Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS

OLEH :
NI LUH SUTAMIYANTI
(199012325)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELLITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (Sudoyo dkk, 2014).
Istilah diabetes menggambarkan sekelompok gangguan metabolisme yang
ditandai dan diidentifikasi oleh adanya hiperglikemia tanpa pengobatan. Aetio-
patologi heterogen termasuk cacat dalam sekresi insulin, aksi insulin, atau
keduanya, dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. (World
Health Organization, 2019)
Diabetes mellitus adalah kelainan metabolisme heterogen yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin yang
rusak atau keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes berhubungan dengan
komplikasi mokrovaskuler jangka panjang yang relative spesifik yang
mempengaruhi mata, ginjal dan saraf, serta peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular (CVD). (Punthakee, Goldenberg, & Katz, 2018)
Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolic yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah ( hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin ( Smeltzer & Bare, 2013).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
diabetes melitus merupakan uatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin.

2. Klasifikasi
Diabetes dapat diklasifikasikan ke dalam kategori umum berikut
(American Diabetic Association, 2019):
1. Diabetes tipe 1 (karena kerusakan sel-b autoimun, biasanya menyebabkan
defisiensi insulin absolut)
Diabetes tipe I adalah diabetes tergantung insulin ( Insulin dependent
diabetes mellitus atau IDDM). Kurang lebih 5% hingga 10% penderita
mengalami tipe ini. Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin
(glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). Smeltzer &
Bare (2013)
2. Diabetes tipe 2 (karena kehilangan progresif sekresi insulin sel-b sering pada
latar belakang resistensi insulin)
Diabetes tipe II adalah diabetes tidak tergantung insulin (Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus atau NIDDM). Kurang lebih 90% hingga 95%
penderita mengalami tipe ini,terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap
insulin yang disebut resistensi insulin atau akibat penurunan jumah produksi
insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami
desensitisasi terhadap glukosa. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat
peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II.Smeltzer & Bare (2013)
3. Gestational diabetes mellitus (GDM) (diabetes yang didiagnosis pada
trimester kedua atau ketiga kehamilan yang tidak jelas diabetes sebelum
kehamilan)
Terjadi sekitar 2-5% dari seluruh kehamilan. Disebabkan oleh hormon
yang disekresi oleh plasenta dan menghambat kerja insulin. Faktor resiko
terjadinya mencakup usia diatas 30 tahun, obesitas,riwayat diabetes dalam
keluarga dan pernah melahirkan bayi diatas 41/2 kg.
4. Jenis-jenis diabetes spesifik karena penyebab lain, misalnya, sindrom diabetes
monogenik (seperti diabetes neonatal dan maturity-onset diabetes of the young
[MODY]), penyakit pada pankreas eksokrin (seperti cystic fibrosis dan
pankreatitis), dan obat - atau diabetes yang diinduksi bahan kimia (seperti
penggunaan glukokortikoid, dalam pengobatan HIV / AIDS, atau setelah
transplantasi organ)

3. Etiologi
a. Diabetes tipe I
Ditandai oleh penghancuran sel sel beta pancreas. Kombinasi faktor genetic,
imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya : infeksi virus). (Smeltzer
& Bare, 2013) :
1) Faktor- faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri melainkan
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memilki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan sekumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainya. 95% pasien berkulit putih (Cucasian)
dengan diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA yang spesfik (DR3 atau
DR4)
2) Faktor- faktor Imunologi :
Pada Diabetes tipe I terdapat bukti adanya respon autoimun. Respon ini
merupakan respons abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut dianggapnya
seolah sebagai jaringan asing. Autoantibody terhadap sel sel pulau
langerhans dan insulin endogen (Internal) terdeteksi pada timbulnya gejala
klinis Diabetes tipe I
3) Faktor -faktor Lingkungan :
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor
eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil
penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atai toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada dibetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan penting dalam proses terjadinya resistensi
insulin (Smeltzer & Bare,2013).
Selain itu terdapat juga faktor risiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe II yaitu :
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 thn)
2) Obesitas
3) Riwayat Keluarga
Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk
asli Amerika Serikat tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
terjadinya diabetes mellitus tipe II dibandingkan golongan Afro-Amerika).

4. Manifestasi Klinis
a. Secara umum dalam Rudijanto, dkk ( dalam Ginting, 2019) manifestasi DM
adalah :
1) Poliuria
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
klien mengeluh banyak kencing. Poliuria adalah keadaan dimana volume
air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal. Gejala
pengeluran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang
dikeluarkan mengandung glukosa.
2) Polidipsia
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak
minum
3) Polifagia
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.
Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya
akan berada sampai pada pembuluh darah.
4) Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka
sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami
atrofidan penurunan secara otomatis. sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain
yaitu lemak dan otot. Dampaknya penderita kehilangan jaringan
lemak dan otot sehingga menjadi kurus. ( Wijaya & Putri, 2013 ).
5) Keletihan dan kelemahan perubahan pandangan secara mendadak, senasi
kesemutan atau kebas ditangan dan kaki, kulit kering, lesi kult atau luka
yang lambat sembuh serta infeksi berulang
6) Awitan diabetes tipe I dapat disertai dengan penurunan berat badan
mendadak, mual, muntah, dan nyeri lambung’
7) Awitan diabetes tipe II disebabkan intoleransi glukosa yang progresif serta
berlangsung perlahan dan mengakibatkan komplikasi jangka apabila
diabtes tidak teratasi
b. Berdasarkan tipe Diabetes Mellitus dalam (Smeltzer & Bare,2013) adalah:
1) Diabetes tipe I
a) Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda ( <30 tahun)
b) Biasnya bertubuh kurus pada saat didiagnosis, dengan penurunan berat
badan yang baru saja terjadi
c) Etiologi mencakup factor genetic, imunologi, dan lingkungan
d) Sering memilki antibody sel pulau langerhans
e) Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen
f) Memerlukan insulin untyk mempertahankan kelangsungan hidup
g) Cenderung mengalami ketosis jika tidak memilki insulin
h) Komplikasi akut hiperglikemi : ketoasidosis metabolic
2) Diabetes tipe II
a) Awitan terjadi di segala usia , biasnya diats 30 tahun
b) Biasanya bertubuh gemuk atau obesitas
c) Etilogi mencakup factor obesitas, herediter dan lingkungan
d) Tidak ada antibody sel pulau langerhans
e) Mayoritas penderita obesitas mengendalikan kadar glukosa darahnya
melalui penurunan berat badan
f) Mungkin memerlukan insulin dalam waktu pendek mencegah
hiperglikemia
g) Ketosis jarang terjadi, kecuali keadaan stress
h) Komplikasi akut : Sindrome hipeosmoler nonketotik
5. Patofisiologi
a. Patofisiologi secara umum
Menurut Price (2006) dalam Wijaya (2013), Diabetes Mellitus
mengalami defisiensi insulin menyebabkan glukagon meningkat sehingga
terjadi pemecahan gula baru (Glukoneogenesis) yang menyebabkan
metabolisme lemak meningkat kemudian terjadi proses pembentukan keton
(ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan
menyebabkan ketonuria (keton didalam urine) dan kadar natrium menurun
serta PH serum menurun yang menyebabkan asidosis. Difisiensi insulin
menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun sehingga kadar
glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia).
Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal maka timbul
glikosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan deuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi)
sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria menyebabkan keseimbangan kalori
negatif sehingga menimbulkan rasa lapar (polipagia).Penggunaan glukosa oleh
sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun
sehingga tubuh menjadi lemah.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membrane basalis dan perubahan pada syaraf perifer.
b. Menurut Smeltzer & Bare (2013) patofisiologi dari diabetes adalah:
1) DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas
menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans.
Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post
prandial. Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan
muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic)
sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurra)
dan rasa haus (polidipsia).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala
peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya
proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak
dan terjadi peningkatan keton yang dapat mengganggu keseimbangan
asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis.
Ketoasidosis diabetk yang diakibatkan dapat menyebabkan tanda
gejala seperti mual, muntah, nyeri abdomen, hiperventilasi, dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian
(Smeltzer & Bare, 2013)
2) DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan
pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap
saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan
glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM
tipe II
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabetik tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
DM tipe II, meskipun demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya, yaitu sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (Smletzer & Bare, 2013).
6. Pathway

- Faktor genetic
- Infeksi virus
ketidakseimbangan
- Pengrusakan imunologik Kerusakan sel Gula dalam darah tidak dapat
produksi insulin
beta dibawa masuk dalam sel

Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal Hiperglikemia Anabolisme


protein menurun

Diuresis Kehilangan
osmotik kalori Kerusakan pada
Viskositas darah Syok hiperglikemik
antibodi
Sel meningkat
Poliuri  retensi urine kekurangan
Koma diabetik Kekebalan tubuh
bahan untuk Aliran darah
metabolisme menurun
Kehilangan elektrolit lambat
dalam sel
Merangsang Iskemik
hipotalamus jaringan Risiko Neuropati
Hipovolemia Dehidrasi Infeksi sensori perifer
Pusat lapar Perfusi Jaringan
Risiko Syok dan haus Perifer Tidak Nekrosis luka
Efektif
Polidipsia Gangrene
Polipagia

Gangguan
Defisit Nutrisi Integritas
Kulit/Jaringan
(NANDA NIC- NOC, 2015)
7. Komplikasi
a. Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes diklasifikasikan sebagi
komplikasi yang akut dan kronik (Smeltzer & Bare,2013). komplikasi akut
yang terjadi akibat intoleransi glukosa yang berlangsung dan dalam jangka
waktu yang pendek adalah
1) Hipoglikemia
Suatu keadaan dimana kadar gula darah dibawah 50 atau 60 mg/dll
(2,7- 3,3 mmol/L), dapat terjadi karena intake nutrisi tidak adekuat, latihan
fisik yang berlebihan serta efek pemberian insulin OHO. Pada
hipoglikemia ringan, kadar glukosa darah menurun, system saraf simpatik
akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah dapat
menyebabkan gejala seperti tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan
lapar. Pada hipoglikemia sedang penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk
bekerja dengan baik. Tanda-tandanya itu mencakup ketidakmampuan
berkonsentrasi,sakit kepala,vertigo, penurunan daya ingat. Pada
hipoglikemia berat, Gejalanya yaitu klien mengalami disorientasi,
serangan kejang,sulit dibangunkan dari tidur,atau bahkan kehilangan
kesadaran.
2) DKA ( Ketoasidosis diabetic)
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
3) HHNK ( Sindrom Hiperglikemia Hipeosmoler Nonketotik)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of
awareness).
b. Komplikasi kronik biasanya terjadi 10-15 tahun setelah diabetes mellitus
mencakup :
1) Penyakit makrovaskular (pembuluh darah besar) : mempengaruhi sirkulasi
koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak. misalnya
makroangiopati pada pembuluh darah perifer sehingga bila luka sukar
sembuh, hipertensi akibat peningkatan viskositas dan penurunan elastisitas
pembuluh darah.
a) Penyakit Arteri Koroner
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan
peningkatan insidensi infark miokard pada penderita Diabetes
Mellitus.
b) Penyakit Serebrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau
pembentukan embolus ditempat lain dalam sistem pembuluh darah
yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh
darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas (TIA
= Transient Ischemic Attack)
c) Penyakit Vaskuler Perifer
Menurut Smeltzer & Bare (2013), perubahan aterosklerotik dalam
pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab
utama meningkatnya insiden gangren dan amputasi pada pasien-pasien
Diabetes Mellitus. Hal ini disebabkan karena pada penderita Diabetes
Mellitus sirkulasi buruk, terutama pada area yang jauh dari jantung,
turut menyebabkan lamanya penyembuhan jika terjadi luka.
2) Penyakit mikrovaskular (pembuluh darah kecil) : mempengaruhi mata,
(retinopati), dan ginjal (nefropati, control kadar gula darah untuk menunda
atau mencegah awita komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular
a) Retinopati Diabetik
Retinopati Diabetik merupakan kelainan retina yang ditemukan pada
penderita diabetes mellitus dimana retinopati akibat perubahan pada
pembuluh darah kecil di retina. Pada retinopati diabetik secara
perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf
mata sehingga mengalami kebocoran sehingga terjadi penumpukan
cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada retina
yang lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram, bahkan
kebutaan. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita
diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha
pengobatan
b) Nefropati
Segera sesudah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah
meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai
akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan
tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk
terjadinya nefropati.
c) Neuropatik
 Pengertian
Neuropati diabetika merupakan komplikasi yang paling sering
pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM
tipe 1 dan tipe 2. Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau
tanda- tanda disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes
mellitus setelah penyebab lainnya disingkirkan. Neuropati perifer
simetrik yang mengenai system saraf motorik serta sensorik
ekstremitas bawah yang disebabkan oleh je- jas sel Schwann,
degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf. Neu-ropati otonom
dapat menimbulkan impotensi seksual yang bersifat fokal
(mononeuropati diabetik) paling besar kemungkinannya
disebabkan oleh makroangiopati.
Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya kerusakan pada
saraf :
1. Kontrol gula darah yang buruk
2. Usia tua
3. Lama menderita DM.
4. Risiko neuropati meningkat bergantung lama pasien menderita
DM, terutama pada pasien yang tidak pernah mengontrol gula
darahnya.Neuropati perifer sering terjadi pada pasien yang
telah terkena diabetes mellitus sekitar 25 tahun.
5. Merokok
6. Asupan tinggi alkohol
 Tanda dan Gejala
Gejala yang muncul tergantung pada lokasi dan jenis saraf yang
mengalami neuropati. Bentuk yang sering terjadi adalah:
1. Neuropati sensori-motorik (saraf sensori-motorik : persarafan
yang mengatur sistem sensorik/persepsi dan pergerakan)
2. Gejala sensorik : kesemutan, baal, kebas, mati rasa, nyeri,
sensasi tertusuk/terbakar.
3. Gejala motorik : kelemahan otot
4. Neuropati otonom (saraf otonom : persarafan yang mengatur
berbagai sistem dalam tubuh dan bekerja diluar kesadaran)
5. Gejala neuropati otonom tergantung pada persarafan otonom
sistem organ mana yang mengalami neuropati.
6. Gejala kardiovaskular : lemah, pusing, sakit kepala, penurunan
toleransi latihan/aktivitas, gangguan denyut jantung, salah
satu/kedua kaki sering terasa dingin, hipotensi ortostatik
(tekanan darah menurun pada perubahan posisi berbaring –
duduk – berdiri)
7. Gejala saluran pencernaan : kembung, mual, muntah, diare,
konstipasi, nyeri ulu hati, nyeri perut.
8. Gejala sistem urinasi: hilangnya kontrol berkemih.
9. Gangguan fungsi seksual : disfungsi ereksi, penurunan libido,
dispareunia (nyeri selama hubungan seksual), berkurangnya
pelumasan vagina, anorgasmi.
10. Gejala kulit : gatal, kulit kering, hilangnya rambut – rambut
halus kulit.
11. Lain – lain : depresi, ansietas (kecemasan), gangguan tidur
 Komplikasi
Beberapa komplikasi neuropati diabetik yang paling serius adalah :
1. Kaki diabetes (diabetic foot): akibat dari hilang/berkurangnya
kemampuan kaki merasakan nyeri bila terjadi trauma, disertai
perubahan tertentu pada kulit dan otot kaki yang juga
mempermudah terjadinya ulkus (luka yang dalam).
2. Silent Miocardial Infark : pada penderita neuropati diabetik,
serangan jantung sering tidak disertai nyeri dada seperti yang
lazimnya dialami pasien serangan jantung. Gejala seringkali
tidak khas, dapat hanya berupa sesak, lelah, atau nyeri ulu hati.
Absennya nyeri dada ini sering membuat serangan jantung
terlambat diketahui, sehingga tidak dapat segera ditangani dan
berakibat fatal.
3. Batu empedu : akibat menurunnya gerak kontraksi kandung
empedu, sehingga terjadi perlambatan aliran cairan empedu
yang memudahkan terbentuknya batu empedu.
4. Gastritis : akibat menurunnya gerak kontraksi lambung karena
gangguan saraf otonom saluran cerna, asam lambung
menggenang lebih lama dalam lambung dan mengiritasi
lambung.

8. Pemeriksaan Penunjang
Mansjoer (2001) mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang sangat
penting dilakukan pada penderita DM untuk menegakkan diagnose kelompok
resiko DM yaitu kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun), obesitas,
hipertensi, riwayat keluarga DM riwayat kehamilan dengan bayi lebih dari 4000
gram, riwayat DM selama kehamilan. Pemeriksaan dilakukan dengan
pemeriksaan gula darah sewaktu kemudian dapat diikuti dengan Test Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) Untuk kelompok resiko yang hasil pemeriksaan nya
negatif, perlu pemeriksaan ulang setiap tahunnya.
Pada pemeriksaan dengan DM dipemeriksaan akan didapatkan hasil gula
darah puasa >140 mg/dl pada dua kali pemeriksaan. Dan gula darah post prandial
>200mg/dl. Selain itu juga dapat juga dilakukan pemeriksaan antara lain:
a. Glycosatet Hemoglobin / Hemoglobin glikosilasi (HbA1C). Berguna untuk
memantau kadar gula darah rata – rata selama lebih dari 3 bulan. Nilai normal
< 8%. Setiap penurunan 1% menurunkan risiko gangguan mikrovaskuler 35%
dan menurunkan risiko komplikasi lain dan kematian 21%.
b. Aseton plasma (keton) > positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas:kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Elektrolit :natrium naik ,turun kalium naik, turun, fosfor turun
e. Gas Darah Arteri :menunjukkan PH menurun dan HCO3 menurun (Asidosis
Metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
f. Urine: Gula dan aseton positif (berat jenis dan osmolaritas meningkat.
g. Kultur dan Sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih
infeksi saluran pernafasan, dan infeksi pada luka

9. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang
diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi (Soelistijo, dkk, 2015):
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara komprehensif.
a. Langkah- langkah penatalaksanaan umum
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi:
1) Riwayat Penyakit
- Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
- Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan
berat badan.
- Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
- Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap,
termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh
tentang perawatan DM secara mandiri.
- Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani.
- Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).
- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenital.
- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata,
jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dll.
- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
- Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
- Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
- Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
2) Pemeriksaan Fisik
- Pengukuran tinggi dan berat badan.
- Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
- Pemeriksaan funduskopi.
- Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
- Pemeriksaan jantung.
- Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanya deformitas).
- Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan
insulin).
- Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.
3) Evaluasi Laboratorium
- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam setelah TTGO.
- Pemeriksaan kadar HbA1c
4) Penapisan Komplikasi
- Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru
terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:
- Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida.
- Tes fungsi hati
- Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR
- Tes urin rutin
- Albumin urin kuantitatif
- Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
- Elektrokardiogram.
- Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung
kongestif).
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif.
Penapisan komplikasi dilakukan di Pelayanan Kesehatan Primer. Bila
fasilitas belum tersedia, penderita dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder
dan/atau Tersier.
b. Langkah-langkah penatalaksanaan khusus
- Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengelolaan DM secara holistic
- Terapi Nutrisi Medis (TNM)
TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara
komprehensif(A). Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang
lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM
sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang D
- Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2
apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan
latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali
perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu.
Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut (A). Dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani.
Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk
menunda latihan jasmani
c. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama pengobatan adalah untuk menormalkan atau mengontrol
kadar gula didalam darah, meliputi beberapa komponen, yaitu:
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
- Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan
sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua,
gangguan faal hati, dan ginjal).
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
- Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar
kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin
tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti: GFR<30
mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien
dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-IV]).
Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan
seperti halnya gejala dispepsia.
- Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang
terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan
tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
(NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan.
Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan
faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah
Pioglitazone.
3) Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
- Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada
keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat,
irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa
bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan
flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan
dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
- Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase- IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi
yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan
sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar
glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah
Sitagliptin dan Linagliptin.
- Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co- transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli
distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa
SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.
4) Insulin
a) Indikasi insulin :
Pada DM tipe 1 yang tHuman Monocommponent Insulin (40 UI dan
100 UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid. Injeksi insulin dapat
diberikan kepada penderita DM tipeII yang kehilangan berat badan
secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan
anti DM dengan dosis maksimal atau mengalami kontra indikasi
dengan obat-obatan tersebut. Bila mengalami ketoasidosis,
hiperosmolar asidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik,
pasien operasi berat , wanita hamil dengan gejala DM yang tidak dapat
dikontrol dengan pengendalian diet.
b) Jenis insulin
 insulin kerja cepat (Rapid acting insulin). Jenisnya adalah reguler
insulin, cristalin zink, dan semilente
 Insulin kerja sedang. Jenisnya adalah NPH (Netral Protamine
Hagerdon)
 Insulin kerja lambat. Jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
d. Penatalaksanaan Keperawatan
Berikut ini beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalam
perawatan pasien dengan diabetes (Arisman, 2010) :
1) Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga
2) Monitor kadar gula darah
3) Menjaga gaya hidup pasien
4) Menjaga keadaan kulit pasien
5) Menghindari pasien dari cedera
6) Memeriksa keadaan pasien secara rutin
7) Latihan fisik dapat mempermudah transportasi glukosa kedalam sel karena
kerja insulin meningkat dan menurunkan kadar gula dalam darah.Beberapa
kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
b) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
c) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
d) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik (Tandra, 2013).
8) Diet
Prinsip umum diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes
diarahkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:
a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin,
mineral).
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
c) Memenuhi kebutuhan energy.
d) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat (Tandra,
2013).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal proses keperawatan dan
merupakan suatu prosesyang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengindentifikasi status kesehatan klien.
Anamnesis menurut Arisman (2011), informasi yang perlu digali selama
anamnesis, meliputi :
a. Pendidikan dan pekerjaan
Pada orang dengan pendapatan tinggi cenderung untuk mempunyai pola hidup
dan pola makan yang salah. Cenderung untuk mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung gula dan lemak yang berlebihan, serta tingginya
konsumsi makanan yang berat serta aktifitas fisik yang sedikit oleh karena itu
biasanya dialami pegawai perkantoran, bos perusahaan dan pejabat
pemerintahan.
b. Keluhan utama
Penderita biasanya datang dengan keluhan menonjol badan terasa sangat
lemas sekali disertai penglihatan yang kabur. Meskipun muncul keluhan
banyak (poliuria) kadang penderita belum tahu kalau itu salah satu tanda
peyakit diabetes mellitus.
c. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit ini biasanya yang dominan adalah munculnya sering buang
air kecil (poliuria), sering lapar dan haus (polidipsi dan polifagia), sebelumnya
penderita mempunyai berat badan yan lebih. Biasanya penderita belum
menyadari kalau itu merupakan perjalanan penyakit diabetes mellitus.
Penderita baru tahu kalau sudah memeriksakan diri kepelayanan kesehatan.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Diabetes dapat terjadi saat kehamilan yang terjadi hanya saat hamil saja dan
biasanya tidak dialami setelah melahirkan namun perlu di waspadai akan
kemungkinan mengalami diabetes yang sesungguhnya dikemudian hari.
Diabetes sekunder umumnya digambarkan sebagai kondisi penderita yang
pernah mengalami suatu penyakit dan mengkonsumsi obat-obatan atau zat
kimia tertentu. Penyakit yang dapat menjadi pemicu timbulnya diabetes
mellitus dan perlu dilakukan pengkajian diantaranya
1) Penyakit pankreas
2) Gangguan penerimaan insulin
3) Gangguan hormonal
4) Pemberian obat-obtan seperti :
a) Glukokkortikoit (sebaga obat radang)
b) Furosemid (sebagai direutik)
c) hiazid (sebagai direutik)
d) Beta bloker (untuk mengobati gangguan jantung)

e. Riwayat kesehatan keluarga


Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengingat diabetes,
karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh ini tak dapat menghasilkan
insulin dengan baik akan disampaikan informasinya pada keturunan
f. Pengkajian kebutuhan dasar ( Pola Gordon)
1) Pola persepsi terhadap kesehatan
Gambaran kesehatan secara umum, pasien mengenal atau tidak tentang
penyakit
2) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dibantu atau tidak, turgor kulit menurun, adanya kelemahan atau
keletihan
Oksigenasi : Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
3) Pola istirahat tidur
Perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan tidur, adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur (nyeri, bangun malam untuk minum),
4) Pola nutrisi metabolic
Adanya polifagi, polidipsi, mual dan muntah
5) Pola Eliminasi
BAK : Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
BAB : adanya diare
6) Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi
lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,apakah
penglihatan kabur / ganda, , lensa mata keruh.
7) Pola konsep diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap
kemampuan,harga diri,gambaran diri dan perasaan terhadap diri sendiri.
8) Pola koping
Cara penyelesain masalah individu

9) Pola Seksualitas dan reproduksi


10) Pola hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga-
lainnya.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan dalam
hidup. (Margareth,2012)
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status penampilan kesehatan : yang sering muncul adalah kelemahan fisik.
2) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma.
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah : hipertensi (karena peningkatan viskositas darah oleh
glukosa sehingga terjadi peningkatan tekanan pada dinding pembuluh
darah dan risiko terbentuknya plak pada pembuluh darah).
b) Frekuensi nadi : takikardi (terjadi kekurangan energi sel sehingga
jantung melakukan kompensasi untuk meningkatkan pengiriman).
c) Frekuensi pernafasan : takhipnea (pada kondisi ketoasidosis).
d) Suhu tubuh : deman (pada penderita dengan komplikasi infeksi pada
luka atau pada jaringan lain), hipotermia (pada penderita yang tidak
mengalami infeksi atau penurunan metabolic akibat menurunnya
masukkan nutrisi secara drastis.
4) Berat badan melalui penampilan atau pengukuran : kurus ramping (pada
diabetes melitus fase lanjutan dan lama tidak mengalami terapi), gemuk
padat, gendut (pada fase awal penyakit atau penderita lanjutan dengan
pengobatan yang rutin dan pola makan yang masih tidak terkontrol).
5) Kulit
a) Warna : perubahan-perubahan pada melanin, kerotenemia (pada
penderita yang mengalami peningkatan traumamekanik yang berakibat
luka sehingga menimbulkan ganggren. Tampak warna kehitam-
hitaman disekitar luka. Daerah yang sering terkena adalah ekstremitas
bawah).
b) Kelembaban : lembab (pada penderita yang tidak mengalami diuresis
osmosis dan tidak mengalami dehidrasi), kering (pada pasien yang
mengalami diuresis osmosis dan dehidrasi).
c) Suhu : dingin (pada penderita yang tidak mengalami infeksi dan
menurunnya masukan nutrisi), hangat (mengalami infeksi atau kondisi
intake nutrisi normal sesuai aturan diet).
d) Tekstur : halus (cadangan lemak dan glikogen belum banyak di
bongkar), kasar (terjadi pembongkaran lemak, protein, glikogen otot
untuk produksi energi).
e) Turgor : menurun pada dehidrasi.
6) Kuku : warna pucat, sianosis (penurunan perfusi pada kondisi ketoasidosis
atau komplikasi infeksi saluran pernafasan).
7) Rambut
a) Kuantitas : tipis (banyak yang rontok karena kekurangan nutrisi dan
buruknya sirkulasi, lebat.
b) Penyebaran : jarang atau alopesia total.
c) Tekstur : halus atau kasar.
8) Kepala
a) Kulit kepala : termasuk benjolan atau lesi, antara lain : kista pilar dan
psoriasis (yang rentan terjadi pada penderita diabetes melitus karena
penurunan antibody).
b) Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur.
c) Wajah : termasuk simetris dan ekspresi wajah, antara lain : paralisis
wajah (pada penderita dengan komplikasi stroke) dan emosi.
9) Mata : perlu dikaji lapang pandang dan uji ketajaman pandang dari
masing-masing mata (ketajaman menghilang).
a) Sklera dan konjungtiva : sklera mungkin ikterik, konjungtiva anemis
pada penderita yang sulit tidur karena banyak kencing pada malam
hari.
b) Kornea, iris dan lensa : penderita diabetes melitus sangat berisiko pada
kekeruhan lensa mata.
c) Pupil : miosis, midriosis atau anisokor.
10) Telinga
a) Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai mengganggu diameter
lubang.
b) Gendang telinga : kalau tidak menutup serumen berwarna putih
keabuan, dan masih dapat bervibrasi dengan baik apabila tidak
mengalami infeksi sekunder.
c) Pendengaran : ketajaman pendengaran terhadap bisikan dapat
mengalami penurunan.
11) Hidung : jarang terjadi pembesaran polip dan sumbatan hidung kecuali ada
infeksi sekunder seperti influenza.
12) Mulut dan Faring
a) Bibir : sianosis, pucat (apabila mengalami asidosis atau penurunan
perfusi jaringan pada stadium lanjut).
b) Mukosa oral : kering (dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis
osmosis).
c) Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis karena penderita memang
rentan terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
d) Langit-langit mulut : mungkin terdapat bercak keputihan karena pasien
mengalami penurunan kemampuan personal hygiene akibat kelemahan
fisik.
e) Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan oral
hygiene.
f) Faring mungkin terlihat kemerahan akibat proses peradangan
(faringitis).
13) Leher : pembesaran kelenjar limfe leher dapat muncul apabila ada infeksi
sistemik.
14) Toraks dan paru-paru
a) Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain
takipnea, hipernea, dan pernafasan Chyne Stoke (pada kondisi
ketoasidosis).
b) Bentuk dada : normal atau dada tong.
c) Dengarkan pernafasan : stridor (pada obstruksi jalan nafas), mengi
(apabila penderita sekaligus mempunyai riwayat astma atau bronkhitis
kronik).
15) Dada
a) Inspeksi : deformitas atau asimetris.
b) Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak.
c) Perkusi : pada penderita normal area paru terdengar sonor.
d) Auskultasi : bunyi nafas vesikuler atau bronko vesikuler.
16) Aksila : inspeksi terhadap kemerahan, infeksi dan pigmentasi.
17) Siatem Kardiovaskuler : adanya riwayat hipertensi, infark miokard akut,
takikardi, tekanan darah yang cenderung meningkat, disritmia, nadi yang
menurun, rasa kesemutan dan kebas pada ekstremitas merupakan tanda
dan gejala dari penderita diabetes melitus.
18) Abdomen
a) Inspeksi : pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran
organ.
b) Auskultasi : bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan
motilitas.
c) Perkusi : pada abdomen terhadap proporsi dan pola tympani serta
kepekaan.
d) Palpasi : untuk mengetahui adanya nyeri tekan/massa.
19) Ginjal : palpasi ginjal apakah ada nyeri tekan sudut kosta vertebral.
20) Genetalia : inspeksi apakah ada kemerahan pada kulit skrotum.
21) Sistem Muskuloskeletal : sering mengalami penurunan kekuatan
muskuloskeletal.
22) Sistem Neurosensori : pada penderita diabetes melitus biasanya merasakan
gejala pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parestesia, dan gangguan penglihatan.
10. Diagnosa
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan ditandai
dengan turgor kulit menurun, membran mukosa kering.
b. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
ditandai dengan turgor kulit menurun, pengsian kapiler <3 detik, nadi perifer
menurun atau tidak teraba.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis ditandai dengan berat
badan turun, membrane mukosa pucat, nafsu makan menurun.
d. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
ditandai dengan kerusakan jaringan atau lapisan kulit, perdarahan, kemerahan.
e. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.
11. Rencana Tindakan
Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Hipovolemia Setelah dilakukan asuhan


berhubungan dengan keperawatan selama …x24 jam, 1. Periksa tanda dan gejala 1. Merupakan indikator dari tingkat
kehilangan cairan diharapkan status cairan hipovolemia (mis. frekuensi nadi dehidrasi, atau volume sirkulasi
berlebihan ditandai membaik sesuai dengan kriteria meningkat, nadi teraba lemah, yang adekuat
dengan turgor kulit hasil : tekanan darah menurun, tekanan
menurun, membran 1. Turgor kulit meningkat nadi menyempit, turgor kulit
mukosa kering. 2. Mempertahankan urine menurun, membrane mukosa 2. Memberikan perkiraan kebutuhan
output sesuai dengan usia kering, volume urine menurun, akan cairan pengganti, fungsi
dan BB, BJ urine normal hematikrit meningkat, haus, ginjal, dan keefektifan dari
3. Tekanan darah, nadi, dan lemah) terapi yang diberikan
suhu tubuh membaik 2. Monitor intake dan output cairan 3. Mengetahui kebutuhan cairan
4.  Keluhan haus menurun 3. Hitung kebutuhan cairan 4. Mempertahankan hidrasi
5. Edema perifer menurun 4. Anjurkan memperbanyak asupan 5. Tipe dan jumlah cairan
cairan oral tergantung pada derajat
5. Kolaborasi pemberian cairan IV kekurangan cairan dan respons
pasien secara individual

Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor panas, kemerahan,


Perfusi jaringan perifer keperawatan selama …x24 jam, nyeri, atau bengkak pada 1. Untuk mengetahui perubahan
tidak efektif diharapkan perfusi perifer ekstremitas kondisi ekstremitas pasien
berhubungan dengan meningkat sesuai dengan 2. Pantau data laboratorium 2. Indikator perfusi/ perfusi organ
hiperglikemia kriteria hasil : (GDA, BUN, Kreatinin, 3. Vasokontriksi sistemik diakibatkan
dibuktikan dengan 1. Denyut nadi perifer Elektrolit) oleh penurunan curah jantung
turgor kulit menurun, meningkat 3. Periksa sirkulasi perifer (mis. yang mungkin dibuktikan oleh
pengsian kapiler <3 penurunan nadi perifer dan
2. Turgor kulit membaik nadi perifer, edema, pengisian
detik, nadi perifer 3. Akral membaik kapiler, warna, suhu, ankle- pengisian kapiler
menurun atau tidak 4. Pengisian kapiler membaik brachial index) 4. Parastesia menunjukkan
teraba. 5. Parastesia menurun 4. Monitor adanya parastesia ketidakseimbangan perfusi oksigen
di jaringan perifer

Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor karakteristik luka


kulit/jaringan keperawatan selama …x24 jam, 2. Monitor tanda-tanda infeksi 1. Pengkajian yang tepat terhadap
berhubungan dengan diharapkan integritas kulit dan 3. Lakukan perawatan luka dengan luka dan proses penyembuhan
neuropati perifer jaringan meningkat sesuai tehnik yang baik dan benar akan membantu dalam
ditandai dengan dengan kriteria hasil : 4. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah menentukan tindakan selanjutnya
kerusakan jaringan atau 1. Perbaikan integitas kulit baring 2. Mengetahui adanya gejala awal
lapisan kulit, dan jaringan (suhu kulit, 5. Anjukan minum air yang cukup dari proses infeksi
perdarahan, kemerahan sensasi, elastisitas, hidrasi, 6. Anjurkan mengunakan pelembab 3. Merawat luka dengan tehnik yang
perfusi jaringan, 7. Kolaborasi pemberian antibiotik benar, dapat menjaga kontaminasi
pigmentasi abnormal) luka dan larutan yang iritatif akan
2. Kondisi luka tidak merusak granulasi yang timbul,
terinfeksi sisa balutan jaringan nekrosis
dapat menghambat proses
granulasi
4. Mencegah terjadinya luka
5. Menjaga hidrasi
6. Mencegah gesekan pada kulit
akibat kulit kasar
7. Antibiotik dapat menghambat
pembentukan sel bakteri, sehingga
proses infeksi tidak terjadi
Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor berat badan
Defisit nutrisi keperawatan selama …x24 jam, 2. Monitor asupan makanan 1. Mengetahui perkembangan berat
berhubungan dengan diharapkan status nutrisi 3. Observasi tanda-tanda badan pasien (berat badan
faktor psikologis membaik sesuai dengan kriteria hipoglikemia seperti perubahan merupakan salah satu indikasi
ditandai dengan berat hasil : tingkat kesadaran, kulit menentukan diet)
badan turun, membrane 1. Nafsu makan membaik lembab/dingin, denyut nadi 2. Mengkaji pemasukan makanan
mukosa pucat, nafsu 2. Berat badan stabil atau cepat, lapar, peka rangsang, yang adekuat (termasuk absorbsi
makan menurun. penambahan ke arah cemas, sakit kepala. dan utilisasinya)
rentang biasanya 4. Tentukan program diet dan 3. Karena metabolisme karbohidrat
3. IMT membaik pola makan pasien dan mulai terjadi, gula darah akan
4. Frekuensi makan membaik bandingkan dengan makanan berkurang, dan sementara tetap
yang dapat dihabiskan pasien. diberikan insulin maka
5. Anjurkan kepatuhan terhadap hipoglikemia akan dapat terjadi
diet dan olahraga 4. Mengidentifikasi kekurangan dan
6. Kolaborasi pemberian insulin penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
5. Kepatuhan terhadap diet dapat
mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/ hiperglikemia
6. Insulin akan menurunkan kadar
gula darah

Setelah dilakukan asuhan


Risiko infeksi keperawatan selama …x24 jam, 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Pasien mungkin masuk dengan
berhubungan dengan diharapkan risiko infeksi lokal dan sistemik infeksi yang biasanya telah
penyakit kronis. menurun sesuai dengan kriteria 2. Lakukan perawatan luka di area mencetuskan keadaan
hasil : edema ketoasidosis atau infeksi
1. Tidak ada tanda dan gejala 3. Pertahankan tehnik aseptik pada nasokomial.
infeksi pasien berisiko tinggi 2. Sirkulasi perifer bisa terganggu
2. Kebersihan tangan dan 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
badan meningkat 5. Ajarkan cara mencuci tangan yang menempatkan pasien pada
3. Kadar sel darah putih dengan benar peningkatan risiko terjadinya
membaik 6. Kolaborasi pemberian antibiotik kerusakan pada kulit/ iritasi kulit
dan infeksi
3. Kadar glukosa tinggi akan
menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
4. Mencegah timbulnya infeksi
nosokomial
5. Mengontrol dan mengurangi faktor
pencetus infeksi
6. Antibiotik dapat menghambat
pembentukan sel bakteri, sehingga
proses infeksi tidak terjadi
12. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun sebelum ke pasien

13. Evaluasi
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan ditandai dengan turgor
kulit menurun, membran mukosa kering.

1) Urine output sesuai dengan usia dan berat badan


2) Turgor kulit normal
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis ditandai dengan berat badan turun,
membrane mukosa pucat, nafsu makan menurun.

1) Nafsu makan membaik


2) Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
3) IMT membaik
4) Frekuensi makan membaik

c. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia dibuktikan


dengan turgor kulit menurun, pengsian kapiler <3 detik, nadi perifer menurun atau tidak
teraba.
1) Denyut nadi perifer meningkat
2) Turgor kulit membaik
3) Akral membaik
4) Pengisian kapiler membaik
5) Parastesia menurun
d. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati perifer ditandai dengan
kerusakan jaringan atau lapisan kulit, perdarahan, kemerahan.

1) Perbaikan integitas kulit dan jaringan


2) Tidak ada tanda-tanda infeksi

e. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.

1) Tidak ada tanda dan gejala infeksi


2) Kebersihan tangan dan badan meningkat
3) Kadar sel darah putih membaik
DAFTAR PUSTAKA

Association, American Diabetic. 2019. Standart Of Medical Care In Diabetes-2019. Diabetes


Care. 42(1) January 2019. S1-S193

Arisman. 2011. Diabetes Mllitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas,
Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC

Ginting, P.A.S. 2019. Gambaran Karakteristik Pasien Penderita Diabetes Melitus Di


Ruangan Internis Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2019. Skripsi. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius

Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC (Indonesian Version) Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction

Punthakee, Z., Goldenberg, R., & Katz, P. 2018. Definition, Classification and Diagnosis of
Diabetes, Prediabetes and Metabolic Syndrome. Canadian Journal of Diabetes. 42.
S10-S15

Smeltzer & Bare. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : Penerbit Buku
Kedoketran: EGC

Soelistijo, dkk. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia 2015. Jakarta : Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB
PERKENI)

Sudoyo Aru, dkk. 2014. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1,2,3 Edisi Keempat. Jakarta :
Internal Publishing

Tandra, H. 2013. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes. Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta. DPP
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta. DPP
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta. DPP
PPNI

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
World Health Organization. 2019. Classification Of Diabetes Mellitus. Geneva: World
Health Organization
ANALISIS JURNAL

Efektivitas Gel Aloe Vera Sebagai Primary Dressing Pada Luka Diabetes Melitus Di
Praktik Perawatan Luka Indaryati Sleman Yogyakarta

INTISARI
Latar Belakang: Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah akibat adanya kerusakan pada sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya. Salah satu komplikasi tahap lanjut dari penyakit diabetes melitus
adalah luka diabetes melitus. Meskipun masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui kandungan aktif potensial, gel Aloe vera kiranya bisa menjadi kandidat terapi
penyembuhan pada luka diabetes melitus.

Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas gel Aloe vera sebagai primary dressing pada
perawatan luka diabetes di Praktik Perawatan Luka Indaryati.

Metode Penelitian: Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan metode
quasi experiment. Sampel diambil secara accidental sampling dengan jumlah 15 pasien,
yang terbagi kedalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Analisis data penelitian
ini menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann-Whitney.

Hasil: Hasil uji statistik menunjukkan pada kelompok perlakuan dengan gel Aloe vera
didapatkan p value 0,028. Pada kelompok kontrol dengan pemberian NaCl 0,9% p value
lebih besar dari 0,05 (0,120 > 0,05). Sedangkan uji beda pada kedua kelompok tersebut
didapatkan p value 0,020.

Simpulan: Pemberian gel Aloe vera berpengaruh terhadap status luka diabetes melitus.
Sedangkan pemberian NaCl 0,9% tidak berpengaruh terhadap status luka diabetes melitus.
Sedangkan hasil uji beda menunjukkan ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara
pemberian gel Aloe vera dengan NaCl 0,9% pada luka diabetes melitus di Praktik
Perawatan Luka Indaryati.

Saran: Bagi profesi perawat dan instansi praktik klinik bisa menjadikan metode
perawatan luka menggunakan gel Aloe vera sebagai pilihan.

Kata Kunci : luka diabetes, Aloe vera, primary dressing


ABSTRACT

Research Background: Diabetes mellitus is a group of metabolic disorders which is


indicated by the increased of glucose level (hyperglycemic) due to the damage of insulin
secretion, insulin work or both. One of the further complications of diabetes mellitus is
diabetes mellitus wound. Even though, needs further observation to find out the potential
active contents, Aloe vera gel could be the option of therapy to treat diabetes mellitus
wound.

Research Objectives: This research was to investigate the effectiveness of Aloe vera gel
as primary dressing on diabetes mellitus wound in Indaryati wound care clinic. Research
Methodology: The research made use of the quantitative research with quasi experiment
method. Research sample is taken through accidental sampling with 15 patients, which is
divided into experiment and control group. The data were analyzed by Wilcoxon and
Mann-Whitney formula.

Research Findings: The research shows that the experiment group with Aloe Vera gel
obtained p value 0.028 with significant level 0.05 (0.028 < 0.05). Other hand the control
group obtained p value is bigger than 0.05 (0.290 > 0.05). Meanwhile, different test of
both groups obtained p value 0.020.

Conclusion: Aloe vera gel influences the diabetes mellitus wound. Meanwhile, NaCl
0.9% to wound gives not effected for diabetes mellitus wound. As well as the different
test obtained results are significant different between Aloe vera gel and NaCl 0.9%.

Suggestions: Nurse and clinical practice are expected to made Aloe vera as one of
alternative primary dressing.

Keywords Bibliography : : diabetes wound, Aloe vera, primary dressin

METODE PENELITIAN variabel-variabel luar yang

Penelitian ini termasuk jenis penelitian mempengaruhi pelaksanaan eksperimen

kuantitatif dengan desain quasi (Sugiyono, 2011). Rancangan pada

experiment. Desain ini memiliki penelitian ini menggunakan desain

kelompok kontrol tetapi tidak dapat control group pre-test-post-test. Desain

berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol ini merupakan gabungan dari pre-test and
post-test group dengan static group tertentu pada hasil pengkajian. Pada
comparison. Dalam hal ini dilihat penelitian ini data kelompok yang
perbedaan pencapaian antara kelompok diberikan perlakuan dengan gel Aloe vera
eksperimen dengan pencapaian kelompok akan diberikan kode E, dan pada
kontrol (Arikunto, 2013). Alat pengumpul kelompok yang diberikan perlakuan
data pada penelitian ini menggunakan dengan NaCl 0,9% akan diberikan kode
instrumen yang sudah baku, yaitu wound K. Ketiga, transfering merupakan
status continuum Bates Jensen Wound kegiatan memindahkan data yang telah
AssessmentTools.Unsur yang dikaji dikumpulkan ke dalam tabel, kemudian
adalah : ukuran, kedalaman, tepi luka, membuat distribusi frekuensi sederhana.
undermining, tipe jaringan nekrotik, Keempat, tabulasi (tabulating) yaitu
jumlah jaringan nekrotik, tipe eksudat, menyusun dan menghitung data hasil
jumlah eksudat, warna kulit sekitar luka, coding untuk disajikan dalam bentuk tabel
jaringan edema perifer, indurasi jaringan secara komputerisasi dengan program
perifer, jaringan granulasi, dan jaringan SPSS seri 16.0. Kelima, analisis yaitu
epitelisasi. Proses penelitian dibantu oleh melakukan analisis data.
3 aisten peneliti dengan kriteria yang telah
Analisa data merupakan suatu proses
ditentukan, sehingga tidak dilakukan uji
penyederhanaan data ke dalam bentuk
interrater reliability. Cara pengumpulan
yang lebih mudah dibaca dan
data pada penelitian ini dilakukan dengan
diinterpretasikan yang dinyatakan dalam
observasi langsung terhadap kondisi luka
bilangan persentase sebagai awal dari
sejak perlakuan pertama sampai perlakuan
keseluruhan proses analisis. Untuk
ketiga.
menguji hipotesis pada penelitian ini
Setelah dilakukan pengumpulan data, menggunakan uji Wilcoxon, dengan
langkah selanjutnya adalah melakukan menggunakan taraf signifikansi 0,05
pengolahan data yang meliputi lima apabila nilai p hitung lebih kecil dari nilai
langkah, yaitu pertama, penyuntingan taraf signifikan (p<0,05). Uji Wilcoxon
(editing) digunakan untuk mengecek dilakukan untuk mengetahui efektivitas
apakah data yang telah dikumpulkan pemberian gel Aloe vera dan NaCl 0,9%
dapat diperlukan untuk menguji hipotesis sebagai primary dressing pada perawatan
dan mencapai tujuan penelitian sudah luka diabetes melitus. Selanjutnya untuk
lengkap atau belum. Kedua, pengkodean mengetahui perbedaan efektifitas gel Aloe
(coding) yaitu memberi kode-kode
vera dengan NaCl 0,9% sebagai primary menggunakan instrumen/ Bates Jensen
dressing dilakukan uji Mann-Whitney. Tools. Luka diberikan gel Aloe vera pada
kelompok eksperimen dan NaCl 0,9%
Pengambilan data pada penelitian ini
pada kelompok kontrol. Selanjutnya
dilaksanakan pada tanggal 08 Januari
ditutup menggunakan secondary dressing
sampai dengan 05 Februari 2015. Pasien
(kasa steril) dan bahan yang bersifat semi
yang datang untuk mendapatkan
permeabel baik pada kelompok
pelayanan perawatan luka di Praktik
eksperimen maupun pada kelompok
Perawatan Luka Indaryati akan
kontrol. Perawatan luka pada kelompok
ditawarkan untuk terlibat dalam
eksperimen maupun pada kelompok
penelitian. Selanjutnya pasien dilakukan
kontrol ini dilakukan 3 kali perawatan,
screening terlebih dahulu berdasarkan
dengan frekuensi penggantian balutan 2
kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
hari sekali. Diharapkan dengan perlakuan
Pasien diberikan penjelasan tentang
sebanyak 3 kali, akan didapatkan
proses penelitian, resiko, keuntungan dan
perbedaan perkembangan luka yang
tujuan peneitian. Apabila pasien
signifikan.
menyetujui kemudian diminta untuk
menandatangani lembar persetujuan HASIL PENELITIAN DAN
(informed concent). Tanda tangan PEMBAHASAN
persetujuan dapat diwakilkan oleh
Penelitian ini dilakukan di Praktik
keluarga yang dikehendaki pasien.Setelah
Perawatan Luka Indaryati pada bulan
diberikan penjelasan tentang rencana
Januari sampai dengan bulan 2015.
penelitian yang akan dilakukan, pasien
Dimana Praktik Perawatan Luka Indaryati
diberikan kesempatan untuk menentukan
adalah praktek klinik keperawatan legal
posisinya pada kelompok kontrol atau
yang telah mendapatkan ijin dari Dinas
eksperimen. Tindakan perawatan luka
Kesehatan Kabupaten Sleman sejak tahun
dilakukan oleh peneliti dan atau asisten.
2013. Praktik klinik keperawatan
Luka dicuci menggunakan sabun khusus
beroperasi setiap hari Senin-Sabtu pukul
pencuci luka. Selanjutnya dilakukan
15.00-20.00 WIB. Praktik mandiri
nekrotomi pada jaringan nekrose
keperawatan ini melayani perawatan luka
(dilakukan pada perawatan luka untuk
diabetes melitus, luka operasi, luka
pertama kali). Hal ini untuk mendapatkan
kecelakaan, luka kanker, stoma dan
dasar luka yang berwarna merah/ kuning.
Selanjutnya luka diobservasi dan skoring
pelayanan home care, dengan jumlah rata-
rata pasien sebanyak 10-15 pasien/bulan.

Dalam pelaksanaanya perawatan luka


kepada pasien di praktik perawatan luka
ini menggunakan konsep perawatan luka
modern dengan prinsip moisture balance
dan mengaplikasikan advance dressing.
Namun demikian pasien yang akan
menentukan bahan/ dressing yang akan
diaplikasikan karena hal ini terkait dengan
pembiayaan. Berikut penjelasan tentang
hasil penelitian yang dilakukan pada
praktik perawatan di tempat ini:
Karakteristik jenis kelamin responden kelompok eksperimen dan
kontrol di Praktik Perawatan Luka Indaryati
Kelompok Jenis kelamin Frekuensi Prosentase (%)
Eksperimen Laki-laki 2 28,57%
Perempuan 5 71,43%
Kontrol Laki-laki 3 37,50%
Perempuan 5 62,50%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari segi jenis


kelamin responden, pada kelompok eksperimen prosentase responden
lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 5 orang (71,3%)
dibandingkan responden laki-laki sebanyak 2 orang (28,57%). Demikian
pula pada kelompok kontrol, prosentase responden pada kelompok ini
lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 5 orang (62,5%)
dibandingkan responden laki-laki sebanyak 3 orang (37,50%).
Karakteristik usia responden kelompok eksperimen dan kontrol di
Praktik Perawatan Luka Indaryati
Kelompok Usia Frekuensi Prosentase (%)
56 – 59 5 71,43%
Eksperimen 52 – 55 0 0,00%
48 – 51 2 28,57%
56 – 59 5 62,5%
Kontrol 52 – 55 2 25,00%
48 – 51 1 12,50%
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari segi usia,
prosentase responden pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
lebih banyak pada kelompok usia 56 – 59 tahun yaitu sejumlah 5 pasien
(71,43%) pada kelompok eksperimen dan 5 pasien (62,5%) pada kelompok
kontrol, terbanyak kedua pada eksperimen adalah kelompok usia 48 – 51
tahun yaitu sejumlah 2 pasien (28,57%), sedangkan pada kelompok kontrol
adalah pada kelompok usia 52 – 55 tahun yaitu sejumlah 2 pasien
(25,00%). Kelompok eksperimen dengan jumlah pasien terendah adalah
pada kelompok usia 52 – 55 tahun yaitu 0 pasien (0,00%), sedangkan pada
kontrol, kelompok usia dengan jumlah terendah adalah 48 – 51 tahun yaitu
1 pasien (12,50%).
Hasil pengkajian luka sebelum dan sesudah diberikan gel Aloe
vera
No Responden Skor Hasil
Pre Post Selisih
2 38 17 21
4 28 19 9
6 39 24 16
10 40 24 9
16 35 26 10
18 37 27 -6
20 39 45 15
Jumlah 256 182 74
Mean 36,57 26 10,57

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa skor hasil pengkajian


luka responden sebelum diberikan perlakuan dengan Aloe vera didapatkan
rata-rata 36,57, sedangkan setelah diberikan perlakuan dengan Aloe vera
didapatkan rata-rata 26. Selain itu, dari 7 responden terdapat 6 orang yang
mengalami penurunan skor (terjadi peningkatan status luka), 1 responden
yang lain mengalami peningkatan skor (terjadi penurunan status luka),
serta didapatkan rata-rata dari selisih nilai pre dan post sebesar 10,57.
Hasil pengkajian luka sebelum dan sesudah diberikan NaCl
0,9%
No Responden Skor Hasil
Pre Post Selisih
5 39 40 -1
7 34 38 -4
9 29 28 1
11 51 48 3
13 37 32 5
15 31 26 5
17 43 42 5
21 31 26 1
Jumlah 288 280 15
Mean 36 35 1,86

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa skor hasil pengkajian


luka responden sebelum diberikan perlakuan dengan NaCl 0,9%
didapatkan rata-rata 36, sedangkan setelah diberikan perlakuan dengan
NaCl 0,9% didapatkan rata-rata 35. Selain itu, dari 8 responden terdapat 6
orang yang mengalami penurunan skor (terjadi peningkatan status luka), 2
responden yang lain mengalami peningkatan skor (terjadi penurunan status
luka), serta didapatkan rata-rata selisih dari nilai pre dan post sebesar 1,86.
Hasil uji statistik Wilcoxon kelompok kontrol
Post-test Kontrol - Pre-test Kontrol

Z -1.556a
Asymp. Sig. (2-tailed) .120

Berdasarkan tabel hasil uji Wilcoxondi atas menunjukkan bahwa luka


diabetes melitus sebelum (pretest) dan setelah (posttest) diberikan
perlakuan dengan nacl 0,9% didapatkan p value0.120 dengan taraf
signifikansi 0,05. Jika nilai p lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol
diterima dan jika p lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Hasil uji
Wilcoxon menunjukkan p value lebih besar dari 0,05 (0.290>0,05).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian perlakuan dengan nacl 0,9%
tidak berpengaruh terhadap status luka diabetes melitus di Praktik
Perawatan Luka Indaryati.

Hasil uji statistik Wilcoxon kelompok eksperimen


Post-test Eksperimen - Pre-test Eksperimen
Z -2.201a
Asymp. Sig. (2- .028
tailed)

Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji Wilcoxon di atas menunjukkan


bahwa luka diabetes melitus sebelum (pretest) dan setelah (posttest)
diberikan perlakuan dengan Aloe vera didapatkan p value0,028 dengan
taraf signifikansi 0,05. Jika nilai p lebih besar dari 0,05 maka hipotesis
nol diterima dan jika p lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak.
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan p value lebih kecil dari 0,05 (0,017 <
0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian perlakuan
denganAloe vera berpengaruh terhadap status luka diabetes melitus di
Praktik Klinik Perawatan Luka Indaryati.
Hasil uji statistic kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Test Statistics
Selisih
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 44.000
Z -2.327
Asymp. Sig. (2-tailed) .020

Berdasarkan tabel diatas, hasil uji Mann-Whitney yang


membandingkan selisih pre dan post antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol didapatkan p value 0,020, dengan taraf signifikansi
0,05. Karena nilai p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
pengaruh yang bermakna antara gel Aloe vera dengan NaCl 0,9% pada
perawatan luka diabetes melitus di praktek perawatan luka Indaryati.
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji Mann-Whitney
pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh yang
bermakna antara gel Aloe vera dengan NaCl 0,9% pada perawatan luka
diabetes melitus di Praktik Perawatan Luka Indaryati. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Tjahajani dan
Widurini (2011) yang sama-sama membandingkan efektivitas gel Aloe
vera dan NaCl 0,9%, membuktikan gel Aloe vera efektif dalam
mempercepat proses penyembuhan ulkus mukosa mulut. Pada
penelitian ini ulkus sebagai kelompok kontrol yang diaplikasi dengan
larutan NaCl 0,9% selama 3 dan 5 hari menunjukkan gambaran
mikroskopis dengan skor 4. Pada aplikasi dengan larutan NaCl 0,9%
selama 7 hari, menunjukkan sel radang dengan skor 3 dan 2. Pada
kelompok perlakuan tampak bahwa ulkus yang diaplikasi ekstrak Aloe
vera 6,25% selama 3 dan 7 hari menunjukkan gambaran mikroskopis
dengan skor 1. Sedangkan, aplikasi ekstrak Aloe vera 12,5% dan 25%
menunjukkan gambaran mikroskopis dengan skor 1 yang berarti dapat
membantu penyembuhan luka mukosa mulut tikus.
Hal ini diduga karena adanya proses pemulihan jaringan normal
pada mukosa mulut tikus. Pemulihan jaringan telah dimulai sejak 3-5
hari setelah terjadinya luka jaringan, dimana terjadi proses
pembentukan fibroblas dan eliminasi sel-sel radang kronis. Dan setelah
setelah hari ke tujuh, tepi luka akan mulai berpaut dan terjadi
pembentukan sel epitel yang akan melapisi bagian permukaan luka. Hal
ini dikarenakan daun Aloe vera mengandung berbagai zat kimia dan
berkhasiat sebagai antiinflamasi, antipiretik, antijamur, antioksidan,
antiseptik, anti mikroba (Tjahajani & Widurini, 2011).

Keterbatasan
Sesuai dengan jenis penelitian maka dalam penelitian ini dirasa
terdapat kekurangan, antara lain pengkajian luka hanya dilakukan oleh
1 orang sehingga bisa menimbulkan subyektifitas dalam pengkajian,
gel Aloe vera yang diaplikasikan belum di ekstrak, sehingga beberapa
bahan/ zat yang diinginkan masih tercampur dengan air. Selain itu
meskipun jumlah/ volume gel Aloe vera yang diaplikasikan sudah
ditentukan namun bukan merupakan dosis yang terukur.
Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini dirasa juga
masih terlalu sedikit yaitu 15 responden, serta responden dalam
penelitian ini memilih sendiri pada kelompok mana responden akan
diberikan perlakuan meskipun pada awalnya pasien telah memberikan
arahan tentang posisi responden yang diharapkan oleh peneliti.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan uji statistik nilai pretes dan posttest pada luka
diabetes yang telah diberikan perlakuan dengan Aloe vera, didapatkan
kesimpulan bahwa pemberian gelAloe vera efektif pada perawatan luka
diabetes melitus. Sedangkan hasil uji statistik nilai pretes dan posttest
pada luka diabetes yang telah diberikan perlakuan dengan NaCl 0,9%,
didapatkan kesimpulan bahwa pemberian NaCl 0,9% tidak efektif pada
perawatan luka diabetes melitus.
Selanjutnya uji beda yang dilakukan untuk mengetahui
perbedaan efektivitas antara gel Aloe vera dengan NaCl 0,9%,
didapatkan hasil bahwa ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara
pemberian gel Aloe vera dengan NaCl 0,9%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan efektivitas pemberian gel Aloe vera
dengan NaCl 0,9% pada perawatan luka diabetes melitus.

Saran
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
penderita luka diabetes melitus tentang cara merawat luka dengan
metode alternatif menggunakan gel Aloe vera, sehingga mengurangi
efek samping yang ditimbulkan oleh obat obatan medis dan biaya yang
tinggi karena perawatan luka yang lama dan dressing yang mahal.
Metode perawatan luka menggunakan Aloe verajuga diharapkan dapat
diaplikasikan pada pasien dengan luka diabetes melitus untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan perawatan luka
diabetes.
Selain itu dapat dilakukan penelitian lanjutan tentang
pemanfaatan Aloe vera untuk perawatan luka diabetes melitus dengan
menggunakan pendekatan dan metode penelitian lainnya, kontrol
variabel yang lebih ketat, melakukan double crosscheck sehingga
mengurangi subyektifitas pengkajian serta menggunakan dosis yang
lebih terukur.
ANALISIS JURNAL PICOT
NO JUDUL P I C O T
1 Efektivitas Populasi Penelitian Pada jurnal Berdasarkan Perawatan luka pada
Gel Aloe pada ini termasuk pertama yang penelitian hasil kelompok
Vera penelitian jenis berjudul uji Mann-Whitney eksperimen maupun
Sebagai ini adalah penelitian Efektivitas yang pada kelompok
Primary klien yang kuantitatif Gel Aloe Vera membandingkan kontrol ini dilakukan
Dressing menderita dengan Sebagai selisih pre dan 3 kali perawatan,
Pada Luka Luka metode Primary post antara dengan frekuensi
Diabetes Diabetes quasi Dressing kelompok penggantian balutan
Melitus Melitus Di experiment. Pada Luka eksperimen dan 2 hari sekali. Pada
Praktik Sampel Diabetes kelompok kontrol penelitian ini ulkus
Perawatan diambil Melitus Di didapatkan p sebagai kelompok
Luka secara Praktik value 0,020, kontrol yang
Indaryati accidental Perawatan dengan taraf diaplikasi dengan
Sleman sampling. Luka signifikansi 0,05. larutan NaCl 0,9%
Yogyakarta Analisis data Indaryati Karena nilai p < selama 3 dan 5 hari.
Glaukoma penelitian Sleman 0,05, dapat Pada kelompok
Dengan ini Yogyakarta. disimpulkan perlakuan tampak
umlah menggunaka Pembanding bahwa ada bahwa ulkus yang
sampel n uji intervensi perbedaan diaplikasi ekstrak
sebanyak Wilcoxon adalah pengaruh yang Aloe vera 6,25%
15 pasien dan uji kelompok bermakna antara selama 3 dan 7 hari.
Mann- control yang gel Aloe vera
Whitney. diberikan dengan NaCl
Luka aloevera gel 0,9% pada
diberikan pada kaki dan perawatan luka
gel Aloe kelompok diabetes melitus
vera pada control yang di praktek
kelompok diberkan perawatan luka
eksperimen perlakuan Indaryati.
dan NaCl dengan NaCl Berdasarkan hasil
0,9% pada 0,9%. uji statistik
kelompok menggunakan uji
kontrol. Mann-Whitney
Selanjutnya pada penelitian
ditutup ini menunjukkan
menggunaka bahwa ada
n secondary perbedaan
dressing pengaruh yang
(kasa steril) bermakna antara
dan bahan gel Aloe vera
yang bersifat dengan NaCl
semi 0,9% pada
permeabel perawatan luka
baik pada diabetes melitus
kelompok di Praktik
eksperimen Perawatan Luka
maupun Indaryati.
pada
kelompok
kontrol.

Implikasi Penelitian Terhadap Keperawatan


Meningkatnya jumlah penderita diabetes melitus menyebabkan
peningkatan kejadian komplikasi diabetes, salah satu komplikasi yang terjadi
adalah luka pada kaki Proses pemulihan luka diabetes memerlukan penanganan
dan perawatan luka yang tepat. Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang
merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Dengan
mempertimbangkan keuntungan terapi luka dalam kondisi moist (moist-state),
banyak praktisi yang mulai melakukan penelitian dengan tujuan mencari cara
mempertahankan suasana moist dengan bahan bahan alternative. Efek terapeutik
Aloe vera telah ini menjadi salah satu evidence based yang akan semakin
memperkuat dukungan teoritis bagi perkembangan terapi komplementer dalam
ilmu keperawatan medikal bedah..
Penelitian ini telah memberikan bukti bahwa pengaplikasian Aloe vera
kepada pasien diabetes dapat menjadi salah satu intervensi dalam dunia
keperawatan. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan baru bagi
penelitian keperawatan dan dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai