Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Pendidikan Pesisir

Kajian teori, Konsep, hasil penelitian, dan fenomena pendidikan wilayah ISSN: 2354-9475
pesisir
Vol. VII No. 1 Januari 2020

TUGAS JURNAL

Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Matra Laut

Pada Proses Belajar Mengajar Semester V

Jurusan Keperawatan

Di Susun Oleh :

APRILITA S REWI

P07120119008

3A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN AMBON

AMBON

2021

1
Jurnal Pendidikan Pesisir
Kajian teori, Konsep, hasil penelitian, dan fenomena pendidikan wilayah ISSN: 2354-9475
pesisir
Vol. VII No. 1 Januari 2020

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN ASLI MASYARAKAT ORANG LAUT UNTUK


PEMBELAJARAN SAINS
(The Indigenous Knowledge Identification of “Orang Laut” Society for Instructional Science)

Ari Basuki
STAI Miftahul Ulum Tanjungpinang.
E-mail: Abasuki@alumni.itb.ac.id

ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah menggali dan menguraikan pengetahuan asli masyarakat Orang Laut di desa Air
Kelubi, Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif. Penelitian dilaksanakan
dengan menggunakan wawancara, observasi lapangan, dan studi literatur selama tiga bulan. Responden
dipilih secara purposif. Pengetahuan asli yang ditemukan memiliki kaitan dengan ilmu sains yaitu tentang
cara penangkapan ikan, sistem tabu atau “pantang larang”, dan pengobatan sebagai sumber yang
bermanfaat dalam pembelajaran sains. Penemuan paling penting tentang pengetahuan asli adalah adanya
pengetahuan yang belum dapat dijelaskan berdasarkan tinjauan sains. Pengetahuan asli tentang:
penggunaan air laut untuk memudahkan proses pembakaran, kekuatan mistis pada benda “penunggu”,
tindakan pembiusan “pukau” dengan menggunakan mantra merupakan fenomena mistis sebagai contoh
pengetahuan asli tersebut.
Kata kunci: Pengetahuan asli, Orang Laut, Pantang larang.

Abstract
This research aim is to investigate and describe of indigenous knowledge of Orang Laut society in Air Kelubi
village, Kepulauan Riau. Research method is qualitative. The conduction of the research has been done in
forms of interview, field observation, and bibliography study that to spent three months. Respondent is
chosen purposively. Indigenous knowledge findings related to science are about fishing, “pantang larang”
taboo system, and medication as potential source for instructional science. The most important finding is
that the indigenous knowledge has not been able to explain scientifically. Easier burning processes by sea
water adding, “penunggu” power mystic in matter, and “pukau” an anaesthetic action by “mantra” as
incredible mystical phenomena, for examples.
Key Words: indigenous knowledge, Orang Laut, pantang larang

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara maritim yang sebagian besar masyarakatnya memiliki jiwa kebaharian
atau berbudaya bahari dan sangat bergantung pada sumberdaya laut. Pendidikan yang berorientasi
kebaharian bagi sebagian besar masyarakat yang kehidupannya bergantung pada sumberdaya laut sangat
penting. Upaya pendidikan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan wawasan kelautan yang dibakukan
dalam sistem belajar asli “Indigenous learning system” sehingga mendapatkan nilai tambah dan bermakna
dalam sistem sosial masyarakat (Mohamad Zen, 2002: 228).
Pendidikan yang dapat meningkatkan nilai tambah terkait dengan peran pendidikan pada lingkup
sekolah maupun masyarakat. Nilai tambah pendidikan terhadap generasi muda maupun masyarakat yang
kehidupannya sangat tergantung dengan laut dapat diupayakan untuk peningkatan pengetahuan,
penanaman sikap, maupun keterampilan dalam meningkatkan kualitas hidup. Hal tersebut diharapkan dapat
diwujudkan melalui peran salah satu lingkup pendidikan yaitu pendidikan sains dalam berbagai aspek

2
Jurnal Pendidikan Pesisir
Kajian teori, Konsep, hasil penelitian, dan fenomena pendidikan wilayah ISSN: 2354-9475
pesisir
Vol. VII No. 1 Januari 2020

pembelajarannya.

3
Ilmu kimia sebagai kajian sains merupakan suatu sistem pengetahuan yang mencerminkan praktek-
praktek budaya. Budaya dimaksud merupakan totalitas kompleks ide-ide dan objek material yang
merupakan hasil dari daya cipta sekelompok orang atau masyarakat yang diterima secara kolektif
(Kemmeyer et al, 1990: 64). Budaya, lebih lanjut menurut Edward B. Taylor merupakan kompleks
keseluruhan meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan dan kecakapan lainya
serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Haviland, 1988: 332). Ilmu kimia
yang merupakan produk budaya barat, dapat berimplikasi pada pencapaian hasil belajar yang diupayakan
melalui pembelajaran kimia, bila siswa berasal dari masyarakat dengan budaya berbeda.
Pembelajaran kimia yang berasal dari pengembangan sains budaya barat dan tidak selaras dengan
budaya siswa dapat mengakibatkan berbagai hambatan sehingga banyak pengetahuan tidak tersampaikan
(Aikenhead, 2005: 5). Oleh sebab itu pembelajaran kimia di sekolah yang berlandaskan pada praktek
budaya melalui pemanfaatan pengetahuan asli sangat disarankan sehingga dapat lebih membelajarkan
siswa. ”Indigenous Knowledge (IK)” atau pengetahuan asli yaitu merupakan terminologi sinonim dari
etnosains, berupa pengetahuan yang ada atau dimiliki suatu bangsa atau lebih tepat suku bangsa atau
subkultur tertentu. Suatu sistem pengetahuan yang merupakan pengetahuan khas dari suatu masyarakat
dan berbeda dari masyarakat lain (Heddy, 1985: 110; Langill, 1999: 3). Pengetahuan asli suatu masyarakat
yang berkaitan dengan ilmu kimia dapat mengambil peran yang penting dalam pengembangan proses
pembelajaran kimia, terutama pengetahuan asli masyarakat berbudaya bahari seperti Orang Suku Laut
dalam lingkup Indonesia sebagai negara maritim.
Hasil survey penulis terhadap 9 responden guru IPA SMP di Provinsi Kepulauan Riau, kabupaten
Bintan dan kota Tanjungpinang ditemukan bahwa 100% guru belum pernah memanfaatkan potensi budaya,
khusunya pengetahuan asli masyarakat Orang Suku Laut dalam melaksanakan pembelajaran kimia. Hal itu
memberikan gambaran bahwa belum adanya pengunaan secara maksimal sumber belajar lingkungan dan
upaya meminimalkan hambatan budaya dalam pembelajaran sains.
Orang Suku Laut bermukim di gugusan pulau-pulau terpencil atau berpindah-pindah tempat
sebagai pengembara laut dan di antara mereka terdapat di wilayah Kepulauan Riau. Orang Suku Laut dapat
bertahan hidup dan melakukan praktek-praktek budaya berupa pengetahuan asli yang bermuatan sains.
Sains dalam tradisi budaya Orang Suku Laut tersebut merupakan suatu sistem pengetahuan “ilmu” yang
memiliki aspek pengetahuan, sains, dan magis yang saling berkaitan (Cynthia, 1997: 623). Etnosains pada
masyarakat Orang Suku Laut, merupakan tradisi masyarakat secara turun temurun, diajarkan, diwarisi dari
generasi ke generasi berikutnya dalam suatu sistem belajar asli masyarakat Orang Suku Laut (Mohamad
Zen, 2002: 204). Survei pendahuluan oleh penulis di masyarakat Orang Suku Laut desa Air Kelubi,
mengungkap bahwa mereka memiliki pengetahuan dalam hal menggunakan campuran zat tertentu untuk
menetralkan racun sengat ikan berbisa (scorpionfish) “lepu” dan berbagai kemampuan hidup lainnya yang
memiliki muatan sains (kimia) atau etnosains.
Makalah ini menguraikan tentang hasil-hasil penggalian pengetahuan asli masyarakat Orang Suku
Laut, khususnya yang berkaitan dengan ilmu kimia, dan selanjutnya menguraikan berdasarkan tinjauan
sains. Pengetahuan asli masyarakat Orang Suku Laut dapat dimanfaatkan untuk rancangan proses
pembelajaran sains di sekolah.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian dilakukan di Desa Air Kelubi,
Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Desa Air Kelubi secara geografis
terletak di sekitar 0O, 52’ Lintang Utara dan 104o, 38’ Bujur Timur. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan
yaitu dari bulan Juni hingga bulan Agustus 2016. Pengumpulan data dengan teknik wawancara dan
pengamatan langsung serta studi pustaka. Subyek dari penelitian adalah Ketua Adat “Batin“ dan anggota
masyarakat asli Orang Suku Laut. Responden yang digunakan dalam penelitian dipilih secara purposif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian
Sistem pengetahuan suatu bangsa atau masyarakat dilandasi oleh pandangan mereka terhadap
dunia. Perbedaan sistem pengetahuan menunjukkan perbedaan pandangan masyarakat tersebut terhadap
lingkungan kehidupannya. Masyarakat Orang Suku Laut memiliki pandangan tertentu tentang lingkungan
kehidupan di laut. Pandangan ini berkaitan dengan muatan pengetahuan asli yang terkandung pada sistem
tabu “pantang larang” yang berlaku di masyarakat, kegiatan penangkapan ikan, atau cara-cara pengobatan.

1. Pandangan Orang Suku Laut terhadap lingkungan kehidupan di laut


Orang Suku Laut berpandangan bahwa kehidupan di laut memiliki tata aturan dan hubungan
kemasyarakatan yang sama layaknya seperti masyarakat yang hidup di darat. Hal ini berkaitan dengan
kepercayaan tentang kehidupan roh setelah peristiwa kematian. Kematian, menurut mereka merupakan
peristiwa beralihnya kehidupan seorang manusia ke alam roh. Mereka berkeyakinan bahwa semenjak
dahulu setiap anggota masyarakat Orang Laut meninggal dunia, roh “hantu” nenek moyang tersebut
menempati berbagai tempat seperti pulau-pulau, tanjung, hutan, bukit atau gunung, teluk, dan rawa-rawa.
Oleh sebab itu, dalam berbagai kegiatan di laut mereka mengikuti berbagai aturan tabu yang harus
dilaksanakan atau dihindari agar roh atau hantu penunggu “penunggu” tidak mengganggu atau “kesampok”.
Keselamatan hidup saat mencari nafkah di laut tergantung pada sejauhmana tata aturan tabu
“pantang larang” yang harus dijaga atau diikuti oleh setiap individu anggota masyarakat. Hidup menyatu
dengan alam laut dapat dicontohkan saat mereka berenang, mereka selalu menghindari untuk membuka
mulut agar selamat. Menurut mereka, berenang dengan membuka mulut mengakibatkan binatang-binatang
laut juga akan membuka mulut sehingga dapat menggigit atau memangsa.
Air laut, menurut mereka memiliki “penunggu” yang lebih kuat dibanding benda-benda lain. Air laut
dapat digunakan untuk memperlancar pembukaan lahan hutan di sekitar pulau. Lahan dibuka dengan cara
menebang pepohonan dan semak-semak pada masa terik matahari. Pohon dan semak-semak setelah
mengering dibakar menggunakan minyak tanah, bila tidak dapat terbakar mereka memercikkan atau
menyiramkan air laut sebanyak tujuh kali. Menurut mereka “penunggu” semak dan pohon kering akan
menjadi lemah dengan air laut sehingga lebih mudah terbakar.
Orang Laut merasa sebagai bagian yang tidak terpisahkan atau menyatu dengan laut. Laut
merupakan tempat kehidupan yang nyaman dan sumber kehidupan bagi mereka serta tetap menjaga
kelestariannya bagi generasi saat ini hingga masa mendatang. Orang Suku Laut berkeyakinan bahwa
semua kebutuhan bisa diperoleh dari laut, sehingga laut merupakan segalanya bagi mereka.
2. Pengetahuan asli Orang Suku Laut berkaitan dengan tabu “pantang larang”
Pantang larang merupakan norma sosial yang berlaku di keluarga dan masyarakat serta telah
disepakati dalam kelompok Orang Suku Laut. Pantang larang merupakan larangan untuk berbuat sesuatu
yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat saat berada di laut maupun di darat.
Saat kegiatan mencari ikan di laut, merupakan patang larang untuk buang air seni di laut. Menurut
mereka, tindakan ini dapat menyebabkan penunggu laut marah sehingga sama sekali tidak akan
menghasilkan ikan tangkapan. Pantang larang menggangu atau menombak ikan kemejan (sawfish) saat
mencari gamat (teripang) karena menurut keyakinan Orang Suku Laut, tindakan tersebut dapat
mengakibatkan muncul badai dan lautan menjadi keruh.
Mereka percaya bahwa kayu nibung dapat digunakan sebagai pengusir “penangkal” binatang laut,
sehingga tidak boleh dibawa saat mencari ikan atau teripang pada waktu menjelang mata hari terbit,
terutama bila kayu terjatuh di laut. Meskipun kayu yang terjatuh hanya sepotong, menurut mereka dapat
mengakibatkan tidak terdapat ikan atau binatang laut di sekitarnya.
Batang kayu yang masih membara atau menyala, tidak boleh dicelupkan langsung ke air laut dan
demikian juga dengan saat menanak nasi, periuk sebagai wadah memasak tidak dibolehkan dicelupkan ke
air laut. Mereka percaya bahwa tindakan tersebut dapat menimbulkan gelombang besar di laut sehingga
membahayakan keselamatan mereka.
Posisi pintu saat membangun rumah bagi Orang Suku Laut yang direncanakan tidak boleh
menghadap gunung. Mereka percaya bahwa pintu yang menghadap gunung merupakan penyebab sulitnya
memperoleh rezeki.

3. Pengetahuan asli Orang Suku Laut berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan
Kegiatan penagkapan ikan di laut merupakan kegiatan utama bagi masyarakat Orang Suku Laut.
Hasil penangkapan ikan digunakan untuk kebutuhan sendiri secukupnya, dijual kepada pihak pengumpul
untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Hasil laut sebahagian diawetkan dengan cara menimbunnya
dengan diberi garam. Menangkap ikan di laut dilakukan dengan menggendari perahu bermotor “motor
pompong”, beserta perlengkapan lain seperti jaring, tombak, pancing “kail”, atau bubu.
Menurut pandangan mereka, berbagai perlengkapan penangkapan ikan yang digunakan memiliki
kekuatan roh gaib yang dapat melindungi dan memberi petunjuk saat melaut. Orang Suku Laut memiliki
kepercayaan bahwa berbagai perlengkapan penangkapan ikan tersebut harus dipelihara “piare”.
Pemeliharaan perlengkapan penangkapan ikan seperti motor pompong dilakukan dengan memberikan
makan yaitu dengan cara menaburkan beras kuning dan kacang pada bagian haluan dan buritan.
Pemberian makan ini menjamin kepemilikan, hubungan erat antara roh yang menghuni peralatan
penangkap ikan dengan pemiliknya. Hubungan ini, menurut mereka memungkinkan permintaan sang
pemilik dengan cara mengucapkan mantra atau jampi saat melaut pasti akan dikabulkan. Pemberian makan
yang tidak dilakukan dapat mengakibatkan kekuatan roh gaib akan memakan pemiliknya.
Kegiatan penangkapan ikan di laut dilakukan dengan berpasang-pasangan, biasanya pasangan suami
– istri. Suami di buritan motor pompong sambil mengemudi, sedangkan istri berada di haluan. Menurut
mereka, pasangan yang berhasil dalam membina rumah tangga dengan baik dapat diukur sejauhmana
kegiatan mencari ikan dengan berpasangan tersebut dapat berhasil. Kegiatan menagkap ikan berpasangan
tidak diharuskan bagi orang yang belum berkeluarga. Mereka percaya bahwa mencicipi buih air laut di bagian
buritan motor pompong saat akan melaut dilakukan agar tidak mengalami mabuk laut.

4. Pengetahuan asli Orang Suku Laut berkaitan dengan pengobatan


Orang Suku Laut melakukan cara-cara pengobatan dengan memanfaatkan bahan-bahan di sekitar
lingkungan mereka dengan mengkombinasikan kekuatan mistis seperti teknik pembiusan atau dengan
sebutan pukau dengan mengucapkan mantra atau jampi. Mantra untuk pukau digunakan dengan tujuan
agar sipenderita, terutama anak-anak merasa tenang atau lebih nyaman karena menyebabkan rasa
mengantuk dan tertidur.
Pengobatan yang dikombinasikan dengan pukau dilakukan seperti saat menangani orang yang
tersengat bisa ikan kalajengking (Scorpionfish) “lepu”. Bisa ikan atau bise lepu menurut pengamatan
mereka, berasal dari sengat yang memiliki cairan kental “getah” berwarna biru. Bise ini dapat menyebabkan
rasa yang menyakitkan hingga meninggal dunia. Bise ikan terdapat dalam sirip ikan yang memiliki duri
tajam. Bise lepu, menurut kepercayaan mereka takut terhadap “cuke getah” cairan pembeku lateks pohon
karet dan ujung lancip arang. Penghilangan pengaruh bise lepu dapat dilakukan dengan cara: menghindari
minum air tawar dan melakukan pukau agar tidak sadarkan diri atau tertidur, sehingga terbebas dari rasa
sakit hingga hilangnya pengaruh bisa ikan saat sadar dan terbangun. Pukau dilakukan dengan waktu tidak
terlalu lama karena menurut mereka dapat mengakibatkan kematian. Cara lain untuk menangani
pengaruh bise lepu adalah dengan menusukkan batang korek api runcing atau lidi yang telah terbakar
menjadi arang kedalam lubang yang terluka oleh sengat ikan. Batang korek api atau lidi runcing berbentuk
arang terlebih dahulu dicelupkan ke campuran gerusan cairan “cuke getah” dan cabai rawit, kemudian
menusukkannya kedalam luka.
Orang Suku Laut dalam kegiatan menangkap ikan di laut sering menemui dan tersentuh ubur-
ubur. Mereka menyebut ubur-ubur dengan sebutan ampai. Menurut mereka, ampai merupakan hewan laut
yang sangat berbisa bila tersentuh dan tersengat. Penanganan sakit dan nyeri karena terkena bise
ampai mereka lakukan dengan menggunakan abu. Bagian tubuh yang terkena atau tersengat ampai hingga
berwarna kemerah-merahan ditaburi abu sebagai penetralnya.
Pengobatan yang dilakukan untuk seorang ibu setelah melahirkan yaitu dengan memanfaatkan
daun perepat. Daun perepat digiling halus, diperas, kemudian airnya diminumkan kepada orang yang baru
melahirkan. Ampas daun hasil perasan dioleskan di sekitar perut dan pinggang. Mereka percaya bahwa
meminum air hasil perasan daun perepat pada pagi dan malam menjelang tidur selama seminggu agar tidak
cepat melahirkan lagi. Meminum air perasan dan mengoleskan ampas sisa perasan, menurut mereka dapat
cepat memulihkan kesehatan ibu setelah melahirkan.

B. Pembahasan
Pandangan masyarakat Orang Suku Laut di desa Air Kelubi tentang lingkungan kehidupan di laut,
menunjukkan bahwa mereka memiliki kesadaran terhadap lingkungan hidupnya. Kesadaran ini sangat
berperan dalam kemampuan mereka mengatur berbagai hal dalam bentuk pengetahuan asli yang berkaitan
dengan kimia dan dapat terjadi peristiwa di luar pemikiran logis seperti fenomena mistik.
Fenomena mistik, secara umum dapat terkait dengan sains modern. Keterkaitan sains dengan
fenomena mistik, berawal dari pengungkapan prinsip ketidakpastian dalam posisi, energi, dan momentum
tumbukan partikel oleh Heinsenberg. Istilah sederhana dari prinsip ketidakpastian Heinsenberg dapat
dinyatakan bahwa pengamat mengubah yang diamati dengan tindakan pengamatan semata (Talbot, 2002:
26). Penggunaan mantra dalam kegiatan mencari nafkah di laut dan pembiusan dengan pukau merupakan
fenomena nyata di masyarakat Orang Suku Laut Air Kelubi yang menunjukkan mereka sadar dan sangat
menyatu dengan alam lingkungannya sehingga setiap ucapan memiliki kekuatan spiritual. Kekuatan spiritual
terkait dengan pikiran atau kesadaran seseorang. Penemuan-penemuan sains modern juga membuktikan
hal tersebut sehingga mendorong saintis berpendapat dan menyatakan bahwa pikiran atau kesadaran
manusia dapat mempengaruhi materi (Talbot, 2002: 28). Kekuatan spiritual yang dapat menata atau
mengatur alam lingkungannya, sebagaimana pengertian bahwa mantra merupakan kombinasi ucapan
keramat atau suci yang merupakan bentuk inti dari energi spiritual. Mantra merupakan kombinasi antara
kata-kata dan bunyi yang tepat dan merupakan perwujudan bagian tertentu dari kesadaran atau kesaktian
“Sakti” (Swami, 2003: 2).
Peninjauan pengetahuan asli masyarakat Orang Suku Laut desa Air Kelubi yang berkaitan dengan
kimia mensyaratkan pengungkapan makna atau inti dari ilmu kimia itu sendiri. Secara konseptual dinyatakan
bahwa inti ilmu kimia adalah ilmu yang meninjau tentang: sifat zat atau materi berkaitan dengan konteks
yang sama dan dapat berulang (Schummer, 1998: 131).
Pemercikan atau penyiraman air laut yang dilakukan saat terik matahari dalam membakar pepohonan
kering dengan minyak tanah merupakan pengetahuan asli Orang Suku Laut tentang proses reaksi reduksi-
oksidasi dan faktor yang dapat mempercepat reaksi. Menurut teori tumbukan, dinyatakan bahwa reaksi
terjadi bila terjadi tumbukan antara partikel bereaksi dengan total energi yang melampaui energi potensial
transisi (Masel, 2001: 446). Percikan air yang menyentuh kayu-kayu kering setelah tersiram minyak tanah
saat terik matahari dapat membentuk butiran halus garam yang terlumuri oleh minyak tanah setelah proses
penguapan. Keadaan ini memungkinkan tumbukan partikel-partikel gas oksigen di udara yang lebih banyak
terhadap minyak tanah karena luas permukaan tumbukan yang semakin besar dibanding sebelumnya.
Proses pembakaran dapat terjadi lebih mudah saat dinyalakan dan reaksi selanjutnya terjadi lebih cepat.
Penanganan sengatan hewan laut berbisa. Sebagian besar hewan laut yang berbahaya memiliki
sengatan yang berbisa. Ubur-ubur (jellyfish) memiliki toksin berupa protein (Wilthshire et al, 2000: 248). Bisa
ikan yang merupakan toksin mengandung senyawa-senyawa protein maupun non-protein. Ikan berbisa
seperti lepu spesies Scorpaena sp, di antaranya adalah Scorpionfish “Scorpaena guttata”,
Stonefish “Synanceja horrida” memiliki sengat berbisa yang mengandung stonustoksin. Bisa ikan tersebut
merupakan campuran protein enzim dan non-enzim. Aktivitas enzim yang telah diketahui adalah
hyaluronidase, alkaline phosfomonoesterase, 59-nukleotidase, arginine amidase, arginine esterase, dan
proteinase. Toksin dapat mengakibatkan gejala nyeri, edema yang jelas dan cepat pada daerah tertusuk,
hipotensi, ganguang pernafasan, sawan (tertawa terbahak tidak sadar), dan kematian dalam waktu 6 jam
(Quanounou et al, 2002: 39119).
Senyawa-senyawa protein dengan struktur sekunder hingga kuarterner dapat mengalami denaturasi
dengan adanya pengaruh suhu, ion-ion logam pengkhelat, senyawa denaturan seperti diterjen dan pH.
Proses denaturasi protein yang dapat merubah struktur sekunder hingga kuarternernya berakibat pada
hilangnnya sifat aktif protein tersebut sebagai toksin (Nelson & Cox, 2006: 147). Pengunaan arang atau
arang aktif dapat berfungsi sebagai pengadsorbsi senyawa-senyawa atau unsur bermuatan. Protein toksin
hewan laut seperti lepu dapat diserap oleh arang. Asam formiat adalah senyawa yang terkandung
dalam ceke
getah bersifat asam dengan pH rendah sangat berpotensi dapat mendenaturasi struktur protein toksin
hingga menjadi tidak aktif. Kapsaisin pada cabai merupakan zat aktif yang dapat mencegah peradangan
pada kadar tertentu, seperti akibat dari tusukan sengat ikan berbisa tersebut. Hal yang sama terjadi pada
protein toksin ubur-ubur bila dicampurkan dengan abu yang mengandung kalsium dan phosfat yang bersifat
basa atau pH tinggi hingga dapat merusak struktur protein. Kerusakan struktur protein ini menyebabkan
aktivitas toksin dapat berkurang atau hilang sama sekali.
Berbagai jenis ikan khususnya ikan hiu, seperti hiu kepala martil dapat mengetahui mangsa atau
benda asing di laut dalam jarak yang sangat jauh. Kemampuan ini bekerja berdasarkan adanya perbedaan
konsentrasi ion-ion zat terlarut dengan ion-ion garam air laut atau electroreception. Hiu dapat mendeteksi
beda potensial listrik yang amat kecil hingga < 1 nV cm -1 (Kajiura & Holland, 2002: 3618). Air seni yang
memiliki perbedaan konsentrasi ion garam, saat di buang ke laut dapat menimbulkan beda potensial listrik
ion-ion garam sehingga dapat di deteksi oleh berbagai ikan, khususnya ikan hiu. Keadaan ini merangsang
ikan hiu lebih aktif serta dapat mengusir ikan lain secara langsung maupun tidak langsung.
Pengobatan seorang ibu setelah melahirkan dilakukan dengan menggunakan pohon perepat. Ekstrak
tumbuhan perepat atau Rambai bogem mengandung bahan aktif hidrokuinon, terutama yang paling banyak
terdapat pada daun (Fakhrida, Tanpa tahun). Ekstrak tersebut memiliki sifat pembunuh bakteri, sehingga
dapat mencegah infeksi setelah melahirkan.
Pengetahuan asli Orang Suku Laut yang berkaitan dengan kimia tidak hanya tentang pengetahuan
sifat zat dalam konteksnya, namun telah menjadi prinsip dan kebiasaan hidup, cara berpikir dalam
berinteraksi di masyarakat. Hubungan sosial dimaksud seperti hubungan antara anggota keluarga, antara
individu dalam masyarakat. Hubungan ini menggunakan prinsip-prinsip berfikir dengan struktur logika
pengetahuan kimia. Struktur logika pengetahuan kimia dimaksud, secara konseptual berupa struktur logika
berbentuk jaringan kimia (chemical network) yang tidak linier yaitu zat-zat kimia sebagai simpul dan
hubungan sifat kimia sebagai bentuk keterkaitannya. Logika kimia ini merupakan inti dari eksperimen kimia
(Schummer, 1998: 133).
Pencampuran berbagai macam bahan alam yang digunakan untuk menghasilkan efek atau pengaruh
tertentu pada tubuh saat pengobatan menunjukkan adanya penggunaan struktur logika kimia (Chemical
network) dalam pemikiran Orang Suku Laut. Prinsip logis yang digunakan Orang Suku Laut yang
menyatakan bahwa pasangan yang berhasil dalam membina rumah tangga dengan baik dapat diukur
sejauhmana kegiatan mencari ikan dengan berpasangan dapat berhasil, juga analog dengan struktur logika
kimia.
Pengetahuan asli Orang Suku Laut dan ilmu kimia dapat mengalami keterkaitan konsep dalam
berbagai aspek seperti contoh yang telah diungkap yaitu antara pengetahuan tradisional orang Alaska
dengan sains barat (Stephens, 2003: 11). Keterkaitan atau pengaitan konsep sains (kimia) dapat terjadi
dalam hal: kandungan zat kimia aktif tanaman maupun hewan di lingkungan; keterampilan dan prosedur
berupa pola pikir, observasi, verfikasi, serta inferensi dan prediksi. Namun, pandangan Orang Suku Laut
terhadap lingkungan terbukti bersifat sistemik atau saling terkait, selaras dengan alam, dan holistik,
berlainan dengan ilmu kimia yang sistemik dalam batas tertentu, eksploitatif terhadap alam, dan cenderung
parsial (Aikenhead, 2005: 3).
Pengetahuan asli Orang Suku Laut memiliki potensi sebagai sumber atau landasan pemikiran,
upaya pendalaman pengetahuan, pembinaan keterampilan, penanaman sikap yang selaras terhadap alam
kehidupan laut. Upaya-upaya dimaksud dapat dilakukan melalui pembelajaran kimia di sekolah dengan
memanfaatkan informasi langsung dari Ketua Adat “Batin” saat pembelajaran di kelas atau perencanaan
pembelajaran kimia yang bermuatan pengetahuan asli Orang Suku Laut.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Pengetahuan asli Orang Suku Laut Air Kelubi menyangkut pandangan terhadap lingkungan hidup di
laut, kegiatan penagkapan ikan, pantang larang, dan cara-cara pengobatan berkaitan dengan sains (kimia)
pada aspek sifat zat dan konteksnya, serta struktur logika kimia (Sains), atau merupakan fenomena mistik.
Fenomena mistik dalam kebiasaan hidup kreatif Orang Suku Laut menunjukkan kemampuan kesadaran
tentang alam lingkunganya yang memiliki kaitan dengan sains modern. Pengetahuan asli Orang Suku Laut
Air Kelubi dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran sains (kimia).

B. Saran
Pengetahuan asli Orang Suku Laut di desa Air Kelubi telah terungkap. Pengetahuan dimaksud
berkaitan dengan sains. Saran dari hasil penelitian dan kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya pengetahuan asli dapat dimanfaatkan sebagai sumber materi pelajaran dalam pembelajaran
sains di sekolah.
2. Pembelajaran sains yang memuat pengetahuan asli Orang Suku Laut dapat diupayakan melalui
pembelajaran muatan local yang terintegrasi atau pembelajaran yang berdiri sendiri.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih disampaikan kepada Nyen, Aam, Tumpu, Naim, Mastur, Syaiful, Saidun, Adi, Syamsul,
Miskiah, dan Joko, atas informasi pengetahuan asli masyarakat Orang Suku Laut yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Aikenhead, G. (2005). Cultural Influences on the Dicipline of
Chemistry. Saskatoon: University of Saskatchewan. Tersedia. [on-line] http://www.wmich.edu.
[11 Februari 2015].

Cynthia Chou. (1997). Contesting the Tenure of Territoriality The Orang Suku Laut. KITLV Journal. No. 4.
pp. 605-629. Tersedia [on-line]. http://www.kitlv-journal.nl. [3 April 2015].

Fakhrida, A. (tanpa tahun). Penggunaan Ekstrak Rambai Bogem (Sonneratia alba) Untuk Menghambat
Pertumbuhan Bakteri A. hydrophila Penyebab MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Tersedia [on-
line] http://www.faperikanunlam.org. [5 Oktober 2008].

Haviland, A. William. (1988). Anthropology. Alih bahasa oleh R. G. Soekadijo. Jakarta: Erlangga.

Heddy Shri Ahimsa Putra. (1985). Etnosains dan Etnometodologi: Sebuah Perbandingan.

Masyarakat
Indonesia. Tahun ke-XII. No.2.
Kajiura S.M and Holland K.M. (2002). Electroreception in juvenile scalloped hammerhead and sandbar
sharks. Journal of Experimental Biology.V. 205. pp-3609–3621. Tersedia [on-
line]. http://www.JEB.org. [29 Mei 2015].

Kemmeyer C. W. Kenneth., Ritzer G., Yetmen R. Norman. (1990). Sociology: Experiencing Changing
Societies. Boston: Allyn and Bacon.

Langill, Steve. (1999). Indigenous Knowledge: A Resource Kit for Sustainable Development Researcher in
Dryland Africa. Ottawa: IDRC.

Masel, I Richard. (2001). Chemical Kinetics and Catalysis. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Mohamad Zen. (2002). Orang Laut. Studi Etnopedagogi. Jakarta: Yayasan Bahari Nusantara.

Nelson, L. David & Cox, M. Michael. (2006). Lehninger: Principles of Biochemistry. Wisconsin: W. H.
Freeman. Tersedia [online] http://www.whfreeman.com. [6 Mei 2014].

Ouanounou Gille., Malo Michel., Stinnakre Jacques., Kreger, S. Arnold., and Molgo Jordi. (2002).
Trachynilysin a Neurosecretory Protein Isolated from Stonefish (Synanceia trachynis) Venom, Forms
Nonselective Pores in the Membrane of NG108-15 Cells. Journal of Biological Chemistry. Vol. 277,
No. 42, pp. 39119–39127. Tersedia [on-line] http://www.jbc.org. [29 Mei 2015].

Schummer, Joachim. (1998). The Chemical Core of Chemistry I: A Conceptual Approach. HYLE-An
International Journal of Philosophy of Chemistry. Vol. 4. No.2 pp-129-162. Tersedia
[Online] http://www.HYLE.org. [3 April 2015].

Stephens, Sidney. (2003). Handbook for Culturally Responsive Science Curriculum. Alaska: Alaska Native
Knowledge Network. Tersedia [on-line] www.ankn.uaf.edu. [29 Mei 2015].

Swami Sivananda Radha. (2003). Mantras: Words of Power. Mumbai: Jaico Publishing House.

Talbot, Michel. (2002). Mistisisme & Fisika Baru. (Alih bahasa Agung Prihantoro). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Wiltshire, J Carolyn., Sutherland, K Struan., Fenner, J Peter., Young, R Anna. (2000). Optimzation and
preliminary characterization of venom isolated from 3 medically important jellyfish: the box (Chironex
fleckeri), Irukandji (Carukia barnesi), and blubber (Catostylus mosaicus) jellyfish. Wilderness and
Enviromental Medicine. No. 11. pp-241-250. Tersedia [on-line] http://www.wemjournal.org [5 Oktober
2015].

Anda mungkin juga menyukai