JOCOB REWI
NIM: P07120220190234
i
USULAN PENELITIAN
JOCOB REWI
NIM: P07120220190234
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Jacob Rewi
NIM. P07120220190234
Mengetahui
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
iv
Wonreli, juli 2020
Mengetahui :
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Usulan Penelitian ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Usulan Penelitian
pada Program Studi Keperawatan Tual Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku, pada
tanggal 2020 dan dinyatakan telah diterima serta memenuhi syarat sesuai keputusan
Tim Penguji Usulan Karya Tulis Ilmiah Program Studi Keperawatan Tual Politeknik
Ketua Penguji
Anggota Penguji
Penguji I Penguji II
Mengesahkan Mengetahui
Direktur Politeknik Kesehatan Ketua Pogram Studi Keperawatan Tual
Kemenkes Maluku
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
Ilmiah dengan judul : “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Isolasi Sosial Dalam Penerapan
Terselatan”. Adapun maksud dari penyusunan Usulan Karya Tulis Ilmiah ini yaitu untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan
menyadari dalam penyusunan Usulan ini masih banyak kekurangan, namun berkat
bimbingan dan bantuan dari berbaagai pihak akhirnya penyusunan Usulan Penelitian ini
dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
Maluku.
2. Ardon W. Loira, SKM, selaku Plt Kepala Dinas Kesehatan Maluku Barat Daya
4. Ns. LUCKY H.NOYA, S.KEP.,M.KEP selaku Ketua Program Studi Keperawatan Tual
7. Ns. NOTESYA A. AMANUPUNNYO, S.KEP., M.KEP sebagai wali kelas RPL MBD
8. Kedua Orang Tua,istri dan anak2 serta keluarga besar yang selalu mendukung dan
vi
Penulis menyadari sungguh bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sehingga
hasil dari penyusunan Usulan Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembacah dan semoga Tuhan
(Penulis)
vii
DAFTAR ISI
viii
METODE STUDI KASUS..................................................................................................................33
3.1. Rancangan Studi Kasus........................................................................................................33
3.2. Subjek Studi Kasus..............................................................................................................33
3.3. Fokus Studi Kasus...............................................................................................................34
3.4. Definisi Operasional Studi Kasus Peneliti...........................................................................34
3.5. Instrumen Studi Kasus.........................................................................................................34
3.6. Metode Penelitian Studi Kasus............................................................................................35
3.7. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................38
INFORMED CONSENT.....................................................................................................................39
(Persetujuan Menjadi Partisipan).........................................................................................................39
PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN......................................................................40
Jadwal Penelitian.................................................................................................................................41
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA........................................................42
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jadwal Penelitian
4. Informaed Concent
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR ARTI LAMBANG,SINGKATAN DAN ISTILAH
LAMBANG
1. % : Persentase
3. Kg : Kilogram
4. m : Meter
5. cm : Sentimeter
6. BB : Berat Badan
xii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Sehat tidak dilihat dari segi fisik saja tetapi juga dari segi mental. Seseorang yang
terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan pikirannya secara normal maka
bisa dikatakan mengalami gangguan jiwa (Purnama, 2016). Sehat jiwa adalah suatu
kestabilan emosional yang diperoleh dari kemampuan sesorang dalam mengendalikan diri
dengan selalu berpikir positif dalam mengahadapi stressor lingkungan tanpa adanya tekanan
Salah satu penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa adalah gangguan dalam
sosial. Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Keliat, 2011). Individu dengan isolasi sosial menunjukkan perilaku
menarik diri, tidak komunikatif, mencoba menyendiri, tidak ada kontak mata, sedih, afek
tumpul, menyatakan perasaan sepih atau ditolak, kesulitan membina hubungan sosial di
Sesuai hasil penelitian Winddyasih, (2008) bahwa perilaku yang muncul pada isolasi sosial
akan menyebabkan terjadinya perilaku manipulatif pada individu yakni perilaku agresif
atau melawan atau menentang terhadap orang lain yang menghalangi keinginannya. Jika
perilaku manipulatif tidak teratasi maka akan terjadi perilaku menarik diri yaitu usaha untuk
menghindari interaksi dengan orang lain. Berdasarkan data Kemenkes RI (2016), Prevalensi
gangguan mental
2
emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15
tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan Prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000
orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Berdasarkan data yang didapatkan dari profil
kesehatan Provinsi Maluku, jumlah gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan Provinsi
Maluku tahun 2016 berjumlah 94.457 orang. Sedangkan data yang didapatkan dari profil
kesehatan Tiakurl, Jumlah gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan Kota Tual tahun
Berdasarkan data awal yang penulis dapatkan di Puskesmas wonreli periode 3 tahun
terakhir menunjukkan jumlah pasien dengan masalah gangguan jiwa berjumlah 8 orang.
Dari data Puskesmas pasien jiwa pada tahun 2018 sebanyak 5 orang, pada tahun 2019
pasien Isolasi sosial sebanyak 5 orang, dan tahun 2020 Januari sampai Juni sebanyak 5
orang.
Salah satu masalah yang dialami pasien isolasi sosial adalah tidak berinteraksi dengan orang
lain. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan isolasi sosial menurut
Keliat, (2011) adalah dengan cara mengajarkan klien mengenal penyebab klien isolasi
sosial atau suka menyendiri, menyebutkan keuntungan dan kerugian klien berhubungan
dengan orang lain. Melatih klien cara berkenalan dengan orang lain, melatih klien
berkenalan secara bertahap mulai dari satu orang, dua orang sampai lebih.
Penanganan pada pasien yang mengalami isolasi sosial salah satunya adalah psikoterapi.
Salah satu terapi yang efektif dilakukan untuk pasien isolasi sosial adalah terapi kognitif.
Terapi kognitif merupakan rangkaian dengan terapi perilaku yang disebut sebagai terapi
kognitif dan perilaku, karena mengingat pentingnya proses pikir (kognitif) dan informasi
dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Terapi kognitif sangat efektif dalam menangani
berbagai gangguan jiwa Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2009) bahwa
dengan memberikan
3
klien melakukan interaksi sosial sehingga klien tetap menjaga hubungan atau kontak sosial
Penerapan terapi kognitif mengubah status pikiran dan perilaku klien, sehingga perilaku
negatif yang muncul akan menjadi perilaku yang positif . diharapkan putusnya hubungan
antara pikiran dan perilaku yang negatif pada klien, secara keseluruhan akan mengubah cara
individu tersebut, sehingga akan meningkatkan kemampuan klien isolasi sosial untuk
ngkatnya kepercayaan klien dalam melakukan interaksi dengan orang lain dan mengurangi
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus
tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Isolasi Sosial dalam Penerapan Terapi kognitif
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien Isolasi sosial dalam penerapan Terapi
Terapi Kognitif.
khususnya studi kasus tentang penerapan terapi kognitif pada pasien Isolasi
sosial
5
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, analisa data dan perumusan
masalah klien. Bagian ini berisi pedoman agar perawat dapat menangani pasien
meliputi:
a. Identitas Klien
Data identitas klien yang meliputi; Nama pasien, umur, jenis kelamin, status
b. Keluhan Utama
Data obyektif yang ditemukan yaitu pasien sering menyendiri dan tidak mau
mengikuti kegiatan diruangan berbicara dengan suara lirih dan hampir tidak
a. Faktor biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter dimana
ada riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Adanya risiko
bunuh
diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan napza.
Selain itu ditemukan adanya kondisi patologis otak, yang dapat diketahui dari
b. Faktor psikologis
percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan
sehari-hari terabaikan.
satu tolak ukur kemampuan pasien berinteraksi secara efektif. Karena faktor
Riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan napza. Selain
itu ditemukan adanya kondisi patologis otak, yang dapat diketahui dari hasil
e. Faktor psikologis
percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan
sehari-hari terabaikan.
Menurut Nurhalima, (2016) tingkat pendidikan merupakan salah satu tolak ukur
kemampuan pasien berinteraksi secara efektif. Karena faktor pendidikan sangat mempengaruhi
kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pasien dengan masalah isolasi sosial
biasanya memiliki riwayat kurang mampu melakukan interaksi dan menyelesaikan masalah, hal ini
xx
7
Faktor pencetus terjadinya isolasi sosial, menurut (Nurhalima, 2016) yaitu: adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, Faktor lainnya
pengalaman dalam keluarga. Penerapan aturan atau tuntutan di keluarga atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan pasien dan konflik antar masyarakat. Selain itu pada
pasien yang mengalami isolasi sosial dapat ditemukan adanya pengalaman negatif pasien
h. Pemeriksaan Fisik
Menurut Herdman, (2011) pemeriksaan fisik adalah mengkaji keadaan umum pasien,
tanda-tanda vital, tinggi badan/berat badan, ada atau tidak keluhan fisik seperti nyeri dan
lain-lain .
i. Pengkajian Psikososial
a. Genogram
b. Konsep diri
1. Citra tubuh
disukai
2. Identitas diri
Bagaimana persepsi tentang status dan posisi pasien sebelum dirawat, kepuasaan pasien
3. Peran diri
xxi
8
Bagaimana tugas atau peran diri yang diemban dalam keluarga, kelompok dan
tersebut.
4. Ideal diri
Bagaimana harapan pasien terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas/peran dan harapan
5. Harga diri
Bagaimana persepsi pasien terhadap dirinya dalam hubungan dengan oramg lain sesuai
dengan kondisi dan bagaimana penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan
lingkungan pasien.
j. Hubungan sosial
Mengkaji siapa orang terdekat dengan pasien, bagaimana peran serta dalam
k. Spiritual
keyakinan diri pasien, keluarga dan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa sesuai
l. Status mental
1. Penampilan
Observasi penampilan umum pasien yaitu penampilan/ cara berpakaian, sikap tubuh, cara
2. Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada pasien, apakah cepat, keras, gagap,
3. Aktivitas motorik
xxii
9
Aktivitas motorik berkenan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam hal tingkat
Afek merupakan perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang menyertai
suatu pikiran dan berlangsung relative lama dan dengan sedikit komponen fisik, kecewa.
fisiologis dan berlangsung relatif lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus
Bagaimana respon pasien selama wawancara, bagaimana kontak mata dengan perawat
dan lain-lain.
6. Persepsi sensori
7. Proses pikir
Mengkaji bagaimana proses pikir pasien, bagaimana alur pikirannya, serta bagaimana isi
pikirannya
8. Kesadaran
9. Memori
menghitung pasien seperti saat ditanya, dan apakah pasien menjawab pertanyaan sesuai
xxiii
51
Analisa data adalah proses memeriksa dan mengkategorikan informasi sesuai dengan
kebutuhan dan data yang diperoleh. Menurut Keliat, (2011) Data dapat dikelompokkan
a. Data objektif
Adalah data yang ditemukan secara nyata, data ini diperoleh melalui observasi atau
b. Data subjektif
Adalah data yang disampaikan secara lisan oleh pasien dan keluarga. Data ini diperoleh
Menurut Keliat, (2011) Diagnosa keperawatan ditetapkan melalui tahapan Analisa data yang
ditemukan baik data subjektif maupun data objektif. Masalah keperawatan yang dapat
Pohon masalah
Gambar 2.1
Causa
Harga diri rendah
Menurut Nurhalimah, (2016) Berdasarkan gambar 2.1 dapat dijelaskan sebagai berikut: Masalah
utama (Core problem) pada gambar diatas adalah isolasi sosial. Penyebab pasien mengalami
xxiv
51
isolasi sosial dikarenakan pasien memiliki harga diri rendah. Apabila pasien isolasi sosial tidak
2.1.4.Perencanaan
Menurut Keliat, (2011) Perencanaan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
Dengan tujuan, setelah tindakan keperawatan pasien mampu melakukan hal berikut :
2) Berkenalan dengan pasien, seperti perkenalkan nama dan nama panggilan yang anda
4) Buat kontrak asuhan, misalnya apa yang anda akan lakukan bersama pasien, berapa
kepentingan terapi.
2) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
3) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan
mereka.
4) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang
lain.
xxv
51
1) Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain.
3) Beri kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
4) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman atau anggota keluarga.
5) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga,
6) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
7) Siap dengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin
Dengan tujuan, setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial
di rumah.
b. Jelaskan tentang hal berikut; Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien, Penyebab
isolasi sosial, Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya,
Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat, Tempat rujukan bertanya dan
pasien.
2.1.5 Pelaksanaan
xxvi
51
2) Berkenalan dengan pasien, seperti perkenalkan nama dan nama panggilan
yang anda sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien.
4) Membuat kontrak asuhan, misalnya apa yang anda akan lakukan bersama pasien,
kepentingan terapi.
2) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
3) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan
mereka.
4) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang
lain.
3) Beri kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
4) bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman atau anggota keluarga.
5) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga,
6) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
xxvii
51
7) Siap dengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain.
Dengan tujuan, setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial di
rumah.
b. Jelaskan tentang hal berikut; Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien, Penyebab
isolasi sosial, Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya,
Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat, Tempat rujukan bertanya dan
d. Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara berkomunikasi dengan pasien.
2.1.6. Evaluasi
ditandai dengan pasien mau bekerja sama secara aktif dalam melaksanakan program yang
b. Pasien mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan tidak mau bergaul dengan orang
lain, kerugian tidak mau bergaul, dan keuntungan bergaul dengan orang lain.
c. Pasien menunjukkan kemajuan dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
Keluarga ikut bekerja sama merawat pasien sesuai anjuran yang anda berikan.
2.1.7. Dokumentasi
xxviii
51
2.2 Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian,dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Keliat, 2011). Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012).
Suatu hubungan antar manusia akan berada pada rentang respon adaptif dan maladaptif
Adaptif Maladaptif
c. Saling bergantung
(interdependence)
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat
a. Menyendiri
xxix
51
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau
b. Otonomi
perasaan dalam hubungan sosial, individu mampu menetapkan untuk interdependen dan
pengaturan diri.
c. Kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi dan menerima
d. Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan, saling tergantung antara antar individu
2. Respon Maladaptif
Adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang bertentangan
a) Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan
terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat mejadi alat ukur untuk beruasa pada orang lain.
b) Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subjek yang tidak mampu
merencanakan tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c) Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku ogosentris, harga diri yang
rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak
d) Isolasi sosial
xxx
51
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain .
1. Menarik diri: menemukan kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain.
2. Dependen: sangat bergantung pada orang lain sehingga individu mengalami kegagalan
3. Manipulasi: individu berorientasi pada diri sendiri dan tujuan yang hendak dicapainya
tanpa mempedulikan orang lain dan lingkungan dan cenderung menjadikan orang lain
sebagai objek
Perkembangan Hubungan Sosial menurut Yusuf A, dkk. (2015) terdiri atas beberapa
sangat penting untuk kehidupan bayi di masa datang. respons lingkungan yang sesuai
akan mengembangkan rasa percaya diri bayi akan perilakunya dan rasa percaya bayi
pada orang lain. Kegagalan pemenuhan kebutuhan pada masa ini akan mengakibatkan
rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain serta perilaku menarik diri.
Anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga dalam hal pemberian
pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif sehingga anak dapat
xxxi
51
dasar rasa otonomi anak yang nantinya akan berkembang menjadi kemampuan
disertai respons keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak
mampu mengontrol diri, tidak mandiri, ragu, menarik diri, kurang percaya diri,
Anak sekolah mulai meningkatkan hubungannya pada lingkungan sekolah. Di usia ini
anak akan mengenal kerja sama, kompetisi, dan kompromi. Pergaulan karena dapat
menjadi sumber pendukung bagi anak. Hal itu dibutuhkan karena konflik sering kali
terjadi akibat adanya dengan orang dewasa di luar keluarga mempunyai arti penting
Kegagalan membina hubungan dengan teman sekolah, dukungan luar yang tidak
adekuat, serta inkonsistensi dari orang tua akan menimbulkan rasa frustasi terhadap
kemampuannya, merasa tidak mampu, putus asa, dan menarik diri dari
lingkungannya.
Usia remaja anak mulai mengembangkan hubungan intim dengan teman sejenis atau
lawan jenis dan teman seusia, sehingga anak remaja biasanya mempunyai teman
karib. Hubungan dengan teman akan sangat dependen sedangkan hubungan dengan
orang tua mulai independen. Kegagalan membina hubungan dengan teman sebaya dan
Individu pada usia ini akan mempertahankan hubungan interdependen dengan orang
tua dan teman sebaya. Individu akan belajar mengambil keputusan dengan tetap
memperhatikan saran dan pendapat orang lain (pekerjaan, karier, pasangan hidup).
xxxii
51
lain, dan meningkatnya kepekaaan terhadap kebutuhan orang lain. Oleh karenanya,
akan berkembang suatu hubungan mutualisme. Kegagalan individu pada fase ini akan
mengakibatkan suatu sikap menghindari hubungan intim dan menjauhi orang lain.
Pada umumnya pada usia ini individu telah berpisah tempat tinggal dengan orang tua.
dimilikinya. Bila berhasil akan diperoleh hubungan dan dukungan yang baru.
Kegagalan pada tahap ini akan mengakibatkan individu hanya memperhatikan diri
sendiri, produktivitas dan kretivitas berkurang, serta perhatian pada orang lain
berkurang.
Dimasa ini, individu akan mengalami banyak kehilangan, misalnya fungsi fisik,
kegiatan, pekerjaan, teman hidup, dan anggota keluarga, sehingga akan timbul
perasaan tidak berguna. Selain itu, kemandirian akan menurun dan individu menjadi
sangat bergantung kepada orang lain. Individu yang berkembang baik akan dapat
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor presdisposisi dan faktor presipitasi.
Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
xxxiii
51
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter dimana ada
riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Adanya risiko bunuh diri,
2) Faktor Psikologis
Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan yang berulang
yang pada akhirnya akan berdampak dalam membina hubungan dengan orang lain.
Koping individual yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial dalam mengatasi
Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah atau menyalahkan
lingkungan, sehingga pasien merasa tidak pantas berada diantara orang lain
keterampilan verbal pada pasien dengan masalah solasi sosial, hal ini disebabkan
karena pola asuh yang keluarga yang kurang memberikan kesempatan pada pasien
Kepribadian introvert merupakan tipe kepribadian yang sering dimiliki pasien dengan
masalah isolasi sosial. Ciri-ciri pasien dengan kepribadian ini adalah menutup diri
dari orang sekitarnya. Selain itu pembelajaran moral yang tidak adekuat dari keluarga
merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan pasien tidak mampu menyesuaikan
lingkungannya.
Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah kegagalan dalam
perkembangan akan mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada
orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa
xxxiv
51
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri,
Faktor predisposisi sosial budaya pada pasien dengan isolasi sosial, sering kali
diakibatkan karena pasien berasal dari golongan sosial ekonomi rendah hal ini
tersebut memicu timbulnya stres yang terus menerus, sehingga fokus pasien hanya
lingkungan sekitarnya.
Stuart dan Townsend (2005) mengatakan bahwa faktor usia merupakan salah satu
penyebab isolasi sosial hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan pasien dalam
masalah isolasi sosial umumnya memiliki riwayat penolakan lingkungan pada usia
menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam memulai hubungan, akibat rasa takut
Menurut Nurhalimah, (2016) tingkat pendidikan merupakan salah satu tolok ukur
dengan masalah isolasi sosial biasanya memiliki riwayat kurang mampu melakukan
pendidikan pasien.
b. Faktor Presipitasi
struktur otak. Faktor lainnya pengalaman dalam keluarga, Penerapan aturan atau
tuntutan di keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien dan
konflik antar masyarakat. Selain itu Pada pasien yang mengalami isolasi sosial, dapat
xxxv
51
ditemukan adanya pengalaman negatif pasien yang tidak menyenangkan terhadap
harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun
sosial dengan orang lain, yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
Menurut Nurhalima, (2016) Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari
ungkapan pasien yang menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial dan
a. Data subjektif:
1) Perasaan sepi
4) Ketidakmampun berkonsentrasi
5) Perasaan ditolak
b. Data Objektif:
1) Banyak diam
3) Menyendiri
5) Tampak sedih
Pohon masalah
xxxvi
51
Gambar 2.2
Menurut Nurhalimah, (2016) Berdasarkan gambar 2.2 dapat dijelaskan sebagai berikut:
Masalah utama (Core problem) pada gambar diatas adalah isolasi sosial. Penyebab pasien
mengalami isolasi sosial dikarenakan pasien memiliki harga diri rendah. Apabila pasien
isolasi sosial tidak diberikan asuhan keperawatan akan mengakibatkan gangguan sensori
persepsi halusinasi.
2.3.1 Definisi
Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara teratur, yang
Terapi kognitif sebenarnya merupakan rangkaian dengan terapi perilaku yang disebut sebagai terapi
kognitif dan perilaku, karena menurut sejarahnya merupakan aplikasi dari beberapa teori belajar yang
bervariasi. Pendekatan ini lebih dikenal dengan terapi kognitif yang berfokus pada cara memodifikasi
cara berpikir, sikap, dan keyakinan sebaik mungkin untuk membentuk suatu perilaku. Oleh
karenanya, dapat dikatakan seorang individu adalah sebagai pembuat keputusan penting bagi
xxxvii
51
Peran perawat dalam pelaksanaan terapi kognitif diharapkan mampu menerapkan
terapi kognitif ini serta mendampingi pasien untuk memodifikasi cara pikir, sikap, dan
keyakinan untuk memutuskan perilaku yang tepat dalam menghadapi pengobatan yang
1. Mengubah pikiran dari tidak logis dan negatif menjadi objektif, rasional, dan positif.
2. Meningkatnya aktivitas.
1. Menarik diri
2. Penurunan motivasi.
7. Delusi, halusinasi terkontrol, tidak ada manik depresi, tidak mendapat ECT.
8. Masalah keperawatan
a. Risiko bunuh diri ; Tindakan agresif yang merusak dri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan.
b. Isolasi sosial ; Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya,
pasien mungkin merasa di tolak, tidak di terima kesepian dan tidak mampu membina
xxxviii
51
c. Harga diri rendah; penilaian pribadi terhadap hasl yang dicapai dan menganalisis seberapa
d. Defisit perawatan diri ; Suatu keadaan seseorang mengalam kelainan dalam kemampuan
secara mandiri.
Masalah Tujuan
1. Risiko bunuh diri 1. Ide bunuh diri hilang
2. Isolasi sosial 2. Meningkatkan hubungan Sosial
3. Harga diri rendah 3. Meningkatkan harga diri
4.Defisit perawatan diri 4. Kemampuan merawat diri
c) Tanggapan rasional yaitu bentuk reaksi menggunakan nalar atas dasar data
2. Panah vertikal
Yaitu belajar memberi pendapat secara rasional, yang bisa diterima oleh akal berdasarkan
Pelaksanaan terapi kognitif pada pasien isolasi sosial menurut Yusuf A, dkk. (2015)
antara lain:
xxxix
51
Terapi kognitif terdiri atas sembilan sesi, yang masing-masing sesi dilaksanakan
secara terpisah. Setiap sesi berlangsung selama 30–40 menit dan membutuhkan
konsentrasi tinggi.
b. Identifikasi masalah dengan apa, di mana, kapan, siapa (what, where, when,
who) ;Menggali masalah yang dihadapi dengan pendekatan edukasi yang baik.
d. Diskusikan pikiran dan perasaan; Beri kesempatan yang cukup bagi klien
a. kembali sesi I; Tanyakan kembali tentang apa yang telah dijelaskan pada sesi I
c. Beri respons atau tanggapan; Berikan respon yang baik agar membantu dalam
menggali masalah.
d. tindakan pasien; Kaji tindakan apa yang dilakukan dalam mengatasi masalah.
pendekatan edukasi yang baik agar klien mampu mengungkapkan apa yang menjadi
keinginannya.
xl
51
c. Beri persepsi/pandangan perawat terhadap keinginan tersebut
a. Beri respons/tanggapan dan umpan balik agar klien merasa tidak diabaikan.
(reinforcement) positif; Dukungan yang baik dapat memberi penguatan yang positif
pada klien.
c. Anjurkan menulis pikiran otomatis dan tanggapan rasional saat menghadapi masalah.
b. Diskusikan manfaat tanggapan rasional agar klien dapat memahami dengan baik
tentang terapi.
d. Tanyakan hambatan yang dialami; Gali apa yang menjadi hambatan klien dalam
proses terapi.
masalah klien.
xli
51
b. Beri reinforcement positif dan pendapat perawat
c. Diskusikan manfaat yang dirasakan; Bahas bersama dengan klien tentang apakah
e. Beri persepsi terhadap hambatan yang dihadapi; Beri pendangan terapis tentang
e. Tanyakan kesulitan dan diskusikan cara penggunaan yang efektif; Agar klien dapat
BAB 3
xlii
51
Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif dalam
kepada pasien Isolasi sosial dalam penerapan terapi kognitif di wilayah kerja
Puskesmas Wonreli.
subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian (Arikunto, 2006). Subjek
pada studi kasus ini adalah pasien Isolasi sosial dalam penerapan terapi kognitif. Pada
studi kasus ini, subjek penelitian yang akan diteliti sebanyak dua subjek dengan
kriteria:
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota
populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi
2. Pasien Isolasi Sosial dan keluarga yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas
Wonreli
3. Pasien Isolasi Sosial dan keluarga yang dapat berinteraksi dengan baik
Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai
1. Pasien Isolasi Sosial dan keluarga yang tidak bersedia menjadi responden
2. Pasien Isolasi Sosial dan keluarga yang tidak bertempat tinggal di wilayah
3. Pasien Isolasi Sosial dan keluarga yang tidak berinteraksi dengan baik
xliii
51
4. Pasien Isolasi Sosial dan keluarga yang tidak kooperatif
Fokus studi kasus identik dengan variabel penelitian yaitu perilaku atau krakteristik
yang memberikan nilai berbeda terhadap sesuatu (Nursalam, 2011). Fokus studi kasus
dalam penelitian ini adalah asuhan keperawatan pada pasien Isolasi sosial dalam
langsung kepada pasien yang dilakukan mulai dari tahap pengkajian sampai dengan
evaluasi.
2. Isolasi Sosial adalah keadaan seorang individu yang tidak mampu berinteraksi dengan
3. Terapi kognitif adalah salah satu terapi yang berfungsi untuk mengubah pola pikir
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan instrumen yaitu lembar asuhan
keperawatan yhang digunakan oleh institusi. Data yang diperoleh dari suatu
pengukuran kemudian dianalisis dan dijadikan sebagi bukti (evidence) dari suatu
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
2008). Metode yang digunakan dalam penelitian studi kasus ini adalah wawancara
(indepth interview) untuk mendapatkan data secara mendalam dari penderita dan
lampiran 3).
xliv
51
3.1.1 Data Primer
1. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara dua pihak, pewawancara dan narasumber untuk
kombinasi dari wawancara terpimpin dan tidak terpimpin. Meskipun terdapat unsur
kebebasan, tetapi ada pengaruh pembicaran secara tegas dan jelas. Jadi, wawancara
2. Observasi
langsung kepada reponden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang
akan di teliti (Hidayat,2009). Penelitian ini juga menggunakan observasi data check
list dalam penggalian data dan tata cara melakukan tindakan yang benar tentang
Data yang diperoleh dari sumber lain selain partisipan. Data sekunder digunakan
sebagai data penunjang dan data pelengkap dari data primer yang ada relevansinya
yang diambil dari catatan medik (medical record), catatan keperawatan atau bentuk
1. Waktu Penelitian
Waktu studi kasus adalah waktu yang digunakan oleh peneliti dalam
melaksanakan kegiatan studi kasus (Hidayat, 2008). Studi kasus ini dilaksanakan
pada Bulan September 2020, (jadwal penelitian dan surat izin penelitian, lampiran
4 dan 5).
2. Tempat Peneltian
xlv
51
Tempat adalah lokasi yang dipilih oleh peneliti dalam melaksanakan kegiata studi
kasus (Hidayat, 2008). Studi kasus ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Wonreli.
Penyajian data dalam studi kasus ini akan disajikan dalam bentuk tekstular dan
2010). Hasil dari penelitian studi kasus ini akan disusun dalam bentuk tabel dan
narasi secara mendalam dan terperinci tentang asuhan keperawatan pada pasien
xlvi
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.1.1 Pengkajian
Saat pemberian penerapan terapi kognitif penulis akan menguraikan
permasalahan yang terjadi dalam kasus serta perbandingan antara teori dengan
kenyataan pada saat melakukan Asuahn Keperawatan “ Pemberian Terapi Kognitif
pada klien dengan Isolasi Sosial di Puskesmas Wonreli, Kecamatan Pulau-Pulau
Terselatan yang dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2020, untuk memudahkan
pemahaman pada kasus ini diperlukan asuahan keperawatan yang dimulai dari:
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi, dan
evaluasi keperawatan.
Hasil pengkajian pada Pasien”
A. Identitas Pasien
Nama : Tn.S
Tanggal Pengkajian : 15 oktober 2020
Umur : 25 Th
Alamat : Wonreli
Informent : Status klien dan komunikasi dengan klien
B. Keluhan Utama
Pasien mengatakan tidak mampu memulai pembicaraan duluan, sering menyendiri dan tidak
mau mengikuti kegiatan diruangan, berbicara dengan suara lirih dan hampir tidak terdengar,
kontak mata minimal, afek datar, lebih banyak menunduk sambil memainkan jari-jarinya dan
terkadang menggigit kukunya.
C. Faktor Prediposisi
Pasien mengatakan dari ia berusia 8 tahun jika melakukan sesuatu selalu di marahi oleh ayah
dan saudaranya, dari kejadian tersebut hingga sekarang pasien tidak melakukan aktivitas dan
tidak mempunyai teman.
D. Faktor Presipetasi
a. Faktor Biologis
Pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat
gangguan jiwa.
b. Faktor Psikosial
Pasien tidak menyukai keramaian dan pasien suka menyendiri
xlvii
51
c. Faktor Sosial Budaya
Pasien hanya fokus pada pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan hubungan
sosialisasi dengan lingkingan sekitarnya.
d. Faktor Presipitasi
Pasien trauma untuk melakukan sesuatu atau keluar rumah karena akan dimarahi ayah
dan saudaranya.
e. Faktor Psikologis
Pasien merasa tertekan, tidak mampu merumuskan keinginan dirinya
sendiri,pesimis,tidak percaya pada dirinya dan orang lain.
f. Faktor sosial budaya
Pasien berasal dari golongan sosial ekonomi rendah sehingga fokus pasien hanya
pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan sosialisasi dengan ligkungan sekitar.
E. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital:
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 94x/m
Suhu : 36,50C
RR : 20x/m
b. Ideal Tubuh :
BB : 157cm
TB : 37Kg
F. Psikososial
1. Genogram
xlviii
51
Pasien merupakan anak ke 2 dan memiliki 1 saudara laki-laki, dan pasien masih memiliki
ke dua orang tuanya.
Ket :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
2. Konsep Diri
a. Citra Tubuh : pasien mengatakan ia menyukai dirinya karena tidak ada yang cacat
b. Identitas Diri : pasien mengatakan dia adalah anak laki-laki ke 2 dua dari ayah
dan ibunya, ia hanya lulusan SMP ia tidak berniat melanjutkan sekolah karena ia
merasa takut.
c. Peran Diri : pasien mengataka dalam keluarga ia berperan sebagai anak kedua
sekalian anak bungsu.
d. Ideal Diri : Pasien ingin agar ia cepat sembuh dari traumanya
e. Harga Diri : Pasien mengatakan bahwa dirinya merasa dibuang oleh keluarga
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
f. Hubungan Sosial : Pasien sering tertutup dengan sesama dan lingkungan
sekitarnya
g. Spiritual : Pasien beragama kristen protestan, ia jarang pergi beribadah diluar
tetapiia sering berdoa sendiri.
h. Status Mental
Penampilan : Pasien berpenampilan sedikit berantakan
Pembicaraan : Pasien tidak terlalu bicara
Emosi : Pasien seringkali sedih
Interaksi selama wawancara : Kontak mata kurang (sering menunduk )
Persepsi Sensorik : tidak berhalusinasi
Kesadaran : Apatis
Memori : tidak mengalami gangguan daya ingat
Tingkat Konsentrasi: menurun
xlix
53
I. ANALISA DATA
Nama Klien : Tn.S
Ruangan : Kamar 02
No. Register : 811xxx
NO DATA PENUNJANG MASALAH
1 DS: Pasien mengatakan tidak mampu memulai Isolasi Sosial
pembicaraan duluan, sering menyendiri dan tidak mau
mengikuti kegiatan diruangan, berbicara dengan suara
lirih dan hampir tidak terdengar
l
53
51
53
52
53
4.1 PEMBAHASAN
53
53
Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjaun kasus tidak
ada kesenjangan sehingga penulis dapat melaksanakan
tindakan seoptimal mungkin dan didukung dengan tersedianya
sarana ruangan perawat yang baik dan adanya bimbingan dan
petunjuk dari petugas kesehatan dari rumah sakit jiwa yang
diberikan kepada penulis.
54
53
Isolasi Sosial
55
53
56
36
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abibakrin, 2015. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Interaksi Sehari-hari. Jakarta: Graha ilmu.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Edisi Revisi VI. Jakarta:
Rineka Cipta.
Farida, Kusumawati. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
Hawari, 2000. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: FKUI.
Hidayat, A.A. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Lilianty, S.E. 2012. Model Integrasi Self Care Dan Familiy Centered Nursing. Yogyakarta:
Pustaka Timur. Hal 48.
Nurhalimah, 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan
Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Purnama, G. 2016. Gambaran Stigma Masyarakat Terhadap Klien Gangguan Jiwa Didesa
Cileles Sumedang. Jurnal pendidikan keperawatan indonesia Vol, 2. No 1
Setiadi, 2013. Konsep Dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan. Edisi Revisi 2.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC
INFORMED CONSENT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat
penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh
JOPI REWI dengan judul Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial:
Yang Memberikan
Persetujuan
……………………………….
Saksi
……………………………….
Peneliti
JACOB REWI
NIM. P07120220190234
54
(PSP)
1. Saya adalah Peneliti berasal dari Program Studi Keperawatan Tual dengan ini
meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang berjudul
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri
Dipuskesmas Wonreli Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan
4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada penelitian ini adalah
Anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan/tindakan yang diberikan
5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi saudara sampaikan akan tetap
dirahasiakan
PENELITI
JACOB REWI
NIM. P07120220190234
54
Jadwal Penelitian
Bulan
No Kegiatan
April Mei Juni Juli Agustus
1 Konsultasi judul Proposal
2 Konsultasi Proposal
3 Perbaikan Proposal
4 Seminar Proposal
5 Penelitian
6 Analisa data
7 Penyusunan hasil
8 Seminar hasil
9 Perbaikan hasil
54