exercise dan active range of motion dapat menjadi intervensi alternatif lain
dalam mengurangi keluhan dyspnea pada pasien dengan CHF
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut
dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006.
Semarang: UNDIP
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia