Oleh:
Muhammad Riza Maulidan, S.Ked
1830912310041
Pembimbing:
dr. Setyo Teguh Waluyo, Sp.OG
Halaman
Halaman judul……………………………………………………………… i
Daftar isi…………………………………………………………………… ii
BAB I Pendahuluan………………………………………………………….. 1
BAB IV Pembahasan…………………………………………………………34
BAB V Penutup……….……………………………………………………...41
Daftar Pustaka………………………………………………………………...42
ii
BAB I
PENDAHULUAN
berbeda secara bervariasi. Perubahan dimulai paska konsepsi terjadi dan berlanjut
sepanjang kehamilan. Banyak dari proses adaptasi ini terjadi sebagai respons
penyakit, membuat gejala klinis penyakt tertentu tidak jelas, atau menyebabkan
Sesak nafas adalah keluhan umum yang cukup sering dalam kehamilan,
lebih dari dua pertiga wanita hamil mengalami sesak nafas selama periode
normal bisa menjadi masalah diagnostik yang sulit. Seringkali penyakit pada
12% dari semua kehamilan. Asma sering tidak terdiagnosis dan bahkan ketika
dapat terdiagnosis seringkali sulit diatasi. Perjalanan asma biasanya tidak dapat
penderita asma membaik, sepertiga tetap sama, dan sepertiga memburuk. Hal ini
1
dalam tubuh. Perubahan fisiologis lainnya juga membuat terapi asma dalam
Tujuan dari tatalaksana terapi asma adalah untuk menghilangkan gejala akut
Berikut ini akan disajikan sebuah kasus wanita berusia 3 tahun dengan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pernafasan bagian bawah yang melibatkan banyak komponen sel terutama sel
mast, eosinophil, limfosit T, makrofag, neutrophil, dan sel epitel. Pada penderita
asma, inflamasi ini menyebabkan episode berulang wheezing, sesak nafas, batuk,
dan dada terasa berat terutama di pagi hari dan malam hari. Episode tersebut
bervariasi dan bersifat reversible komplit atau inkomplit baik secara spontan
kasus ini perubahan pada sistem organ respirasi terjadi juga secara anatomi,
Lingkar dada bertambah sekitar 6 cm, tetapi tidak cukup untuk mencegah
diafragma.
3
Gambar 1. Pengukuran cavum thorax pada (A) wanita tidak hamil dan (B) wanita
hamil. Perubahan ditunjukan dengan peningkatan diameter transversa, diameter
anteroposterior, dan lingkar dada. Perubahan ini mengkompensasi peninggian 4
cm diafragma sehingga kapasitas total paru tidak berkurang signifikan1
persen atau sekitar 400 hingga 700 mL selama masa kehamilan. Kapasitas ini
atau 200 hingga 300 mL dan volume residu(RV) yang berkurang 20 sampai 125
4
persen atau 200 sampai 400 ml. FRC dan penurunan volume residual(RV) terjadi
inspirasi(IC) yaitu yang volume maksimum yang dapat dihirup dari batas FRC,
Kapasitas paru total yaitu kombinasi FRC dan kapasitas inspirasi tidak berubah
Laju pernapasan pada dasarnya tidak berubah, tetapi volume tidal dan
melaporkan volume tidal rata-rata yang jauh lebih besar sekitar 0,66 hingga 0,8
L / mnt dan ventilasi menit istirahat sekitar 10,7 hingga 14,1 L / mnt
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Peningkatan volume ventilasi per
5
menit disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya peningkatan impuls dorongan
maksimum dan kapasitas vital yang dipaksakan atau diatur waktunya tidak
saluran udara di bagian dependen paru mulai menutup selama ekspirasi) lebih
Jumlah oksigen yang ada pada paru-paru oleh peningkatan volume tidal
jelas melebihi kebutuhan oksigen yang dibutuhkan selama kehamilan. Selain itu
lebih tinggi pada kehamilan multi fetus. Selama persalinan, konsumsi oksigen
paru-paru atau jantung. Dispnea fisiologis ini, yang seharusnya tidak mengganggu
tidal yang menurunkan sedikit PCO2 darah dan secara paradoks menyebabkan
6
dispnea. Upaya peningkatan pernapasan selama kehamilan, sehingga terjadi
pada tingkat yang sisanya oleh estrogen. Progesteron seperti bekerja pada sistem
meningkat, hal ini menggeser kurva disosiasi oksigen ke kiri. Pergeseran ini
mengurangi kapasitas pelepasan oksigen dari darah ibu. Keseimbangan asam basa
difosfogliserat dalam eritrosit ibu. Ini menggeser kurva kembali ke kanan. Dengan
dioksida (limbah) dari janin ke ibu dan juga membantu pelepasan oksigen ke
janin.1
Sulit untuk menentukan prevalensi asma global secara pasti karena asma
adalah penyakit yang sering tidak dilaporkan. Ahli epidemiologi telah lama
berupaya untuk mengurangi berbagai faktor perancu yang ada antar negara
dan akses ke layanan kesehatan. Pada tahun 2002 dan 2003, World Health Survey
sekitar 200.000 orang dewasa berusia di atas 18 tahun dengan topik diagnosis
7
asma dan gejala asma. Prevalensi global asma yang didiagnosis dokter adalah
4,3%, tetapi angka tersebut bervariasi di antara 70 negara yang termasuk dalam
asma, jauh lebih tinggi dari rata-rata 4,3%. Angka prevalensi Asma sebelumnya
lebih tinggi di negara-negara yang lebih maju seperti Australia, tetapi baru baru
ini hal itu telah berubah dengan peningkatan prevalensi asma di negara kelas
rendah dan kelas menengah masyarakat. Estimasi terbaik melaporkan sekitar 300
juta orang di seluruh dunia menderita asma, atau sekitar 4,3% dari populasi.
Berdasarkan statistik saat ini, WHO memperkirakan peningkatan 100 juta orang
Prevalensi asma pada wanita hamil telah dilaporkan pada 3,7% -8,4% atau
kehamilan.4
miliar di Amerika Serikat pada tahun 2007, yang merupakan peningkatan 6% dari
$ 53 miliar yang dihabiskan pada tahun 2002.17 Setiap tahun dari tahun 2002
dini.6
Morbiditas dan penurunan kualitas hidup bagi orang yang menderita asma
cukup signifikan. Lebih dari setengah dari orang dengan asma mengalami
8
serangan asma pada tahun 2008, dengan lebih banyak anak (57%) daripada orang
dewasa (53%) yang terkena. Pada tahun 2007, ada 1,75 juta kunjungan gawat
darurat untuk eksaserbasi asma dan 456.000 rawat inap terkait asma. Rata-rata
lama menginap di rumah sakit asma adalah 4,3 hari. Pada tahun 2008, 10,5 juta
hari sekolah dan 14,2 juta hari kerja dilewatkan karena asma, dengan rata-rata 4
hari sekolah yang terlewatkan untuk anak-anak dan 5 hari kerja yang terlewatkan
untuk orang dewasa. Eksaserbasi asma mengkonsumsi sumber daya yang besar
asma yang tidak terkontrol ditemukan memiliki peningkatan 1,8 kali lipat dalam
kunjungan gawat darurat dibandingkan pasien tanpa asma. Selain itu, orang
dengan asma yang tidak terkontrol lebih cenderung menjadi tidak memiliki
pekerjaan, kehillangan lebih banyak hari kerja, dan memiliki lebih banyak
keterbatasan dalam jenis pekerjaan dan kegiatan yang dapat mereka lakukan.6
2.4. Patofisiologi
yang tertanam di dalam parenkim paru elastis. Saluran udara elastis meregang
paru dan saluran udara yang baik, yang mendasari hubungan antara volume paru
dan kaliber saluran napas. Oleh karena itu, perubahan sifat mekanik parenkim
paru dan perlekatannya pada dinding saluran napas dapat berkontribusi pada
jalan nafas jelas menebal pada asma, seperti yang ditunjukkan dalam banyak studi
9
pencitraan dan patologis. Peningkatan ketebalan dinding jalan napas berkontribusi
terhadap penyempitan jalan napas selama kontraksi airway smooth muscle (ASM)
karena radius saluran napas merupakan 4 kali fungsi dari resistensi jalan nafas.7
Penebalan dinding jalan napas di luar ASM mengurangi gaya elastis paru-
paru (mata air mengendur), sehingga mengurangi gaya yang harus dilawan dengan
Pemodelan ulang dan peradangan saluran udara kemungkinan tidak merata pada
tipe 2 dikaitkan dengan profil sitokin tertentu (interleukin [IL] -4, IL-5, dan IL-14)
dan sel-sel inflamasi (eosinofil, sel mast, basofil, limfosit penolong T tipe 2, dan
terlihat pada penyakit alergi, gangguan eosinofilik, dan infeksi parasit. Sel-sel
epitel saluran napas juga telah diidentifikasi memainkan peran besar yang
10
mengatur inflamasi tipe 2 melalui sitokin (IL-25, IL-33, dan limfopoietin stroma
timus). Penderita asma tanpa bias yang kuat terhadap peradangan tipe 2 sering
dikelola.4
2.5. Diagnosis
senggal, nafas cepat, sesak nafas, dan batuk yang bervariasi dalam waktu dan
intensitasnya.
Gejala yang terjadi memburuk pada malam hari atau saat terbangun pagi
hari
udara dingin
Gejala yang terjadi dapat terjadi saat atau memburuk dengan adanya
infeksi virus
11
Minimal dilakukan 1 kali selama proses diagnostic. Hasil dari pemeriksaan
Peningkatan FEV1 >200 ml dan >12 dari nilai ambang dasar (atau pada
bronkodilator
>13%)
Peningkatan FEV1 dan >12 dari nilai ambang dasar (atau pada anak
3. Semakin besar variasi, atau semakin banyak waktu variasi terlihat, arah
4. Uji mungkin perlu diulang selama gejala, pada pagi hari, atau setelah
infeksi virus. Jika reversibilitas bronkodilator tidak muncul saat uju pertama
kali, langkah berikutnya tergantung urgensi klinis dan ketersediaan tes lain.
12
Berikut merupakan algoritma penegakan diagnosis asma pada praktik klinis
13
menggunakan uji reversibilitas saat pasien mengalami gejala, atau seteleh
menunda obt bronkodilator selama >12 jam (24 jam jika long acting). Pada wanita
hamil penegakkan diagnosis asma pada umumnya sama dengan wanita yang tidak
hamil. Penting untuk melakukan konseling dengan wanita penderita asma yang
terapi controller asma untuk luaran ibu dan bayi yang baik dan terhindar dari
komplikasi.2,8
2.6 Tatalaksana
dan mengendalikan gejala. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban pasien,
mengurangi risiko kematian terakait asma, eksaserbasi, kerusakan jalan nafas, dan
efek samping obat. Identifikasi preferensi pribadi pasien terkait asma dan rencana
tingkat populasi dan rekomendasi pada tingkat pasien. Pada tingkat populasi
keuntungan yang banyak dengan biaya atau efek sampaing minimal di suatu
dimana dokter dan pasien perlu mendiskusikan terkait rencana terapi yang akan
dapat memprediksi respon terapi terhadap gejala dan risiko eksaserbasi. Hal ini
juga perlu dievaluasi bersamaan dengan tujuan pribadi pasien terhadap terapinya,
masalah regimen terapi seperti teknik inhaler, kepatuhan, dan biaya obat.
14
Gambar 4. Siklus tatalaksana terapi asma meliputi evaluasi, pengaturan ulang,
dan melihat respon terapi
ulang terapi, dan melihat respon terapi. Evaluasi pasien dengan asma bukan hanya
mengevaluasi kontrol gejala tetapi juga faktor risiko dan komorbiditas yang akan
Identifikasi dan terapi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan komorbiditas
15
Gunakan strategy non farmakologi sesuai indikasi dan kebutuhan pasien.
kerja asma secara tertulis, pengawasan pribadi terkait gejala dan atau aliran
yang dimulai dengan hanya pemberian short acting beta agonist (SABA). GINA
representasi dari bukti terbaru bahwa meskipun SABA memberikan pelega gejala
yang cepat, terapi hanya menggunakan SABA terkait dengan peningkatan risiko
alergi dan inflamasi jalan nafas. Penggunaan SABA berlebihan (≥3 tabung per
tahun) terkait dengan peningkatan risiko eksaserbasi berat, dan penggunaan ≥12
tabung per tahun terkait dengan peningkatan risiko kematian terkait asma. GINA
seluruh pasien asma yang sudah tegak diagnosisnya dengan pemberian inhalasi
kortikosteroid. Hal ini disebabkan karena pasien dengan asma ringan dapat terjadi
16
karena asma dan kematian terkait asma, efektif dalam mencegah eksaserbasi
Pertimbangkan untuk menaikkan regimen dosis terapi pada asma jika gejala
tidak terkontrol atau hanya terkontrol sebagian. Jika pada presentasi awal
merupakan asma berat tidak terkontrol atau dengan eksaserbasi akut, berikan
kortikosteroid oral jangka pendek dan mulai terapi controller secara rutin.
dengan baik selama 3 bulan. Pada dewasa dan remaja, inhalasi kortikosteroid
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum dan sesudah memulai
terapi controller. Sebelum memulai terapi controller catat bukti diagnosis asma,
gejala dan faktor risiko, lakukan tes fungsi paru, latih pasien mengenai
penggunaan inhaler dengan benar, dan jadwalkan rencana kontrol untuk evaluasi
17
terapi. Setelah memulai terapi controller lakukan evaluasi respon terapi setelah 2-
3 bulan atau sesuai urgensi klinis, evaluasi paska 3 bulan terapi untuk menentukan
Selain itu terapi non farmakologi juga terbukti dapat mengurangi risiko dan
terinduksi aspirin.
perubahan. Untuk ibu dan bayi, keuntungan mengobati asma secara aktif melebihi
risiko potensial yang dapat terjadi akibat pemberian obat reliever dan controller.
dilakukan terapi secara agresif dengan pilihan risiko paling rendah untuk ibu dan
bayi.
18
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Umur : 37 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Banjar
Alamat : Jl. Kelayan B Timur, Haur Kuning, RT. 18, N0. 16, Kota
Banjarmasin
No. MR : 1.45.54.25
B. Anamnesis
Pasien kiriman RSUD Sultan Suriansyah dengan diagnosis G3P1A1 Hamil 34-35
alasan NICU. Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 7 jam sebelum
19
masuk kamar bersalin. Kencang-kencang (-), keluar air-air (-), keluar lendir darah
(-), gerak janin (+). Terapi yang didapatkan: Infus RL ~ aminofilin 1 amp 20 tpm,
Inj Ceftriaxone 2x1 gr, Inj Dexamethasone 2x6 mg, Inj Metilprednisolon 2x62,5
mg, PO NAC 3x200 mg, PO Salbutamol 3x4 mg, dan nebul ventolin : NaCl :
PAN : Puskesmas/ Bidan Praktek Mandiri (+) 6 kali -> KRT ec Riwayat Asma
Asma Bronkiale (+) sejak usia 11 tahun dan rutin menggunakan salbutamol
Riwayat Haid :
Menarche usia 12 tahun, selama 7 hari, siklus 28 hari, teratur, 2-3 kali ganti
TP : 02 Mei 2020
UK : 31 minggu
Riwayat Perkawinan :
Riwayat KB :
20
Riwayat Obstetri :
Tempat
Anak
Jenis
No. bersalin/ Tahun Kehamilan
Persalinan Sex Berat Keadaan
penolong
1. Bidan 2016 Aterm Spt-BK LK 3100 gr Hidup (4 th)
Dukun Abortus
2. 2018 9 minggu - -
Kampung (Kuret +)
3. Hamil ini
C. Status Generalis
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,7o C
BB : 63 kg
TB : 158 cm
21
- Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,
hidung
Thorax
tidak melebar
(-/-)
Abdomen
Status obstetrik
Atas : Edema (-), gerak normal, parese (-), nyeri gerak (-)
Bawah : Edema (-), gerak normal, parese (-), nyeri gerak (-)
22
Refleks patella : (+)
D. STATUS OBSTETRIK
TFU = 25 cm
His : (-)
E. Pemeriksaan Penunjang
23
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,1 12,00-16,00 g/dl
Lekosit 14,9 4,0-10,5/ul
Eritrosit 3,44 3,50-5,50 juta/ul
Hematokrit 32,0 37,00-47,00 vol%
Pemeriksaan
Trombosit Hasil 278 Nilai Normal
150-450 ribu/ul
GAS
RDW-CVDARAH 14,6 11,5-14,7 %
Kesimpulan: Dalam Batas Normal
Suhu
MCV,MCH, MCHC 36,5 Celcius
pH 7.409 7.350-7.450
2. MCV 93,0 80,00-97,00
PCO2
MCH 32,2
32,3 35-45 mmHg
27,0-32,0
TCO2
MCHC 21,0
34,7 22-29 mEq/L
32,0-38,0
PO2
HITUNG JENIS 112,0 80-100 mmHg
HCO3
Neu% 20,4
88,6 22-26 mmHg
50,0-70,0%
O2 Saturasi
Limfosit% 99,0
7,8 75-99%
25,0-40,0%
Base
MID% Excess (BE) -4,0
3,4 -2,0-3,0 mEq/L
2,0-8,0%
%FIO2
Neu# 33
13,22 %
2,50-7,00 ribu/ul
Limfosit# 1,17 1,25-4,0 ribu/ul
PROTHROMBIN TIME
Hasil PT 10,8 9,9-13,5
INR 1,00 -
Control Normal PT 10,8 -
Hasil APTT 31,8 22,2-37,0
Control Normal APTT 24,8 -
HATI
SGOT 27 0-46 U/I
SGPT 24 0-45 U/I
GINJAL
Ureum 6 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,56 0,6-1,2 mg/dl
DIABETES
GDS 136 <200 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 139 136-145 Meq/L
Kalium 2,8 3,5-5,1 Meq/L
Chlorida 104 98-107 Meq/L
IMUNO-SEROLOGI
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
Anti HIV Rapid Non Reaktif Non Reaktif
Pemeriksaan USG
USG di VK:
24
- Janin: tunggal, hidup, letak oblique
- Biomarker:
- Lain-lain: (-)
25
- Kesimpulan: Janin tunggal, hidup, letak oblique, UK 31-32 minggu, TBJ
26
• Janin Tunggal Presentasi Kepala
27
• Air ketuban : AFI 5,4 cm
3. CTG
Variabilitas : 5-20dpm
Akselerasi : (+)
Deselerasi : (-)
His : (-)
Kesimpulan : Kategori I
F. Diagnosis
G. Penatalaksanaan
28
Inj Ceftriaxone 2x1 gr
Co FM
Co Paru
TS Paru:
O2 NC 3 lpm
NAC 3x200 mg
H. Follow up
02/03/20
O) Status Umum:
Nadi: 84 kali/menit
Status Obstetri
His (-)
29
A) G3P1A0 + H 31-32 Minggu + JTHIU + Presentasi Oblique + Asma Bronkiale
TS Paru:
O2 NC 3 lpm
NAC 3x200 mg
Mo KU/Kel/VS/Djj
03/03/20
O) Status Umum:
Nadi: 84 kali/menit
Status Obstetri
His (-)
30
Denyut jantung janin 144 kali per menit
P) Infus RL 20 tpm
TS Paru:
O2 NC 3 lpm
NAC 3x200 mg
Mo KU/Kel/VS/Djj
04/03/20
O) Status Umum:
Nadi: 78 kali/menit
31
Status Obstetri
His (-)
P) Infus RL 20 tpm
TS Paru:
NAC 3x200 mg
Mo KU/Kel/VS/Djj
Pro KRS
KRS diizinkan
Obat pulang:
NAC 3x200 mg
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada makalah ini dibahas sebuah kasus Ny. M berusia 37 tahun dengan
bronkiale eksaserbasi akut + TBJ 1660 gram. Pasien kiriman RSUD Sultan
bronkiale + fetal distress. Pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi
untuk ibu dan bayi. Dari hasil anamnesis pasien datang dengan keluhan sesak
nafas sejak 7 jam sebelum masuk kamar bersalin, kencang-kencang (-), keluar air-
air (-), keluar lendir darah (-), gerak janin (+). Batuk (-), mual/muntah (-/-).
demam (-). Pasien memiliki riwayat asma bronkiale (+) sejak usia 11 tahun dan
rutin menggunakan salbutamol inhaler jika serangan asma. Dari hasil pemeriksaan
ANC sebnyak 6 kali di bidan praktek mandiri dan di dokter spesialis obsgyn
obsgyn dan dinyatakan kehamilan risiko tinggi karena riwayat asma. Riwayat
lahir spontan tanpa komplikasi dengan BBL 3100 gram. Pasien memiliki riwayat
mmHg, Nadi 102 x/menit, Respirasi 24 x/menit, Suhu 36,7o C. Status gizi pasien
IMT 25,24 kg/m2. Pemeriksaan fisik obstetri pada inspeksi didapat Perut tampak
33
massa gestasi, palpasi Leopold I teraba fundus teraba lunak, pada leopold II
didapatkan letak janin memanjang punggung kanan, pada leopold III janin
presentasi lintang, dan pada leopold IV kepala janin belum masuk PAP. Pada
auskultasi Detak Jantung Janin 155 kali per menit. Kontraksi his (-). Pemeriksaan
dalam didapatkan pembukaan tidak ada, serviks teraba lunak, anterior, affecement
0% bagian terbawah janin masih tinggi, ketuban (+). Taksiran Berat Janin 1660
dalam batas normal. Hasil pemeriksaan USG menunjukkan janin tunggal, hidup,
letak oblique, UK 31-32 minggu, TBJ 1660 minggu, AFI 8,5 cm, plancenta di
fundus grade I-II, kelainan kongenital mayor (-). Pada pasien tersebut diagnosis
terjadi kira-kira dengan frekuensi sama. Dalam sebuah penelitian prospektif pada
fungsi paru, dan penggunaan obat) memburuk pada 30% dan meningkat pada 23%
pasien selama kehamilan. Asma juga tampaknya lebih cenderung menjadi lebih
parah atau memburuk selama kehamilan, wanita dengan asma berat sebelum
pertama ditoleransi dengan baik pada wanita penderita asma, dengan episode akut
yang jarang terjadi. Gejala yang meningkat dan eksaserbasi yang lebih sering
asma, secara umum, cenderung mengalami lebih sedikit gejala dan eksaserbasi
34
asma yang lebih jarang selama minggu 37 hingga 40 kehamilan dibandingkan
selama periode kehamilan sebelumnya. Hal ini berbeda dengan penelitian terbaru
yang menggunakan data dari klaim Korean National Health Insurance yang
menunjukkan bahwa tingkat rawat inap untuk asma pada pasien hamil meningkat
perubahan dalam perjalanan asma selama kehamilan. Selain itu, paparan antigen
mempengaruhi wanita asma dalam hamil untuk terjadinya asma yang memburuk.
dengan beberapa hasil kebidanan yang merugikan; risiko kelahiran sesar lebih
tinggi untuk pasien dengan asma berat dibandingkan asma ringan. Sebuah studi
menunjukkan bahwa risiko relatif (RR) dari kelahiran prematur dan persalinan
prematur berkurang oleh manajemen asma aktif. Dalam sebuah studi kohort
35
retrospektif dari> 220.000 kehamilan, pasien dengan asma memiliki kemungkinan
melaporkan peningkatan risiko emboli paru di antara pasien dengan asma (OR,
dapat mempersulit upaya untuk mendeteksi tingkat kejadian yang berbeda secara
yang buruk pada ibu diantaranya bayi berat lahir rendah dan kecil masa kehamilan
yang risiko meningkat dengan tingkat keparahan asma ibu. Studi kohort besar
bawaan
malformasi pada mereka yang mengalami asma eksaserbasi berat selama trimester
pertama. Sebuah meta analisis studi dari 1975 hingga 2012 dilaporkan
hubungan yang signifikan antara asma ibu dan kematian neonatal (RR, 1,49),
rawat inap neonatal (RR, 1,50), bibir sumbing / palatum (RR, 1,30), dan
malformasi minor (RR, 1.11) tetapi bukan malformasi mayor atau lahir mati.
Selain itu, bayi yang lahir dari ibu hamil dengan asma lebih cenderung juga
menderita asma.10,11
Pada pasien tersebut belum diketahui riwayat perjalanan asma dan derajat
kontrol asma dengan pengobatan inhalasi yang sudah dipakai oleh pasien bertahun
tahun. Hal ini menyebabkan sulit untuk mengetahui perubahan perjalanan atau
intensitas penyakit asma yang diderita pasien saat masa kehamilan. Banyaknya
36
komplikasi maternal dan pediatric yang dikaitkan dengan derajat keparahan asma
kondisi janin dalam kandungan didapatkan hasil janin tunggal, hidup, presesntasi
oblique, berat janin 1660 gram, AFI 8.5, serta tidak ditemukan kelainan
intrauterine terhadap masa kehamilan, berat janin pada pasien tersebut masih
sesuai masa kehamilannya yaitu 31-32 minggu. Indeks AFI yang digunakan untuk
menilai keadaan cairan amnion intrautrein juga masih dalam batas normal. DJJ
bayi 155 x/menit masih dalam batas normal. Hasil pemeriksaan CTG dan hasil
penanganan eksaserbasi asma perlu dilakukan secara aktif untuk mencegah risiko
aminofilin 1 ampul 20 tpm, inj. ceftriaxone 1 gram/12 jam, nebu combivent per 6
jam, nebu pulmicort per 12 jam, N-acetyl cysteine 200 mg/8 jam. Pasien
dari penelitian pada hewan dan manusia. Standar baku untuk menguji hal tersebut
37
yaitu randomized clinical trial tetapi karena alasan etis, penelitian jarang
dilakukan pada populasi hamil. Jenis studi yang paling sering dilakukan adalah
studi kohort. Jenis studi ini dapat dirancang dengan cara retrospektif atau
prospektif. Keuntungan dari studi prospektif adalah bahwa subjek dapat diikuti
selama kehamilan mereka dan diawasi dengan ketat. Keuntungan dari studi
retrospektif adalah bahwa mereka cenderung data yang dikumpulkan jauh lebih
besar dari database yang dapat dihubungkan dan dianalisis secara statistik untuk
Tabel 1. Profil data keamanan pilihan obat asma untuk ibu hamil13
Tabel 1 menunjukan profil data keamanan pilihan obat asma untuk ibu
hamil. Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut harus dilakukan secara aktif untuk
menghindari komplikasi pada kehamilan pada ibu dan janin. Hal ini membuat
juga harus mempertimbangkan risiko efek samping pada kehamilan. Pilihan obat
yang diberikan pada pasien berdasarkan profil data pada umumnya aman.
Berdasarkan data penelitian saat ini pemberian inhalasi SABA dan kortikosteriod
38
tertentu tetapi ada faktor perancu yang membuat hal ini sulit disimpulkan.
diperhatikan toksisitasnya dalam darah. Pemberian terapi asma pada pasien harus
mencakup terapi reliever dan controller. Hal ini diberikan untuk menghilangkan
gejala eksaserbasi dan mengontrol frekuensi kekambuhan asma. Pasien juga perlu
identifikasi alergi dan penghindaran paparan, serta rencana terapi asma dan
kehamilannya.12,13
39
BAB V
PENUTUP
31-32 minggu + JTHIU + Presentasi Oblique + PPI + Asma bronkiale + TBJ 1660
combivent per 6 jam, nebulizer pulmicort per 12 jam, N-acetyl cysteine 200 mg/8
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F., Leveno, K., Bloom, S., Spong, C. Y., & Dashe, J. (2014).
Williams obstetrics, 24e. Mcgraw-hill.
2. Mehta, N., Chen, K., Hardy, E., & Powrie, R. (2015). Respiratory disease in
pregnancy. Best practice & research Clinical obstetrics & gynaecology, 29(5),
598-611.
3. Boulet, L. P., Reddel, H. K., Bateman, E., Pedersen, S., FitzGerald, J. M., &
O'Byrne, P. M. (2019). The global initiative for asthma (GINA): 25 years
later. European Respiratory Journal, 54(2), 1900598
7. King, G. G., James, A., Harkness, L., & Wark, P. A. (2018). Pathophysiology
of severe asthma: We’ve only just started. Respirology, 23(3), 262-271.
8. Global Initiative for Asthma Updated 2019, National Heart, Lung, & Blood
Institute. (2019). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention: A
Pocket Guide for Physicians and Nurses. National Institutes of Health,
National Heart, Lung, and Blood Institute.
10. Bonham, C. A., Patterson, K. C., & Strek, M. E. (2018). Asthma outcomes and
management during pregnancy. Chest, 153(2), 515-527
11. Murphy, V. E., Jensen, M. E., & Gibson, P. G. (2017, April). Asthma during
pregnancy: exacerbations, management, and health outcomes for mother and
infant. In Seminars in respiratory and critical care medicine (Vol. 38, No. 02,
pp. 160-173). Thieme Medical Publishers.
42
12. Namazy, J. A., & Schatz, M. (2017). Pharmacological difficulties in the
treatment of asthma in pregnant women. Expert review of clinical
pharmacology, 10(3), 285-292.
13. Namazy, J. A., Chambers, C., & Schatz, M. (2014). Safety of therapeutic
options for treating asthma in pregnancy. Expert opinion on drug safety,
13(12), 1613-1621.
43