(Perbaikan)
Etnopedagogi di Gorontalo
(Suatu Upaya Mengimplementasikan Praktek Pendidikan
“Kearifan Lokal” di Sekolah)
a. Bentuk Kurikulum
1) Kurikulum Mandiri (Single Subject Matter)
Kearifan lokal dilaksanakan dalam bentuk mata palajaran, dan mempunyai kurikulum
sesuai dan khas dari sekolah tersebut. Penyelenggaraan kurikulum single subject kearifan lokal
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan kepekaan (rasa, pikiran, dan dan keteknikan)
siswa terhadap kemajuan ketrampilan yang sedang berkembang di masyarakat. Model
penyelenggaraan pendidikan kearifan lokal di sekolah dengan menggunakan model muatan lokal
wajib seperti bahasa (bahasa Gorontalo), dan dipadukan dengan muatan lokal pilihan seperti
makanan tradisional (binthe biluhuta, ilabulo, kue pia, kue kerawang dan sebagainya), pakaian
(pakaian adat, karawo Gorontalo), seni tradisional (langga, tari saronde, dan seterusnya),
tradisi (Maulid Nabi, Isra Mi’raj, dan seterusnya) dan sebagainya.
Menyusun kerangka pengembangan kurikulum muatan lokal sekolah dituntut secara
mandiri harus mengembangkan standar kompetensi/kompetensi inti (SK/KI), kompetensi dasar
(KD), dan indikator pencapaian kompetensi. Sekolah dan komite sekolah memiliki kewajiban
penuh dalam mengembangkan mata pelajaran muatan lokal. Pengembangan muatan lokal
meliputi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, kompetensi inti (KI), kompetensi dasar (KD) dan
arah pengembangan mata pelajaran.
2) Kurikulum Terpadu (Integrated Subject)
Kurikulum terpadu biasa disebut juga kurikulum terintegrasi. Kurikulum ini dapat
dilaksanakan secara terbuka dan formal atau secara sembunyi – sembunyi (hidden
curriculum). Penyelengaraan terbuka seperti menyatukan beberapa mata pelajaran dengan
mengambil tema atau topik yang sama. Sedangkan untuk kurikulum tersembunyi (hidden) materi
kurikulum berupa norma, prinsip bersosial serta pemahaman nilai – nilai lokal
Kurikulum tematis atau topik dapat berupa perpaduan dari beberapa mata pelajaran
seperti mata pelajaran di SD, contohnya pada mata pelajaran IPA dengan mata pelajaran Pkn.
Tema yang diangkat adalah “Menjaga Lingkungan Bersih”. Mata Pelajaran IPA
mengkosentrasikan tentang lingkungan bersih. Untuk mata pelajaran PKn menjelaskan cerita
rakyat yang bersama – sama bergotong royong menjaga lingkungan tetap bersih dan tidak kotor.
Selanjutnya kurikulum terintegrasi (integrated curriculum) tersebut “materi kearifan
lokalnya” dikemas dalam bentuk pesan yang disampaikan secara sembunyi – sembunyi yang
tidak muncul sebagai mata pelajaran resmi. Contohnya melalui cerita rakyat Gorontalo tentang
warisan budaya hidup bergotong royong atau “mohuyula”
b. Dimensi Tugas dan Materi
Kurikulum pendidikan kearifan lokal dapat dikemas menjadi arahan pembelajaran
dengan membagi prinsip berdasarkan dimensi tugas dan materi. Secara garis besar dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Dimensi Tugas
Dimensi tugas adalah ancangan pembelajaran yang berorientasi kepada tugas yang
diberikan kepada peserta didik. Dalam hal menggunakan metode belajar yang dikemukakan oleh
Ki Hajar Dewantara: Nontoni, Niteni, Niroake, Nambahi (Wagiran, 2011: 17).
Nontomi adalah observasi, yaitu proses mengamati suatu objek kearifan lokal
Gorontalo dengan memahami bentuk, isi dan latar belakang. Objek tersebut diamati berdasarkan
sifat alaminya serta pengubahan. Dalam kinerja observasi, peserta didik diarahkan untuk
menggunakan persepsi, atau pengetahuan yang telah tersimpan sebelumnya. Proses ini diberikan
secara sistematis maupun non sistematis, yaitu dengan merasakan sesuatu akan dimasukan
kedalam memori peserta didik.
Niteni yaitu, proses seleksi dengan memilah pengetahuan yang dimasukan kedalam
memori menyaji, memori baru dengan sistematika berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Sehingga, terjadi pengelompokan pengetahuan baru (mind mapping), proses ini akan mengamati
dan mengelompokan langkah membuat, menyesuaikan hasil pengamatan (observasi) di atas
menjadi pengetahuan baru.
Niroake, yaitu proses menirukan dan mengimitasi bentuk, langkah dan didahului
dengan mengkemaskan langkah yang dianggap praktis. Peniruan bentuk yang dimaksud dimulai
dengan mengkopi bentuk serta langkah membuatnya. Langkah ini akan diteruskan secara
otomatis.
Nambahi, yaitu proses menambahkan artinya modifikasi bentuk untuk kepentingan
dan pengembangan yang lainnya. Proses ini diakhiri dengan penciptaan produk, dapat berupa
produk dan bentuk karya, langkah-langkahnya serta konsep baru dari temuan bentuk tersebut.
2) Dimensi Materi
Dimensi materi atau bahan ajar pembelajaran kearifan lokal terdiri dari pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi
yang telah ditentukan, meliputi fakta, konsep, prosedur, dan prinsip (Reigulth, 1987). Dengan
demikian, dimensi materi atau bahan ajar kearifan lokal dapat dibagi menjadi; fakta, konsep,
prinsip dan prosedur
Fakta, adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan kenyataan atau sesuatu yang
benar – benar ada atau terjadi. Dan itu meliputi nama – nama objek, nama tempat, nama orang,
lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen suatu benda, dan lain
sebagainya. Dalam konteks kearifan lokal Gorontalo misalnya materi falsafah hidup bahwa
Gorontalo faktanya sebagai daerah “adat bersendikan syara’, syara bersendikan kitabullah”.
Konsep, adalah sesuatu yang umum repsentatif intelektual yang abstrak dari situasi
objek atau peristiwa. Dan itu meliputi defenisi, identifikasi, klasifikasi, ciri – ciri khusus. Dalam
konteks pemberian materi kearifan lokal Gorontalo falsafah hidup, maka materi konsepnya
harus menjelaskan tentang defenisi, identifikasi, klasifikasi atau ciri – ciri khusus dari “adat
bersendikan syara’, syara bersendikan kitabullah ”
Prinsip, adalah materi yang berupa dalil, rumus, postulat, adagium, paradigma,
teorama. penerapan, hukum atau rumus. Dalam konteks memberikan materi kearifan
lokal Gorontalo falsafah hidup “adat bersendikan syara’, syara bersendikan kitabullah ” maka
materi prinsipnya harus menjelaskan dalili – dalil atau hukum – hukum dari falsafah “adat
bersendikan syara’, syara bersendikan kitabullah ”.
Prosedur, atau langkah-langkah yang secara berurut. Dalam konteks menjelaskan
materi kearifan lokal Gorontalo tentang falsafah Gorontalo bahwa “adat” harus pertama – tama
bersendikan “syara”, kemudian “syara” harus bersendikan “kitabullah”. Jadi materi
prosedurnyanya harus menjelaskan tahapan – tahapan tentang falsafah hidup Gorontalo yang
dimulai dari tingkatan terendah yaitu adat, kemudian syara dan tertinggi adalah kitabullah.
2. Kearifan Lokal dalam Pembelajaran
Menurut Wagiran (2012: 18), sedikitnya terdapat tiga model implementasi kearifan
lokal dalam pembelajaran yang perlu dipertimbangkan, yaitu : model komplementatif (single
subject), model terpadu (integrative) dan model terpisah (discret).
Pertama, dalam model komplementatif (single subject), yaitu implementasi kearifan
lokal ditambahkan ke dalam program pendidikan kurikuler dan struktur kurikulum yang ada.
Pelaksanaannya dapat berupa menambahkan mata pelajaran khusus kearifan lokal dalam struktur
kurikulum atau menyelenggarakan program sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam
kalender pendidikan. Model ini membutuhkan waktu tersendiri atau waktu tambahan, dan
tambahan guru. Model ini dapat digunakan secara optimal dan intensif untuk menambahkan
nilai-nilai kearifan lokal pada peserta didik.
Kedua, model terpadu (integrative), yaitu implementasi kearifan lokal melekat dan
terpadu dalam program-program kurikuler, kurikulum yang ada, dan atau mata pelajaran yang
ada, bahkan proses pembelajaran. Program kurikuler atau mata pelajaran yang ada hendaknya
bermuatan nilai-nilai kearifan lokal. Model ini membutuhkan kesiapan dan kemampuan tinggi
dari sekolah, kepala sekolah dan guru mata pelajaran. Kepala sekolah dan guru dituntut untuk
kreatif, penuh inisiatif, dan kaya akan gagasan. Guru dan Kepala sekolah harus pandai dan
cekatan menyiasati dan menjabarkan kurikulum, mengelola pembelajaran, dan mengembangkan
penilaian. Keuntungannya model ini, adalah relatif murah, tidak membutuhkan ongkos mahal,
dan tidak menambah beban sekolah, terutama kepada sekolah, guru ataupun peserta didik.
Ketiga, model terpisah (discreet) yaitu implementasi kearifan lokal di-sendirikan, dipisah,
dan dilepas dari program-program kurikuler, atau mata pelajaran. Pelaksanaannya dapat berupa
pengembangan nilai-nilai kearifan lokal yang dikemas dan disajikan secara khusus pada peserta
didik. Penyajiaannya bisa terkait dengan program kurikuler atau bisa juga berbentuk program
ekstrakurikuler. Model ini memerlukan perencanaan yang baik agar tidak salah penerapan,
namun model ini masih dapat digunakan untuk membentuk pribadi peserta didik secara
komprehensif dan leluasa.
Pemilihan model yang diterapkan tersebut akan sangat tergantung dari berbagai kesiapan
beberapa aspek termasuk karakteristik sekolah masing-masing. Melalui proses evaluasi diri,
ujicoba, validasi, implementasi dan evaluasi akan didapatkan pola yang cocok untuk masing-
masing sekolah.
a. Perencanaan Pembelajaran
1) Muatan Lokal Model komplementatif (single subject)
Dalam kerangka penerapan kurikulum, guru dapat mengimplementasikan kearifan lokal
dalam rumusan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan standar isi maupun proses
yang tertuang dalam silabus.
2) Muatan Lokal Model Terpadu (Integratif)
Pelaksanaan integrasi kearifan lokal dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan
bermacam-macam strategi dengan melihat kondisi siswa serta lingkungan sekitarnya, oleh sebab
itu pelaksanaan integrasi kearifan lokal dalam pendidikan memiliki prinsip-prinsip umum
seperti:
(1) Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku.
(2) Tidak mengubah kurikulum, namun diperlakukan adanya penyiasatan kurikulum untuk
diorientasikan pada kecakapan hidup.
(3) Etika sosio –religius bangsa dapat diintegrasikan dalam proses pendidikan.
(4) Pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, learning to learn, learning to be,
learning to live together.
(5) Potensi wilayah sekolah dapat direfleksikan dalam penyelenggaraan pendidikan, sesuai
dengan prinsip kontekstual dan pendidikan berbasis luas (board based education).
(6) Paradigma learning to life and school to work dapat dijadikan dasar kegiatan pendidikan,
sehingga terjadi pertautan antara pendidikan dan kebutuhan nyata peserta didik.
Mengingat prinsip pendidikan kearifan lokal yang tidak harus mengubah kurikulum dan
mata pelajaran tetap seperti yang berlaku saat ini, maka perlu ditemukan bagaimana cara
mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal Gorontalo dalam pembelajaran. Guru perlu
melakukan identifikasi kearifan lokal Gorontalo yang dapat dikembangkan bersama pembahasan
pokok bahasan tertentu. Jika identifikasi telah dilakukan untuk semua pokok bahasan,
selanjutnya guru mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal tersebut dalam rancangan
pembelajaran. Nilai-nilai tersebut dimasukkan menjadi bagian dari rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) mata pelajaran terkait. Dengan demikian nilai-nilai kearifan lokal hasil
identifikasi tersebut benar-benar dirancang untuk ditumbuhkan dalam pembelajaran dan diukur
hasilnya sebagai hasil belajar.
Jika semua guru atau semua mata pelajaran telah melakukan identifikasi, sekolah
(melalui pertemuan guru) dapat melakukan identifikasi kontribusi masing-masing mata pelajaran
dalam menanamkan kearifan lokal. Dengan demikian dapat diketahui apakah semua aspek
kearifan lokal yang diprogramkan sekolah dapat dikembangkan. Dapat pula dianalisis mata
pelajaran yang telah mengembangkan kearifan lokal secara seimbang, terlalu banyak atau terlalu
sedikit termasuk keseuaian dengan kompetensi dan pokok bahasan. Dengan demikian sekolah
dapat merencanakan integrasi kearifan lokal tersebut secara seimbang.
3) Muatan Lokal Model Terpisah (Discret)
Dalam muatan lokal model terpisah, sekolah dapat merencanakan topik khusus ataupun
acara (event) khusus terkait dengan penanaman nilai-nilai kearifan lokal. Dapat pula nilai-nilai
kearifan lokal tersebut dirancang secara khusus menjadi kegiatan ekstra kurikuler. Berbagai
ragam kegiatan ekstra kurikuler dapat diselenggarakan terkait dengan kearifan lokal. Dalam hal
ini model penanaman nilai-nilai kearifan lokal melalui kegiatan ekstra kurikuler dapat dilakukan
melalui “ ekstra kurikuler khusus kearifan lokal” ataupun integrasi dalam kegiatan ekstra
kurikuler yang lainnya. Penyusunan program pembelajaran maupun integrasi kearifan lokal pada
dasarnya analog dengan model single subjectataupun integrated, hanya waktunya yang berbeda.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran, seorang guru dapat merencanakan pembelajaran
terpadu sesuai dengan rumusan di atas, atau menyelenggarakan pembelajaran secara
terpisah (single subject). Kurikulum akan direncanakan berdasarkan potensi serta
ketentuan yang sudah digariskan oleh sekolah dan komite. Jika pembelajaran pendidikan
kearifan lokal dilaksanakan berdasarkan pola dan prinsip jenis mata pelajaran dapat dilakukan
dengan prosedur;
Pertama, mengapresiasi; pada prinsipnya guru memberikan kesempatan melihat,
mengamati dengan seksama berdasarkan teori maupun praktek. Melalui pemahaman teori,
seorang guru dapat menjelaskan sejarah dan latar belakangnya, sehingga memahami secara
umum terjadinya dan kedudukannya dalam sistem budaya di Indonesia. Seperti diketahui bahwa
karya “Tradisi Gorontalo” dikaitkan dengan makna filosofi maka sebagian besar dihubungkan
dengan kepercayaan, perilaku, dan sistem sosialnya. Dalam hal ini guru dapat memulai dengan
menceritakan sejarah dan latar belakangnya atau dengan melihat situasi produksi karya tradisi di
lingkungan sekitar sekolah serta tempat tinggal peserta didik.
Kedua, berproduksi; dimulai dengan proses eksplorasi peserta ini dilanjutkan dengan
kemampuan mengungkapkan hasil pengamatan agar peserta didik mempunyai pemahaman
apresiatif teknik serta sejarah penciptaannya. Proses produksi didahului dengan menirukan,
mengkopi; dalam hal ini mulai dari motiv dan motivasi, bentuk, teknik, dan teknologi serta
prinsip pembuatannya. Jika telah dipahami maka dilanjutkan dengan langkah modifikasi, atau
proses rekayasa bentuk, teknik serta tujuan. Jika bahan-bahan dalam makanan seperti
memasak “binthe biluhuta” berasal dari jagung, maka proses modifikasi dapat dilakukan dengan
rekayasa bahan (campuran), bentuk penyajian atau justru mengkreasikan menjadi sayuran.
Prinsip modifikasi ini dapat disebut proses kreasi. Jika pelaksanaan pembelajaran bersifat
terpadu (integrated) dengan pola tersembunyi (hidden) maka guru dapat memilih
pengintegrasian nilai - nilai kearifan lokal tersebut dalam satu atau beberapa komponen.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Baiti, 2015. Kajian Kearifan Lokal Kelompok Budaya dari Lembah Baliem Wamena
Papua. Jurnal Pendidikan Nusantara Indonesia. Vol. 1 (1)
Botutihe, M. 2006. Mo’odelo, Sifat dan Perilaku Pemimpin Berdasarkan Nilai Lokal Gorontalo.
Gorontalo: Pustaka Gorontalo
Departemen Pendidikan, 1996, Petunjuk Umum Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal. Jakarta.
Greetz, Califord 1973, The Interpretain of Culture. New York; Basic Books Inc., Publishers.
Haluty, Djailani, 2014. Nilai – Nilai Kearifan Lokal ’Pulanga’ Untuk Pengembangan
Karakter. Jurnal Al – Ulum IAIN Sultan Amai Gorontalo. Volume 14 Nomor 1, ISSN
1412-0534.
http://www.gorontalokota.go.id .
Kadir, Abdussamad, 2000, “Empat Aspek Adat Gorontalo (Penyambutan Tamu, Penobatan,
Perkawinan dan Pemakaman). Gorontalo; Pemda Tingkat II Kab. Gorontalo dengan
Yayasan 23 Januari 1942
Masaong, Abd. Kadim & Tilome, Arfan A. 2014. Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Multiple
Intelligence. Bandung : Al – Fabeta.
Mulyasa, E. 2014, Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung; PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution, S., 1993. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 79 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Polontalo, H. Ibrahim, 2003. Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah Sebagai
Dasar Pengembangan Budaya dan Pelaksanaan Islam di Gorontalo. Makalah Pada
Seminar Nasional BPKI-KTI di Gorontalo.
Reigulth, J. & Charles, M. 1987. Instructional Theories in Action; Lessons Illustrating Selected
Theories and Models. New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates Pull,
Setiyadi, D.B. Putut, 2013. Discourse Analysis of Serat Kalatidha: Javanese Cognition System
And Local Wisdom. Asian Journal of Social Sciences & Humanities Widya Dharma
University. Vol. 2 (4), 292-300.
Suratno, Tatang, 2010. Memaknai Etnopedagogi Sebagai Landasan Pendidikan Guru di
Universitas Pendidikan Indonesia. 4th International Conference on Teacher Education,
jointly organized by UPI (Indonesia University of Education) and UPSI (Sultan Idris
University of Education) in Bandung, Indonesia, hh. 515-530
Surya, Priyadi. (priadisurya@uny.ac.id) 10 Nopember 2016. Kepemimpinan Etnopedagogi di
Sekolah. Email kepada Faizal F. Tuli (faizaltulie@gmail.com)
Tilaar, H.A.R, 2009. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta; Penerbit Rineka Cipta
Tuloli, Nani, et all, 2004. Membumikan Islam; Seminar Nasional Pengembangan Kebudayaan
Islam Kawasan Timur Indonesia. Gorontalo; Pusat Penelitian dan Pengkajian, Badan
Pengembangan Kebudayaan Islam Kawasan Timur Indonesia.
Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Zohra Yasin, dkk, 2013. Islam dan Tradisi Kearifan Lokal Gorontalo. Gorontalo: IAIN Sultan
Amai Press.
Wagiran, 2012. Pengembangan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Hamemamyu Huyuning
Bawan. Jurnal Penelitian Karakter, Thun ke 2, No.3, 329 – 339.
----------, 2011. Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal di Wilayah Propinsi DIY
dalam Mendukung Perwujuddan Visi Pembangunan DIY Menuju Tahun 2020. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan. Vol. 3 (3), 1-29