Anda di halaman 1dari 7

Kesulitan download?

Kunjungi: https://warungbidan.blogspot.com/2020/11/makalah-asma-akut-dalam-kehamilan.html

ASMA AKUT DALAM KEHAMILAN

A. Asma Dalam Kehamilan


Asma adalah penyakit yang sering memberikan komplikasi medis yang berarti pada
kehamilan. Sekitar 4-8% kehamilan memiliki komplikasi berupa asma. Prevalensi
morbiditas asma pada kehamilan terus meningkat dari tahun ke tahun, meskipun angka
mortalitasnya menurun. Berat penyakit asma pada penderita selama kehamilan seringkali
berubah sehingga penderita memerlukan pengaturan jenis dan dosis obat asma yang
dipakai. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa selama kehamilan 1/3 penderita
mengalami perburukan penyakit, 1/3 lagi mengalami perbaikan, dan 1/3 sisanya tidak
mengalami perubahan.
Bagi wanita yang menderita asma, kehamilan dapat memengaruhi kondisi asma
yang diderita. Ada sebagian penderita asma yang merasakan perbaikan gejala ketika
hamil, namun pada kebanyakan kasus, kehamilan dapat membuat asma memburuk dan
sering kambuh. Jika hal itu terjadi, ibu dan janin berisiko mengalami kekurangan oksigen,
yang tentunya bisa membahayakan kondisi kesehatan ibu dan bayi yang dikandung.

B. Penyebab asma saat hamil


Bila ibu memiliki riwayat penyakit asma sebelumnya, kemungkinan Bunda akan
mengalami asma saat hamil. Apalagi jika beberapa faktor pemicunya berikut ini:.
1. Infeksi saluran pernapasan, seperti pilek, flu, bronchitis, dan sinusitis. Penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus ini bisa memicu serangan asma.
2. Asap rokok
3. GERD (asam lambung naik ke tenggorokan)
4. Menghirup asap yang berasal dari pembakaran atau alat masak
5. Stres atau marah-marah
6. Alergi makanan
7. Perubahan musim seperti cuaca menjadi dingin dan udara kering
8. Olahraga berlebihan
9. Bau menyengat seperti parfum atau lainnya
10. Reaksi alergi terhadap bahan kimia tertentu, seperti sampo, sabun dan alat kosmetik,
bahkan terhadap produk rumah tangga.

C. Patofisiologi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan dengan komponen
genetik yang utama. Peningkatan respon dari saluran pernapasan dan inflamasi subakut
yang persisten telah banyak dihubungkan dengan gen-gen pada kromosom 5, 11, dan 12
yang meliputi kumpulan gen sitokin, gen reseptor β-adrenegik dan glukokortikoid, seta
gen reseptor antigen sel T. Selain itu, juga dijumpai adanya stimulan alergen lingkungan
seperti virus influenza dan asap rokok pada penderita-penderita yang rentan.
Tanda khas dari asma berupa obstruksi saluran pernapasan yang reversibel akibat
konstriksi otot polos bronkus, kongesti vaskuler, produksi mukus yang kental, dan edema
mukosa saluran pernapasan.Selain itu, juga dijumpai adanya inflamasi saluran pernapasan
dan meningkatnya respon terhadap berbagai stimuli seperti iritan-iritan, infeksi virus,
aspirin, udara dingin, dan latihan fisik. Proses inflamasi disebaban oleh respon sel mast,
eosinofil, limfosit, dan epitelium bronkus yang mengakibatkan disekresikannya mediator-
mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien, prostaglandin, sitokin, dan lain
sebagainya. IgE juga memegang peranan penting dalam patofisiologi dari asma.

D. Gejala Asma
Napas terasa berat saat hamil belum tentu menandakan asma. Ini normal terjadi di
masa kehamilan, terutama pada trimester terakhir. Sedangkan gejala asma yang harus
kamu waspadai dan memerlukan penanganan dokter segera adalah:
1. Sesak napas
2. Batuk yang bertambah parah pada malam dan pagi hari
3. Batuk saat melakukan aktivitas fisik
4. Mengi
5. Dada terasa tertekan
6. Kulit tampak pucat
7. Lemas
8. Bibir dan jari tangan tampak kebiruan

E. Efek Kehamilan Terhadap Asma


Tidak terdapat bukti klinis adanya pengaruh kehamilan terhadap asma. Penelitian
perspektif terhadap ibu hamil dengan asma memberikan hasil 12,6% pasien dengan asma
ringan mengalami eksaserbasi dan 2,3% menjalani perawatan di rumah sakit, 25,7%
pasien dengan asma sedang mengalami eksaserbasi dan 6,8% menjalani perawatan di
rumah sakit, dan pasien dengan asma berat sebanyak 51,9% mengalami eksaserbasi
dengan jumlah pasien rawat di rumah sakit sebanyak 26,9%. Efek kehamilan terhadap
asma bervariasi, didapatkan 23% pasien mengalami perbaikan gejala selama kehamilan
dan 30% pasien mengalami perburukan gejala selama kehamilan. Karena banyaknya
pasien yang mengalami perburukan, ibu hamil dengan asma harus dimonitor dengan tes
APE dan KVP1 dan diobservasi gejalanya selama kehamilan. Selain itu, terdapat
peningkatan risiko serangan hingga 18 kali lipat setelah persalinan dengan seksio sesarea
dibandingkan dengan persalinan pervaginam.

F. Efek Asma pada Kehamilan


Asma yang tidak terkontrol dalam kehamilan dapat menimbulkan komplikasi pada
janin dan ibu berupa kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat, lahir premature,
berat badan lahir rendah, preeklamsia, perdarahan post partum, dan peningkatan insidensi
seksio sesarea, tergantung pada derajat beratnya penyakit asma. Prognosis bayi yang lahir
dari ibu dengan asma terkontrol sebanding dengan prognosis bayi yang lahir dari ibu
tanpa asma. Suatu studi perspektif menunjukkan ibu hamil dengan asma ringan ataupun
sedang yang terkontrol dapat memiliki luaran ibu dan janin yang baik..
Pada asma berat, hipoksia janin dapat terjadi mendahului hipoksia pada ibu.
Hipoksia janin akan menyebabkan gawat janin sebagai akibat penurunan sirkulasi
uteroplasenter dan aliran darah balik maternal. Peningkatan pH (alkali) akan menggeser
ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin. Hipoksemia maternal menyebabkan penurunan
aliran darah pada tali pusat, peningkatan resistensi vaskular pulmonar dan sistemik, dan
penurunan curah jantung.

G. Efek asma terhadap janin


Penelitian pada baik manusia maupun hewan menunjukkan bahwa alkalosis pada
ibu dapat menyebabkan hipoksemia janin jauh sebelum oksigenasi maternal terganggu.
Gangguan pada janin diperkirakan merupakan akibat dari beberapa faktor, yaitu
berkurangnya aliran darah fetus, berkurangnya aliran darah balik vena ibu, dan
pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri akibat keadaan basa. Apabila ibu tidak
lagi mampu mempertahankan tekanan oksigen normal dan terjadi hipoksemia, janin akan
berespon dengan mengurangi aliran darah umbilikus, meningkatkan resistensi vasukler
sistemik dan paru, dan akhirnya mengurangi curah jantung. Kesadaran bahwa janin dapat
mengalami gangguan berat sebelum penyakit ibu menjadi parah menunjukkan pentingnya
pemantauan dan tatalaksana agresif pada semua wanita hamil dengan asma akut.
Pemantauan respon janin pada dasarnya menjadi indikator gangguan pada ibu.5

H. Manajemen dan Terapi Asma Selama Kehamilan


Menurut National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel,
penanganan efektif asma pada kehamilan harus mencakup penilaian objektif fungsi paru
dan kesejahteraan janin, menghindari/ menghilangkan faktor presipitasi lingkungan,
terapi farmakologi, dan edukasi pasien. Terapi farmakologi lini pertama yang diberikan
pada serangan asma adalah agonis beta-2 kerja cepat inhalasi. Terapi farmakologi untuk
mengontrol asma intermiten tidak dibutuhkan, untuk asma persisten ringan dapat
digunakan agonis beta-2 kerja lambat inhalasi dan kortikosteroid inhalasi dosis rendah.
Untuk asma persisten sedang dapat digunakan agonis beta-2 kerja lambat inhalasi,
kortikosteroid inhalasi dosis sedang, dan teofilin oral. Dan untuk asma persisten berat
dapat digunakan agonis beta-2 kerja lambat inhalasi, kortikosteroid inhalasi dosis tinggi,
teofilin oral, dan kortikosteroid oral apabila dibutuhkan.
Edukasi pasien untuk menghindari faktor pencetus asma harus dilakukan untuk
mengurangi angka kejadian serangan asma selama kehamilan. Selain itu, pasien juga
harus diedukasi mengenai monitoring diri dan penanganan awal serangan asma untuk
menghindari terjadinya perburukan pada ibu dan juga janin.

I. Penanganan Mandiri Asma dalam Kehamilan


Berikut ini adalah beberapa penanganan asma yang bisa dilakukan selama hamil:
1. Mengonsumsi obat asma
Kunci utama mengontrol asma saat hamil adalah dengan tetap rutin
mengonsumsi obat asma. Kamu tidak perlu khawatir, karena sebagian besar obat
asma hirup atau inhaler yang berisi terbutaline, albuterol, prednisone, dan
theophylline aman dikonsumsi saat hamil. Namun hati-hati, obat asma yang
dikonsumsi dengan cara diminum (obat oral) dikhawatirkan berisiko bagi janin.
Untuk memastikan obat asma yang aman dikonsumsi ketika hamil, sebaiknya
konsultasikan ke dokter kandungan sejak awal kehamilan. Informasikan secara rinci
kepada dokter, mengenai riwayat penyakit asma yang diderita dan obat yang pernah
kamu konsumsi.
2. Hindari pemicu munculnya gejala asma
Bagi penderita asma yang sedang hamil, menghindari faktor pemicu serangan
asma merupakan langkah yang sangat penting. Langkah ini bisa dilakukan dengan
beberapa cara berikut ini:
 Hindari alergen pemicu asma, misalnya debu, asap, dan bulu binatang.
 indari berdekatan dengan orang yang sedang menderita infeksi pernapasan.
 Jangan merokok, dan jauhi asap rokok.
 Rajin berolahraga, misalnya berenang, senam hamil, yoga, atau olahraga lain yang
dianjurkan dokter.
 Jika memiliki penyakit refluks asam lambung (gastroesophageal reflux
disease/GERD), segera tangani dengan berobat ke dokter. GERD dapat
memperburuk gejala asma saat hamil.
 Jika pilek, tanyakan kepada dokter mengenai obat antihistamin yang aman untuk
dikonsumsi.
3. Rutin menjalani medical check-up
Pemeriksaan ini dilakukan sebulan sekali, dan bertujuan memantau kondisi
kesehatan tubuh secara umum, termasuk kondisi paru-paru. Pemeriksaan ini juga
berguna untuk memastikan kondisi janin sehat. Dokter akan menggunakan spirometri
atau peak flow meter untuk mengukur fungsi paru-paru ibu hamil.
4. Pantau gerakan janin tiap hari
Pantau gerakan janin setiap hari, terutama setelah kandunganmu berusia 28
minggu. Untuk memastikan janin aktif dan sehat, kamu bisa melakukan pemeriksaan
USG kehamilan sebagai bagian dari pemeriksaan kehamilan rutin. Jika asma sering
kambuh dan gejalanya semakin berat, segeralah konsultasikan pada dokter
kandungan.
5. Melakukan vaksin flu
Vaksinasi flu direkomendasikan untuk dijalani oleh semua ibu hamil, apalagi
ibu hamil dengan asma. Vaksin ini memberimu perlindungan ekstra terhadap
serangan flu berat.

J. Penatalaksanaan Asma dalam Kehamilan


1. Asma Akut
Penanganan asma akut pada kehamilan memegang prinsip yang sama dengan
asma biasa dengan tambahan ambang batas rawat inap yang lebih rendah. Secara
umum, dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena, pemasangan sungkup
oksigen dengan target PO2 > 60 mmHg dan pemasangan pulse oximetry dengan target
saturasi O2 > 95%. Kemudian dilakukan pemeriksaan analisa gas darah (AGDA),
pengukuran FEV1 serta PEFR, dan dilakukan pemantauan janin.5
Obat lini pertama adalah agonis β-adrenegik (subkutan, peroral, inhalasi)
dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan maintenance dose 0,8-1
mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dengan kadar plasma sebesar 10-20
ng/ml. Obat ini akan berikatan dengan reseptor spesifik di permukaan sel dan
mengaktifkan adenilil siklase untuk meningkatkan cAMP intrasel dan merelaksasi
otot polos bronkus. Selain itu, diberikan kortikosteroid metilprednisolon 40-60 mg
intravena setiap 6 jam. Terapi selanjutnya bergantung kepada pemantauan respon
hasil terapi sebelumnya. Bila FEV1 dan PEFR > 70% baseline maka pasien dapat
dipulangkan dan berobat jalan. Namun, bila FEV1 dan PEFR < 70% baseline setelah 3
kali pemberian agonis β-adrenegik, maka diperlukan masa observasi di rumah sakit
hingga keadaan pasien stabil.5
Asma berat yang tidak berespon terhadap terapi dalam 30-60 menit dimasukkan
dalam kategori status asmatikus. Penanganan aktif di intensive care unit (ICU) dan
intubasi dini, serta penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan otot, retensi
CO2, dan hipoksemia akan memperbaiki morbiditas.5
2. Penanganan asma kronik
Menurut National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel,
1997, penanganan yang efektif terhadap asma kronis pada kehamilan harus mencakup
hal-hal berikut:
a. Penilaian objektif fungsi paru dan kesejahteraan janin
b. Menghindari/ menghilangkan faktor presipitasi dari lingkungan
c. Terapi farmalokogik dan edukasi pasien
Pasien harus mengukur PEFR 2 kali sehari dengan target 380-550 L/menit.
Setiap pasien memiliki nilai baseline masing-masing sehingga terapi dapat
disesuaikan.
Pendekatan farmakologis pada penderita asma disesuaikan dengan tingkat
keparahan penyakit sesuai tabel diatas. Pada penderita asma intermitten ringan, agonis
β-adrenegik inhalasi hanya diberikan apabila keluhan timbul sedangkan pemberian
kortikosteroid inhalasi dosis rendah diberikan sebagai tambahan agonis β-adrenegik
inhalasi sebagai pengendali penyakit pada penderita asma persisten ringan. Pada
penderita asma persisten sedang kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis ringan hingga
sedang ditambahkan dengan agonis β-adrenegik inhalasi kerja panjang diberikan
untuk mengontrol keluhan pasien. Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yang
dikombinasikan dengan agonis β-adrenegik inhalasi kerja panjang diberikan sebagai
pengendali penyakit pada penderita asma persisten berat. Steroid oral juga dapat
diberikan pada penderita asma persisten berat bila pemberian terapi inhalasi tidak
dapat meredam gejala yang timbul.

K. Risiko Asma saat Hamil


Bila asma tidak terkontrol dengan baik selama kehamilan, kamu berisiko
mengalami kondisi-kondisi berikut ini:
1. Morning sickness
2. Preeklamsia
3. Perdarahan lewat vagina.
4. Komplikasi persalinan.
5. Hambatan pertumbuhan janin.
6. Melahirkan bayi prematur atau dengan berat badan lahir yang
Pada asma yang berat, dapat terjadi kompikasi yang berakibat fatal, baik bagi ibu
hamil maupun janin dalam kandungannya.

Anda mungkin juga menyukai