PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan ( PJB ) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi
sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir. PJB merupakan kelainan kongenital paling banyak yang terjadi,
hampir 1/3 dari kasus kelainan kongenital yang ada merupakan kasus dengan penyakit jantung bawaan.
Prevalensi PJB di seluruh dunia berkisar antara 6 - 10 per 1000 kelahiran. Persebarannya tergantung
demografinya. Saat ini dari 220 juta penduduk Indonesia, diperhitungkan bayi yang lahir mencapai
6.600.000 dan 48.800 diantaranya adalah penyandang PJB.
PJB dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu penyakit jantung bawaan asianotik dan sianotik.
PJB sianotik bersifat lebih komplek dan ditandai dengan adanya sianosis akibat adanya pirau kanan ke
kiri sehingga darah dari vena sistemik yang mengandung rendah oksigen akan kembali lagi ke sirkulasi
sistemik. PJB asianotik ini tidak ditemukan gejala atau tanda sianosis, tetapi ditemukan pirau kiri ke
kanan atau obstruksi jalan keluar ventrikel. Jumlah pasien PJB asianotik jauh lebih besar daripada yang
sianotik yaitu 3-4 kali, tetapi PJB sianotik menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada asianotik.
Insiden retardasi pertumbuhan pada anak PJB telah banyak dilaporkan di seluruh dunia. Penelitian yang
dilakukan oleh Varan7 pada tahun 1996 di Turki dengan kriteria NCHS dari 89 pasien penderita PJB, 37
pasien berada di bawah persentil 5 untuk berat badan dan panjang badan, dan 58 pasien berada di bawah
persentil 5 untuk berat badan. Penelitian tahun 2005 di Semarang yang dilakukan oleh Wishnuwardhana ,
22 pasien penderita PJB asianotik sebelum diberi perlakuan, didapatkan rerata WAZ -1,57±0,9SB , rerata
HAZ -0,75±1,97SB dan rerata WHZ -0,89±1,7SB. Dan penelitian pada tahun 2009 oleh Damayanti R.
Sjarif dkk di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hasilnya menunjukkan bahwa prevalensi gagal
tumbuh lebih tinggi pada anak dengan PJB lesi asianotik.
Pertumbuhan berkaitan masalah perubahan dalam ukuran, besar, jumlah atau dimensi sel, organ atau
individu yang dapat diukur berdasar ukuran berat (gram,pound), panjang (cm, meter), umur tulang dan
keseimbangan metabolik. Gangguan pertumbuhan pada suatu fase tumbuh kembang akan dihubungkan
dengan defisit perkembangan kognitif, kemampuan intelektual dan pertumbuhan saraf, efek ke maturasi
dan performa sekolah.
1. Rumusan Masalah
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Reproduksi
1. Tujuan Khusus
Mengetahui tentang definisi penyakit jantung bawaan (PJB)
Mengetahui penyebab PJB
Mengetahui manifestasi klinis dari PJB
Mengetahui dan memahami patofisiologi dari PJB
Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk klien dengan PJB
Mengetahui tentang penatalaksanaan/pengobatan untuk klien dengan PJB
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan PJB
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, dan terjadi ketika bayi
masih berada dalam kandungan. Kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan karena saat
usia kandungan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap.
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur
jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks
terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu
bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien
tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa
lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri
ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah
besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang
bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler
paru. Yang akan dibicarakan disini hanya 2 kelompok besar PJB non sianotik; yaitu (1) PJB non sianotik
dengar, lesi atau lubang di jantung sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan,misalnya ventricular
septal defect (VSD), atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus (PDA), dan (2) PJB non
sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di
jantung, misalnya, aortic stenosis (AS), coarctatio aorta (CoA) dan pulmonary stenosis (PS).
2.3 Etiologi
Penyebab PJB belum pasti, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab. Faktor-
faktor yang berpotensi antara lain infeksi virus pada ibu hamil (misalnya campak Jerman atau rubella),
obat-obatan atau jamu-jamuan, alkohol. Faktor keturunan atau kelainan genetik dapat juga menjadi
penyebab meskipun jarang, dan belum banyak diketahui. Misalnya Sindroma Down (Mongolism) yang
sering disertai dengan berbagai macam kelainan, dimana salah satunya PJB.
Menurut (Rilantono, 2013). Etiologi penyakit jantung bawaan bisa ditimbulkan oleh beberapa faktor.
Salah satunya disebabkan oleh faktor genetik dan maternal dimana saat ini sebagai faktor-faktor yang
paling berperan. Selain itu infeksi virus, paparan radisasi, alkohol dan obat-obatan yang diminum pada
ibu hamil juga di duga sebagai penyebab penyakit jantung bawaan.
1. Manifestasi Klinis
a. Penyakit Jantung Bawaan non Sianotik dengan vaskularisasi paru
Ventricular Septal Defect (VSD)
VSD terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya darah dari bilik kiri
mengalir ke bilik kanan pada systole. Manifestasi klinis : Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan
terhambat, anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik, diameter dada
bertambah, sering terlihat pembenjolan dada kiri. Tanda yang menonjol adalah nafas pendek dan retraksi
pada jugulum, sela intrakostal dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat implus jantung yang
hiperdinamik.
Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen ovale atau pada septum atrium.
Tekanan pada foramen oval atau septum atrium, tekanan pada sisi kanan jantung meningkat.
Manifestasi klinis: Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas.
Mungkin ditemukan adanya murmur jantung. Pada foto rontgen ditemukan adanya pembesaran jantung
dan diagnosa dipastikan dengan katerisasi jantung.
DAP terjadi bila duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-macam, bisa karena
infeksi rubela pada ibu dan prematuritas
Manifestasi klinis : Neonatus menunjukkan tanda-tanda respiratori distres seperti mendengkur tacipnea
dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak maka anak akan mengalami dyspnea, kardio megali,
hipertrofi ventrikuler kiri akibat penyesuaian jantung terhadap peningkatan volume darah, adanya tanda
‘machinery type’. Murmur jantung akibat aliran darah turbulen dari aorta melewati duktus menetap.
Tekanan darah sistolik mungkin tinggikarena pembesaran ventrikel kiri.
Pada kelainan ini striktura terjadi diatas atau dibawah katup aorta. Katupnya sendiri mungkin terkena
atau retriksi atau tersumbat secara total aliran darah. Manifestasi Klinis : Anak menjadi kelelahan dan
pusing sewaktu cardiac output menurun, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan
terhadap O2 tidak terpenuhi, hal ini menjadi serius dapat rnenyebabkan kematian, ini juga ditandai
dengan adanya murmur sistolik yang terdengar pada batas kiri sternum, diagnosa ditegakan berdasarkan
gambaran ECG yang menunjukan adanya hipertropi ventrikel kiri, dan dari kateterisasi jantung yang
menunjukan striktura.
Kelainan pada stenosis pulmonik, dijumpai adanya striktura pada katup, normal tetapi puncaknya
menyatu. Manifestasi klinis : Tergantung pada kondisis stenosis. Anak dapat mengalami dyspne dan
kelelahan, karena aliran darah ke paru-paru tidak adekuat untuk mencukupi kebutuhan O2 dari cardiac
output yang meingkat. Dalam keadaan stenosis yang berat, darah kembali ke atrium kanan yang dapat
rnenyebabkan kegagalan jantung kongesti. Stenosis ini didiagnosis berdasarkan murmur jantung sistolik,
ECG dan kateterisai jantung.
Koarktasio Aorta
Kelaianan pada koartasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa cara. Kontriksi mungkin proksimal
atau distal terhadap duktus arteiosus. Kelaianan ini biasanya tidak segera diketahui, kecuali pada
kontriksi berat. Untuk itu penting melakukan skrening anak saat memeriksa kesehatannya, khususnya
bila anak mengikuti kegiatan-kegiatan olah raga.
Manifestasi klinis : Ditandai dengan adanya kenaikan tekanan darah, searah proksimal pada kelainan dan
penurunan secara distal. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan daripada kaki. Denyut nadi pada lengan
terasa kuat, tetapi lemah pada popliteal dan femoral. Kadang-kadang dijumpai adanya murmur jantung
lemah dengan frekuensi tinggi. Diagnosa ditegakkan dengan cartography.
Tetralogi of fallot merupakan penyakit jantung yang umum, dan terdiri dari 4 kelainan yaitu:
1. Stenosis pulmonal,
2. Hipertropi ventrikel kanan,
3. Kelainan septum ventrikuler, dan
4. Kelainan aorta yang menerima darajh dari ventrikel dan aliran darah kanan ke kiri melalui kelainan
septum ventrikel.
Manifestasi klinis : Bayi baru lahir dengan TF menampakan gejala yang nayata yaitu adanya cianosis,
letargi dan lemah. Setain itu juga tampak tanda-tanda dyspnea yang kemudian disertai jari-jari clubbing,
bayi berukuran kecil dan berat badan kurang. Bersamaan dengan pertambahan usia, bayi diobservasi
secara teratur, serta diusahakan untuk mencegah terjadinya dyspne. Bayi mudah mengalami infeksi
saluran pernafasan atas. Diagnosa berdasarkan pada gejala-gejala klinis, mur-murjaniung, EKG foto
rongent dan kateterisai jantung.
Apabila pembuluh pembuluh darah besar mengalami transposisi aorta, arteri aorta dan pulmonal secara
anatomis akan terpengaruh. Anak tidak akan hidup kecuali ada suatu duktus ariosus menetap atau
kelainan septum ventrikuler atau atrium, yang menyebabkan bercampurnya darah arteri-vena. Pada TGA
terjadi perubahan tempat kelurnya posisi aorta dan a.pulmonalis yakni aorta keluar dari ventrikel kanan
dan terletak di sebelah anterior a.pulmonalis, sedangkan a.pulmonalis keluar dari ventrikel kiri terletak
posterior terhadap aorta. Akibatnya aorta menerima darah v. Sistemik dari vena kava, atriumkanan,
ventrikel kanan dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik. Sedang darah dari vena pulmonalis dialirkan
ke atrium kiri, ventrikel kiri dan diteruskan ke a. Pulmonalis dan seterusnya ke paru. Dengan demikian
maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebut terpisah dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila
ada komunikasi antara 2 sirkulasi ini. Pada neonatus percampuran darah terjadi melalui duktus arteriosus
dan foramen ovale keatrium kanan. Pada umumnya percampuran melalui duktus dan foramen ovale ini
tidak adekuat, dan bila duktus arteriosus menutup maka tidak terdapat percampuran lagi di tempat
tersebut, keadaan ini sangat mengancam jiwa penderita.
Manifesfasi klinis : Transposisi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung pada adanya kelainan atau
stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainan merupakan PDA atau ASD atau VSD, tetapi kegagalan
jantung akan terjadi.
1. Patofisiologi
Penyakit Jantung Bawaan dipengaruhi oleh faktor yaitu faktor genetik dan maternal. Pada kelainan
struktur jantung digolongkan menjadi penyakit jantung bawaan asianotik dan penyakit jantung bawaan
sianotik. Penyakit jantung bawaan asianotik; kondisi ini disebabkan oleh lesi yang memungkinkan darah
shunt dari kiri ke sisi kanan sirkulasi atau yang menghalangi aliran darah dengan penyempitan katup
serta pencampuran darah dari arteri (Padila, 2013).
Terdapat lubang antara atrium kanan dan kiri menimbulkan tekanan atrium kiri lebih besar ketimbang
atrium kanan, sehingga darah akan mengalir dari atrium kiri ke kanan. Darah yang mengalir dari atrium
kiri ke kanan menimbulkan volume atrium kanan meningkat menyebabkan hipertropi atrium kanan dan
selain itu meningkatnya volume dan tekanan atrium kanan maka darah akan mengalir ke ventrikel kanan
dan paru-paru juga meningkat. Hal ini menyebabkan penumpukan darah dan oksigen di paru sehingga
alveoli membesar dan terjadi pola nafasnya tidak efektif.
Volume di ventrikel kiri menurun disebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri. Hal ini
akan menyebabkan kontraktilitas ventrikel kiri menurun sehingga terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan curah jantung menjadikan tubuh akan kurang oksigen dan kurang nafsu makan. Kurangnya
suplai oksigen ke tubuh membuat tubuh akan terasa lemas dan pusing. Kurangnya nafsu makan
menjadikan nutrisi tidak adekuat sehingga pertumbuhan akan terhambat dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan perkembangan (Irnizarifka, 2011).
1. Pemeriksaan Penunjang
Foto thoraks : Melihat atau evaluasi adanya atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan
(kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat.
Echokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan
atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai
akibat dari pirau kiri ke kanan).
Pemeriksaan laboratorium : Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat
saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit
antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.
Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, adanya hipertropi ventrikel kiri,
kateterisasi jantung yang menunjukan striktura.
Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler
yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
Diagnosa ditegakkan dengan cartography & Cardiac iso enzim (CK,CKMB) meningkat.
1. Komplikasi
Pasien dengan penyakit jantung congenital teramcam mengalami berbagai komplikasi antara lain:
Kelainan tersebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu graft pembedahan jantung terbuka,
dengan prognosis baik.
Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan biasanya diobati dengan aspirin atau
idomethacin yang menyebabkan kontraksi otot lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5
tahun, cukup kuat untuk dilakukan operasi.
Stenosis dihilangkan dengan insisi pada katup yang dilakukan pada saat anak mampu dilakukan
pembedahan toraks.
Stenosis dikoreksi dengan pembedahan pada katup yang dilakukan pada saat anak berusia 2-3 tahun.
Koarktasio Aorta
Kelainan dapat dikoreksi dengan Balloon Angioplasty, pengangkatan bagian aorta yang berkontriksi atau
anastomi bagian akhir, atau dengan cara memasukkan suatu graf.
Pembedahan paliatif dilakukan pada usia awal anak-anak, untuk mernenuhi peningkatan kebutuhan
oksigen dalam masa pertumbuhan. Pembedahan berikutnya pada masa usia sekolah, bertujuan untuk
koreksi secara permanent. Dua pendekatan paliatif adalah dengan cara Blalock-Tausing, dilakukan pada
ananostomi ujung ke sisi sub ciavikula kanan atau arteri karotis menuju arteri pulmonalis kanan. Secara
Waterson dikerjakan pada sisi ke sisi anastonosis dari aorta assenden, menuju arteri pulmonalis kanan,
tindakan ini meningkatakan darah yang teroksigenasi dan membebaskan gejala-gejala penyakit jantung
sianosis.
1. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat terjadinya infeksi pada ibu selama trimester pertama. Agen penyebab lain adalah rubella,
influenza atau chicken pox.
Riwayat prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus dengan ketergantungan pada insulin.
Kepatuhan ibu menjaga kehamilan dengan baik, termasuk menjaga gizi ibu, dan tidak kecanduan
obat-obatan dan alcohol, tidak merokok.
Proses kelahiran atau secara alami ataua adanya factor-faktor memperlama proses persalinan,
penggunaan alat seperti vakum untuk membantu kelahiran atau ibu harus dilakukan SC.
Riwayat keturunan, dengan rnemperhatikan adanya anggota keluarga lain yang juga mengalami
kelainan jantung, untuk mengkaji adanya factor genetic yang menunjang.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan sama dengan pengkajian fisik yang dilakukan terhadap pasien yang
menderita penyakit jantung pada umumnya. Secara spesifik data yang dapat ditemukan dari hasil
pengkajian fisik pada penyakit jantung congenital ini adalah:
Bayi baru lahir berukuran kecil dan berat badan kurang. Anak terlihat pucat, banyak keringat
bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik.
Diameter dada bertambah, sering terlihat pembonjolan dada kiri.
Tanda yang menojol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intrakostal dan region
epigastrium.
Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinarnik.
Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas.
Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti mendengkur, tacipnea dan retraksi.
Anak pusing, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap O2 tidak
terpenuhi ditandai dengan adanya murmur sistolik yang terdengar pada batas kiri sternum.
Adanya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan daripada kaki. Denyut
nadi pada lengan terasa kuat, tetapi lemah pada popliteal dan temoral.
1. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan preload
3. Defisit nutrisi tubuh b.d ketidakmampuan menyusu dan makan
4. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan
5. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik
6. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
7. Resiko cidera dibuktikan dengan hipoksia jaringan ; kejang
1. Intervensi
8. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan gangguan pertukaran gas
tidak terjadi dengan
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat mentoleransi gejala-gejala
yang ditimbulkan akibat penurunan curah jantung.
Kriteria Hasil :
Tanda vital dalam rentang normal (TD 120/80 mmHg, Nadi 60-100x/menit, Respirasi 18-20x/menit,
SB 36,5OC-37,5OC)
dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
Tidak ada edema paru, perifer dan tidak ada asites
Tidak ada penurunan kesadaran
AGD dalam batas normal
Tidak ada distensi vena leher
Warna kulit normal
Intervensi Rasional
Bina hubungan saling percaya (BHSP) dengan Menciptakan suasana yang kondusif dan
pasien dan keluarga pasien. bersahabat.
Observasi keadaan kulit terhadap pucat dan Pucat menunjukan adanya penurunan perfusi
sianosis. sekunderterhadap ketidakadekuatan curah jantung,
vasokonstriksi dan anemi.
Monitor tanda-tanda PJB seperti gelisah, Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kegawatan
takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah, dari anak serta diperlukan dalam mendeteksi untuk
periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali. penanganan lebih lanjut.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
nasal/masker sesuai indikasi. miokard dan untukmelawan efek hipoksia/iskemia.
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Observasi selama pemberian makan atau Selama makan atau menyusui mungkin dapat
menyusui. terjadi anak sesak atau tersedak.
Timbang berat badan setiap hari dengan Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas
timbangan yang sama dan waktu yang sama. intervensi nutrisi.
Observasi dan catat masukan makanan anak/ Mengawasi masukkan kalori dan kualitas
intake dan output secara benar kekurangan konsumsi makanan.
Anjurkan ibu untuk terus memberikan anak susu, Air susu akan mempertahankan kebutuhan nutrisi
walaupun sedikit tetapi sering anak.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan anak dapat melakukan
aktivitas yang sesuai tanpa adanya kelemahan.
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Batasi aktifitas anak yang berlebihan. Meminimalkan kerja dari jantung dan dapat
mempertahankan energi yang ada.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Observasi adanya keluhan nyeri, pada anak bisa Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi
ditunjukan dengan rewel atau sering menangis. penyebab nyeri.
Evaluasi respon terhadap obat/terapi yang penggunaan terapi obat dan dosis, catat nyeri yang
diberikan tidak hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :
TTV Normal (TD 120/80 mmHg, Nadi 60-100x/menit, Respirasi 18-20x/menit, SB 36,5OC-37,5OC)
Intervensi Rasional
Dorong teknik mencuci tangan dengan baik Mencegah infeksi nosokomial saat perawatan.
Berikan antibiotik sesuai dengan indikas Pemberian antibiotik dapat mecegah terjadinya
infeksi
1. Resiko cidera dibuktikan dengan hipoksia jaringan ; kejang
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x24 jam diharapkan risiko cidera dapat
diminimalisir.
Kriteria Hasil :
Klien dan keluarga mengenal tanda dan gejala yang mengindikasikan faktor resiko cidera
Pasien dapat menunjukan sikap melindungi diri sendiri dari risiko cidera
Intervensi Rasional
Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien Mencegah terjadinya risiko cidera
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan ( PJB ) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi
sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir.
Klasifikasi :
3.2 Saran
Untuk menjadikan makalah ini menjadi makalah yang sempurna maka harus disertai saran-
saran yang bersifat mendorong dan membangun, saran - saran itu antara lain :
Kita hendaknya lebih memahami tentang congenital heart diseases atau penyakit jantung
bawaan (CHD) dalam meningkatkan pelayanan pada penderita/ anak khususnya dalam
pemberian asuhan keperawatan.
Demikian saran dari kami semoga apa yang kami suguhkan dapat bermanfaat bagi kami
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Daftar Pustaka
Jurnal Penyakit Jantung Bawaan di unduh di
http://ZUMROTUS_SAADAH_G2A009149_BAB_1_KTI.pdf pada tanggal 08/11/2017 pukul 19:01
WITA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta: PPNI
Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. Buku Saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih Bahasa Ns. Esti Wahuningsih, S.Kep dan Ns.
Dwi Widiarti, S,Kep. EGC. Jakarta.
Alfyana Nadya Rahwamati. 2015. Jurnal Hubungan Penyakit Jantung Bawaan dengan Perkembangan Anak
usia 0-5 tahun di Unit Perawatan Jantung RS Dr.Kariadi Semarang diunduh di
http://jurnal.stikeskusumahusada.ac.id/index.php/JK/article/view/12 pada tanggal 08/11/2017 pukul 20:10
WITA
Hipoksemiav
Kejangv
Resiko cedera