Anda di halaman 1dari 15

SISTEM PEMBELAJARAN IPA DI JERMAN

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Belajar dan Pembelajaran
Yang dibina oleh Bapak Dr. Munzil, S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh :
1. Ana Fitria Azzmi
(150351600876)
2. Elmayana
(150351608394)
3. Nurul Umi Marfuah (150351602244)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
OKTOBER 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, sebab karena rahmat dan
nikmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah Belajar dan Pembelajaran ini.
Pembuatan makalah ini bertujuan memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Belajar
dan Pembelajaran pada Semester III. Makalah ini berjudul Sistem Pembelajaran
IPA di Negara Jerman.
Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu pun
dengan kami yang masih seorang mahasiswa. Dalam pembuatan makalah ini
mungkin masih banyak sekali kekurangan-kekurang yang ditemukan, oleh karena
itu kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya, kami mangharapkan
ada kritik dan saran dari para pembaca sekalian dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembacanya.

Malang, 08 Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

1.2

Rumusan Masalah

1.3

Tujuan2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Filosofi Sistem Pendidikan di Jerman

2.2

Tujuan Pendidikan di Jerman7

2.3

Subjek Pembelajaran IPA di Jerman

2.4

Metode Pembelajaran IPA di Jerman9

2.5 Evaluasi Pembelajaran IPA di Jerman0


BAB III1
PENUTUP1
3.1

Kesimpulan1

3.1

Saran11

DAFTAR PUSTAKA2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Negara Jerman dikenal sebagai negara yang sangat peduli dengan

pendidikan vokasi/ kejuruan. Pendidikan vokasi di Jerman bisa maju karena


sektor pendidikan mendapat perhatian yang baik dari pemerintah. Ada kalaborasi
yang baik antara pemerintah, sekolah, dan dunia industry dalam mengembangkan
pendidikan vokasi, maka sangat tidak mengherankan pada tahun 1970 sistem
pendidikan Jerman sudah mampu meraih tujuan-tujuan yang dicanangkan, hanya
sekitar 25 tahun setelah Jerman rata dengan tanah akibat kekalahan dalam Perang
Dunia II. Berbagai keunggulan Jerman di bidang kedokteran, teknologi, sastra,
dan seni merupakan keberhasilan system pendidikan Jerman yang secara gemilang
telah mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada pasca kekalahan Perang
Dunia II. Tak aneh bila saat ini Jerman merupakan salah satu Negara dengan
sistem pendidikan terbaik di dunia yaitu menduduki peringkat ketiga belas, seperti
dikutip dari Education for All Global Monitoring Report 2011 UNESCO.
Beberapa hal menarik yang dapat dipelajari pada sistem pendidikan yang
diterapkan di Jerman, khususnya pendidikan kejuruan (Berufsbuilding). Sistem
Pendidikan kejuruan yang dilaksanakan di Republik Federal Jerman sangat baik.
Diakui bahwa pendidikan merupakan kewajiban bersama dari semua pihak,
khususnya antara Pemerintah dan Dunia Usaha dan Industri. Siswa-siswa di
Jerman sangat menikmati belajar dengan mengalami dua pengalaman yang saling
mendukung yaitu belajar dan bekerja. Setiap siswa dari Pendidikan Kejuruan
sudah mengerti dengan apa yang dia pelajari dan bagaimana penerapannya di
dunia kerja. Apa yang dipelajari di sekolah merupakan kondisi aktual yang ada di
Industri atau usaha. Penuhnya perhatian daripada Industri untuk meningkatkan
kualitas daripada lulusan pendidikan kejuruan merupakan salah satu faktor
keberhasilan pendidikan mereka. Pendidikan bagi mereka adalah berorientasi pada
kerja. Sehingga tanggung jawab pembentukan kualitas lulusan merupakan
tanggung jawab bersama. Secara eksplisit tidak pernah ada Undang-Undang atau
aturan yang mewajibkan Dunia Industri/usaha untuk memperhatikan pendidikan

itu. Akan tetapi mereka merasa bertanggung jawab, karena memang mereka
membutuhkan kualitas tenaga kerja yang baik yang dihasilkan oleh pendidikan
untuk mendukung proses produksi dan pengembangan mereka.
1.2

Rumusan Masalah
1. Apakah filosofi sistem pendidikan di Jerman?
2. Apa tujuan dari pendidikan di Jerman?
3. Bagaimana subyek pembelajaran IPA di Jerman?
4. Bagaimana Metode pembelajaran IPA di Jerman?
5. Bagaimana Evaluasi pembelajaran IPA di Jerman ?

1.3

Maksud Dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini yaitu:
Mengetahui filosofi sistem pendidikan di Jerman.
Mengetahui tujuan sistem pendidikan di Jerman.
Mengetahui subjek pembelajaran IPA di Jerman.
Mengetahui metode pembelajaran IPA di Jerman.
Mengetahui evaluasi pembelajaran IPA di Jerman.

1.
2.
3.
4.
5.
1.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Filosofi Sistem Pendidikan di Jerman.
Sistem Pendidikan Di Jerman terdiri atas sektor-sektor Primer,
Sekunder dan Tersier. Pada masing-masing sektor terdapat tipe-tipe sekolah.
Hubungan antara kelompok umur degan jenjang pendidikan menunjukkan
waktu yang tepat bagi peserta didik untuk memasuki jenjang yang relevan.
Variasi luasan blok pada masing-masing tipe sekolah tidak menggambarkan
banyaknya populasi peserta didik pada tipe sekolah tersebut. Anak-anak wajib
masuk sekolah secara full time mulai umur enam tahun, periode ini
berlangsung sampai anak berumur sembilan tahun (di beberapa negara bagian
sampai sepuluh tahun). Setelah menyelesaikan periode ini, anak muda tidak
harus masuk sekolah secara full time, tetapi bisa juga masuk sekolah part time
(sekolah kejuruan) selama tiga tahun. Secara sederhananya, anak-anak di
Jerman harus sekolah mulai umur 6 hingga 18 tahun. Setelah empat tahun di
sekolah dasar (Grundschule), anak dapat memasuki jenjang pendidikan
sekunder yang terdiri atas Hauptschule, Realschule, Gymnasium, dan
Gesamtschule. Dari sini kemudian siswa melanjutkan ke Berufsschule,
Berufsfachschule,

atau

Gymnasium

tergantung

pada

kemampuan

akademisnya.
Anak-anak yang kedua orang tuanya bekerja dapat menitipkan
anaknya di Kinderkrippe. Anak-anak di Kinderkrippe berusia dibawah 3
tahun. Dari sekitar 10 anak biasanya didampingi oleh 3 orang pengasuh.
Kinderkrippe tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Orang tua
membayar sendiri biaya pengasuhan.
Kindergarten (Taman Kanak-Kanak) dimulai dari umur 3-6 Tahun.
Pendidikan ini dinamakan "Vorschulische Einrichtungen", yang berarti
"Persiapan sebelum Pendidikan". Konsep taman kanak-kanak di Jerman
banyak ditiru oleh negara lain. Oleh sebab itulah, tingkatan sekolah ini di
beberapa negara tetap mengadopsi nama Jermannya Kindergarten.
Penyelenggara taman kanak-kanak paling banyak adalah gereja-gereja,

organisasi sosial dan komune, kadang-kadang juga perusahaan dan


perkumpulan.
Setelah Kindergarten dimulai pendidikan dasar pada usia 7 tahun
sampai dengan 10 tahun. Pendidikan ini dinamakan "Grundschule", yang
berarti "Sekolah Dasar". Dari Grundschule, seseorang mempunyai 4 pilihan
untuk melanjutkan sekolah. Pilihan tersebut :
1. Hauptschule (kelas 5 9/10)
2. Realschule (kelas 5 10)
3. Gesamtschule (kelas 5 13)
4. Gymnasium (kelas 5 13)
Untuk

memasuki

Hauptschule,

Realschule

atau

Gymnasium,

seseorang harus melalui "Orienterungsstufe" (Tahapan Orientasi). Di tahap ini


diteliti bakat dan kemampuan dari anak, dan tahap ini menentukan kemana
tujuan seorang anak selanjutnya. Hauptschule dan Realschule lebih
ditekankan kepada anak yang ingin langsung kerja bila telah menyelesaikan
sekolah. Tentu saja setelah melalui pendidikan di "Berufsfachschule" atau
"Fachoberschule". Bagi yang ingin melanjutkan ke Universitas, jalan tercepat
adalah melalui Gymnasium. Jalan pendidikan lain juga dapat mengikuti
kuliah di universitas, tapi dengan melalui jalan yang panjang. Misal harus
melakukan praktek kerja dahulu selama sekian tahun.
Sebelum memasuki kuliah, para pria di Jerman diwajibkan untuk
memasuki "Wajib Militer". Bila seseorang dengan alasan kesehatan tidak
dapat mengikuti "Wajib Militer" maka sebagai gantinya ia harus menjalani
"Zivilliansdienst" atau lebih dikenal dengan Zivis. Zivis ini bekerja di rumah
sakit, badan sosial ataupun badan pendidikan dari pemerintah.
Titel yang didapat dari Universitas di Jerman dan Indonesia hampir
mirip, namun walaupun namanya sama berbeda tingkatannya. Diplom lulusan
Jerman setara dengan S2 atau Master di Indonesia, dan dapat langsung
mengikuti program Doktoran (PhD). Hal ini berarti S1 di Indonesia, pada
dasarnya setara dengan Vordiplom di Jerman, tetapi hal ini tergantung dari
Anerkennung der Studienleistungen (Penyamaan derajat Ijasah). Dengan

demikian, bila seorang sarjana S1 lulusan Indonesia akan melanjutkan kuliah


di Jerman, ada 3 kemungkinan studi yang akan ia jalani, yaitu:
a. Ijasah (Studienleistungen) dari Indonesia dianggap setara dengan
Vordiplom (semester 5). Untuk mendapatkan Diplom, ia harus mengikuti
semua mata kuliah dari semester 5 sampai dengan pembuatan
Diplomarbeit (Penulisan Akhir untuk mendapatkan gelar Diplom).
b. Ijasah (Studienleistungen) dari Indonesia dianggap melebihi dari semester
5. Untuk mendapatkan Diplom, ia hanya diminta untuk mengikuti
beberapa ujian untuk penyamaan derajat.
c. Ijasah (Studienleistungen) dari Indonesia dianggap sudah mencukupi
untuk dapat langsung mengikuti program Doktoran. Berdasarkan hal
tersebut, maka lulusan S1 dari Indonesia kalau mau melanjutkan sekolah
ke Jerman, mempunyai kemungkinan untuk langsung promosi (S3).
Biasanya kalau bidang studi dan kurikulum dari S1 ke promosi (S3) tidak
menyimpang jauh, akan mendapat kemudahan pada saat Anerkennung.
Di Jerman dikenal ada dua (2) jenis pendidikan tinggi utama: yaitu
Fachhochschule dan Universitt. Fachhochschule yang sering disebut juga
FH ini mirip semacam politeknik di Indonesia, yaitu lembaga pendidikan
yang menekankan pada bidang aplikasi. Bidang teori lebih sedikit
dibandingkan dengan praktek atau applikasinya. Studi di Fachhochschule tak
dapat mencapai gelar doktor dan pendidikan di sini ditujukan bagi mereka
yang ingin terjun ke industri langsung. Jenis pendidikan tinggi lainnya adalah
Musikhochschule (untuk bidang musik), Pedagogische Hochschule (untuk
bidang pendidikan, mirip IKIP dahulu) dan Kunsthochschule (untuk bidang
seni). Sistem Universitt (Universitas) di Jerman, berbeda dengan di
Indonesia, tidak ada "panduan" ketat per semesternya, dan urutan mata kuliah
A, B, C, dst. Hal ini berarti bahwa mahasiswa dituntut harus dapat
menentukan sendiri, kuliah, latihan, seminar, ujian yang akan diikutinya, dll.
Hal ini secara langsung memberikan "kebebasan yang sangat besar", tapi bisa
juga menjerumuskan" mahasiswa ke kondisi kelewat santai (banyak beberapa
mahasiswa Indonesia yang terjebak ke situasi ini, dimana sudah 8 tahun tapi
belum ujian apa-apa, karena keasikan kerja atau kesibukan lainnya).
Mahasiswa benar-benar dituntut untuk mandiri menentukan apa yang ingin

dia pelajari, ujian yang dia ikuti, dan apa yang dia lakukan dan dia maui.
Terkadang perkuliahan dilakukan dalam ruang auditorium besar (sampai 600
siswa), sehingga kesiapan "mental" mahasiswa untuk belajar mandiri perlu
benar-benar dipertimbangkan bila memilih kuliah di Universitas. Kuliah ratarata dilakukan dalam bahasa Jerman. Walau demikian di beberapa Universitas
(seperti di Universitas Bielefeld, Universitas Bremen, dll) ada juga beberapa
kuliah yang dilakukan dalam bahasa Inggris.
Model perkuliahan tersusun dari Vorlessung (perkuliahan), Seminar
(semacam diskusi dalam ukuran kecil atau dalam kelompok kecil), dan
bung (latihan). Ujian dilakukan langsung dengan Profesor yang
bersangkutan. Rata-rata ujian bersifat lisan, walau ada juga yang diberikan
secara tulisan. Sistem ujiannya juga bervariasi ada yang diperbolehkan
mengulang (untuk mata kuliah yang tidak lulus), namun sering juga hanya
sekali saja (boleh mengulang namun tahun berikutnya. bukan semester
berikutnya).
Sistem Fachhochschule (nama internasionalnya sekarang sering
disebut sebagai University of Applied Science) lebih diatur secara ketat mirip
dengan sistem perkuliahan di Indonesia, misal urutan perkuliahan, praktek,
dan lain sebagainya. Berdasarkan dua lembaga pendidikan tinggi tersebut,
mana yang lebih baik dan cocok, ini bergantung dengan tujuan sekolahnya.
Fachchochschule rata-rata disukai oleh orang Jerman yang ingin langsung
bekerja di industri, sedangkan Universitas lebih disukai bagi mereka yang
ingin berkarir di bidang riset dan pengembangan, atau di bidang akademik.
Berdasarkan pemantauan dan perkenalan dengan beberapa mahasiswa dari
Indonesia, sebagian besar mahasiswa Indonesia lebih suka mengambil
pendidikan Fachchochschule ini. Hal ini selain alasan waktu serta biaya juga
karena mereka ingin cepat bekerja.
Secara "gengsi" memang masih ada anggapan di masyarakat Jerman
bahwa Univeritas lebih "bergengsi" daripada Fachhochschule. Hal ini
dikarenakan rata-rata Profesor atau Doktor kelas pertama (1) di Jerman
banyak yang berada di Univeritas (bekerja), tetapi anggapan ini mulai
bergeser dengan makin majunya sistem di Fachhochschule sekarang

(termasuk staff-nya yang makin berkualitas). Selain itu makin digemarinya


Fachhochschule oleh masyarakat dikarenakan juga materinya yang lebih siap
diterapkan untuk bekerja, serta adanya kerjasama antara Universitas dan
Fachhochschule yang ada untuk menyediakan pengajar dan fasilitas yang
dibutuhkan mahasiswa. Seperti Fachhochschule di Bielefeld dengan
Universitas Bielefeld relatif memiliki staff pengajar, yakni Profesor yang
sama, akses ke fasilitas (laboratorium dan perpustakaan) juga sama. Hal
seperti inilah yang jarang terjadi di Indonesia. atau bahkan dapat dikatakan
sulit diwujudkan di dunia pendidikan di Indonesia. Padahal dalam
kenyataannya potensinya sama dengan pendidikan di Jerman, sehingga
pendidikan tinggi di Jerman, mempunyai suatu yang khas, hanya yang
berbeda mekanisme pendidikan yang ditawarkan. Bagi yang suka
"kebebasan" silahkan masuk ke Univeritas, namun bagi yang suka "tuntunan"
dipersilahkan masuk ke Fachhochschule, sehingga dapat segera bekerja dan
mendapatkan gaji seperti yang diidam-idamkan. Beberapa Fachhochschule
sekarang sudah menawarkan juga "International Master" yang menggunakan
program berbahasa Inggris.

2.2 Tujuan Pendidikan di Jerman.


Berdasarkan sejarah pendidikan di Jerman berasal dari dua sumber
yaitu gereja dan negara. Sudah menjadi tradisi semenjak awal abad
pertengahan bahwa gereja selalu terlibat dalam pendidikan, sedangkan the
lander (asal mula kekuasaan daerah) selalu pula mengatakan bahwa
merekalah yang bertanggungjawab atas pendidikan. Pengumuman resmi
wajib belajar pada beberapa daerah semenjak akhir abad ke-17 dapat
diangggap sebagai penanda resmi bahwa pendidikan adalah tanggung jawab
negara. Semenjak itu, pengaruh gereja secara umum mulai berkurang. Maka
masalah pendidikan mulai saat itu terletak terutama pada kekuatan politik,
para guru, orang tua siswa/ mahasiswa sebagai kelompok yang langsung
terlibat untuk menentukan keadaan pendidikan serta perubahan-perubahan
dalam sistem pendidikan.
Pemerintah negara bagian (state) yang sosial demokrat cenderung
untuk menempatkan pendidikan sebagai hak azazi dengan penekanan pada:

usaha pendidikan itu atas inisiatif sendiri, persamaan dan tindakan


pengimbalan, sementara pihak kristen demokrat konservatif menginginkan
tujuan dan kegiatan pendidikan itu bersifat kolektif untuk kepentingan
masyarakat seperti penyiapan lulusan yang berkualitas.
Dengan hilangnya dasar ideologi yang utama dan sistem politik pun
berubah, reunifikasi Jerman memaksa lander jerman timur menyesuaikan
sistem pendidikannya dengan struktur yang ada di jerman barat. Maka dalam
konstitusi negara (baru) serta dalam pembukaan undang-undang tentang
sekolah khusus dan universitas ditetapkan tujuan umum pendidikan dengan
tekanan pada pengembangan indivisualitas dan partisipasi dalam kehidupan
masyarakat.
Politik pendidikan dan formulasi tujuan merupakan topik yang hangat
dalam kelompok republik demokrasi. Tahun 1949 pejabat administrasi
memoloskan undang-undang mengenai pendirian : sekolah persatuan
demokrasi. Dengan maksud untuk menghalangi monopoli pendidikan kelas
masyarakat golongan atas, dan juga menjamin terbukanya kesempatan bagi
masyarakat miskin. Lebih dari 2/3 guru-guru yang bertugas di bawah partai
sosialis nasionalis diganti dengan guru-guru yang telah mendapatkan
pendidikan jangka pendek. Kecocokan dengan peraturan komunis maka
berlangsunglah model soviet seperti prinsip pengajaran politeknik dengan
tujuan membentuk pribadi sosial.
Tujuan pendidikan di Jerman yang dinyatakan dalam undang-undang
adalah :
1. Untuk membentuk individu yang maju secara fisik, moral dan intelektual.
2. Untuk membentuk manusia yang kreatif secara sosial yang memiliki
minat terhadap sajak bagaimana terhadap matematika dan ekonomi.

2.3 Subyek Pembelajaran IPA di Jerman.


Konstitusi federal Jerman telah memberikan kewenangan pengaturan
sistem pendidikan kepada negara bagian. Implikasi dari kebijakan ini adalah
adanya otoritas penuh dari pemerintahan negara bagian untuk menentukan

kebijakan sistem pendidikan. Pengaturan masalah pendidikan kemudian


dirumuskan melalui lembaga legislatif tingkat negara bagian. Saat ini, negara
bagian di Jerman memiliki sistem pendidikan yang berbeda, di antaranya
perbedaan masa pendidikan. Kondisi ini kemudian mendorong pihak negara
bagian untuk mengadakan satu standarisasi yang berlaku secara nasional,
sehingga pada tahun 1969, sebagian wewenang negara bagian dalam masalah
pendidikan dialihkan ke pemerintahan federal.
Pendanaan pendidikan dibebankan kepada anggaran belanja negara
bagian dan partisipasi masyarakat lokal. Pembagiannya meliputi pendanaan
biaya personil yang dibebankan kepada negara bagian dan infrastruktur yang
melibatkan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini, pemerintahan federal
utamanya bertanggungjawab atas pendanaan perluasan institusi pendidikan
tinggi, sarana yang dibutuhkan dalam proses pendidikan dan kegiatan
penelitian. Di Jerman, kontribusi masyarakat sudah menjadi budaya yang
mengakar dalam dunia pendidikan. Partisipasi aktif ini muncul dari keyakinan
bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat urgen, sehingga tidak mau
mengambil resiko membahayakan kualitas pendidikan.
2.4 Metode Pembelajaran IPA di Jerman.
Menteri-menteri pendidikan negara bagian menentukan kurikulum
mereka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
mereka melakukan itu melalui tiga jenis instrumen yaitu, pertama, tabel yang
menguraikan jumlah jam belajar per minggu, serta mata pelajaran sesuai
dengan grade dan jenis sekolah, kedua, pedoman kurikulum, ketiga,
pemberian wewenang penulisan dan pengadaan buku teks.
Tujuan umum kurikulum ditentukan oleh peraturan sekolah (sering
dinyatakan pada Mukadimah suatu Keputusan, sedangkan tujuan khusus
diterbitkan dalam kaitannya dengan pedoman kurikulum. Ini diputuskan oleh
kementrian negara bagian dan mencakup silabus, rekomendasi metode
mengajar, dan kadang-kadang juga model rencana pelajaran. Mengenai buku
teks , tidak ada yang dapat dipakai di sekolah-sekolah Jerman tanpa mendapat
persetujuan dari mentri negara bagian.
Keputusan untuk metode mengajar tertentu sepenuhnya diserahkan
kepada guru. Dengan semakin menurunnya rasio murid-guru(dari 30:1 tahun
1960 menjadi 15:1 dalam tahun 1980), makin jelas kecenderungannya bahwa

metode mengajar techer-centered makin di tinggalkan beralih pada bekerja


dengan kelompok kecil murid dalam kerangka pendekatan studentcentered. Semenjak akhir tahun 1980-an, konsep pengajaran terbuka atau
open instruction yang menekankan pada murid belajar atas dorongan
sendiri semakin berkembang dan semakin popular pada sekolah-sekolah
pendidikan dasar dan juga pada sebagian sekolah menegah pertama.
2.5 Evaluasi Pembelajaran IPA di Jerman.
Tes formal pada prinsipnya tidak digunakan untuk menilai
keberhasilan anak disekolah. Pengecualian itu hanya untuk keperluan
diagnostik yaitu mengidentifikasi jenis-jenis dyslexia (kesulitan belajar
membaca dan menulis karena kondisi pada otak). Kemudian seperti telah
disebutkan terdahulu, tidak ada kenaikan kelas secara otomatis, tetapi kelas
mengulang juga sudah hampir tidak dilaksanakan lagi (hanya 1,5% per kelas
di pendidikan dasar, dan kira-kira 4% di sekolah tingkat menengah pada
tahun 1990).
Sertifikat dan diploma yang dicapai di universitas dan ujian-ujian
negara bagian dan memberi hak kepada pemegangnya untuk memasuki
program pendidikan yang lebih tinggi, dan juga mengandung nama-nama
profesional, termasuk gelar akedemik. Sehingga Tidak ada evaluasi nasional
yang dilakukan secara teratur mengenai hasil pendidikan. Komponen Jerman
dalam Asosiasi Internasional untuk Penelitian Penilaian Pencapaian
Pendidikan dalam bidang Membaca merupakan survei pertama dalam dua
dekade terakhir yang didasrkan pada sempel probabilitas siswa secara
nasional. Apabila di bandingkan dengan negara lain, Jerman belum banyak
melakukan penelitian empiris dalam bidang pendidikan.

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan

10

Pendidikan di Jerman secara umum menjadi tanggung jawab negara.


Pengelolaan sistem pendidikan di Jerman ditentukan oleh negara, sedangkan
pemerintah federal hanya memegang peran kecil yaitu keuangan.
Reunifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur menarik perhatian banyak
pihak. Dibidang pendidikan, bersatuny kembali kedua bagian Jerman ini
berdampak langsung pada sistem pendidikan yang selama ini telah berlaku
dalam bentuk yang berbeda karena bedanya sistem politik,. Jerman Barat
melaksanakn sistem yang bersifat desentralistis, sedangkan jerman Timur
lebih bersifat sentralistis.
Reunifikasi secara umum dapat berjalan mulus dan upaya-upaya
adaptasi, perubahan dalam segala aspek kehidupan sama yaitu mendapat
dukungan dari kedua belah pihak, Jerman Barat dan Jerman Timur. Khusus
dalam bidang pendidikan, beberapa hal menjadi catatan, sikap saling
memahami antara kedua belah pihak sangat mendukung proses penyatuan
sistem pendidikan.
Setiap negara memiliki tujuan pendidikan masing-masing yang
tujuannya untuk memperbaiki taraf hidup menjadi lebih baik, suatu bangsa
dapat dikatakan maju yaitu dapat dinilai dari kualitas pendidikan yang ada di
3.2.

negara tersebut.
Saran
Demikian makalah ini kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca sangat saya butuhkan. Guna perbaikan makalah
berikutnya. Dan semoga makalah ini berguna untuk kita semua.

11

DAFTAR PUSTAKA
Agustiar Syah Nur. 2001. Perbandingan sistem pendidikan.
Bandung : Lubuk Agung.
Alwasilah An International Comparative Study of School Curriculum, Chaedar.
2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung:Rosda.
Syah Nur, Agustiar. 2001. Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara.
Bandung: Lubuk Agung.
Akdogan, Cemil. 2005. Asal Usul Sains Modern dan Kontribusi
Muslim, dalam Islamia; Jurnal

12

Anda mungkin juga menyukai