Anda di halaman 1dari 12

Etnosains dalam Pembelajaran Sains Kimia

*Endri Saputra

Pendahuluan budaya yaitu bahwa kurikulum harus tanggap


terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
Kualitas sumber daya manusia (SDM) budaya, teknologi, dan seni yang dapat
yang menguasai sains merupakan kunci kejayaan membangun rasa ingin tahu dan kemampuan
suatu bangsa atau negara di era ini, dengan kata peserta didik agar memanfaatkannya secara tepat
lain kemajuan suatu bangsa berkorelasi dengan (Novitasari et al., 2017).
kemajuan sainsnya. Untuk menciptakan SDM
Pembelajaran ilmu sains yang
yang menguasai sains tersebut, pendidikan
memperhatikan kearifan budaya lokal sebagai jati
memiliki peranan yang sangat penting, dimana
diri bangsa, karakter, dan adat-istiadat budaya
pendidikan merupakan suatu upaya untuk
lokal dinamakan pembelajaran berpendekatan
memberdayakan potensi manusia guna
etnosains. Pembelajaran berpendekatan etnosains
mewariskan, mengembangkan, dan membangun
sangatlah penting karena Indonesia terdiri dari
peradaban di masa yang akan datang. Salah satu
berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang harus
upaya untuk membangun peradaban adalah
dilestarikan (Sudarmin dan Pujiastuti, 2015).
dengan meningkatkan pemahaman terhadap
Pembelajaran dengan etnosains ini dilandaskan
lingkungan sekitar utamanya yang berkaitan
pada pengakuan terhadap budaya masyarakat
dengan budaya sebagai warisan dari nenek
sebagai bagian yang penting dan mendasar bagi
moyang (Olensia, 2015). Globalisasi secara nyata
pendidikan yaitu sebagai bentuk ekspresi dan
telah menggeser nilai-nilai budaya lokal asli
komunikasi suatu gagasan dan perkembangan
Indonesia. Realita pergeseran nilai budaya ini
ilmu pengetahuan (Ryan, 2007). Hal ini sesuai
mengakibatkan nilai-nilai budaya lokal
dengan sistem pendidikan nasional Indonesia
terabaikan. Bentuk upaya mengatasi pergeseran
dimana pendidikan nasional berakar salah
tersebut salah satunya adalah melalui pendidikan
satunya pada nilai-nilai kebudayaan nasional
(Yunus, 2017).
Indonesia (Atmojo, 2012). Selain itu berdasarkan
Nilai-nilai budaya yang merupakan penelitian tentang pengaruh sains asli terhadap
kearifan lokal berbeda bergantung dari masing- sains dan teknologi untuk mengembangkan
masing daerah, terutama Indonesia yang terdiri negara yang dilakukan oleh Swift dihasilkan
dari banyak suku, etnis, dan tradisi (Sudarmin kesimpulan bahwa sains asli adalah suatu
dan Pujiastuti, 2015).Upaya pelestarian budaya komponen penting dalam sains dan teknologi
ini telah didukung pemerintah salah satunya yang dapat berkontribusi terhadap
dengan memasukkan program pembelajaran pengembangan negara dan juga harus menjadi
berbasis budaya lokal yang ditetapkan pada aspek penting di sekolah sains dan teknologi
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 (Sarwanto, 2017).
tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 14
Sains asli adalah cara termudah untuk
ayat (1), disebutkan bahwa Kurikulum untuk
memberikan contoh lokal untuk mengilustrasikan
SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang
prinsip sains, juga sebagai ilmu yang sesuai untuk
sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis
memperluas atau meningkatkan pengetahuan
keunggulan lokal dan budaya lokal di setiap
tentang ilmu lingkungan. Beberapa penelitian
wilayah sesuai dengan karakteristiknya masing-
yang mengkaji pentingnya budaya untuk
masing. Peraturan Pemerintah tersebut telah
pembelajaran antara lain: Wahyudi (2003)
disempurnakan dalam Kurikulum 2013 yang
melakukan kajian aspek budaya pada
mendukung pembelajaran untuk memanfaatkan
pembelajaran IPA dan pentingnya kurikulum IPA
berbasis kebudayaan memberikan simpulan kimia sangat berdampak langsung bagi
bahwa, latar belakang budaya siswa mempunyai kehidupan manusia. Kimia turut berkontribusi
pengaruh pada proses pembelajaran siswa di dalam pemenuhan kebutuhan manusia yang
sekolah. Hasil penelitian Swayze (2007) ujungnya akan berdampak bagi kesejahteraan
mengungkapkan bahwa melalui pembelajaran hidup umat manusia.
dengan budaya lokal dapat meningkatkan
Mempelajari sains kimia melalui produk
pemahaman terhadap nilai budaya, meningkatkan
kearifan lokal yang dekat dengan keseharian
proses pembelajaran sains, serta
siswa akan meningkatkan kecintaan siswa atas
mengembangkan peran dalam kehidupan sehari-
produk dalam negeri disamping meningkatkan
hari. Michell (2008) menemukan bahwa
pemahaman siswa akan materi kimia (Muhamad
kurikulum pembelajaran sains yang
et al., 2018). Pembelajaran kimia dengan konteks
dikembangkan dari budaya setempat dapat
kearifan lokal sesuai dengan tuntutan kurikulum
menumbuhkan sikap nasionalisme yang kuat
2013 yang dituangkan dalam kompetensi sosial,
(Sarwanto, 2017).
pengetahuan, dan keterampilan.
Untuk mewujudkan kualitas pendidikan
Namun demikian, kenyataan yang ada
yang baik disertai dengan penanaman nilai
saat ini pembelajaran kimia di sekolah dinilai
karakter bangsa kepada siswa agar siswa
kurang memperhatikan budaya setempat yang
memperoleh ilmu pengetahuan yang terkandung
berkembang di masyarakat. Bahkan
dalam kebudayaan yang dikajinya tersebut,
pembelajaran kimia yang diterapkan terkesan
sehingga penguasaan konsep siswa menjadi
diprioritaskan pada rumus dan pemahaman
meningkat, maka pembelajaran dengan
konsep saja, artinya dalam pembelajaran kimia
pendekatan etnosains perlu dilakukan.
belum dikaitkan dengan kearifan budaya lokal
Didalamnya siswa belajar untuk mengetahui
sebagai sumber belajar.
nilai-nilai luhur budaya bangsa dan belajar untuk
menginternalisasi karakter budaya yang mereka Dilatarbelakangi kecenderungan
pelajari sebagai salah satu cara untuk pembelajaran kimia yang terfokus hanya pada
menanamkan pendidikan karakter bangsa. dimensi konten dan masih didominasi pandangan
Pembelajaran yang mengimplementasikan tradisi bahwa pengetahuan kimia hanya berupa
budaya lokal dinilai mampu menghantarkan seperangkat fakta yang harus dihafalkan siswa,
siswa untuk mencintai daerah dan bangsanya padahal siswa yang masih berkutat pada proses
sendiri (Damayanti et al., 2017). penghafalan materi maka kemampuan mereka
untuk berinovasi atau berimajinasi untuk
Landasan filosofis dari kurikulum 2013
menciptakan suatu gagasan baru menjadi lemah,
menyatakan bahwa kurikulum berakar pada
yang akhirnya siswa gagal paham sehingga
budaya dari bangsa Indonesia itu sendiri.
banyak siswa menjadi tidak mengetahui manfaat
Berdasarkan filosofi ini, kurikulum memberikan
pelajaran kimia yang dipelajarinya dalam
kesempatan kepada siswa untuk belajar dari
kehidupan sehari-hari. Padahal banyak produk-
budaya setempat dan nasional tentang berbagai
produk kearifan lokal yang dapat dimanfaatkan
nilai yang penting dan memberikan kesempatan
dalam mempelajari ilmu kimia.
untuk berpartisipasi serta mengembangkan nilai-
nilai budaya setempat dan nasional menjadi nilai Pembelajaran kimia dengan etnosains
budaya yang digunakan dalam kehidupan sehari- menjadi suatu alternatif pembelajaran atas solusi
hari. Budaya pun akan lebih dikenal apabila permasalahan pembelajaran yang ada selama ini,
disuntikkan dalam kegiatan pembelajaran, salah yang dinilai masih menekankan konten kimia
satunya dalam bidang kimia yang merupakan tanpa disertai dengan konteks kearifan lokal yang
salah satu cabang ilmu sains yang dipelajari di sebetulnya banyak dijumpai dalam kehidupan
sekolah menengah. Produk-produk dari ilmu siswa sehari-hari (Olensia, 2015). Dengan
mengintegrasikan budaya lokal dalam pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau
pembelajaran ternyata juga dapat meningkatkan lebih tepat lagi suatu suku bangsa atau kelompok
kemampuan berpikir kreatif siswa (Luthvitasari sosial tertentu sebagai system of knowledge and
Navies dan Made Ngurah, 2012). Siswa belajar cognition typical of a give culture (Ahimsa-putra,
lebih efektif bila menggunakan lingkungan atau 1981).
peralatan yang ada disekitarnya, yang akan
Etnosains merupakan pengetahuan yang
merangsang rasa ingin tahu siswa, sehingga
dapat diperoleh dari proses memperhatikan
melakukan pengamatan, dan bertanya. Karena
kearifan budaya suatu bangsa atau komunitas
pengalaman yang didapat dari proses ilmiah akan
budaya dan merupakan kegiatan
lebih tahan lama terekam dalam ingatan siswa
mentransformasikan antara sains asli yang terdiri
(Yunus dan Djufri, 2014). Penelitian yang
atas seluruh pengetahuan tentang fakta
dilakukan oleh Arfianawati et al (2016)
masyarakat yang berasal dari kepercayaan turun-
menunjukkan bahwa pembelajaran kimia
temurun atau pengetahuan yang berkembang di
berbasis etnosains dapat meningkatkan
masyarakat menjadi sains ilmiah (Rahayu dan
kemampuan kognitif dan berpikir kritis peserta
Sudarmin, 2015). Etnosains bisa merambah ke
didik.
berbagai bidang kehidupan masyarakat seperti
Etnosains sebagai jati diri bangsa, bidang pertanian, kesehatan, flora-fauna, ekologi,
merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dan bidang sains itu sendiri (Mayasari, 2017).
dalam pengembangan kurikulum di Indonesia, Pentingnya membangun kembali (rekonstruksi)
khususnya dalam kurikulum kimia. Kajian pengetahuan sains ilmiah berbasis sains asli dari
etnosains salah satunya berkaitan dengan peta budaya lokal suatu masyarakat karena
kognitif dari suatu masyarakat atau pengetahuan pengetahuan asli masyarakat belum terkonsepkan
asli masyarakat (indigenous science) (Agrawal, secara ilmiah dan terformalkan secara tekstual
2014). Integrasi konsep-konsep sains asli ke dan kontekstual (Sudarmin dalam (Perwitasari
dalam pembelajaran sains sekolah dapat dan Linuwih, 2016)).
memberikan sentuhan rasional ilmiah pada
Sains asli tercermin dalam kearifan lokal
konsep-konsep sains asli tersebut, sehingga dapat
sebagai suatu pemahaman terhadap alam dan
diterima secara logis. Lebih dari itu integrasi
budaya yang berkembang di kalangan
sains asli ke dalam sains sekolah dapat
masyarakat. Lahirnya etnosains tidak terlepas
meningkatkan kebanggaan siswa sebagai pewaris
dari pengetahuan yang ditemukan secara coba-
dari konsep-konsep sains asli tersebut.
coba (trial and error) sebagai salah satu metode
Pembelajaran yang mengangkat budaya atau
ilmiah yang digunakan orang terdahulu, namun
kearifan lokal untuk dijadikan suatu objek
terkendala dengan belum adanya kemampuan
pembelajaran sains diharapkan mampu
untuk menerjemahkan hasil temuannya tersebut
meningkatkan ketertarikan, motivasi, dan minat
ke dalam pengetahuan ilmiah. Hal ini disebabkan
siswa untuk mempelajari sains sehingga sains
titik awal etnosains berada pada tingkat lokal
kita menjadi maju (Suja, 2011).
sampai regional sebagai bentuk pengetahuan
hasil trial and error (Rist dan Dahdouh-Guebas,
2006). Etnosains yang ada dan berkembang di
Etnosains, Hakikat, dan masyarakat masih berupa pengetahuan
Karakteristiknya pengalaman yang konkret sebagai hasil dari
interaksi lingkungan alam dan budayanya
Kata ethnoscience (etnosains) bersasal (Suastra, 2010). Rahayu dan Sudarmin (2015)
dari kata ethnos (bahasa Yunani) yang berarti berpendapat bahwa etnosains adalah pengetahuan
bangsa, dan scientia (bahasa Latin) artinya yang berasal dari norma dan kepercayaan
pengetahuan. Oleh sebab itu etnosains adalah
masyarakat lokal tertentu yang mempengaruhi Pembelajaran sains berpendekatan
interpretasi dan pemahaman terhadap alam. etnosains ialah pembelajaran dengan mengaitkan
pembelajaran yang ada dengan budaya melalui
Pengetahuan sains masyarakat atau
penggalian pandangan asli siswa terhadap budaya
Indigenous Science merupakan pengetahuan
tersebut, kemudian menerjemahkannya dalam
yang dimiliki suatu bangsa atau lebih tepat lagi
pengetahuan sains (Sudarmin et al., 2017). Jadi,
suatu suku bangsa atau kelompok sosial tertentu.
pembelajaran berbasis etnosains adalah
Etnosains berhubungan dengan pengetahuan
pembelajaran yang membimbing siswa dalam
yang berasal dari budaya yang dapat berperan
menemukan dan membangun pengetahuan
sebagai dasar membangun realitas yang
mereka sendiri dengan menggunakan
mengedepankan hubungan budaya dengan
pengetahuan yang khas dimiliki oleh suatu
pengetahuan ilmiah mutakhir. Sains asli
masyarakat (Rahayu dan Sudarmin, 2015).
(indigeneous sains) adalah studi tentang sistem
Penerapan pembelajaran semacam ini berpotensi
pengetahuan yang dikembangkan dari perspektif
mengembangkan cara pembelajaran yang secara
budaya setempat yang berkaitan dengan
umum masih berpusat pada guru (teacher
pengklasifikasian objek dan aktivitas yang
centered learning) menjadi berpusat pada siswa
berdasarkan fenomena alam. Sains asli memiliki
(student centered learning) (Novitasari et al.,
proses seperti observasi, klasifikasi, serta
2017).
pemecahan masalah dengan memasukkan semua
aspek budaya asli yang tidak memisahkan antara Pendidikan sains diharapkan dapat
sains budaya dan kearifan lokal sehingga dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari
digunakan sebagai suatu pendekatan diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pembelajaran guna meningkatkan minat dan pengembangan lebih lanjut dalam
motivasi siswa terhadap sains. pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari
(Depdiknas, 2006). Sains sangat relevan dengan
proses dan produk sehari-hari yang digunakan
dalam masyarakat (Holbrook dan Rannikmae,
Karakteristik Pembelajaran 2009). Walaupun demikian, umumnya praktek
Sains Kimia dan Kaitannya pembelajaran sains di Indonesia cenderung
menempatkan materi terlebih dahulu, kemudian
dengan Etnosains baru ditunjukkan dengan aplikasinya dan itu pun
Pembelajaran merupakan suatu proses masih sedikit (Hernani et al., 2012).
interaksi antara siswa dengan lingkunganya yang
Merekonstruksi pengetahuan yang telah
berefek pada terjadinya perubahan sikap dan
dimiliki oleh siswa sebelumnya merupakan
perilaku menuju arah yang lebih baik (Widi
faktor penting yang mempengaruhi pendidikan
Winarni, 2017). Salah satu cara yang dapat
dalam mencipakan pembelajaran yang bermakna.
dilakukan untuk meningkatkan kualitas proses
Dalam kehidupan sehari-hari siswa selalu
pembelajaran adalah dengan mempergunakan
berinteraksi dengan lingkungan dan budaya
aspek budaya lokal dalam pembelajaran (Atmojo,
daerah, hal tersebut dapat meningkatkan potensi
2012); (Rosyidah et al., 2015); (Rahayu dan
pemahaman siswa dalam pembelajaran, terutama
Sudarmin, 2015); (Anwari et al., 2016).
pembelajaran sains yang dikembangkan dari
Penggunaan aspek budaya lokal yang dekat
prespektif budaya setempat dan kearifan lokal
dengan kita sesuai dengan paradigma
yang terorganisir terkait dengan kejadian alam
pembelajaran sains yaitu belajar dari kongkrit ke
tertentu (Baker dan Taylor, 1995).
abstrak, dari dekat ke jauh, dari sederhana ke
kompleks. Sekolah diharapkan memahami budaya
khas yang terdapat di daerahnya serta bisa
melakukan transformasi pengetahuan sains asli dalam masyarakat ke dalam pembelajaran kimia
masyarakat. Pentingnya penelitian tentang untuk menghilangkan gagasan bahwa kimia itu
transformasi pengetahuan sains asli masyarakat abstrak dan tidak memiliki relevansi atau
menjadi sains ilmiah adalah untuk mengubah keterkaitan dan manfaat dengan kehidupan
pengetahuan masyarakat yang bersifat turun sehari-hari (Ugwu dan Diovu, 2016).
temurun menjadi pengetahuan terpercaya dan
dapat dipertanggungjawabkan (Ibe, 2017). Pembelajaran Sains berbasis etnosains
masih jarang dilakukan di Indonesia, namun
Pembelajaran Kimia merupakan salah pembelajaran tersebut telah dilakukan oleh
satu pembelajaran yang dapat digunakan dengan beberapa peneliti diantaranya, penelitian yang
menggunakan pendekatan etnosains. dilakukan oleh Arfianawati et al (2016)
Keanekaragaman budaya di Indonesia dapat menunjukkan bahwa pembelajaran kimia
dijadikan bahan kajian untuk dihubungkan berbasis etnosains dapat meningkatkan
dengan topik-topik yang relevan dengan kemampuan kognitif dan berpikir kritis siswa
pengetahuan sains kimia sesuai kekhasan daerah atau mengaitkan kebiasaan hidup suatu
masing-masing. Misalnya di daerah tambak masyarakat misalnya bagaimana mereka
garam maka konsep sains yang diangkat dan mempergunakan tumbuhan tradisional maupun
dikaitkan dalam proses produksi garam tersebut mengelolalahan dalam mengajarkan siswa
antara lain konsep unsur, senyawa, ikatan ionik, tentang biodiversitas (Anwari., 2016).
kemudian konsep pemisahan campuran, dan
perpindahan kalor, konsep larutan jenuh dan tak Dengan etnosains siswa tidak
jenuh, kelarutan dan Ksp, serta konsep nukleasi memandang sains sebagai suatu budaya asing
dan kristalisasi (Hadi dan Ahied, 2017). yang mereka pelajari, tetapi dipandang sebagai
bagian dari budaya dan kearifan lokal yang ada.
Kimia merupakan ilmu yang penting Cara ini dapat diajarkan dengan pembelajaran
dalam kehidupan sehari-hari yang membutuhkan yang berpusat pada siswa sehingga dapat
variasi strategi pembelajaran yang dapat memperbaiki respon siswa terhadap sains dan
meningkatkan pemahaman dan aplikasinya untuk meningkatkan kegunaan praktis dari sains, nilai
kehidupan yang berkelanjutan. Kimia adalah kemanusiaan, dan hubungan antara individu
ilmu eksperimental yang menuntut standar tinggi
dengan lingkungan (Sudarmin dan Pujiastuti,
untuk pekerjaan eksperimental pengetahuan dan
2015). Mardiyan (2012) menyatakan bahwa
aplikasinya. Ilmu kimia adalah ilmu yang
berorientasi praktis oleh sebab itu harus diajarkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat
dan dipelajari melalui tangan dan pikiran mempengaruhi pemahaman siswa terhadap
terutama mengenai kegiatan yang berhubungan materi yang dipelajari. Jadi apabila siswa
dengan kegiatan di luar sekolah untuk relevansi semakin faham terhadap materi, maka siswa
dalam kehidupan yang berkelanjutan (Ugwu dan tersebut mempunyai sikap aktif dalam belajar.
Diovu, 2016).

Kimia menjadi subjek yang abstrak bagi


guru dan siswa dikarenakan cara Etnosains dalam Pembelajaran
pembelajarannya yang tidak menghubungkannya Kimia
dengan kegiatan sehari-hari siswa. Ilmu kimia
yang dicatat sebagai abstrak ini padahal sejatinya Peran Guru
sedang dipraktikkan dengan sumber daya
lingkungan dalam konteks pengetahuan asli di Guru yang bijaksana haruslah dapat
berbagai tingkat masyarakat manusia di seluruh menyelipkan nilai-nilai budaya lokal suatu
dunia tanpa disadari. Karena itu, menjadi suatu daerah setempat dalam proses pembelajaran sains
keharusan untuk mengintegrasikan pengetahuan atau nonsains, namun faktanya hal tersebut belum
dan praktik-praktik asli masyarakat yang ada
tercerminkan dilihat dari rendahnya pengetahuan tradisional. Kedua, menyajikan kepada siswa
siswa terhadap budaya lokal, serta pemahaman contoh-contoh keganjilan atau keajaiban
siswa tentang fenomena alam yang dianggap (discrepant events) yang sebenarnya merupakan
belum bermakna. Kemampuan guru untuk hal biasa menurut konsep-konsep baku sains.
mengaitkan antara dunia siswa dan budayanya Ketiga, mendorong siswa untuk aktif bertanya
dengan dunia sekolah dan kelas merupakan dan terakhir adalah mendorong siswa untuk
komponen penting dalam penanganan membuat serangkaian skema-skema tentang
keanekaragaman budaya (Mayasari, 2017). Lebih konsep yang dikembangkan selama proses
lanjut Suastra (2010) menyatakan bahwa pembelajaran.
memadukan sains asli siswa dengan pelajaran
Berikut adalah langkah-langkah
sains di sekolah ternyata dapat meningkatkan
pengimplementasian pembelajaran etnosains
prestasi siswa.
yang harus diterapkan oleh guru:
Masih kurangnya wawasan dan
1. Memilih model yang digunakan
pengetahuan guru untuk mencari contoh-contoh
dalam hal ini digunakan model
peristiwa yang mengandung kearifan lokal
terpadu (integrative) implementasi
ditunjukkan oleh rencana pelaksanaan
“etnosains” melekat dan terpadu
pembelajaran yang mereka susun masih sedikit
dalam program-program mata
yang mengaitkan dengan budaya lokal. Dengan
pelajaran kimia atau tematik.
diintegrasikannya nilai-nilai kearifan lokal dalam
pembelajaran sains diharapkan pembelajaran
2. ldentifikasi pengetahuan awal siswa
sains menjadi lebih bermakna dan tidak hanya
tentang sains asli yang bertujuan
berorientasi pada buku teks. Harapannya guru
untuk menggali pikiran-pikiran
mampu mengkorelasikan antara pengetahuan
siswa untuk mengakomodasi
masyarakat dengan konsep-konsep sains yang
konsep-konsep, prinsip-prinsip atau
ada di sekolah sehingga nantinya pembelajaran
keyakinan yang dimiliki siswa yang
menjadi lebih bermakna (Hadi dan Ahied, 2017).
berakar pada budaya masyarakat
Salah satu caranya adalah dengan mengajak
tempat tinggal mereka. Hal ini
siswa untuk berinteraksi langsung dengan budaya
dilakukan karena setiap anak akan
lokal dan menggali ilmu pengetahuan (sains)
memiliki pandangan-pandangan atau
yang ada pada budaya lokal tersebut.
konsepsi-konsepsi yang berbeda
Menurut Rusilowati et al (2015) agar terhadap suatu objek, kejadian atau
dapat memilih kearifan lokal yang sesuai dengan fenomena. Satu hal yang paling
materi pelajaran dan lingkungan siswa, maka penting dilakukan guru sebelum
guru perlu melakukan identifikasi kearifan lokal pembelajaran dilakukan adalah
yang sesuai. Sehingga pemilihan budaya dan mengetahui apa yang telah diketahui
tema dalam pembelajaran terintegrasi etnosains siswa.
menjadi sangatlah penting.
3. Sebelum proses pembelajaran
George dalam (Yunus, 2017)
dilaksanakan, guru dianjurkan untuk
menyarankan kepada para guru untuk
memilih konsep-konsep atau topik-
memperhatikan empat hal selama membawakan
topik sains yang menarik yang
proses pembelajaran yang pertama ialah memberi
berhubungan dengan lingkungan
kesempatan kepada siswa untuk
sosial budaya setempat. Identifikasi
mengekspresikan pikiran-pikirannya untuk
sains asli yang ada di sekitar sekolah,
mengakomodasi konsep-konsepatan keyakinan
di lingkungan rumah, baik melalui
yang dimiliki siswa yang berakar pada sains
narasumber maupun melalui
observasi budaya yang ada di kebiasaan siswa sehari-hari (Willian dan
lingkungan sekolah yang Danriani, 2018).
berhubungan dengan sains yang
Pembelajaran berbasis etnosains dalam
dipelajari di sekolah (Adibe, 2014).
aplikasinya membutuhkan suatu model
pembelajaran. Model pembelajaran yang
4. Mengenalkan nilai-nilai karakter
digunakan harus memiliki langkah-langkah
pada siswa dalam menjaga dan
pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran
melestarikan budaya lingkungan
berbasis etnosains (Wang, 2013). Pembelajaran
sekitar.
konsep-konsep kimia dapat dilakukan dengan
cara mengkaji konsep dengan menunjukkan
5. Setelah memfasilitasi siswa dengan
aplikasinya pada fenomena dalam kehidupan
menemukan gagasan, guru
sehari-hari. Sesuai dengan karakteristik
memancing siswa untuk
pembelajaran sains yaitu mempelajari alam
mengidentifikasi, memecahkan,
semesta dan gejala-gejala yang terjadi di
merumuskan masalah, menyusun
dalamnya. Dalam penerapan pembelajaran sains
hipotesis, merancang percobaan,
dengan pendekatan etnosains memerlukan
melakukan eksperimen,
kemampuan guru dalam menggabungkan antara
menganalisis hingga menarik
pengetahuan asli dengan pengetahuan ilmiah
kesimpulan dan mendemonstrasikan
(Sudarmin et al., 2017). Pembelajaran berbasis
konsep-konsep yang dipelajari
etnosains mengharapkan siswa melakukan
(Austin dan Hickey, 2018).
penyelidikan langsung terhadap suatu budaya,
termasuk observasi, wawancara, bahkan analisis
6. Peran guru sebagai motivator adalah
literatur mengenai budaya asli masyarakat sekitar
agar siswa bertanggung jawab, tekun
(Atmojo, 2018). Selain itu siswa juga dituntut
dan kritis, dan memiliki rasa ingin
untuk terlibat langsung dalam proses
tahu yang tinggi serta menjaga
pembelajaran, agar materi dapat mudah dipahami
budaya dan lingkungan yang ada di
dan menjadi lebih bermakna untuk siswa.
sekitar sehingga budaya maysarakat
akan tetap terjaga kelestariannya Konseptualisasi dan pemahaman yang
(Yunus, 2017). diperoleh siswa tidak secara langsung dari guru,
namun diperoleh melalui kegiatan ilmiah.
Metode
Metode yang cocok digunakan untuk
Kesadaran akan kearifan lokal yang pembelajaran sains berbasis budaya lokal adalah
kurang, menjadi penyebab hilangnya eksperimen, observasi lapangan, dan diskusi
pengetahuan tradisional. Memasukkan nilai-nilai seperti dengan cara menugaskan siswa untuk
budaya di dalam pembelajaran merupakaan melakukan observasi yang berkaitan dengan
pembelajaran yang efektif supaya siswa tidak kebiasaan yang ada di masyarakat (Khusniati,
melupakan budaya-budaya yang ada disuatu 2014). Observasi membantu siswa untuk
daerah tertentu. Hasil penelitian Rusilowati et al mengasah kemampuan berpikir kritisnya sebab
(2015) menyatakan bahwa pengembangan bahan siswa dituntut untuk langsung berinteraksi
ajar berwawasan kearifan lokal melalui penelitian dengan masyarakat juga membantu siswa dalam
pendidikan sebagai salah satu upaya agar mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya.
pelestarian kearifan lokal tetap terjaga, dan dapat Pembelajaran secara observasi juga dapat
diwariskan kepada generasi mendatang menjembatani antara teori yang terdapat pada
(Damayanti et al., 2017). Untuk itu diperlukan buku pelajaran dengan kenyataan yang ada
media pembelajaran yang menarik minat siswa dilapangan. Pembelajaran dengan melakukan
dan biasanya muncul dari kegemaran dan observasi bertujuan untuk mengajak siswa
mengenal objek, gejala dan permasalahan, kearifan lokal, wawasan baru, dan teka-teki kimia
menelaah permasalahan tersebut, dan kemudian etnosains. Tak ketinggalan untuk membangun
menemukan simpulan atas suatu konsep yang konsep sehingga materi akan terekam lebih lama
dipelajarinya (Arlianovita et al., 2015). dalam otak (Utami et al., 2017).

Model Media
Model pembelajaran kimia berbasis Media pembelajaran sangat diperlukan
etnosains (MPKBE) adalah model pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran, terlebih
yang mempertimbangkan lingkungan budaya dan lagi untuk mata pelajaran seperti kimia. Belajar
ekologinya beserta nilai-nilai moral di dan mengajar konsep kimia (contohnya atom,
masyarakat untuk menghasilkan generasi yang molekul, struktur, zat) adalah pekerjaan yang
melek sains, memiliki keterampilan berpikir menantang karena faktanya orang yang belajar
inovatif, dan sikap ilmiah. Karena ilmu kimia perlu menentukan hubungan antara keadaan
bersifat eksperimen dan ilmiah maka sebaiknya mikro dan makro dari ilmu kimia itu sendiri.
model pembelajaran dibuat dengan mengaitkan Media pembelajaran sangat bervariasi, salah
pembelajaran dengan hal-hal yang terdapat dalam satunya adalah alat peraga. Alat peraga
kehidupan sehari-hari, sehingga siswa akan lebih merupakan alat bantu untuk mengajar sehingga
mudah memahami materi dan dapat konsep yang diajarkan mudah dipahami oleh
menerapkannya dalam kehidupan. Sehingga siswa (Widiyatmoko dan Nurmasitah, 2014).
penggunaan pengetahuan-pengetahuan lokal
Alat peraga yang tersedia di sekolah
dalam pembelajaran mutlak dibutuhkan.
belum dapat membuat pembelajaran menjadi
Bahan Ajar lebih bermakna dikarenakan siswa belum mampu
mengkaitkan pengetahuan yang diperoleh dengan
Bahan ajar yang baik harus memuat fenomena yang terjadi di sekitar karena siswa
interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat. tidak memperoleh pengalaman untuk
Interaksi ini bertujuan untuk memberi gambaran mengkaitkannya (Sartini, 2009). Sehingga perlu
tentang pengaruh atau dampak sains terhadap dikembangkan alat peraga kimia berbasis
masyarakat. (Perwitasari dan Linuwih, 2016). Ria kearifan lokal beserta buku petunjuk pembuatan
Febu Khoerunnisa dan N. Murbangun (2016) dan penggunaannya. Alat peraga kimia berbasis
telah mengembangkan modul kimia berbasis kearifan lokal diharapkan dapat membantu guru
etnosains yang dapat meningkatkan kemandirian dalam menjelaskan konsep kimia dan juga
belajar dan hasil belajar siswa. Kemandirian memotivasi siswa agar dapat mengkaitkan
belajar akan terbentuk ketika siswa memiliki konsep yang diperoleh dengan fenomena dalam
minat dan motivasi untuk belajar antara lain kehidupan, sehingga siswa lebih peka terhadap
dengan membuat media pembelajaran berupa lingkungan sekitar (Martilia dan Priyambodo,
buku teks sains dengan memuat jumlah sains asli 2017).
yang cukup besar terutama yang berhubungan
dengan mitos, legenda, teknologi, alam dan Kreativitas dan kerja keras siswa dalam
kegiatan sosial (Shidiq, 2016). belajar dapat ditingkatkan melalui model
pembelajaran berbasis kearifan lokal sebab siswa
Komposisi modul yang dikembangkan diarahkan untuk belajar secara langsung dengan
disesuaikan dengan karakteristik etnosains untuk budaya lokal dalam rangka memperoleh
dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Modul pengalaman-pengalaman baru dan diberikan
pembelajaran kimia disajikan dengan full colour kesempatan yang seluas-luasnya dalam
sehingga merangsang siswa tertarik untuk mengungkapkan ide atau gagasannya, sehingga
belajar. Isi modul tidak hanya menyajikan materi siswa dapat mengeksplor kemampuan berpikir
saja, akan tetapi juga dilengkapi kolom sejarah kreatif yang dimilikinya (Agung, 2015). Sampai
saat ini penelitian pengambanagan model dan Daftar Pustaka
media pembelajaran kimia masih tetap menjadi
trend global yang perlu dikaji (Willian dan Adibe, M. I. (2014) ‘Innovations in Science and
Andriani, 2018). Technology Education: A Case for
Ethnoscience Based Science
Classrooms’, International Journal of
Scientific & Engineering Research, 5(1),
Kesimpulan pp. 52–56.
Pembelajaran sains kimia terintegrasi Agrawal, A. (2014) ‘Indigenous and Scientific
etnosains sebagai bagian dari proses pendidikan Knowledge: Some Critical Comments’,
merupakan solusi atas upaya peningkatan sumber Antropologi Indonesia, 0(55), pp. 0–9.
daya manusia akan penguasaan sains dalam doi: 10.7454/ai.v0i55.3331.
rangka memajukan bangsa dan negara tanpa Agung, L. (2015) ‘The Development of Local
menggeser dan tetap melestarikan eksistensi dari Wisdom-Based Social Science Learning
budaya lokal yang ada, sehingga nantinya masih Model with Bengawan Solo as the
dapat dinikmati oleh generasi anak cucu kita. Learning Source’, American
International Journal of Social Science,
Pembelajaran sains kimia terintegrasi 4(4), pp. 51–58.
etnosains juga mengandung pendidikan karakter
didalamnya yang bersumber dari nilai-nilai luhur Ahimsa-putra, H. S. (1981) ‘Etnosains dan
budaya bangsa yang akan berdampak pada Etnometodologi : Sebuah
tumbuhnya rasa cinta siswa pada budaya dan Perbandingan’, pp. 1–34.
bangsanya sendiri (nasionalisme). Anwari, A., Nahdi, M. S. and Sulistyowati, E.
(2016) ‘Biological Science Learning
Pembelajaran sains kimia terintegrasi
Model Based on Turgo’s Local Wisdom
etnosains sekaligus juga menjawab permasalah on Managing Biodiversity’, in AIP
pembelajaran kimia yang ada saat ini dimana Conference Proceedings. doi:
dinilai masih terfokus pada konten tanpa siswa 10.1063/1.4941146.
diberi tahu dan paham akan keterkaitan dan
konteksnya dalam kehidupan sehari-hari, padahal Arfianawati, S., Sudarmin and Sumarni, W.
sains kimia sejatinya sangat dekat dengan (2016) ‘Model Pembelajaran untuk
lingkungan dan kebudayaan siswa itu sendiri. Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa’, Jurnal Pengajaran MIPA,
Harapannya dengan pembelajaran ini
21(1), pp. 46–51. doi:
pemahaman siswa akan sains kimia serta 10.18269/jpmipa.v21i1.669.
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari lebih
meningkat, yang akan meningkatkan pula minat Arlianovita, D., Setiawan, B. and Sudibyo, E.
siswa terhadap sains sehingga dengan (2015) ‘Pendekatan Etnosains dalam
penguasaan sains yang meningkat kemajuan Proses Pembuatan Tempe terhadap
bangsa di bidang sains dapat dicapai. Terlebih Kemampuan Literasi Sains’, Seminar
lagi, dalam kegiatan belajar mengajar siswa Nasional Fisika dan Pembelajarannya
2015 pembelajaran, pp. 101–107.
menjadi lebih aktif, kritis, dan kreatif sehingga
pembelajaran sains pun menjadi lebih bermakna Atmojo, S. E. (2012) ‘Profil Keterampilan
yang muaranya adalah suksesnya kegiatan Proses Sains dan Apresiasi Siswa
pembelajaran yang ditandai dengan terhadap Profesi Pengrajin Tempe dalam
meningkatnya pemahaman dan pencapaian Pembelajaran IPA Berpendekatan
prestasi belajar siswa. Etnosains’, Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia. doi: 10.15294/jpii.v1i2.2128.
Atmojo, S. E. (2018) ‘Pengembangan Perangkat Science Process Skills Acquisition of
Pembelajaran IPA Terpadu Secondary School Biology Student in
Berpendekatan Etnosains’, Jurnal Nigeria’, British journal of
Pendidikan Sains (Jps), 6(1), p. 5. doi: Multidiciplinary and Advanced Studies,
10.26714/jps.6.1.2018.5-13. 1(1), pp. 35–46.
Austin, J. and Hickey, A. (2018) ‘Incorporating Khusniati, M. (2014) ‘Model Pembelajaran
Indigenous Knowledge into the Sains Berbasis Kearifan Lokal dalam
Curriculum: Responses of Science Menumbuhkan Karakter Konservasi’,
Teacher Educators’, The International Indonesia Journal Of Consevation.
Journal of Science in Society, 2(4), pp.
139–152. doi: 10.18848/1836- Luthvitasari Navies, Made Ngurah, L. S. (2012)
6236/cgp/v02i04/51284. ‘Implementasi Pembelajaran Fisika
Berbasis Proyek Terhadap Keterampilan
Baker, D. and Taylor, P. C. S. (1995) ‘The Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif dan
Effect of Culture on The Learning of Kemahiran Generik Sains’, Journal of
Science in Non‐Western Countries: The Innovative Science Education.
Results of An Integrated Research
Review’, International Journal of Mardiyan, R. (2012) ‘Peningkatan Keaktifan dan
Science Education, 17(6), pp. 695–704. Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran
doi: 10.1080/0950069950170602. Akuntansi Materi Jurnal Penyesuaian
pada Siswa Kelas XI IPS 3 SMA Negeri
Damayanti, C., Rusilowati, A. and Linuwih, S. 3 Bukittinggi dengan Metode Bermain
(2017) ‘Journal of Innovative Science Peran (Role Playing)’, Jurnal Pakar
Education Pengembangan Model Pendidikan. doi:
Pembelajaran IPA Terintegrasi 10.3758/MC.36.6.1182.
Etnosains’, 6(1).
Martilia, A. and Priyambodo, E. (2017) ‘The
Depdiknas (2006) ‘Peraturan Menteri Development of Teaching Aids Based
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Local Wisdom as a Chemistry Learning
Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Media Grade XI’, Prosiding Seminar
Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Nasional Kimia UNY 2017 Sinergi
Menengah’, pp. 27–40. Penelitian dan Pembelajaran untuk
Mendukung Pengembangan Literasi
Hadi, W. P. and Ahied, M. (2017) ‘Kajian Kimia pada Era Global, pp. 31–36.
Etnosains Madura dalam Proses
Produksi Garam sebagai Media Mayasari, T. (2017) ‘Makalah Utama ISSN :
Pembelajaran IPA Terpadu’, 10(2), pp. 2527-6670 Integrasi Budaya Indonesia
79–86. dengan Pendidikan Sains’, (2010), pp.
12–17.
Hernani, Mudzakir, A. and Siti H, H. (2012)
‘Meningkatkan Relevansi Pembelajaran Michell, H. (2008) ‘Learning Indigenous
Kimia melalui Pembelajaran Berbasis Science from Place’, College of
Kearifan dan Keunggulan Lokal’, Jurnal Education University of Saskatchewan.
Pengajaran MIPA, 17, pp. 96–106.
Muhamad, C., Falah, N. and Windyariani, S.
Holbrook, J. and Rannikmae, M. (2009) ‘The (2018) ‘Peningkatan Kemampuan
Meaning of Scientific Documents’, Berpikir Kritis Peserta Didik Melalui
International Journal of Environmental Model Pembelajaran Search , Solve ,
and Science Education, 4(3), pp. 275– Create , and Share ( Sscs ) Berbasis
288. Etnosains Improvement Of Students ’
Critical Thinking Skill Through Search ,
Ibe, E. (2017) ‘Effect of Ethnoscience and Solve , Create , and Share ( Sscs )
Traditional Laboratory Praactical on
Learning ’, 2, pp. 25–32. Alam Bervisi SETS Terintegrasi dalam
Mata Pelajaran Fisika Berbasis Kearifan
Novitasari, L. et al. (2017) ‘Makalah Lokal’, Jurnal Pendidikan Fisika
Pendamping ISSN : 2527-6670 Fisika , Indonesia. doi:
Etnosains , dan Kearifan Lokal dalam 10.15294/jpfi.v11i1.4002.
Pembelajaran Sains’, pp. 81–88.
Ryan, J. M. (2007) ‘Ethnoscience and Problems
Olensia, Y. (2015) ‘Final Paper National of Method in the Social Scientific Study
Education Conference 2014 of Religion’, Sociological Analysis. doi:
Pembelajaran Kimia Berbasis Life Skill 10.2307/3710444.
dengan Konteks Kearifan Lokal sebagai
Solusi Menghadapi Asean Community Sartini, N. W. (2009) ‘Menggali Nilai Kearifan
2015. Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan
(Bebasan, Saloka, dan Paribasa)’, Jurnal
Perwitasari, T. and Linuwih, S. (2016) Logat.
‘Peningkatan Literasi Sains melalui
Pembelajaran Energi dan Perubahannya Sarwanto (2017) ‘Science, Technology,
Bermuatan Etnosains pada Pengasapan Engineering, and Mathematics’,
Ikan’, Jurnal Penelitian Pendidikan Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
IPA, 1(2), pp. 62–70. IPA, pp. 1–7. doi:
10.4135/9781506307633.n706.
Rahayu, E. W. and Sudarmin (2015)
‘Pengembangan Modul IPA Terpadu Shidiq, A. S. (2016) ‘Pembelajaran Sains Kimia
Berbasis Etnosains Tema Energi dalam Berbasis Etnosains Untuk Meningkatkan
Kehidupan untuk Menanamkan Jiwa Minat dan Prestasi Belajar Siswa’,
Konservasi Siswa’, Unnes Science Seminar Nasional Kimia dan
Education Journal. doi: Pendidikan Kimia (SNKPK) VIII, pp.
http://dx.doi.org/10.15294/usej.v3i2.334 227–236.
9.
Suastra, I. W. (2010) ‘Model Pembelajaran
Ria Febu Khoerunnisa, N. Murbangun, S. (2016) Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk
‘Pengembangan Modeul IPA Terpadu Mengembangkan Kompetensi Dasar
Etnosains untuk Menumbuhkan Minat Sains dan Nilai Kearifan Lokal di SMP’,
Kewirausahaan’, Journal of Innovative Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran.
Science Education.
Sudarmin et al. (2017) ‘Development of
Rist, S. and Dahdouh-Guebas, F. (2006) Ethnoscience Approach in the Module
‘Ethnosciences - A Step Towards the Theme Substance Additives to Improve
Integration of Scientific and Indigenous the Cognitive Learning Outcome and
forms of Knowledge in the Management Student’s entrepreneurship’, in Journal
of Natural Resources for the Future’, of Physics: Conference Series. doi:
Environment, Development and 10.1088/1742-6596/824/1/012024.
Sustainability, 8(4), pp. 467–493. doi:
10.1007/s10668-006-9050-7. Sudarmin dan Pujiastuti, S. (2015) ‘Scientific
Knowledge Based Culture and Local
Rosyidah, A. N., Sudarmin and Kusoro, S. Wisdom in Karimunjawa for Growing
(2015) ‘Pengembangan Modul IPA Soft Skills Conservation’, International
Berbasis Etnosains Zat Aditif dalam Journal of Science and Research (IJSR).
Bahan Makanan untuk Kelas VIII
SMPNegeri 1 Pegandon Kendal’, Unne Suja, I. W. (2011) ‘Analisis Kebutuhan
Scince Educational Journal. Pengembangan Buku Ajar Sains SD
Bermuatan Pedagogi Budaya Bali’,
Rusilowati, A., Supriyadi and Widiyatmoko, A. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran.
(2015) ‘Pembelajaran Kebencanaan
Swayze, N. (2007) ‘Bridging the Gap: Engaging Spermatophyta’, Jurnal Biologi Edukasi
Inner-City Youth in Stewardship Using Edisi.
Principles of Indigenous Science’,
NAAEE Conference Proceedings. Yunus, S. (2017) ‘ELSE (Elementary School
Education Journal): Jurnal Pendidikan
Ugwu, A. N. and Diovu, C. I. (2016) dan Pembelajaran Sekolah Dasar’,
‘Integration of Indigenous Knowledge Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
and Practices Into’, International Sekolah Dasar, 1(2a), pp. 28–37.
Journal of Academic Research and
Reflection, 4(4), pp. 22–30.
Utami, R. Sumarni, W. Habibah, N. A. (2017)
‘Unnes Science Education Journal’,
Unnes Science Education Journal, 6(1),
pp. 1496–1502. doi:
http://dx.doi.org/10.15294/usej.v3i2.334
9.
Wahyudi (2003) ‘Tinjauan Aspek Budaya pada
Pembelajaran IPA: Pentingnya
Kurikulum IPA Berbasis Kebudayaan
Lokal’, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 040, pp. 42–60.
Wang, Y.-H. (2013) ‘The Multicultural Science
Literacy of Science Teachers in
Taiwan’, International Journal of Asian
Social Science, 3(9), pp. 2052–2059.
Widi Winarni, E. (2017) ‘Pengaruh Pelaksanaan
Program Pengurangan Risiko Bencana
Terintegrasi Menggunakan Model
Problem Based Learning Berbasis ICT
Bagi Siswa Kelas IV SD IT IQRA’ 1 di
Kota Bengkulu’, JINoP (Jurnal Inovasi
Pembelajaran), 2(2), p. 351. doi:
10.22219/jinop.v2i2.2626.
Widiyatmoko, A. and Nurmasitah, S. (2014)
‘Designing Simple Technology as a
Science Teaching Aids from Used
Materials’, Journal of Environmentally
Friendly Processes. doi:
10.14266/jefp14-1.
Willian, N. and Andriani, M. (2018)
‘Pembelajaran Kimia Berbasis Kultur
Budaya ’, Jurnal Zarah ISSN 2354-
7162.
Yunus dan Djufri, Y. (2014) ‘Pembelajaran
Berbasis Lingkungan Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada
Konsep Keanekaragaman

Anda mungkin juga menyukai