Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etnosains dan Pembelajarannya yang diampuh oleh Ibu Dr. Nova Elysia Ntobuo, M.Pd.
Oleh : Asnianti NIM. 433419005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2022 Tugas Mencari Pemahaman tentang : 1. Apa itu Etnosains? 2. Bagaimana Etnosains dalam Pembelajaran? 3. Bagaimana Etnosains dalam Pembelajaran Lokal? Jawaban 1. Pengertian Etnosains Istilah ethnoscience atau etnosains memiliki arti suatu ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau suku. Etnosains sebagai seperangkat ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat/suku/bangsa tertentu yang diperoleh dengan metode tertentu yang merupakan tradisi masyarakat/suku/bangsa tertentu dan secara empiris, kebenarannya dapat diuji dan dipertanggungjawabkan. Ethnoscience diidentifikasi oleh Vlaardingerbroek sebagai studi pengetahuan dalam konteks budaya sebagai adaptasi budaya terhadap tempat tinggal seseorang dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Budaya lokal yang terdapat dalam masyarakat dapat dimanfaatkan untuk ilmu pendidikan atau pembelajaran. Ada tiga bidang kajian penelitian etnosains. Ketiga bidang kajian tersebut adalah 1) etnosains yang menekankan pada kebudayaan situasi sosial yang dihadapi. Kajian penelitian ini menunjukkan gejala-gejala tentang materi yang dianggap penting bagi masyarakat dan cara pengorganisasian gejala tersebut dengan pengetahuan yang dimilikinya. 2) etnosains yang menekankan pada penelitian dalam mengungkapkan kebudayaan yang ada di masyarakat yang berupa nilai dan norma yang dilarang maupun diperbolehkan serta pengembangan teknologi. 3) etnosains yang menekankan pada kebudayaan sebagai suatu peristiwa yang dapat menjadikan masyarakat berkumpul dan bersifat mempengaruhi perilaku sehari-hari. Kajian penelitian ketiga merupakan kajian yang paling sering digunakan sebagai bahan kajian penelitian dalam masyarakat sains. Kearifan biasanya menggambarkan suatu fenomena yang menjadi ciri khas komunitas atau daerah tertentu. Pendekatan kearifan lokal dapat dimanfaatkan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. Beberapa fungsi kearifan lokal dalam dimensi era global saat ini antara lain : 1) konservasi, yaitu upaya manajemen penggunaan biosfer untuk mendapatkan keuntungan dan dapat memperbaharui serta melindungi sumber daya alam untuk generasi mendatang, 2) pengembangan sumber daya manusia, 3) pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, 4) sebagai pelajaran, kepercayaan, sastra, dan pantangan, 5) membekali manusia untuk memaknai kehidupan sosial, etika dan moral, dan politik.
2. Etnosains dalam pembelajaran
Lahirnya etnosains tidak lepas dari pengetahuan yang ditemukan secara coba- coba dan belum dapat diterjemahkan ke dalam pengetahuan ilmiah. Hal ini disebabkan oleh asal muasal etnosains dari tingkat lokal sampai regional sebagai bentuk pengetahuan yang diperoleh melalui trial and error. Etnosains dipandang sebagai system of knowledge and cognition typical of a given culture. Kebudayaan masyarakat dapat diwujudkan melalui kegiatan masyarakat yang menghasilkan sebuah produk. Produk tersebut dimodifikasi berdasarkan pengetahuan masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi oleh leluhur terdahulu dan menjadi ciri khas dari masyarakat daerah tersebut. Penggalian dan pemahaman potensi sains dapat menghasilkan pemahaman logis untuk menghindari kesalahan penafsiran dan kearifan lokal budaya yang berkembang di suatu daerah. Hal ini diperlukan upaya untuk penggalian etnosains yang terkandung dalam budaya masyarakat sebagai sumber pembelajaran yang berbasis etnosains untuk semakin mendekatkan siswa dengan kehidupan masyarakat. Kualitas Pendidikan IPA di Indonesia masih rendah yang salah satu penyebabnya adalah kurang perhatian terhadap lingkungan sosial budaya sebagai sumber pembelajaran bagi siswa di sekolah. Konsep-konsep yang terdapat dalam pembelajaran IPA cenderung bersifat abstrak sehingga kemampuan siswa untuk mengintegrasikan pembelajaran yang diperoleh di sekolah ke dalam kehidupan sehari-hari yang masih rendah. Pembelajaran IPA yang selama ini diajarkan hanya bersifat teoritis di mana ditemukan kurangnya pengimplementasian secara langsung ke dalam kehidupan sehari-hari siswa, sehingga pembelajaran terkesan kurang bermakna. Sebagian besar siswa belum mengetahui kaitan konsep IPA dengan proses pembuatan beberapa produk di masyarakat ataupun kearifan lokal yang telah dilaksanakan secara turun-temurun pada produk tersebut. Di sisi lain, Kurikulum 2013 dikembangkan menggunakan filosofi “Pendidikan berakar dari budaya bangsa untuk membangun bangsa masa kini dan masa mendatang”, sehingga sangat penting membuat bahan kajian yang membentuk pemahaman terhadap potensi di daerah tempat tinggal siswa, agar siswa lebih mengenal serta menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam beserta budayanya.
3. Etnosains dalam Pembelajaran Lokal
Pengetahuan sains asli yang ada di lingkungan masyarakat berbentuk pesan simbol, budaya dan adat istiadat, upacara keagamaan, dan sosial yang terkandung konsep-konsep ilmiah yang secara turun temurun digunakan tetapi belum formal secara ilmiah. Sains asli merupakan pengetahuan, pesan simbol, adat istiadat, dan sosial budaya meliputi bidang sains kimia, biologi, fisika, pertanian, dan sebagainya yang mengandung prinsip dan konsep sains ilmiah yang belum formal. Sains formal diajarkan dalam suatu unit pendidikan yang biasa dikenal sebagai sekolah atau perguruan tinggi. Pengetahuan sains asli di masyarakat merupakan persepsi masyarakat terhadap suatu fenomena dan berkembang dengan pola diturunkannya secara terus menerus dari generasi ke generasi yang bersifat tidak terstruktur, tidak formal, dan bersifat lokal. Berkebalikan dengan sains formal atau yang kemudian disebut sebagai sains ilmiah, dapat dipahami secara ilmiah dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang terstruktur. Oleh sebab itu, sains ilmiah ini memiliki sifat yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap sains asli menjadi pengetahuan yang mampu dipertanggungjawabkan maka perlu adanya tindakan dalam merekonstruksi dan/atau mentransformasi sains asli masyarakat menjadi sains ilmiah. Sains asli di lingkungan masyarakat kemudian direkonstruksi dan/atau transformasi menjadi sains ilmiah. Langkah pembentukan sains ilmiah berbasis budaya lokal berawal dari deskripsi pembentukan pengetahuan ilmiah berbasis masyarakat lokal secara konseptual melalui kegiatan identifikasi, verifikasi, formulasi, konseptualisasi pengetahuan sains ilmiah melalui proses akomodasi, asimilasi, dan interpretasi. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam pendidikan sains asli dalam konteks budaya lokal adalah: 1) harus ada keterkaitan antara budaya dan sains yang dijadikan objek penelitian, 2) pengetahuan sains asli memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari, 3) pengetahuan sains asli memiliki tempat dalam konten pendidikan sains, 4) pengetahuan asli tradisional meliputi pemahaman tentang fenomologis alam semesta, 5) metodologi yang digunakan mampu menjembatani pengetahuan konvensional ke pengetahuan ilmiah. Kelima prinsip ini menjadi panduan dalam merekonstruksi pengetahuan asli ke ilmiah. Terdapat banyak Keberagaman budaya di Indonesia yang belum dikembangkan sebagai sumber belajar oleh guru dalam pembelajaran sains atau IPA. Salah satu penyebabnya adalah 90% guru menyatakan ingin mengembangkan pembelajaran IPA berbasis budaya lokal dan etnosains, namun hanya 20% saja yang memiliki wawasan dan pengetahuan untuk mengembangkannya. Guru diharapkan mampu menghadirkan pembelajaran yang berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari siswa dan membimbing siswa untuk mengontruksi pengetahuan kearifan lokal menjadi pengetahuan ilmiah. Tetapi pada kenyataannya, pembelajaran IPA di sekolah masih belum memerhatikan kearifan lokal yang berkembang di masyarakat suatu daerah karena guru masih kurang mampu dalam mengaitkan konsep, proses, dan konteks, sehingga pemahaman siswa tentang fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari menjadi kurang bermakna. Siswa masih banyak yang belum mengetahui kaitan konsep IPA dengan proses pembuatan produk di masyarakat yang sering dijumpai oleh siswa sehari-hari. Beberapa peneliti telah menganalisis dalam mengaitkan antara pengetahuan asli masyarkat dengan pembelajaran IPA. Seperti di Marauke pada masyarakat suku Malind terdapat pengetahuan masyarakat yang diturunkan dari nenek moyang terkait pembuatan sagu sep yang menunjukan bahwa jamu merupakan obat tradisional yang mana bahannya bakunya berasal dari alam (tumbuhan dan hewan). Di Indonesia terdapat penelitian terkait pengontruksian pengetahuan masyarakat berbasis kearifan lokal ke pengetahuan sains ilmiah, di antaranya yaitu kajian etnosains dalam proses pembuatan terasi Madura dalam pembelajaran IPA. Selain itu, proses pengasapan ikan dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran IPA. Pembelajaran konsep- konsep IPA dapat dilakukan dengan mengkaji konsep dengan menunjukan aplikasinya pada kehidupan sehari-hari masyarakat yang telah dilakukan secara turun-temurun bahkan menjadi sumber penghasilan.