Anda di halaman 1dari 6

Etnobiologi dalam Inovasi Pembelajaran Biologi

Guna Mendukung Prinsip Merdeka Belajar

Fatimah Nurmala Sari, M.Pd


MAN 2 Mataram

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menggerakkan perubahan dalam


berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pendidikan. Dalam hal ini, sistem pendidikan
Indonesia telah melakukan berbagai perubahan untuk beradaptasi dan menyelaraskan
kompetensi lulusan dengan tuntutan zaman. Pemerintah telah mengimplementasikan berbagai
inovasi untuk kemajuan pendidikan di Indonesia, mencakup aspek perangkat, metode,
pendekatan, model, serta sarana dan prasarana pendidikan.
Salah satu indikator keberhasilan perubahan tersebut adalah transformasi dalam
kurikulum. Tujuan utamanya adalah menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan dan
perkembangan pembelajaran abad 21, yang diwujudkan melalui penyempurnaan
pembelajaran berbasis karakter dan kompetensi melalui implementasu kurikulum baru yaitu
Kurikulum Merdeka.
Menurut Ditjen Vokasi Kemendibud, Kurikulum Merdeka dirancang dengan konsep
"Merdeka Belajar," hal ini memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk menentukan
pembelajaran sesuai minatnya. Pada tingkat institusi pendidikan, hal ini mendorong para guru
untuk terus berinovasi dalam pelaksanaan pembelajaran, dengan tujuan menghasilkan peserta
didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan, terutama pada Elemen Pemahaman, Elemen Keterampilan Proses, dan Dimensi
Profil Pelajar Pancasila.
Sementara itu, dalam merancang kurikulum pembelajaran Biologi pada tingkat
SMA/MA, guru diharapkan dapat mengajarkan Biologi sesuai dengan hakikat sains.
Chiappetta & Kobala mengidentifikasi tiga elemen utama dari hakikat sains, yaitu: Body of
Knowledge (Bidang Pengetahuan) yang menegaskan pentingnya pengajaran berdasarkan pada
pengetahuan ilmiah yang telah dikembangkan dan diuji melalui waktu. Way of Thinking
(Cara Berpikir) yaitu, guru diharapkan mendorong siswa untuk mengembangkan pola pikir
analitis dan kritis terhadap masalah-masalah dalam Biologi, dan Way of Investigating (Cara
Penyelidikan) yaitu, guru diharapkan membimbing siswa dalam memahami dan menerapkan
metode ilmiah secara efektif. Pembelajaran Biologi perlu dirancang dengan menggunakan
berbagai strategi untuk melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa. Hal ini bertujuan
agar siswa dapat menghadapi permasalahan nyata di lingkungan mereka dengan keberanian
dan pemahaman konsep yang kuat.
Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan pembelajaran melalui fleksibilatas
Capaian Pembelajaran (CP) yang dapat dikaitkan dengan keadaan lingkungan siswa
(kontekstual). Fleksibilitas CP ini memunculkan ruang yang lebih luas bagi kearifan dan
potensi lokal untuk diintegrasikan dalam pembelajaran. Adanya aturan terkait skema integrasi
kearifan lokal pada pembelajaran di kelas khususnya pada Mata Pelajaran Biologi
mengharuskan guru untuk mengidentifikasi kearifan lokal di daerah masing-masing yang bisa
dijadikan bahan pembelajaran.
Etnobiologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi antara masyarakat
manusia dan lingkungan alam, khususnya fokus pada pengetahuan tradisional dan kearifan
lokal yang dimiliki oleh kelompok etnik atau masyarakat tertentu. Etnobiologi dalam
pembelajaran biologi merupakan pendekatan yang mengintegrasikan pengetahuan tradisional
masyarakat atau kelompok etnik dalam pembelajaran konsep biologi. Pendekatan ini
memperkuat hubungan antara ilmu pengetahuan biologi dengan kearifan lokal serta praktik
sehari-hari masyarakat.
Salah satu daerah yang memiliki potensi etnobiologi yang besar adalah pulau Lombok
dengan suku terbersarnya adalah suku Sasak. Mengidentifikasi kearifan lokal yang dimiliki
oleh suku Sasak menjadi langkah kunci dalam pengembangan pembelajaran Biologi.
Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan dukungan substansial terhadap konsep merdeka
belajar. Melalui pemahaman mendalam terhadap pengetahuan lokal Suku Sasak,
pembelajaran biologi dapat dirancang secara kontekstual, mengaitkan konsep-konsep biologi
dengan kearifan tradisional dan lingkungan hidup sekitar. Dengan demikian, upaya ini tidak
hanya memperkaya pemahaman peserta didik terhadap materi biologi, tetapi juga
mempromosikan pelestarian budaya lokal dan keberlanjutan sumber daya alam sebagai
bagian integral dari konsep merdeka belajar.
Implementasi Etnobiologi dalam pemnelajaran Biologi memuat beberapa aspek kunci,
yaitu:
1. Kontekstualisasi Materi Biologi
tnobiologi memungkinkan pengajaran materi biologi disesuaikan dengan konteks budaya
dan kehidupan sehari-hari peserta didik. Konsep biologi dapat dijelaskan melalui
kaitannya dengan praktik tradisional, tumbuhan obat lokal, atau pola perilaku hewan yang
memiliki relevansi langsung dengan kehidupan mereka.
2. Pemanfaatan Pengetahuan Lokal
Mengidentifikasi, memahami, dan mengintegrasikan pengetahuan lokal, seperti
penggunaan tumbuhan obat tradisional atau praktik pertanian lokal, dapat meningkatkan
pemahaman konsep biologi. Hal ini juga membantu melestarikan dan menghargai warisan
budaya masyarakat.
3. Pengenalan Kearifan Lingkungan
Etnobiologi dapat membantu peserta didik mengenali kearifan lokal terkait pengelolaan
lingkungan. Pengetahuan tentang hubungan ekosistem dan konsep-konsep ekologi dapat
diajarkan dengan merujuk pada praktek-praktek tradisional yang mendukung
keseimbangan alam.
4. Menggali Koneksi Emosional
Melibatkan aspek emosional melalui cerita-cerita atau pengalaman masyarakat setempat
dapat membangun keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran. Hal ini dapat
memperkuat pemahaman mereka terhadap materi biologi dan mendorong rasa kepedulian
terhadap lingkungan.
5. Pendidikan Konservasi
Etnobiologi juga dapat digunakan untuk mengajarkan prinsip-prinsip konservasi dan
keberlanjutan. Melalui pemahaman terhadap cara-cara tradisional dalam memanfaatkan
sumber daya alam, peserta didik dapat belajar mengenai pentingnya menjaga
keberlanjutan ekosistem.
Beberapa kearifan lokal suku Sasak yang dapat diintegrasikan dengan pembelajaran
Biologi adalah sebagai berikut:
1. Bau Nyale
Tradisi menangkap Cacing Laut yang dianggap sebagai jelmaan Putri Mandalika pada
tanggal 20 Bulan 10 dan Bulan 11 menurut perhitungan Kalender Sasak, (Kalender Rowot
dan Wariga) yang mirip dengan Kalender Hijriah. Dalam konteks ilmiah, cacing Nyale
dapat dikenali sebagai cacing laut yang termasuk dalam kelas Polychaeta. Cacing ini
cenderung berkembang biak di antara rongga terumbu karang. Perayaan dan tradisi
seputar tangkapan cacing Nyale tidak hanya mencerminkan hubungan masyarakat dengan
lingkungan laut mereka, tetapi juga menjadi bagian integral dari warisan budaya dan
spiritualitas yang dilestarikan oleh masyarakat Sasak.
2. Nenggala
Aktivitas membajak sawah dengan sumber tenaga hewan seperti sapi atau kerbau. Alat ini
terdiri dari kayu penyangga hewan dan besi pembajak. Membajak sawah dengan tradisi
Nenggala mampu mempertahankan struktur tanah, humus tanah dan ekosistem sawah.
3. Desa adat Sade
Tenun Sesek di desa Sade merupakan tenun tradisional untuk menghasilkan kain dengan
motif khas Suku Sasak dari pewarna bahan alami (etnobotani) melalui proses yang rumit
dan lama. Untuk mendukung tradisi menenun ini terdapat sejumlah awik-awik atau aturan
adat yang berlaku di desa Sade dan sekitarnya.
4. Jajan Poteng Reket
Pangan fermentasi tradisional ini terbuat dari ketan dengan pewarna hijau alami dari daun
Sager (Sauropus androgynus) atau daun Katuk yang biasanya disajikan ketika perayaan
hari besar agama seperti Idul Fitri, Idu Adha, Maulid dan acara syukuran.
5. Tanaman obat suku sasak
Tanaman obat (etnobotani) yang sering digunakan Suku Sasak Lombok Tengah yaitu
tanamana rimpang seperti Kunyit, Sekuh atau Kencur, Temulawak, dan Jahe untuk
mengobati alergi dan demam pada anak-anak. Sedangkan Daun Gol/Bidara (Ziziphus

mauritiana L.) dan serat pohon pisang digunakan untuk mengobati luka sayat (khitan)
6. Dile jojor
Dile jojor adalah tradisi suku sasak dalam menyambut malam Lailatul Qadar setiap bulan
Ramadhan. Dile Jojor berupa obor kecil yang dibuat dari tanaman bambu, kapas, dan
minyak biji Jarak. Dile Jojor biasanya dinyalakan diteras rumah sebagai alat penerang.
7. Tuak manis
Minuman tradisional hasil penyadapan pada pohon Aren (Arenga pinata Merr). Selain
dikonsumsi secara langsung air Tuak manis ini juga diolah menjadi gula aren.

Etnobiologi sebagai inovasi pembelajaran Biologi pada fase E adalah sebagai berikut:
1. Pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup dengan tujuan pembelajaran untuk
memahami keanekaragaman makhluk hidup pada lingkungan sekitar dan mengevaluasi
efektivitas upaya pelestariannya dapat diintegrasikan dengan tradisi Bau nyale, Tenun
desa Sade, Keberagaman tanaman obat suku sasak, dan Awik-awik Desa Sade tentang
larangan masuk hutan sekitar desa. Pembelajaran Biologi yang terkait dengan tradisi
tersebut adalah Keanekaragaman flora dan Fauna di sekitaran desa Sade, Upaya
pelestarian keanekaragaman hayati melalui konservasi hutan lindung (hutan adat),
klasifikasi hewan invertebrate melalui identifikasi spesies cacing laut dari kelas
Polychaeta, pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai bahan pewarna alami dan
sebagai sumber sandang pada pembuatan kain songket.
2. Pada materi ekosistem dengan tujuan pembelajaran menganalisis kearifan lokal yang
dapat mencegah ketidakseimbangan ekosistem dengan mempertimbangkan komponen
ekosistem dan interaksi antar komponennya dapat diintegrasikan dengan informasi
mengenai hutan di sekitar desa Sade, Bau nyale dan Nenggala. Pembelajaran Biologi
yang terkait dengan tradisi tersebut adalah identifikasi komponen ekosistem pada hutan,
interaksi antar komponen dalam ekosistem tersebut dan menganalisis dampak yang terjadi
akibat ketidak seimbangan ekosistem. Sementara itu, dari tradisi Bau nyale dapat
dipelajari hubungan anter ekosistem laut dan pantai, sedangkan pada tradisi nenggala,
siswa dapat belajar menghubungkan komponen ekosistem sawah dalam upaya menjaga
kelestarian dan kesuburan tanah.
3. Pada materi perubahan lingkungan dengan tujuan pembelaaran merencanakan dan
melakukan penyelidikan untuk mengetahui penyebab dan dampak perubahan lingkungan
serta mengkampanyekan solusi pencegahannya kearifan lokal yang dapat diintegrasikan
adalah informasi terkait desa Sade dan Bau nyale. Pada kedua hal tersebut siswa dapat
mengkaji tentang sebab rusaknya hutan di sekitar desa adat Sade serta dampaknya pada
tingkat ekosistem sapai biosfer. Selain itu siswa juga diajak untuk menganalisis lebih
dalam mengenai dampak perubahan lingkungan terhadap populasi Nyale dan dampak
tradisi Bau nyale itu sendiri terhadap populasinya. Disamping itu, pada kalender Rowot
dan Warige suku Sasak siswa diminta untuk menganalisis peran penanggalan tersebut
untuk memprediksi kondisi iklim yang tidak menentu akibat pemanasan global.
4. Pada materi Limbah dan bahan alami dengan tujuan pembelajaran menganalisis berbagai
jenis limbah dan bahan alam yang bermanfaat beserta cara pengelolaannya, siswa dapat
belajar untuk mengkaji lebih dalam mengenai pemanfaatan limbah organik dalam
konstruksi rumah adat desa Sade. Selain itu, pada tradisi Nenggale siswa dapat
membandingkan tentang teknik pengolahan tanah dengan cara tradisional dan modern.
5. Pada Materi inovasi teknologi Biologi dengan tujuan pembelajaran memahami isu global
terkait perkembangan inovasi teknologi biologi tradisi yang dapat diintegrasikan adalah
proses pembuatan Poteng Reket dengan cara fermentasi tradisional. Pada materi ini siswa
dapat mempelajari tentang pemanfaatan mikroorganisme dalam bioteknologi. Selain itu
siswa juga dapat mempelajari tentang potensi minyak biji jarak yang digunakan pada
tradisi Dile Jojor sebagai alternatif bahan bakar ramah lingkungan dan potensi Tuak
manis dalam pembuatan alkohol. Lebih lanjut siswa dapat melakukan inovasi untuk
menghasilkan produk bioteknologi seperti Nata De Coco dan Handsanitizer dari Tuak
manis.
Dalam pembelajaran Biologi berbasis Etnobiologi pada Kurikulum Merdeka, guru
memegang peranan kunci sebagai pemicu dan fasilitator pembelajaran. Guru dapat
melaksanakan peran tersebut melalui berbagai strategi, seperti:
1. Pertanyaan Terbuka: Mengajukan pertanyaan terbuka tentang permasalahan lingkungan
yang terkait dengan kearifan lokal. Hal ini merangsang siswa untuk berpikir kritis,
mengaitkan konsep biologi dengan keadaan lingkungan setempat, dan memotivasi mereka
untuk mencari solusi yang sesuai.
2. Feedback Berbasis Kearifan Lokal: Memberikan feedback yang merujuk pada kearifan
lokal sebagai refleksi untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi. Dengan
memberikan tanggapan yang terkait dengan kearifan lokal, guru dapat membantu siswa
mengaitkan teori biologi dengan konteks budaya mereka sendiri.
3. Contoh Kearifan Lokal: Menyajikan contoh-contoh kearifan lokal yang relevan dengan
materi pembelajaran untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa. Hal ini membantu siswa
merasakan relevansi antara konsep biologi dengan kehidupan sehari-hari mereka.
4. Projek Berbasis Pembelajaran (PjBL): Mengimplementasikan metode atau pendekatan
Project Based Learning (PjBL) dengan mengaitkannya dengan Projek Penguatan Profil
Pelajar Pancasila (P5). Melalui projek ini, siswa dapat mengeksplorasi secara mandiri
kearifan lokal di sekitar mereka, menerapkan konsep biologi dalam konteks praktis, dan
mengembangkan keterampilan kolaboratif.
Dengan pendekatan ini, pembelajaran Biologi tidak hanya menjadi lebih kontekstual dan
relevan dengan kehidupan siswa, tetapi juga menggalakkan penggunaan kearifan lokal
sebagai sumber daya edukatif. Guru, sebagai fasilitator, membimbing siswa untuk menggali
dan menghargai kekayaan kearifan lokal sambil memperdalam pemahaman mereka terhadap
konsep-konsep biologi.

Anda mungkin juga menyukai