Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan malformasi anatomis jantung

atau pembuluh darah besar yang terjadi selama masa perkembangan intrauterine,

meskipun gejala klinis muncul kadang tidak langsung saat bayi lahir.1

terbentuknya PJB terjadi pada saat pembentukan organ selama kehidupan fetal

sekitar usia kahamilan 3-6 minggu. Kelainan pembentukan dapat terjadi pada

arteri, katup jantung, pembuluh darah besar dan koroner jantung.2

PJB merupakan kelainan kongenital yang paling sering muncul pada anak.

Diperkirakan kejadiaannya sekitar 0,8% dari seluruh kelahiran hidup. Kelainan

kongenital di bidang kardiovaskuler berperan sebesar 10,4% dari kematian bayi. 3

Prevalensi kejadian dari penyakit jantung bawaan saat ini terus meningkat. Di

Eropa sendiri kejadiannya terus menanjak naik. Data menunjukkan pada 16

negara di Eropa prevalensinya sebesar 8 kasus tiap 1000 populasi.4

Diperkirakan setiap tahun ada sekitar 36.000 anak lahir dengan kondisi

penyakit jantung bawaan dan setidaknya terdapat 3000 anak yang lahir dengan

kondisi ini namun mengalami kematian beberapa saat setelah kelahiran. Studi

yang dilakukan pada tahun 1930 menunjukkan bahwa prevalensi anak dengan

penyakit jantung bawaan hanya sebesar 0,6 per 1000 namun pada tahun 1995

angka ini melonjak hingga 9,1 per 1000 anak.4

PJB merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyebab kematian pada

bayi baru lahir. Malah kesehatan yang timbul akibat gangguan dalam

1
pertumbuhan dan perkembangan anak. Keadaan yang muncul akibat gangguan

pembentukan organ saat dalam kandungan ini dapat ditoleransi saat didalam

kandungan. Namun sesaat setelah terminasi, komplikasi yang mengancam jiwa

mulai muncul dan dapat menyebabkan kematian pada bayi.5

Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi tipe sianosis dan

tanpa sianosis tergantung pada keadaan klinis pasien, apakah pasien menunjukkan

sianosis atau tidak. Pada defek jantung kongenital tipe sianotik, darah vena

sistemik melewati sirkulasi pulmonal dan masuk ke sisi kiri jantung. Defek yang

terjadi pada jantung ini menyebabkan aliran darah dari kanan ke kiri jantung

(right to left shunt).1

Penyakit jantung bawaan membawa konsekuensi yang besar dalam

perkembangan dan pertumbuhan anak. Terdapat berbagai komplikasi akibat

penyakit jantung bawaan ini seperti gangguan pembentukan dan perkembangan

system saraf. Gangguan ini dapat terjadi akibat gangguan aliran darah otak akibat

ketidak sempurnaan jantung dalam memompa darah.6 Selain gangguan system

saraf PJB juga dapat menimbulkan gangguan dalam system pulmoner. Komplikasi

pulmoner akibat PJB diakibatkan oleh gangguan struktur dari saluran nafas.

Gangguan ini dapat menyebabkan peningkatan cairan di paru-paru. Selain itu anak

dengan PJB lebih berisiko terkena infeksi termasuk infeksi saluran pernafasan,

yang dapat menyebabkan rawat inap berkepanjangan dan keterlambatan perbaikan

dari PJB nya.7

Dalam beberapa decade ini telah ditemukan berbagai penatalaksanaan dari

penyakit jantung bawaan baik secara operatif maupun tanpa operatif. Namun

2
penjelasan mengenai penatalaksaan penyakit ini masih belum jelas. Melihat

tingginya prevalensi dari PJB serta berbagai komplikasi yang dapat ditimbulkan

maka mendorong penulis untuk menyajikan sebuah kasus mengenai anak dengan

penyakit jantung bawaan dan memiliki defek septum ventrikel (VSD) yang

dirawat di ruang anak Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit jantung bawaan didefinisikan sebagai kelainan structural dari

jantung atau pembuluh darah besar di dalam ronggo thorax yang dapat atau

berpotensi menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan. Besarnya

gangguan atau defek yang terjadi bervariasi mulai dari defek yang sifatnya

simple dengan tanpa gejala hingga multiple defek dengan gejala yang berat.

Defek jantung yang bersifat minor tidak mengganngu kualitas hidup pasien dan

kadang tidak memerlukan intervensi sedangakan gangguan yang berat harus

memerlukan dukungan medis yang khusus.8

Salah satu pembagian atau pengklasifikasian PJB adalah ventricular septal

defect (VSD). VSD merupakan defek yang terjadi pada pembatas antara 2

ventrikel jantung. VSD adalah malformasi kongenital jantung tersering. Kelainan

ini dapat berdiri sendiri akibat gangguan pembentukan, atau akibat komplikasi

dari suatu kelainan jantung, atau bagian dari salah satu kombinasi kelainan

jantung seperti tetralogy of fallot.9

B. Faktor Risiko

Berbagai studi dilakukan untuk mencari faktor risiko yang berkaitan

dengan timbulnya PJB. Penelitian mengungkapkan adanya faktor lingkungan dan

faktor genetik dalam terjadinya PJB.5

4
Penyebab yang berasal dari faktor lingkungan antara lain seperti paparan

bahan kimia seperti rokok.melalui ibu saat antenatal, riwayat infeksi saat

kehamilan, dan penyakit tertentu yang ada pada ibu. Adanya riwayat

mengkonsumsi alcohol olh ibu selama kehamilan juga meningkatkan kejadian

PJB. Infeksi saat hamil seperti rubella dapat mempengaruhi perkembangan

jantung dari bayi selam di kandungan. Adanya riwaya penggunaan obat-obatan

tertentu seperti penggunaan obat penunda kehamilan dapat meningkatkan kejadian

penyakit ini.5,10

Penelitian lain mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan munculnya

penyakit jantung bawaan antara lain adanya riwayat kelainan jantung di keluarga,

bayi dengan berat lahir rendah, dan usia kehamilan kurang dari 34 minggu secara

signifikan berhubungan dengan kejadian PJB pada bayi.5,10

Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko

mengembangkan PJB pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus,

terutama pada wanita-wanita yang gula darahnya kurang optimal terkontrol

selama kehamilan, berisiko tinggi mendapat PJB. Kelainan chromosome dapat

menyebabkan penyakit jantung congenital. Pada kira-kira 3% dari seluruh anak-

anak dengan PJB dapat ditemukan kelainan chromosome.5,10

C. Klasifikasi

Berdasarkan penampilan klinis saat datang PJB diklasifikasikan dalam 2

kelompok yaitu PJB asianosis dan PJB sianosis.

5
1. PJB Sianosis

Penyakit jantung bawaan sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi

jantung sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik sistemik yang

mengadung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Hal ini

terjadi akibat adanya defek sehingga terdapat aliran darah dari kanan ke kiri atau

terdapat pencampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis.10

Pada PJB sianosis, terjadinya sianosis akibat sebagian atau seluruh aliran

darah vena sistemik tidak dapat mencapai paru karena adanya obstruksi sehingga

mengalir ke jantung bagian kiri atau ke aliran sistemik melalui lubang sekat yang

ada. Obstruksi dapat terjadi di katup tricuspid, infundibulum ventrikel kanan

ataupun katup pulmonal. Penderita PJB sianosis umumnya akan bertambah biru

bila menangis atau melakukan aktifitas fisik, akibat aliran darah ke paru

berkurang.10

Tipe penyakit dengan kelainan PJB sianotik secara umum ada 5 kelainan

atau dapat disingkat dengan 5T yaitu

a. tetralogy of fallot (TOF)

Merupakan penyebab tersering sianosis pada anak kurang dari 1 tahun dan

merupakan 10% penyakit kongenital tersering. Kelainan ini terdii dari 4

perubahan anatomis jantung yaitu defek septum ventrikel (VSD), stenosis

pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan dan dextroposition of the aorta.10

6
b. transposition of great arteries (TGA)

Merupakan kelainan jantung sianosis yang sering muncul saat bayi baru lahir.

Kelainan ini terjadi pada 5% dari PJB dan 10% pada PJB sianosis. Kelaianan

yang terjadi pada TGA berupa tertutakarnya posisi dari arteri pulmonal

dengan aorta sehingga aorta akan berhubungan dengan ventrikel kanan dan

arteri pulmonal akan berhubungan dengan ventrikel kiri.10

c. tricuspid atresia (TA)

Merupakan PJB sianotik dengan kelainan berupa tidak terbentuknya katup

tricuspid. Kelainan ini merupakan penyebab ketiga tersering pada PJB sianosis

dan merupakan kelainan tersering yang menyebabkan ventrikel kiri membesar.

Pada kelainan ini atrium kanan akan melebar dan menebal.10

d. total anomalous pulmonary venous connection (TAPVC)

Pada kasus ini kelainan yang terjadi berupa adanya hubungan antara vena

pulmonary dengan vena sistemik seperti vena cava superior, vena porta atau

sinus coronaris. Hal ini mengakibatkan tercampurnya darah kaya oksigen dari

7
vena pulmonalis dengan darah yang tinggi karbon dioksida seperti vena posta

dan vena cava superior.11

e. truncus arteriosus

Kelainan yang terjadi berupa adanya penggabungan antara arteri pulmonal,

arteri koroner dan aorta. Sehingga sirkulasi sistemik akan bercampur dengan

sirkulasi pulmonal. Penggabungan ini terjadi akibat kegagalan dalam proses

pembentukan septum dari dinding arteri-arteri besar tersebut. Pada beberapa

kasus kelainan ini juga diiringi dengan VSD.11

2. PJB Asianosis

PJB asianotik terbagi dalam 2 divisi besar yaitu berupa kelainan dengan lesi

obstruktif dan kelainan berupa adanya aliran dari kiri ke kanan (left ro right

shunt).12

Pada keadaan lesi obtruksi, ketika terjadi penyempitan yang signifikan pada

katup atau pembuluh darah, terjadi peningkatan tekanan di proximal dari obstruksi

jika dibandingkan dengan di bagian distal. Adanya hipertrofi dari ruang jantung di

bagian proximal lesi obstruksi dan gangguan aliran di sekitar obstruksi merupakan

gejala klinis yang muncul. Kelainan lesi obstruksi dapat berupa stenosis pulmonal,

stenosis aorta dan koartasio aorta.12

Pada kelainan berupa aliran kiri ke kanan, terjadi defek pada struktur antara

bagian kiri dan kanan jantung. Darah yang kaya oksigen mengalir dari kiri ke

kanan karena penurunan tekanan atau dengan resistensi di kanan jantung

dibantingkan kiri jantung. Kelainan pada gangguan ini dapat berupa.13

a. Atrial septal defect (ASD)

8
Merupakan 8-13% kelainan jantung bawaan yang sering terjadi. Kelainan ini

terjadi akibat defisiensi jaringan pada septup atrium. Defek yang terjadi

bervariasi dari kecil hingga besar. Karena terjadi left ro right shunt maka

atrium kanan dan ventrikel kanan akan berdilatasi dan hipertrofi.13

b. Patent ductus arteriosus (PDA)

Duktus arteriosus merupakan salah satu sirkulasi fetal yang mengalirkan darah

miskin oksigen ke arteri pulmonal menuju ke aorta decendent dan placenta

untuk pertukaran oksigen. Setelah kelahiran bayi, duktus ini akan

berkonstriksi dan menutup. Namun pada beberap kondisi seperti kelahiran

bayi premature penutupan ini tidak terjadi. 13

c. Ventricular septal defect (VSD)

Merupakan PJB tersering dan terjadi pada 20-25% kasus PJB. VSD

merupakan kelainan dimana terdapat celah atau lubang pada sekat ventrikel

sehingga adanya hubungan antara kedua ruang jantung tersebut. VSD

diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan letak defek septumnya.14

Defek pada septum interventrikel ini menyebabkan hubungan antara sirkulasi

sistemik dan sirkulasi pulmonal. Sehingga aliran darah terjadi dari ventrikel

9
kiri ke ventrikel kanan (left to right shunt). Secara patofisiologi kelainan ini

menyebabkan ganggaun hemodinamik yaitu berupa peningkatan load volum

dari ventikel kiri, peningkatan aliran darah pulmonal, penurunan cardiac

outpur dan peningkatan tekanan artei pulmonal.14

Aliran darah yang melewati defek dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan

menyebabkan darah kaya oksigen memasuki arteri pulmonal. Adanya

penambahan volume darah akibat defek ini menyebabkan peningkatan tekanan

pulmonal dan meningkatakan venous return di atrium kiri dan otomatis

meningkatkan volume di ventrikel kiri. Ini berakibat terjadinya dilatasi dari

ventrikel kiri dan kemudian mengalami hipertrofi.14

D. Manifestasi Klinis

Berbagai keluhan klinis dapat dijumpai pada anak dan bayi yang

menderita penyakit jantung bawaan seperti badan kebiruan, keringat berlebihan,

gangguan pertumbuhan, dada sering berdebar dan lainya.11

Keringat yang berlebihan atau diaforesis merupakan salah satu gejala

klinis yang dijumpai pada PJB. Adanya keringat yang berlebihan lebih banyak

dijumpai pada anak dengan pirau kiri ke kanan yang bermakna di tingkat atrium

atau ventrikel. Selain keringat dingin, dada berdebar-debar juga sering

ditemukan.11 Keluhan ini merupakan gejala denyut jantung yang lebih cepat yang

sering dihubungkan dengan gangguan irama jantung. Takikardia disebabkan oleh

karena adanya gangguan impuls listrik yang mengontrol irama kerja jantung.

Beberapa diantara gejala takikardi dihubungkan dengan gangguan pada jantung

termasuk kelainan jantung bawaan.12

10
Pada anak dengan penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan

yang besar dan dengan tingginya aliran darah paru memiliki risiko untuk

menderita infeksi saluran nafas berulang. Penyakit jantung bawaan yang berisiko

untuk terjadinya infeksi saluran nafas bawah berulang seperti PDA, ASD, VSD. 7

Anak dengan PJB rawan mengalami gangguan pertumbuhan dan hal ini telah

banyak diteliti. Belum diketahui secara pasti penyebab gangguan pertumbuhan

yang terjadi pada PJB. 13

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan berbagai hal akibat kelainan

jantung bawaan ini. Pada vital sign akan ditemukan peningkatan nadi dan respirasi

pernapasan pada kasus PJB simtomatik. Penurunan kadar SpO2 yang tidak

membaik dengan pemberian oksigen mengarahakan kecurigaan pada kasus di

bidang jantung. Pada pemeriksaan kulit dapat ditemukan adanya tanda sianosis

yang mengarahkan pada kasus PJB sianosis. Pada pemeriksaan kuku pasien dapat

ditemukan tanda clubbing finger atau jari tabuh. Jari tabuh adalah istilah klinis

deskriptif, merupakan pembengkakan jaringan lunak dari falang terminal dari

digit dengan kelainan sudut normal antara kuku dan bantalan kuku.11

Pada pemeriksaan jantung dapat ditemukan kelaian pada pemeriksaan

auskultasi. Pada pemeriksaan ini menilai bagaimana kualitas dari suara S1 dan S2

serta dinilai apakah adanya bunyi tambahan seperti murmur. Adanya bising

tertentu menjadi sebuah gambaran khas dari salah satu kelainan dari PJB.11

Pada kasus PJB dengan adanya VSD seringkali tidak ditemukan gejala klinis

dan biasanya bersifat non simtomatik. Keluhan yang muncul bergantung pada

ukuran dari defek tersebut. Pada kasus dengan defek yang kecil biasanya tidak

11
bergejala klinis dan terdeteksi karena ditemukannya murmur pada pemeriksaan

rutin. Pada pasien dengan ukuran defek yang sedang dan besar akan menimbulkan

gejala klinis berupa gagal jantung kongestif seperti dispneu, takipneu, berkeringat,

dan kegagalan bertumbuhan. Pada pemeriksaan fisik, defek yang kecil akan

menimbulkan suara holosistolik murmur yang keras dengan punctum maksimum

di parasternal bawah sebelah kiri. Pada kasus defek yang sedang dan besar

ditemukan adanya thrill pada parasternal bawah sebelah kiri.13

E. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pada anamnesis perlu digali adanya keluhan berupa gagal jantung seperti sesak

saat aktifitas, sering berkeringat dan adanya kebiruan. Selain itu perlu pula digali

faktor-faktor risiko yang menyebabkan timbulnya kelainan ini seperti riwayat

kelaianan jantung bawaan pada saudara yang lain serta faktor saat kehamilan dan

perinatal seperti riwayat infeksi ibu saat hamil, ibu yang merokok dan konsumsi

alcohol, dan ibu mengkonsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan.15

Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan auskultasi merupakan pemeriksaan

yang penting sebagai penegakan diagnosis PJB. Auskultasi harus dilakukan

pertama kali sebelum bayi menangis. Perlu dinilai frekuensi meningkat dan irama

denyut jantung tidak teratur, suara jantung II mengeras atau tidak terdengar,

terdengar bising jantung (kualitas, intensitas, timing, lokasi), gallop. Selain

auskultasi pemeriksaan fisik lain perlu dilihat seperti penurunan perfusi perifer,

takipnea, dan edema.16

12
Penegakan diagnosis secara pasti dapat dilakukan pemeriksaan penunjang

lainnya, seperti15

a. Elektrokardiografi

Merupakan pemeriksaanyang murah dan mudah dilakukaan serta

noninvasive. Pada pemeriksaan ini tidak dapat secara jelas menentukan

kelainan anatomis yang terjadi. Namun pada beberapa kasus komplikasi yang

ditemukan dari PJB dapat terlihat dari EKG seperti gambaran hipertrofi

ventrikel kiri.

b. Ekhokardiografi

Echocardiography dapat dugunakan untuk mengidentifikasi defek dari

jantung melalui visualisasi. Saat ini dengan makin berkembangnya alat

echocardiography, deteksi defek jantung congenital dengan kateterisasi hanya

dilakukan apabila dengan pemeriksaan echocardiography kelaianan anatomis

masih belum pasti. Dengan menggunakan echocardiography maka bentuk

kelainan baik lokasi maupun besarnya defek dapat ditemukan

c. Rontgen thorax

Pada pemeriksaan thorax dapat melihat bayangan corakan jantung. Dari sini

dapat ditentukan bagaimana bentuk keseluruhan jantung. Bentuk dari jantung

dapat memberi penunjuk kepada tipe kelainan jantung, terutama pada tipe

sianotik pada bayi dan anak- anak. Selain bentuk jantung dapat pula menilai

peningkaan dan penurunan aliran darah pulmonal serta kongesti vena

pulmonal.

d. CT scan

13
CT scan memerankan peran penting dalam mengevaluasi pasien dengan

penyakit jantung bawaan. CT scan dapat digunakan untuk menilai aorta,

arteri pulmonal, vena pulmonal, ruang-ruang jantung dan hubungan

arteriventrikular, hubungan antara bronkus lobus atas dan arteri pulmonal,

arteri coroner, katup, vena sistemik (vena cava superior, vena cava inferior,

vena hepatik) secara sistematis.

Pada kasus VSD, foto thorax menunjukkan adanya kardiomegali dan

peningkatan corakan vaskuler pulmonal jika defek yang terjadi besar. Pembesaran

dari atrium kiri juga kadang ditemukan. Pada pemeriksaan EKG dapat ditemukan

gambaran normal atau hipertrofi ventrikel kiri pada defek yang kecil dan sedang.

Sedangkan pada defek yang besar ditemukan perbesaran pada kedua ventrikel

jantung. Pada pemeriksaan echokardiografi menunjukkan adanya peningkatan

ukuran dari atrium kiri dan ventrikel kiri yang mana ini bergantung pada ukuran

dari defek ventrikel. Pada dopler echokardiografi akan ditemukan adanya left to

right shunt yang melewati VSD.13

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada kasus PJB bergantung pada jenis kelainan yang

terjadi. Pada tulisan ini akan berfokus pada penatalaksanaan pada kasus VSD.

Pada kasus VSD dengan defek yang kecil tidak memerlukan terapi maupun

tindakan pembedahan. Pemberian antibiotic profilaksis untuk mencegah

endocarditis pada beberapa kasus tidak lagi diperlukan. Secara umum pada defek

yang kecil perlu edukasi untuk menjaga higinitas oral untuk menurunkan risiko

endocarditis.14

14
Pada anak dengan defek yang sedang hingga besar memerlukan terapi

medis untuk mengobati gejala gagal jantung kongestif. Adanya gagal jantung

kongestif dengan gagal tumubuh dan infeksi respirasi berulang merupakan

indikasi untuk dilakukan terapi pembedahan segera. Terapi pembedahan dengan

segera pada anak usia kurang dari 1 tahun memperlihatkan perbaikan dalam

pertumbuhan anak dalam 3-6 bulan.14

Terapi yang digunakan untuk menangani keluhan gagal jantung kongestif

pada anak dengan defek sedang hingga besar berupa14

a. Menambah kalori dalam makaanan untuk memberikan nutrisi yang adekuat

b. Diuretik seperti furosemide diberikan dengan dosis 1-3 mg/kgBB/hari dalam 2-

3 dosis. Pemberian furosemide jangka panjang dapat menyebabkan

hipercasiuria, gangguan ginjal dan elektrolit.

c. ACE inhibitor seperti captopril atau enapril untuk menurunkan tekanaan

pulmonal dan sistemik

d. Digoxin dengan dosis 5-10 µg/kgBB/hari

Diuretik merupakan terapi lini pertama pada keadaan pasien dengan gagal

jantung yang disertai dengan kelebihan cairan. Berbagai penelitian klinis

menunjukkan pemberian diuretic dengan segera dapat menghilangkan sesak dan

memperbaiki toleransi aktifitas pada anak dengan gagal jantung. Pada pasien ini

diuretic mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan

ekstrasel, aliran balik vena, dan tekanan pengisian ventrikel.17

Terdapat beragai jenis diuretic. Namun furosemide merupakan diuretik

golongan diuretik kuat yang aman unuk diberikan pada anak. Furosemid dapat

15
diberikan dengan dosis 1-3 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis dan dosis maksimum

adalah 600 mg. Elektrolit serum dan fungsi ginjal harus seringkali dimonitor pada

insufisiensi ginjal atau pada yang memerlukan diuresis cepat.18

Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACE inhibitor) merupakan

obat yang sering digunakan pada kasus kardiologi anak. Obat ini

direkomendasikan untuk menangani kegagalan sistolik jantung. Obat ini

digunakan untuk memperbaiki gejala pasien dengan kondisi penyakit jantung

bawan left to right shunt atau regurgitasi katup. Obat golongan ACEI yang rutin

digunkan adalah captopril. Captopril dapat diberikan mulai dosis 0,1 mg/kgBB

atau 0,3-0,5 mg/kgBB/hari.19

ACEI bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi

angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosterone.

Selain itu degradasi bradikinin juga dihambat sehigga kadar bradikinin dalam

darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACEI. Vasodilatasi akan

berefek menurunkan tekanan darah, mengurangi beban jantung sehingga

memperbaiki keadaan pasien pada gagal jantung.18

G. Pencegahan

Ibu yang sedang hamil maupun berencana untuk terus diedukasi untuk

melakukan pencegahan melalui pemeriksaan antenatal dan postnatal. Melalui

pemeriksaan ini ibu diberikan penjelasan mengenai faktor risiko terjadinya PJB

seperti paparan yang berbahaya bagi kehamilan, riwayat adanya kelainan bawan

dalam kehamilan, dan jika diperlukan pemeriksaan genetik tertentu sebagai

screening.10

16
Berbagai langkah advokasi juga perlu dilakukan untuk mengurangi faktor

risiko dari lingkungan yang dapat dimodifikasi seperti merokok, alcohol, obesitas,

diabetes, dan penggunaan obat-obatan selama kehamilan. Skrining antenatal juga

terus harus dilakukan pada ibu yang telah diketahui memiliki risiko kejadian PJB

seperti usia kehamilan yang tua dan keterpaparan ibu terhadap obat teratogen.10

H. Eisenmenger sindrom

Eisenmenger sindrom (ES) merupakan sebuah komplikasi dan kelainan

pada jantung dimana pada pemeriksaan ditemukan adanya VSD yang besar

sehingga akan terjadi aliran melalui celah defek dari kanan ke kiri. Penyakit ini

pada awalnya didasari oleh suatu kelainan celah defek yang mempunyai aliran

darah dari kiri ke kanan (left to righ shunt). Aliran ini menyebabkan tekanan pada

ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmonalis semakin naik akibat bertambahnya

volume darah dari ventrikel kiri. Hingga pada akhirnya tekanan pada ventrikel

kanan sama dengan ventrikel kiri.20

Lambat laun tekanan ventrikel kanan semakin meningkat dan

menimbulkan aliran dari kanan ke kiri. Sehingga darah dari sirkulasi sistemik

yang kaya karbondioksida akan bercampur dengan darah kaya oksigen di

ventrikel kiri. Sehingga darah yang disirkulasi ke seluruh akan banyak

mengandung karbondioksida sehingga tubuh akan timbul manifestasi berupa

sianosis.20

17
Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya eisenmenger sindrom yang diawali oleh terjadinya
aliran darah dari kiri ke kanan atau left to right shunt yang akhirnya meningkatkan
sirkulasi pulmonal akibat penambahan volume di ventrikel kanan. Peningkatan tekanan
pulmonal ini akan menyebabkan disfungsi endotel sehingga terjadi remodeling dari arteri
pulmonal. Remodeling ini mengakibatkan terjadinya pulmonal vascular resistance (PVC)
sehingga terjadi gangguan aliran darah saat keluar ventrikel. Keadaan ini mengubah
aliran darah menjadi right to left shunt sehingga timbullah ES

Managemen pasien dengan eisenmenger sindrom hanya bersifat paliatif

kecuali dilakukan transplantasi jantung dan paru. Terapi pharmakologi seperti

digitalis, diuretik, antiaritmia dan antikoagulan dapat digunakan. Namun

penggunaan obat-obat ini tidak secara signifikan memperbaiki kondisi pasien.

Gagal jantung kanan merupakan komplikasi tersering dari ES dan pemberian

digoxin berguna pada pasien ini. Digoxin juga baik digunakan pada kejadian

aritmia . Diuretik dapat digunakan untuk pengeobatan gagal jantung kongestif

yang terjadi namun kadang dapat memperparah keadaan pasien akibat terjadinya

hiperviskositas. Penggunaan antikoagulan masih menjadi kontroversi akibat

peningkatan kejadian hemaptoe dan perdarahan.20

18
Pada kasus ES terjadi suatu keadaan hipertensi pulmonal. Keadaan ini

menyebabkan hambatan aliran darah sehingga perlu dilakukan managemen dalam

keadaan ini. Sildenafil merupakan obat yang dapat digunakan pada pasien dengan

hipertensi pulmonal. Obat ini bekerja dengan menghambat phosphodiesterase 5

dan mencegah degradasi dari siklus monofosfat guanosin, shingga dapat

meningkatkan aktifitas endogen nitrit oksida. Nitrit oksida sendiri memiliki efek

dalam vasodilatasi pulmonal. Pemberian sildenafil oral menunjukkan perbaikan

pada pasien dengan hipertensi pulmonal. Penelitian dari Cochrane juga

menyebutkan keamanan dan kefektifan sildenafil dalam mengobati hipertensi

pulmonal pada bayi.21

19
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita

Nama penderita : An. H

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat & tanggal lahir : Banjarmasin, 9 Desember 2003

Umur : 14 tahun

2. Identitas Orang tua/wali

AYAH : Nama : Tn . AM

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl. Keramat Basirih kubah rt.10 no.47

IBU : Nama : Ny. NA

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Keramat Basirih kubah rt.10 no.47

II. ANAMNESIS

Aloanamnesis dengan : Orang tua kandung ( ibu) pasien

Tanggal/jam : 10 Juni 2017 / 14.15 wita

1. Keluhan Utama : Sesak

20
2. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan sesak, sesak dirasakan hilang timbul sejak 7

hari SMRS . Keluhan dirasakan memberat sejak 1 hari yang lalu dan

muncul semakin berat saat anak beraktifitas atau bermain bersama teman.

Anak juga mengeluhkan bibir dan kukunya kebiruan sejak 2 jam SMRS.

Munculnya kebiruan ini berbarengan dengan sesak yang semakin parah.

Saat sesak anak juga kadang batuk, batuk tidak berdahak maupun tidak

berdarah. Pasien juga merasakan nyeri dada saat dibawa ke IGD, nyeri

dirasakan pada dada sebelah kiri tidak menjalar ke lengan dan leher. Nyeri

dada terasa seperti tertindih sesuatu. Keluhan lain seperti bengkak pada

tungkai disangkal oleh pasien. Saat dibawa ke IGD RSUD Ansari Saleh

anak langsung diberikan oksigen. Namun keluhan hanya berkurang sedikit.

3. Penyakit dahulu

Sebelumnya anak juga sering mengalami keluhan serupa sejak lahir dan

pernah di opname di rumah sakit pada usia 5 tahun, 9 tahun dan umur 13

tahun. Saat itu anak dikatakan mengalami kelainan jantung. Keluhan

seperti ini sering muncul terutama apabila pasien berraktifitas atau

kecapean. Riwayat pengobatan yang dikonsumsi tidak ada.

Riwayat penyakit lain disangkal.

4. Riwayat penyakit keluarga:

Asma (-) Hipertensi (-) DM (-) Leukemia (-) keganasan (-)

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

21
Riwayat antenatal :

Selama hamil menurut pengakuan ibu, Ibu rajin memeriksakan

kehamilannya di bidan. Selama hamil ibu memeriksakan kandungannya

>3 kali ke bidan.

Riwayat Persalinan:

Spontan/tidak spontan : tidak spontan (SC) anak lahir saat usia

kehamilan menjalani 26-27 minggu

Nilai APGAR : Ibu tidak tahu, namun bayi langsung

menangis

Berat badan lahir : 1700 g

Panjang badan lahir : Ibu lupa

Lingkar kepala : Ibu tidak tahu

Penolong : Dokter Sp.OG

Tempat : RS TPT Banjarmasin

Riwayat Neonatal

Anak tidak pernah sakit dalam 1 bulan setelah kelahiran.

6. Riwayat Perkembangan

Tiarap : 5 bulan

Merangkak : 7 bulan

Duduk : 9 bulan

Berdiri : 10 bulan

Berjalan : 12 bulan

22
Saat ini : Saat ini anak di kelas 6 SD dan dapat

bersosialisasi dengan baik

Kesimpulan : riwayat perkembangan anak sesuai usia

7. Riwayat Imunisasi :

Nama Dasar Ulangan


(umur dalam hari/bulan) (umur dalam bulan)
BCG 1 _
Polio 0 2 4 6 _
Hepatitis B 0 1 3 _
DPT 2 4 6 _
Campak 9 _
Kesimpulan: imunisasi anak lengkap

8. Makanan

0-6 bulan : Susu formula, menyusu kuat tiap 2-3

6 bulan-2 tahun : Susu formula + bubur sedikit + 5 sendok/ tiap

makan, pisang lembek

Sekarang : Makan + 2 kali sehari, makan kurang kuat, susu

(+)

9. Riwayat Keluarga

Ikhtisar keturunan :

Keterangan :

23
: Perempuan sehat

: Laki-laki sehat

: Sakit

Susunan keluarga :

No Nama Umur L/P Keterangan


1 Tn. AM 39 tahun L Sehat
2 Ny. NA 35 tahun P Sehat
3 An. NR 14 tahun P Sehat

10. Riwayat Sosial Lingkungan

Anak tinggal bersama kedua orang tuanya. Rumah berukuran 9 x 12 m 2

dan memiliki 2 kamar tidur, ventilasi dan penerangan kurang dan 1 kamar

mandi (WC). WC berada di dalam rumah. Untuk keperlun MCK dan air

minum menggunakan air PDAM. Sampah dikumpulkan dan dibuang

ditempat pembuangan sampah.

III.PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

GCS : 4–5–6

2. Pengukuran

Tanda vital : Tensi : 110/80 mmHg

Nadi : 122 x/menit; kualitas kuat angkat, regular

Suhu : 37,5°C (aksila)

Respirasi : 52 x/menit

24
SpO2 : 77% tanpa O2, 92% dengan O2 10 liter

NRM

Berat badan : 21 Kg

Panjang/tinggi badan : 137 cm

3. Kulit : Warna : Sawo matang

Sianosis : Tidak ada

Hemangiom : Tidak ada

Turgor : Cepat kembali

Kelembaban : Cukup

Lain-lain : tidak ada

4. Kepala : Bentuk : Mesosefali

UUB : Sudah menutup

UUK : Sudah menutup

Rambut : Warna : Hitam, lurus

Tebal/tipis : Tebal

Distribusi : Merata

Alopesia : Tidak ada

Mata : Palpebra : edema

Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut

Konjungtiva : Anemis

Sklera : ikterik tidak ada

Produksi air mata : Cukup

Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm

25
Simetris : tidak ada

Reflek cahaya : +/+

Kornea: Jernih

Telinga : Bentuk : Simetris

Sekret : Tidak ada

Serumen : Minimal

Nyeri : Tidak ada

Lokasi : -

Hidung : Bentuk : Normal, simetris

Pernafasan Cuping Hidung : Tidak ada

Epistaksis : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

Mulut : Bentuk : Simetris

Bibir : sianosis (+)

Gusi : Mudah berdarah

: Pembengkakan tidak ada

Gigi-geligi : Lengkap

Lidah : Bentuk : Normal

Pucat/tidak : Pucat

Tremor/tidak : Tidak tremor

Kotor/tidak : Tidak kotor

Warna : Merah muda

Faring : Hiperemi : Tidak ada

26
Edem : Tidak ada

Membran/pseudomembran : Tidak ada

Tonsil : Warna : Merah muda

Pembesaran : Tidak ada

Abses/tidak : Tidak ada

Membran/pseudomembran : Tidak ada

5. Leher :

- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat

Tekanan : Tidak meningkat

- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada

- Kaku kuduk : Tidak ada

- Massa : Tidak ada

- Tortikolis : Tidak ada

6. Toraks :

a. Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : Simetris

Retraksi : Tidak ada

Lokasi : -

Dispnea : Tidak ada

Pernafasan : Thorako abdominal

Palpasi : Fremitus fokal: Simetris kanan dan kiri

Perkusi : Sonor / sonor

27
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Vesikuler

Suara Tambahan : Ronkhi wheezing tidak ada

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat

Palpasi : Apeks : Tidak teraba, Lokasi : -

Thrill + / - : Tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS II Linea Parasternal Kanan

Batas kiri : ICS V Linea axilaris anterior Kiri

Batas atas : ICS II Linea Parasternal Kanan

Auskultasi : Frekuensi : 120 x/menit, Irama : Reguler

Suara Dasar : S1 > S2, S3 (+)

Bising : murmur (+), Derajat : 2

Lokasi : ICS IV

LPS kiri

Penyebaran : -

7. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : datar

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Perkusi : Timpani/pekak : Timpani

Asites : Tidak ada

Palpasi : Hati : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Tidak teraba

28
Massa : Tidak ada

Nyeri : Tidak ada

8. Ekstremitas :

- Umum : Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edem dan tidak

ada parese, sianosis (+)

Ekstremitas bawah : Akral hangat, , tidak ada edem dan tidak

ada parese, sianosis (+)

9. Neurologis :

Lengan Tungkai
Tanda
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
1Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Refleks
+ + + +
Fisiologis
Refleks Hoffman (-) Hoffman (-) Babinsky (-) Babinsky (-)
patologis Tromner (-) Tromner (-) Chaddok (-) Chaddok (-)
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal
Tanda
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
meningeal

Susunan Saraf : NI – XII dalam batas normal

Genitalia : perempuan, tidak ada kelainan bawaan

Anus : ( +) tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Laboratorium darah rutin

Hasil
Pemeriksaan Nilai Normal
30/5/17
HEMATOLOGI
Hb 13,8 11-15 g/dl
Eritrosit 4,90 4,5-6 juta/µl

29
Leukosit 5.200 4.000-10.500 µl
Hematokrit 43,1 40-50 vol%
Trombosit 176 150-450 ribu/µl
MCV, MCH,
MCHC
MCV 88,1 80-97 fl
MCH 28,1 27-32 pg
MCHC 32,0

Hasil Echocardiografi

Kesimpulan: VSD Besar

30
Hasil Rontgent Thorax

Kesimpulan: Cardiomegali

Hasil Elektrocardiografi

Kesimpulan: Terdapat gambaran left ventrikel hipertrofi

31
V. RESUME

Nama : An. H

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 14 tahun

Berat badan : 27 Kg

Tinggi badan : 137 cm

Keluhan Utama : Sesak

Uraian : Anak sesak sejak 1 minggu SMRS dan memberat 1 hari

ini. Selain sesak anak juga tampak kebiruan pada bibir

wajah dan kuku nya terutama saat beraktifitas atau

bermain. Anak juga batuk tanpa dahak dan darah serta

nyeri dada kiri seperti tertindih sesuatu. Sebelumnya juga

pernah mengeluhkan seperti ini dan sering di opname di

rumah sakit dan dikatakan memiliki kelainan pada

jantung. Pasien riwayat lahir premature dan berat lahir

sangat kurang

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis, GCS : 4 - 5 - 6

Tensi : 110/80 mmHg

Denyut Nadi : 122 kali/menit

Pernafasan : 52 kali/menit

Suhu : 37,5 °C

32
Kulit : tidak tampak kelainan

Kepala : Mesosefali, waha membiru

Mata : Anemis (-)

Telinga : Simetris, sekret (-)

Hidung : Simetris, pernapasan cuping hidung (-), sekret (-)

Mulut : Mukosa bibir basah, pucat (-), sianosis (+)

Toraks/Paru : Simetris, sonor, suara nafas vesikuler, retraksi (-),ronkhi

(-/-), wheezing (-/-).

Jantung : S1 > S2, murmur (+) di ICS IV LPS kiri

Abdomen : cembung, BU (+) normal,tidak teraba hepar lien massa,

asites (-)

Ekstremitas : Edema (-), parese (-), akral hangat, kuku kebiruan (+)

Susunan saraf : NI – NXII dalam batas normal

Genitalia : Perempuan, dan tidak ada kelainan

Anus : Ada, dan tidak ada kelainan

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis Banding : PJB sianotik susp VSD

Diagnossis Kerja : Sindrom Eisenmenger dengan VSD besar

VII. PENATALAKSANAAN

- Venflon

- Inj Lasix 20 mg

- Inj. Antrain 250mg

- Inj. Ampicillin 800 mg

33
- Furosemid tablet 10mg

- Captopril 7,5 mg

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP

31-5-17

S: sesak (+) badan kebiruan (-)


O: N: 98 x/m RR: 38x/m T: 36,70C SpO2 : 77% tanpa O2 dengan 10 liter o2
NRM
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: IVFD D5¼NS 8 tpm
Inj Cefotaxim 3x500 gr
Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg

2-6-17

S: sesak (+) badan kebiruan (-)


O: N: 102 x/m RR: 36x/m T: 36,50C
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: IVFD D5½NS 8 tpm
Inj Cefotaxim 3x500 gr
Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F100 8x100
Asam folat 1x1mg
B komplek 1x1 tab
O2 4 lpm

34
3-6-17

S: sesak (+) badan kebiruan (-)


O: N: 95 x/m RR: 40x/m T: 36,80C
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: IVFD D5½NS 8 tpm
Inj Cefotaxim 3x500 gr
Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 4x150
Asam folat 1x1mg
B komplek 1x1 tab
O2 4 lpm

5-6-17

S: sesak (+) badan kebiruan (-)


O: N: 102 x/m RR: 42x/m T: 36,70C
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: IVFD D5½NS 8 tpm
Inj Cefotaxim 3x500 gr
Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 6x150
Sindenafil 2x7mg
O2 4 lpm

6-6-17

S: sesak (+) badan kebiruan (-)


O: N: 88 x/m RR: 34x/m T: 37,10C SpO2: 90% dengan 4,5 lpm
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: IVFD D5½NS 8 tpm
Inj Cefotaxim 3x500 gr
Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 6x150
Sindenafil 2x7mg
O2 4,5 lpm

35
7-6-17

S: sesak (+) badan kebiruan (-) nyeri kepala (+)


O: N: 94 x/m RR: 28x/m T: 36,80C SpO2: 90% dengan 4,5 lpm
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: IVFD D5½NS 8 tpm
Inj Cefotaxim 3x500 gr
Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 6x150
Sindenafil 2x7mg
Paracetamol 250 mg(k/p nyeri kepala)
O2 4 lpm

8-6-17

S: sesak (+) badan kebiruan (-)


O: N: 94 x/m RR: 24x/m T: 36,50C
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: IVFD D5½NS 8 tpm
Inj Cefotaxim 3x500 gr
Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 6x150
Sindenafil 2x7mg
Paracetamol 250 mg(k/p nyeri kepala)
O2 4 lpm

9-6-17

S: sesak (<) badan kebiruan (-)


O: N: 84 x/m RR: 24x/m T: 36,90C
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P:Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 6x150
Sindenafil 2x7mg
Paracetamol 250 mg(k/p nyeri kepala)

36
10-6-17

S: sesak (-) badan kebiruan (-)


O: N: 90 x/m RR: 24x/m T: 36,80C
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 8x150
Sindenafil 2x7mg
Paracetamol 250 mg(k/p nyeri kepala)

11-6-17

S: sesak (-) badan kebiruan (-)


O: N: 86 x/m RR: 22x/m T: 36,20C
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 8x150
Sindenafil 2x7mg
Paracetamol 250 mg(k/p nyeri kepala)

12-6-17

S: sesak (-) badan kebiruan (-)


O: N: 84 x/m RR: 26x/m T: 36,60C
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 8x150
Sindenafil 2x7mg
Paracetamol 250 mg(k/p nyeri kepala)

37
13-6-17

S: sesak (-) badan kebiruan (-)


O: N: 88 x/m RR: 25x/m T: 36,50C SpO2 : 88% dengan O2 ½ lpm
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 8x150
Sildenafil 2x7mg
Paracetamol 250 mg(k/p nyeri kepala)

14-6-17

S: sesak (-) badan kebiruan (-)


O: N: 92 x/m RR: 27x/m T: 36,70C SpO2 : 87% dengan O2 ½ lpm
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 8x150
Sildenafil 2x7mg
Paracetamol 250 mg(k/p nyeri kepala)

15-6-17

S: sesak (-) badan kebiruan (-)


O: N: 92 x/m RR: 27x/m T: 36,70C SpO2 : 86% tanpa O2
Bibir sianosis (-) sianosis esktremitas(-/-)
Jantung: S1>S2, murmur (+)
A: PJB sianotik dengan VSD
P: Furosemide 3x1/2 tab
Captopril 3x6,5 mg
Diet F135 8x150
Sildenafil 2x7mg
Paracetamol 250 mg(k/p nyeri kepala)

38
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini akan dibahas anak usia 13 tahun dengan keluhan

sesak dan kebiruan pada wajah dan kuku. Berdasarkan hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik anak didiagnosis dengan penyakit jantung bawaan ventrikel

septal defek. Hasil pemeriksaan penunjang echokardiografi juga menunjukkan

adanya defek besar pada septum ventrikel.

Pasien mengeluhkan adanya sesak yang hilang timbul sejak 1 minggu

sebelum masuk rumah sakit. Sesak ini muncul pada saat anak sedang bermain atau

beraktifitas berat. Sesak merupakan gangguan yang dapat terjadi akibat gangguan

sistem respirasi maupun sistem kardiovaskuler. Pada kasus ini anak dicurgai

sebagai sesak akibat kelainan kardiovaskular karena keluhan sesak ini memberat

saat pasien beraktifitas berat. Kelainan kardiovaskular semakin didukung karena

ditemukan adanya kebiruan pada tubuh pasien yang juga muncul terutama saat

pasien beraktifitas atau bermain. Keluhan lain berupa nyeri dada serta dada

berdebar semakin mengarahkan kecurigaan pada gangguan kardiovaskular

Keluhan yang dialami oleh pasien ini telah sering dialami pasien sejak usia

kurang dari 5 tahun. Kelainan ini juga menyebabkan anak sering dirawat di rumah

sakit dengan keluhan serupa. Kelainan kardiovaskular yang dialami oleh anak

dapat dicurigai sebagai kelaian jantung bawaan karena munculnya onset keluhan

dialami sejak usia lahir. Jika digolongkan berdasarkan munculnya klinis sianosis

39
pada pasien ini maka pasien digolongkan pada kasus penyakit jantung bawaan

sianosis.10

Berdasarkan pemeriksaan fisik anak, ditemukan tanda berupa takipnea,

dan penurunan saturasi oksigen yang menunjukkan bahwa anak mengalami

gangguan dalam perfusi jaringan. Pada pemeriksaan thorax secara perkusi

ditemukan suatu pembesaran pada jantung. Hasil auskultasi ditemukan adanya

murmur sistolik. Keseluruhan pemeriksaan fisik ini semakin mengarahkan bahwa

terdapat kelainan bawaan pada jantung anak ini.13

Pada pemeriksaan rontgen thorax tampak bahwa keadaan jantung pasien

memang membesar sehingga sesuai dengan pemeriksaan fisik. Hasil dari

pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) juga menunjukkan adanya suatu

perbesaran jantung yang khas tipe left ventricle hipertrofi (LVH). Kelainan

jantung semakin diperkuat dengan adanya hasil pemeriksaan echocardiografi

dimana ditemukan defek septum ventrikel (VSD) dengan ukuran yang besar.

Keseluruhan pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa pasien didiagnosis dengan

penyakit jantung bawaan berupa VSD.13

Kelainan bawaan berupa VSD seharusnya pada sebagian besar kasus tidak

mengalami gejala simptomatik. Manifestasi klinis baru muncul saat defek yang

terjadi pada septum ventrikel berukuran besar. Hal ini sesuai dengan kasus dimana

memang ditemukan defek berukuran besar berdasarkan hasil pemeriksaan

echokardiografi.13

Jika melihat kasus ini perlu ditelusuri suatu faktor risiko yang

menyebabkan munculnya kelainan bawaan ini pada anak. Dari hasil anamnesis

40
diketahui bahwa anak lahir preterm pada usia kehamilan 26-27 minggu dan

dengan berat 1700 gram. Berbagai penelitian menunjukka bahwa kehamilan

preterm berhubungan dengan kejadian PJB. Hal ini berkaitan dengan belum

matangnya seluruh proses pembentukan organ di dalam tubuh namun bayi telah

diterminasi. Selain itu bayi dengan berat lahir rendah berisiko 2,85 kali

mengalami kelainan bawaan jantung pada penelitian lainnya.22

Pada pasien ini kelainan VSD yang terjadi telah berlangsung lama. VSD

secara umum diklasifikasikan ke dalam penyakit jantung bawaan asianotik.

Namun pada kasus VSD yang telah terjadi lama akan menyebabkan peningkatan

volume dari ventrikel kanan secara terus menerus, yang dalam waktu lama akan

menyebabkan tahanan perifer di arteri pulmonal sehingga terjadi aliran dari kanan

ke kiri (right to left shunt). Keadaan ini menyebabkan darah yang rendah oksigen

dari ventrikel kanan akan menuju ke ventrikel kiri sehingga tersirkulasi ke seluruh

tubuh. Keadaan inilah yang menyebabkan munculnya suatu sianosis pada kasus

VSD. Kelainan ini dikenal dengan istilah eisenmenger syndrome.20

Berdasarkan kurva ploting dari WHO, tinggi anak berada di bawah

persentil 3rd yang menunjukkan bahwa anak berperawakan sangat pendek/ kerdil.

Ploting lait menurut berat badan terhadap tinggi badan berada pada persentil

dibawah 3 menunjukkan bahwa anak sangat kurus. Berdasarkan hasil ploting ini

tampak bahwa anak mengalami gangguan pertumbuhan. Gangguan pertumbuhan

merupakan komplikasi tersering pada kasus PJB. Sehingga pada kasus ini anak

telah mendapatkan pemenuhan nutrisi. Anak mendapatkan susu F100 atau F135

41
sesuai kebutuhan gizi pasien selama perawatan di rumah sakit. Pemberian nutrisi

ini dilakukan oleh bagian gizi anak RSUD Ulin.

Selain mendapatkan tata laksana berupa diet, anak juga mendapatkan

berbagai penanganan pengobatan seperti furosemide dan kaptopril. Furosemid

merupakan obat golongan loop diuretic yang bekerja dengan mengekskresi air dan

elektrolit melalui ginjal. Furosemid digunakan untuk mengatasi gagal jantung

yang dialami pasien dengan cara menurunkan volume pengisian jantung serta

dapa digunakan untuk menghilangkan kongesti pulmonal. Furosemid diberikan 1-

3 mg/kgBB/hari. Pada kasus anak diberikan furosemide sebanyak 3x20 mg atau

sekitar 60 mg perhari sehingga anak mendapatkan 3 mg/kgBB/hari.14,18

Anak juga mendapatkan terapi ACE inhibitor yaitu captopril. Captopril

digunakan untuk menurunkan tekanan sistemik dan pulmonal. Captopril bekerja

dengan menurunkan angiotensin II dan aldosterone. ACE inhibitor dapat

mendilatasi arteriolar sehingga menurunkan sistolik, diatolik, tekanan ventrikel

kiri, menurunkan tahanan vaskuler sistemik, dan meningkatkan fraksi ejeksi,

stroke volume, serta cardiac output pasien. Captopril dapat diberikan dengan dosis

0,3-1,5 mg/kgBB/hari. Sehingga anak mendapat captopril sebesar 6-30mg/hari.23

Sildenafil juga diberikan pada kasus ini. Penelitian menunjukkan bahwa

pemberian sildenafil jangka panjang sebagai terapi pada kasus eisenmenger

sindrom aman. Pemberian sildenafil dapat meningkatkan kapasitas latihan,

saturasi oksigen arteri, dan memperbaiki hemodinamik.24

Pasien juga mendapatkan terapi antibiotik selama perawatan di RS Ulin.

Pemberian antibiotic diberikan karena berbagai alasan. Pada pasien dengan

42
penyakit jantung bawaan berisiko terjadinya infeksi saluran nafas yang berulang.

Selama perawatn di rumah sakit, pemberian antibiotic berfungsi untuk profilaksis

terhadap infeksi saluran pernapasan ini. Selain itu pada VSD yang besar, adanya

risiko terjadi suatu endocarditis sehingga pemberian antibiotic dapat dipikirkan.14

Pada kasus ini penatalaksanaan yang dilakukan hanya bersifat

simptomatik. Defek yang terjadi pada setum ventrikel tidak dapat dihilangkan

tanpa adanya pembedahan. Pada kasus celah yang kecil yang tidak menimbulkan

symptom, pembedahan tidak diindikasikan. Tetapi pada kasus dengan celah besar

dan memiliki manifestasi klinis yang mengganggu maka terapi pembedahan untuk

menutup defek dapat dipikirkan.

43
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus An H/13 tahun dengan diagnosis penyakit

jantung bawaan ventrikel septal defek. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang

diberikan adalah pemberian diuretic yaitu furosemide 3x20 mg, captopril 3x6,5

mg, Sildenafil 2x7mg, dan antibiotic cefotaksim 3x500 mg . Pasien juga

mendapatkan diet yang telah ditentukan oleh bagian gizi sesuai dengan kebutuhan

pasien dan untuk mengejar gangguan pertumbuhan yang dialami oleh pasien.

Pasien dirwat selama 15 hari dan dipulangkan atas izin dokter.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Rao PS. Diagnosis and management of cyanotic congenital heart disease: part
I. Indian J Pediatr 2009; 76: 57-70

2. Nousi D, Christou A. Factors affecting the quality of life in children with


congenital heart disease. Health Science Journal 2010; 4: 94-100

3. McGovern E, Sands AJ. Perinatal management of major congenital heart


disease. Unlster Med J 2014; 83: 135-9

4. Burch M, Dedieu N. Alamanac 2012: congenital heart disease, the national


society journals present selected research that has driven recent advances in
clinical cardiology. Egyptian Heart Journal 2013; 65: 1-7

5. Naghavi-Behzad M, Alizadeh M, Azami S. Risk factors of congenitl heart


disease: a case control study in Northwest Iran. Journal of Cardiovascular and
Thoracic Research 2013; 5: 5-9

6. Donofrio MT, Massaro N. Impact of congenital heart disease on brain


development and neurodevelopmental outcome. International Journal of
Pediatrics 2010; 2010: 1-14

7. Healy F, Hanna BD, Zinman R. Pulmonary complications of congenital heart


disease. Paediatric Respiratory Reviews 2012; 13; 10-5

8. Alenezi AM, Albawardi NM, Ali A. The epidemiology of congenital heart


disease in Saudi Arabia: a systematic review. J Public Health Epidemiol
2015; 7: 232-240

9. Spicer DE, Hsu HH, Covu J. Ventricular septal defect. Orphanet Journal of
Rare Diseases 2014; 9: 144-159

10. Fung A, Manlhiot C, Naik S. Impact of prenatal risk factors on congenital


heart disease in the current era. J Am Heart Assoc 2013; 2: 1-13

11. Rao PS. Diagnosis and management of cyanotic congenital heart disease: part
II. Indian J Pediatr 2009; 76: 297-308

12. Rao PS. Diagnosis and management of acyanotic heart disease:part I. Indian J
Pediatr 2005; 72: 495-502

45
13. Rao PS. Diagnosis and management of acyanotic heart disease:part II. Indian
J Pediatr 2005; 72: 503-512

14. Ramaswamy P. Ventricular septal defect. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/892980-overview. Diakses pada 14
Juni 2017

15. Raghavaiah PV, Gajjar H, Mane S, et al. Clinical profile of congenital heart
disease of children in a tertiary care centre. International J Applied Research
2016; 2: 314-318

16. Silberbach M, Hannon D. Presentation of congenital heart disease in neonates


and young infant. Pediatries in Reiew 2007; 28: 1-9

17. Qavi AH, Kamal R, Schrier RW. Clinical use of diuretics in heart failure,
cirrhosis, and nephrotic syndrome. International J Nephrology 2015; 2015; 1-
9

18. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi edisi
5. Jakarta : FKUI. 2007

19. Roche SC, Timberlake K, Manlhiot C, et al. Angiotensin-converting enzyme


inhibitor initiation and dose uptitration in children with cardiovascular
disease: a retrospective review of standard clinical practice and a prospective
randomized clinical trial. J Am Heart Assoc 2016; 5: 1-14

20. Beghetti M, Galie N. Eisenmenger Syndrome a clinical perspective in a new


therapeutic era of pulmonary arterial hypertension. J Am Coll Cardiol 2009;
53: 733-40

21. Zaki SA, Dadge D, Asif S, et al. Diagnostic dilemma in child with congenital
heart disease on sildenafil. Indian J Pharmacol 2009; 41: 148-9

22. Haq FU, Jalil F, Hashmi SK, et al. Risk factor predisposing to congenital
heart defect. Annals Pediatric Cardiology 2011; 4: 117-121

23. Momma K. ACE inhibitor in pediatric patients with heart failure. Pediatric
Drugs 2006; 8: 55-69

24. Zhang ZN, Jiang X, Zhang Rui, et al. Oral sildenafil treatment for
Eisenmenger syndrome a prospective, open-label, multicenter study. Heart
2011; 97: 1876-1881

46

Anda mungkin juga menyukai